Friday, April 30, 2010

PT Goodyear Indonesia Tbk menambah Investasi Di Indonesia Sebesar 23 Juta Dollar

Industri ban nasional PT Goodyear Indonesia Tbk memperkuat komitmennya di Indonesia dengan menambah investasi sebesar 23 juta dollar AS atau sekitar Rp 207 miliar. Investasi ini telah mendorong pertambahan produksi ban radial sebesar 65 persen.

Peningkatan investasi itu bertepatan dengan perayaan 75 tahun PT Goodyear Indonesia Tbk di Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/4). Investasi itu untuk perluasan pabrik dan penambahan fasilitas produksi.

Peresmian perluasan pabrik dilakukan Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun didampingi Presiden Goodyear Asia Pasifik Pierre E Cohade dan Presiden Direktur Goodyear Indonesia Iriawan Ibarat. Hadir juga Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron M Hume, Wali Kota Bogor Diani Budiarto, dan Managing Director Goodyear ASEAN Richard Fleming.

Iriawan mengatakan, Goodyear Indonesia merupakan salah satu pabrik paling kompetitif di antara pabrik Goodyear di seluruh dunia. Pihaknya akan terus fokus mendorong inovasi dan keberlanjutan industri ban ini.

Goodyear, berdiri tahun 1935, adalah produsen ban mobil pertama dan tertua di Indonesia. Luas lahan 172.000 meter persegi. Goodyear juga satu dari 10 perusahaan pertama yang mengawali terbentuknya Bursa Efek Jakarta tahun 1980.

Pierre E Cohade mengatakan, ”Komitmen kami kepada Indonesia tinggi. Ini dibuktikan dengan penambahan investasi sebesar 23 juta dollar AS dari rencana investasi awal tahun 2007.”

Tahun 2007 telah disampaikan kepada publik bahwa Goodyear Indonesia akan meningkatkan investasi 20 juta dollar AS dari investasi awal sebesar 31 juta dollar AS. Namun, penambahan investasi akhirnya diputuskan sebesar 23 juta dollar AS sehingga Goodyear telah menginvestasi sekitar 54 juta dollar AS.

Dalam laporan tahunan PT Goodyear Indonesia Tbk tahun 2009, total produksi ban tahun 2008 mencapai 2,488 juta ban. Tahun 2009, produksinya menjadi 2,633 juta ban. Dengan jumlah hari kerja 321 hari per tahun, produksi rata-rata mencapai 8.185 ban per hari.

Pencapaian produksi rata-rata itu menunjukkan kapasitas produksi 8.000 ban per hari sudah terlampaui. Oleh karena itu, dengan perluasan pabrik ini, kapasitas produksi pun ingin ditingkatkan sebesar 65 persen.

Menurut Pierre, komitmen investasi itu didasarkan pada keyakinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kerap menyebutkan bahwa Indonesia sebagai tempat yang tepat untuk berinvestasi. Karena itu, dukungan pemerintah tetap sangat dibutuhkan agar kegiatan bisnis dapat terus berkembang.

Alex SW Retraubun menjelaskan, pertumbuhan produksi kendaraan sebesar 8 persen tentu akan menjadi peluang pertumbuhan produksi ban lebih besar lagi. Produksi ban sangat potensial. Hingga saat ini, ada 13 produsen nasional yang memproduksi sekitar 50 juta ban mobil dan 28 juta ban sepeda motor. Sekitar 70 persennya diekspor, dengan nilai ekspor tahun 2009 sekitar 1 miliar dollar AS.

Laba PT Astra International Tbk Melonjak Tajam Menjadi 29,68 Triliun

Kinerja keuangan PT Astra International Tbk dan anak perusahaannya melonjak tajam dalam tiga bulan pertama tahun 2010. Hal ini didukung kenaikan permintaan otomotif ataupun produk lainnya keluaran Astra menyusul membaiknya perekonomian nasional.

Berdasarkan Laporan Keuangan Astra triwulan I tahun 2010, yang diumumkan Kamis (29/4), perseroan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp 29,68 triliun, naik 38 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009 sebesar Rp 21,53 triliun.

Peningkatan pendapatan ini membuat laba bersih bagi Astra naik 61 persen, dari Rp 1,87 triliun pada triwulan I tahun 2009 menjadi Rp 3,014 triliun triwulan I tahun 2010. Laba per saham yang sebelumnya Rp 463 juga naik menjadi Rp 744 per saham.

”Pada kuartal pertama 2010 ini kinerja Grup Astra turut didukung oleh kondusifnya kondisi perekonomian Indonesia. Mudah-mudahan hal ini dapat terus berlanjut,” kata Presiden Direktur Astra Prijono Sugiarto.

”Kompetisi pasar sepeda motor masih cukup ketat dan kemungkinan munculnya perubahan ketentuan pajak kendaraan bermotor dapat berdampak pada pertumbuhan sektor otomotif tahun ini,” tambah Prijono.

Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2010, total penjualan mobil nasional tercatat 174.000 unit atau naik 74 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009 saat kondisi pasar sedang sulit. Dari jumlah itu, pangsa pasar mobil Astra mencapai 57 persen atau sekitar 99.000 unit.

Perbankan

Laporan keuangan dari sejumlah bank juga menunjukkan peningkatan gemilang. PT Bank CIMB Niaga Tbk, misalnya, mencatat laba bersih konsolidasi triwulan I-2010 sebesar Rp 524,2 miliar, naik 100 persen dari periode yang sama tahun 2009 sebesar Rp 262,7 miliar. Peningkatan laba CIMB Niaga ini terutama disebabkan naiknya pendapatan operasional, tidak adanya biaya merger, dan penurunan beban penyisihan kerugian.

Total aset per 31 Maret 2010 mencapai Rp 114,6 triliun, naik 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 102,9 triliun. Dengan demikian, CIMB Niaga mempertahankan posisinya sebagai bank terbesar kelima di Indonesia dari sisi aset, kredit, dan dana pihak ketiga.

Total kredit naik 14 persen menjadi Rp 83,7 triliun sehingga loan to deposit ratio (LDR) CIMB Niaga per 31 Maret 2010 tercatat 88,46 persen, naik dibandingkan tahun lalu sebesar 85,77 persen. Lebih dari 18 persen dari total kredit CIMB Niaga disalurkan di luar Pulau Jawa, mencerminkan strategi penyaluran kredit yang menyeluruh di Indonesia. Rasio NPL bruto CIMB Niaga sebesar 3,07 persen per 31 Maret 2010, berada di bawah NPL rata-rata industri sebesar 3,54 persen.

Arwin Rasyid, Presiden Direktur CIMB Niaga, mengatakan, pihaknya terus berupaya menjaga keseimbangan pada semua aspek usaha, baik di segmen perbankan korporasi, bisnis, maupun ritel, termasuk perbankan syariah.

Di sisi lain, CIMB Niaga juga meningkatkan jumlah dana pihak ketiga menjadi Rp 93,7 triliun, meningkat dari Rp 84,4 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, laporan keuangan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat laba bersih triwulan I-2010 sebesar Rp 1,9 triliun. Naik 18,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Return on assets (ROA) tercatat sebesar 3,4 persen, return on equity (ROE) 30,9 persen, dan rasio kecukupan modal (CAR) 16,4 persen.

DE Setijoso, Presiden Direktur BCA, mengatakan, perbankan saat ini memasuki era baru yang ditandai oleh rendahnya tingkat suku bunga dan optimisme terhadap perkembangan ekonomi yang sedang berlangsung.

Sementara itu, laba bersih Bank Permata triwulan I-2010 naik 62 persen menjadi Rp 269 miliar. Laba tersebut ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional. Pendapatan bunga bersih meningkat 35 persen mencapai Rp 782 miliar.

APBN Belanja Negara 2010 Naik Jadi Rp 1.123 Triliun

Anggaran belanja negara dalam APBN Perubahan 2010 naik dari target awal dalam APBN 2010 sebesar Rp 1.047 triliun menjadi Rp 1.123 triliun. Tambahan ini akan ditutup dari hasil optimalisasi anggaran yang naik akibat kenaikan penerimaan dari penjualan komoditas dan pengalihan anggaran belanja.

”Pembahasan selesai, tinggal dibahas dalam satu kali rapat kerja dengan Menteri Keuangan atau Menteri Koordinator Perekonomian pada 1 Mei 2010. Kami harus memasukkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 3 Mei 2010 karena kalau tidak, UU APBN-P 2010 tidak sah,” ujar Kepala Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis di Jakarta, Kamis (29/4).

Menurut Harry, anggaran belanja negara naik, antara lain, karena terjadi kenaikan anggaran subsidi dari Rp 157,8 triliun menjadi Rp 201,8 triliun. Kenaikan subsidi disebabkan lonjakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari alokasi awal APBN 2010 sebesar Rp 68,7 triliun menjadi Rp 89,3 triliun pada APBN-P 2010 sesuai dengan kesepakatan terakhir.

Lonjakan juga terjadi pada anggaran subsidi listrik dari target awal Rp 37,8 triliun menjadi Rp 55,1 triliun. Juga ada kenaikan pada subsidi non-energi (termasuk subsidi pupuk, pangan, dan bibit) dari Rp 51,2 triliun menjadi Rp 57,3 triliun dalam kesepakatan akhir APBN-P 2010.

”Meskipun ada kenaikan anggaran belanja negara, defisit APBN-P 2010 tetap dipertahankan suatu usulan pemerintah, yakni 2,1 persen PDB. Itu dimungkinkan karena anggaran penerimaan negara pun ikut naik dari alokasi dalam APBN 2010, yakni Rp 949,6 triliun menjadi Rp 989,6 triliun dalam APBN-P 2010,” ungkap Harry.

Kenaikan anggaran belanja itu akan ditutup sebagian oleh hasil optimalisasi anggaran sebesar Rp 23,4 triliun. Optimalisasi dimungkinkan karena ada pengurangan alokasi anggaran untuk cost recovery atau biaya operasional kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebesar Rp 2 triliun dari 12,36 miliar dollar AS menjadi 12,1 miliar dollar AS.

Saat dihubungi di Brussels, Belgia, ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, mengatakan, kenaikan anggaran belanja negara Rp 76 triliun itu diharapkan memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat. Manfaat kian bertambah jika tambahan anggaran itu dialokasikan sepenuhnya sebagai anggaran sosial dan modal. ”Juga diharapkan ada perbaikan signifikan dalam implementasi anggaran, lebih efektif dan efisien,” ujarnya.

Jumlah Penganguran Terus Meningkat Sementara Kebijakan Tenaga Kerja Tidak Jelas

Jumlah pengangguran sejak tiga tahun terakhir menunjukkan tren menurun, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Indikasi ini cukup menggembirakan. Arahan Presiden saat membuka rapat kerja di Istana Tampaksiring, Bali, belum lama ini agar jumlah pengangguran terus turun tidak mustahil dapat terjadi.

Namun, belum pas jika menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya sekadar hanya untuk mengurangi pengangguran. Belum tentu tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang diperlukan adalah desain atau strategi besar menyangkut pasar tenaga kerja karena dinamika yang terjadi sekarang menunjukkan penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh pekerjaan sektor informal.

Pekerjaan atau kegiatan informal, menurut definisi Badan Pusat Statistik (BPS), adalah merujuk pada kegiatan ekonomi yang pada umumnya bersifat tradisional, tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas, tidak mempunyai pembukuan, dan tidak mempunyai ikatan yang jelas antara pemilik (majikan) dan pekerja (buruh).

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS selama tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal bertambah sangat lamban. Dalam waktu dua tahun hanya bertambah 1 persen, dari 36,9 persen tahun 2007 menjadi 37,9 persen tahun 2009.

Porsi jumlah yang bekerja di lapangan usaha informal masih mendominasi sekitar 62 persen. Kondisi ini diperkuat dengan profil tenaga kerja kita yang mayoritas berpendidikan rendah. Sebanyak 87,9 persen dari jumlah orang yang bekerja hanya berpendidikan tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Hanya 6,6 persen yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, dari tingkat diploma sampai sarjana. Sisanya, 5,5 persen, bahkan tidak merasakan bangku sekolah.

Dari jumlah pengangguran terbuka yang jumlahnya 9 juta-10 juta, 7 persen hingga 12 persen adalah mereka yang menamatkan jenjang perguruan tinggi. Kecenderungan pengangguran tingkat tinggi ini pun meningkat. Jika pada Sakernas Februari 2007 terdapat 7 persen lulusan perguruan tinggi yang menganggur, dua tahun kemudian jumlahnya naik menjadi 12 persen. Hal ini menunjukkan, masih sulit bagi masyarakat untuk mendapat pekerjaan sektor formal.

Indikasi masih sulitnya mendapatkan pekerjaan sekarang ini juga tergambar dari hasil survei melalui telepon yang dilakukan Litbang Kompas, dua pekan lalu. Dari 784 responden yang diwawancarai, hampir separuh responden (48,6 persen) menyebutkan ada anggota keluarga mereka yang saat ini seharusnya bekerja, tetapi belum mendapatkan pekerjaan.

Pengangguran yang sering diklaim pemerintah terus berkurang lebih ditandai oleh kecenderungan bertambahnya kaum perempuan yang masuk ke pasar kerja untuk membantu perekonomian keluarga yang mengalami guncangan akibat krisis. Dalam kurun dua tahun saja, jumlah perempuan yang bekerja bertambah 2 persen atau sekitar 4,5 juta orang.

Secara umum, responden juga menilai, peran pemerintah masih kurang memadai terkait masalah ketenagakerjaan. Hal itu baik menyangkut upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja maupun peran pemerintah soal keberpihakan kepada pekerja dalam bentuk perlindungan dan pengawasan terhadap aturan ketenagakerjaan.

Kegamangan pemerintah

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 disebutkan bahwa kebijakan pasar tenaga kerja salah satunya diarahkan untuk mendorong terciptanya sebanyak mungkin lapangan kerja formal serta meningkatkan kesejahteraan pekerja di pekerjaan informal. Belum diketahui, bagaimana caranya meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor informal tersebut.

Mewujudkan dua hal yang sebenarnya bertolak belakang ini (formal-informal) tentulah sulit. Di satu sisi, lapangan kerja formal memang perlu lebih banyak diciptakan agar dengan status dan jaminan sosial yang lebih baik kesejahteraan pekerja menjadi lebih baik pula.

Tetapi, di sisi lain, lapangan kerja formal akan sepi peminat jika kesejahteraan di pekerjaan informal lebih menjanjikan. Orang akan lebih tertarik ke lapangan kerja informal karena pekerjaan jenis ini tidak membutuhkan syarat pendidikan dan keterampilan tinggi.

Jika kecenderungan jumlah orang yang bekerja di sektor informal meningkat, bisa dipastikan penguasaan teknologi untuk memacu pertumbuhan ekonomi akan stagnan. Selain itu, peluang pemerintah meningkatkan penerimaan negara melalui pajak (terutama pajak penghasilan) pun berkurang karena pajak sulit diterapkan kepada pekerja sektor informal.

Dari kondisi ini terlihat betapa pemerintah gamang dalam merumuskan kebijakan pasar tenaga kerja. Di satu sisi berpihak pada jumlah yang banyak (informal) karena di situlah penghidupan orang kecil atau di sisi lain memperbesar yang sedikit (formal) dengan titik lemah pada kualitas sumber daya manusianya.

Kondisi lain pasar tenaga kerja yang terkesan juga kurang diantisipasi pemerintah adalah pada perubahan struktur tenaga kerja. Menurunnya kegiatan industri (deindustrialisasi) dalam beberapa tahun terakhir perlahan mengubah struktur tenaga kerja. Terjadi pergeseran karakteristik pekerjaan yang tidak lagi sekadar dari sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa), tetapi dari sektor primer dan sekunder ke sektor tersier.

Data Sakernas tiga tahun terakhir memperlihatkan, tenaga kerja yang terserap di sektor primer menurun dari 43,7 persen tahun 2007 menjadi 41,2 persen tahun 2009. Begitu juga dengan sektor sekunder yang turun dari 18,2 persen menjadi 17,8 persen dalam kurun waktu yang sama.

Sebaliknya, penurunan di sektor primer dan sekunder ini masuk ke sektor tersier. Hal ini terlihat dari bertambahnya tenaga kerja di kelompok tersier, dari 38,1 persen menjadi 41 persen selama kurun waktu yang sama.

Jika tidak diantisipasi melalui desain besar kebijakan ekonomi, perubahan struktur ini akan berdampak pada berubahnya keunggulan komparatif Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Negara kita tidak akan menjadi negara industri atau negara produsen, tetapi menjadi negara konsumen. Negara yang hanya menjadi pasar bagi barang-barang produksi asing. Selain itu, penguasaan teknologi juga akan stagnan. Kondisi seperti ini akan berlanjut dan disuburkan setelah keran perdagangan bebas dibuka lebih lebar.

PLN Mendapat Insentif Sebesar 14,5 Triliun Dari Pemerintah

PT Perusahaan Listrik Negara mendapatkan total insentif dari pemerintah sebesar Rp 14,5 triliun yang diberikan dalam bentuk penjaminan pinjaman dan pinjaman langsung dari pemerintah pada tahun 2010. PLN membutuhkan penjaminan atas semua pinjaman yang akan digunakan untuk membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt.

Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Azis mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Kamis (29/4). Menurut Harry, dari total insentif itu, Rp 7 triliun dialokasikan untuk jaminan pinjaman Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Jaminan itu hanya bisa dicairkan jika PLN tidak sanggup melunasi pinjamannya. Dengan demikian, tidak ada kucuran dana tunai yang akan mengalir dari APBN pada tahun 2010 dari mekanisme penjaminan ini.

”PLN dapat menggunakan jaminan ini untuk kreditnya yang bisa digunakan untuk proyek jaringan atau pembelian trafo. Jadi, terserah PLN,” ungkapnya.

Sebelumnya, PLN mendapatkan pinjaman langsung dari pemerintah melalui APBN Perubahan sebesar Rp 7,5 triliun. Dana ini akan benar-benar dicairkan tahun 2010 untuk mendukung pembangunan proyek transmisi baru.

”Pinjaman ini diberikan dengan grace period lima tahun dan masa jatuh tempo 15 tahun. Suku bunga yang dibebankan kepada PLN adalah di bawah SBI (Sertifikat Bank Indonesia),” tutur Harry.

Usaha Penangkapan Ikan Semakin Terpuruk AKibat Pungutan

Usaha perikanan tangkap terancam terpuruk. Ini dampak naiknya pungutan hasil perikanan hingga 300 persen.

Keluhan terhadap kenaikan pungutan hasil perikanan (PHP) dilontarkan oleh para pemangku kepentingan perikanan setelah terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penetapan Harga Patokan Ikan untuk Perhitungan Pungutan Hasil Perikanan, yang terbit 17 Maret 2010.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Muara Baru Tri di Jakarta, Kamis (29/4), menyatakan, harga patokan ikan (HPI) memakai patokan harga ekspor sehingga lebih tinggi hingga 300 persen dibandingkan HPI sebelumnya. Tingginya HPI tak sebanding dengan harga jual ikan di tingkat nelayan.

HPI ikan cakalang, misalnya, dipatok rata Rp 7.100 per kg, setara harga ekspor di tingkat nelayan. Padahal, harga cakalang di pasaran ada empat kategori, yakni cakalang kualitas ekspor Rp 7.000 per kg, pasar lokal Rp 6.000 per kg, kualitas rendah Rp 3.000, dan bahan baku ikan asin Rp 4.500-Rp 5.000 per kg.

Harga ikan yang dipatok meliputi 68 jenis komoditas. HPI akan menentukan besar pungutan hasil perikanan. Apabila HPI tinggi, PHP ikut tinggi. ”PHP terlalu tinggi akan membunuh perikanan tangkap. Ada kalanya harga jual ikan tinggi, tetapi saat panen anjlok,” ujar Tri.

Menurut Direktur Eksekutif Gabungan Asosiasi Pengusaha Perikanan Indonesia Bambang Suboko, PHP wajib dibayar di muka dan berlaku untuk satu tahun. Padahal, cuaca yang berubah-ubah membuat produktivitas dan hasil tangkapan ikan tak menentu dan ongkos melaut makin mahal. ”Padahal, jika kapasitas produksi per tahun kurang dari estimasi awal, kelebihan PHP yang telah dibayar tak bisa dikembalikan,” ujarnya.

Thursday, April 29, 2010

Perbankan Jangan Macam Macam Supaya Krisis Ekonomi Tidak Terjadi Lagi

Wakil Presiden Boediono mengingatkan agar kalangan bank menyusun laporan keuangan yang akurat dan tidak yang aneh-aneh agar krisis keuangan seperti yang terjadi tahun 1997-1998 dan 2008-2009 tidak terjadi lagi.

Bank Indonesia yang berfungsi mengawasi perbankan juga diharapkan bisa memberikan laporan yang terbaik. Jika perlu, BI memberikan sanksi jika ada bank yang tidak benar dalam memberikan laporan.

”Jangan ada lagi laporan yang aneh-aneh,” kata Wapres Boediono saat membuka Pameran dan Konferensi Ke-6 tentang Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Conference and Expo/Apconex) Tahun 2010 di Jakarta Convention Centre (JCC), Rabu (28/4).

Dalam acara itu hadir Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi dan Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono serta kalangan bankir lainnya.

”Kalau di antara kita ada yang tidak tepat memberikan informasi, komunitas itu yang mengingatkan, terutama pada masa krisis. Bank harus saling mengingatkan, ikut menjaga dan mengingatkan rekan sesamanya untuk melakukan yang benar,” ujar Boediono lagi.

Boediono menyatakan, akurasi laporan perbankan merupakan pelajaran untuk mencegah krisis ekonomi yang bisa terjadi lagi pada masa datang.

”Meskipun pada krisis 2008-2009 respons kita relatif baik, akan tetapi masih ada banyak yang harus diperbaiki lagi agar kita lebih siap, misalnya dengan supervisi yang lebih baik dan juga transparansi perbankan yang lebih terbuka lagi. Laporan perbankan harus akurat dan tepat waktu,” kata Boediono.

Lebih jauh Boediono menyatakan, pelajaran lainnya agar krisis tidak terjadi lagi adalah jangan meremehkan tanda atau potensi krisis.

”Hikmah lainnya adalah menciptakan struktur ekonomi yang lebih seimbang dan pengelolaan makroekonomi yang prudent atau berhati-hati,” ujar Wapres.

Belum tuntas

Sementara itu, dari Hongkong dilaporkan, empat bank BUMN tidak bisa memanfaatkan dana piutang sebesar Rp 85 triliun untuk mendorong pertumbuhan kredit.

Hal itu terjadi karena belum tuntasnya penyelesaian piutang empat bank BUMN itu. Sesuai aturan perundang-undangan, piutang itu tak bisa dihapus tagih.

Padahal, piutang yang membebani neraca bank sudah sulit ditagih karena sebagian besar adalah piutang kredit yang sudah sangat lama. Bahkan, sebagian besar debitornya ataupun agunannya sudah tidak ada.

”Kalaupun agunannya ada dan dijual, belum tentu hasil penjualannya bisa menutup utang mereka,” ujar Direktur Utama Bank Negara Indonesia Gatot Suwondo di Hongkong, Rabu (28/4), menjelang pertemuan dengan beberapa calon investor di Singapura dan Hongkong.

Dari Rp 85 triliun piutang kredit yang tidak bisa diselesaikan itu, BNI mencatat masih sekitar Rp 20 triliun, selebihnya tersebar di Bank Mandiri, BRI, dan BTN.

Selama piutang ini tidak tertagih, bank BUMN wajib mencadangkan dana Rp 85 triliun. Akibatnya, ada potensi penyaluran kredit yang tidak terjadi dengan jumlah yang sama

Dua Perusahaan Farmasi Kimia Farma dan Indofarma Merger Tahun Ini

Penggabungan usaha PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk diperkirakan selesai pada akhir tahun ini. Penggabungan dua badan usaha milik negara ini diharapkan bisa memberikan sinergi dalam pengembangan usaha kedua perseroan, baik dalam proses manufaktur obat-obatan maupun pemasaran dan distribusi.

Direktur Utama Kimia Farma M Syamsul Arifin di sela-sela penandatanganan nota kesepahaman pembangunan pabrik bersama dengan Tianjin King York, BUMN China, Rabu (28/4) di Jakarta, mengatakan, Kimia Farma dan Indofarma sepakat bergabung. Penggabungan bisa melalui proses merger atau membentuk satu holding.

”Tapi, biar cepat, sebaiknya merger dulu. Setelah itu baru bikin holding. Ini baru ide konsultan independen yang kami tunjuk. Kalau bisa merger tahun ini, awal tahun depan holding sudah bisa jalan,” kata Syamsul.

Jika rencana merger dapat diwujudkan, Kimia Farma ataupun Indofarma tidak akan menjadi pihak yang dominan karena masing-masing memiliki keunggulan berbeda. ”Untuk manufakturing mungkin dikelola Indofarma, sedangkan distribusi dan perdagangan menjadi fokus Kimia Farma,” ujar Syamsul.

Rencana penggabungan kedua BUMN mendapat dukungan dari Kementerian BUMN. Namun, proses penggabungan menunggu persetujuan Kementerian Kesehatan dan DPR. Wacana penggabungan BUMN farmasi ini telah ada sejak tahun 2005.

Sementara itu, kemarin Kimia Farma dan Tianjin King York menandatangani nota kesepahaman membangun pabrik yang memproduksi obat injeksi kortikosteroid di kawasan industri Lippo Cikarang, Jawa Barat. Nilai investasi 10-12 juta dollar AS atau sekitar Rp 100-120 miliar.

Pembangunan pabrik dilakukan oleh perusahaan patungan yang dibentuk Kimia Farma dan Tianjin di atas lahan milik Kimia Farma seluas 12 hektar.

Pabrik dengan kapasitas terpasang 30 juta ampul dan 10 juta vial untuk obat jenis injeksi kortikosteroid dan nonkortikosteroid, obat antibiotik, dan asam amino.

BUMN berpeluang

Sementara dari Hongkong, Deputi Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi Kementerian BUMN Mahmuddin Yasin menjelaskan, aset dan kekayaan BUMN ditawarkan untuk dijadikan jaminan transaksi (underlying asset) dalam usaha menyedot modal asing sekitar Rp 200 triliun.

Underlying asset ini sebaiknya digunakan untuk menerbitkan exchangable bond (obligasi yang dapat dipertukarkan pada saham perusahaan penerbit obligasinya),” kata dia.

Menurut Yasin, saat ini jumlah aset yang dikelola 141 BUMN mencapai Rp 2.200 triliun. Jika 10 persen di antaranya dijadikan underlying asset dalam penerbitan sukuk atau obligasi nonsyariah, BUMN dapat memperoleh modal segar dengan sangat mudah. ”Jika ini bisa dilakukan, pengembangan BUMN tidak perlu mengandalkan lagi dana APBN,” ujar dia.

Namun, Kementerian BUMN tidak bisa mengambil keputusan sendiri untuk menjadikan aset BUMN sebagai underlying asset surat berharga. Kementerian BUMN butuh dukungan Kementerian Keuangan dan DPR.

Bisnis Perbankan Semakin Menggiurkan dan Mudah Dapat Untung

Indonesia bisa dibilang merupakan pasar yang sangat berpotensi bagi bisnis wealth management atau pengelolaan kekayaan nasabah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi paling menjanjikan di dunia, jumlah orang kaya dan nilai kekayaannya terus tumbuh signifikan.

Semakin banyak orang kaya dan nilai kekayaan, kebutuhan akan produk-produk investasi, manajer investasi, dan perencana keuangan pun semakin besar di tengah derasnya perkembangan informasi dan teknologi.

Perbankan pun menangkap peluang ini dengan berlomba-lomba menawarkan layanan wealth management (WM) kepada para nasabahnya. Hampir semua bank menengah dan besar menawarkan layanan ini. Selain berpotensi menangguk untung berupa komisi (fee based income/FBI), dengan layanan WM, perbankan juga bisa meningkatkan loyalitas nasabah kakap.

Makin banyaknya orang yang berkemampuan menabung dan berinvestasi terjadi seiring kian membaiknya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, pendapatan per kapita per tahun penduduk tumbuh 107 persen dari 1.250 dollar AS pada akhir 2005 menjadi 2.590 dollar AS (setara Rp 24,3 juta).

Membesarnya jumlah pihak yang tergolong kaya dapat terlihat salah satunya dari data jumlah dan nilai rekening yang ada di perbankan nasional. Rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta bisa dianggap dimiliki individu atau institusi yang sudah memiliki kemampuan berinvestasi alias kaya. Adapun rekening dengan nilai di bawah Rp 100 juta dianggap dimiliki masyarakat kebanyakan mengingat jumlah rekeningnya mencapai 97,66 persen dari total rekening secara nasional yang mencapai 89.097.750 rekening.

Dalam setahun terakhir (periode Februari 2009–Februari 2010), ternyata terjadi penambahan jumlah rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta sebanyak 221.206 rekening. Hingga akhir Februari 2010, jumlahnya menjadi 2.083.708 rekening. Pertumbuhan rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta mencapai 12 persen selama periode itu. Pertumbuhan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan rekening dengan nominal di bawah Rp 100 juta yang sebesar 7 persen.

Dalam periode yang sama, total nilai simpanan orang-orang kaya (rekening dengan nominal di atas Rp 100 juta) meningkat 10 persen atau Rp 137 triliun dari Rp 1.447 triliun pada akhir Februari 2009 menjadi Rp 1.584 triliun pada akhir Februari 2010. Data juga menunjukkan, dari total simpanan di perbankan yang mencapai Rp 1.949 triliun, sebanyak 82 persen dimiliki nasabah dengan nominal rekening di atas Rp 100 juta.

Jika dibedah lebih jauh, pertumbuhan jumlah rekening orang kaya yang paling pesat adalah rekening dengan nominal Rp 1 miliar–Rp 2 miliar, dengan pertumbuhan mencapai 26 persen, dari 109.192 rekening pada Februari 2009 menjadi 137.318 rekening pada Februari 2010.

Makin maraknya kegiatan investasi juga terlihat dari peningkatan dana kelolaan yang signifikan pada instrumen-instrumen investasi ritel seperti reksa dana, unit-link (investasi yang dikaitkan proteksi), obligasi dan sukuk ritel pemerintah, serta saham.

Berdasarkan laporan Bapepam-LK, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana meningkat 51,03 persen dari Rp 74,93 triliun pada akhir Desember 2008 menjadi Rp 113,17 triliun pada tanggal akhir 2009.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan, pendapatan dari unit-link naik 55,22 persen, dari Rp 13,85 triliun pada akhir 2008 menjadi Rp 21,5 triliun pada akhir 2009.

Perdagangan saham juga melonjak pesat terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia yang tumbuh 85,85 persen dari 1.355,40 pada akhir 2008 menjadi 2.518,99 akhir 2009. Kenaikan IHSG merupakan yang tertinggi kedua di dunia setelah bursa Shenzhen, China.

Di samping itu, berapa pun obligasi ritel dan sukuk ritel yang diterbitkan pemerintah selalu ludes diserap masyarakat dari segala profesi, termasuk ibu rumah tangga. Tercatat, pemerintah hingga kini telah menerbitkan obligasi negara ritel senilai total Rp 43,45 triliun dan sukuk negara ritel Rp 13,6 triliun.

Berkembang pesat

Dengan kegiatan investasi yang kian marak dan dana kelolaan yang makin besar, bisnis WM yang ditawarkan perbankan pun berkembang pesat.

Direktur Konsumer PT Bank Bukopin Tbk Lamira Septini Parwedi mengatakan, nasabah prioritas Bukopin yang mendapatkan layanan WM juga meningkat signifikan sejak diluncurkan tahun 2006. ”Sekitar 60 persen dari dana kelolaan wealth management Bukopin ditempatkan dalam bentuk deposito,” kata Lamira.

General Manager Divisi Wealth Management BNI Lynna Muliawan mengatakan, jumlah nasabah BNI Emerald yang menikmati layanan WM pada akhir 2009 mencapai 8.000 nasabah, atau meningkat 15 persen dibandingkan akhir tahun 2008. Adapun jumlah dana kelolaan divisi ini tumbuh 28 persen selama tahun 2009.

Peningkatan signifikan jumlah nasabah WM juga terjadi di BII. Menurut Direktur Konsumer BII Stephen Liestyo, jumlah nasabah golongan ini meningkat 20–30 persen per tahun dalam dua tahun terakhir. ”Adapun jumlah dana kelolaannya meningkat 40–50 persen dalam dua tahun terakhir,” kata Stephen.

Robby Mondong, Head Retail Liability Bank Permata, juga mengungkapkan pesatnya penambahan jumlah nasabah WM dalam dua tahun terakhir ini.

”Kebutuhan finansial nasabah semakin berkembang dan beragam. Setiap nasabah membutuhkan solusi yang berbeda sesuai dengan kondisinya masing-masing, Oleh karena itu, permintaan atas solusi dari wealth management terus bertambah,” kata Robby.

Keberadaan nasabah kakap sangat vital bagi perbankan. Pasalnya, meskipun jumlah nasabah kakap hanya sekitar 5 persen dari total nasabah bank bersangkutan, tetapi nilai simpanan yang dimiliki nasabah-nasabah kaya bisa mencapai 30–40 persen dari total simpanan masyarakat yang ada di bank bersangkutan.

Layanan WM juga telah terbukti meningkatkan loyalitas nasabah kaya. Sebab, pada dasarnya, keloyalan nasabah berbanding lurus dengan seberapa banyak jenis produk yang mereka gunakan di satu bank.

Jika nasabah hanya memiliki deposito, mereka memiliki potensi loyalitas rendah. Ketika ada bank yang menawarkan suku bunga yang lebih tinggi, potensinya pindah ke bank tersebut juga tinggi.

Namun, akan berbeda halnya dengan nasabah yang selain memiliki deposito juga membeli reksa dana, asuransi, kartu kredit, dan jenis produk lainnya di bank yang sama. Penawaran suku bunga yang lebih menarik dari bank lain tidak akan berarti apa-apa dibandingkan repotnya ia memindahkan semua fasilitasnya ke bank lain.

Bisnis WM sejauh ini juga telah menjadi kontributor pendapatan berbasis komisi (fee based income) perbankan, baik dari transaksi maupun jasa. Bagi bank-bank besar, fee based income kini telah menjadi sumber profit utama bank di samping pendapatan bunga. Dalam beberapa tahun terakhir, fee based income perbankan rata-rata tumbuh 40 persen per tahun.

Cara Menikmati Hari Tua Dengan Tabungan Yang Berlimpah

Siapa yang tidak ingin menikmati masa pensiun dengan mentraktir cucu, jalan-jalan ke tempat wisata karena sudah tak sibuk oleh urusan kantor, atau sekadar menenggelamkan diri di rumah dengan melaksanakan hobi yang sempat tertunda?

Di Amerika Serikat, rencana pensiun individu banyak jenisnya, seperti Individual Retirement Account (IRA) dan 401 (k). Para pegawai sudah terikat dengan skema ini ketika masuk ke sebuah perusahaan.

Di Indonesia, salah satu penyedia jaminan hari tua adalah Jamsostek. Sayangnya, investasi pada Jamsostek sangat konservatif sehingga hasilnya pun konservatif pula.

Pada beberapa perusahaan juga sudah membuat rencana pensiun yang iurannya berasal dari perusahaan dan pegawai.

Tidak sedikit pegawai yang hidupnya susah setelah pensiun karena pendapatan jauh berkurang sementara pengeluaran tetap atau bahkan lebih tinggi. Kecuali jika mereka memiliki anak-anak yang mapan dan mau memberikan uang saku bulanan yang cukup besar kepada orangtuanya.

Pada saat pensiun, pengeluaran, seperti ongkos atau biaya bahan bakar untuk ke kantor, memang menurun drastis. Sebaliknya, biaya pengobatan dan rumah sakit akan meningkat pesat. Maklumlah, seperti mesin mobil, semakin tua tubuh juga semakin banyak yang perlu diperbaiki.

Padahal, inflasi biaya kesehatan sangat tinggi. Artinya, biaya obat dan layanan kesehatan semakin tahun semakin menguras kantong. Sementara manusia yang semakin berumur semakin banyak penyakit yang dideritanya. Di sisi lain, pendapatan pun jauh berkurang karena pegawai tidak dianggap produktif lagi.

Biasanya, tunjangan pensiun berkisar 70 persen hingga 80 persen gaji terakhir. Masih ada perusahaan yang baik memberikan tunjangan kesehatan, tetapi ada pula yang hanya memberikan tunjangan pensiun saja.

Dengan asumsi seseorang bekerja mulai usia 25 tahun setelah lulus kuliah hingga masa pensiun sekitar usia 55 tahun, berarti periode bekerja adalah 30 tahun. Pada masa inilah seharusnya kita menabung untuk pensiun. Setelah pensiun pada usia 55, tentu masih banyak biaya yang harus dikeluarkan, terlebih jika masih memiliki anak yang belum mandiri. Misalnya Yang Di Atas berbaik hati memberi kita usia hingga 70 tahun, berarti ada waktu 15 tahun yang pengeluarannya harus dipenuhi selagi kita tidak lagi bekerja.

Merencanakan tunjangan pensiun pribadi adalah salah satu cara untuk menjaga agar kesejahteraan tidak menurun pada masa pensiun.

Caranya mudah. Perkirakanlah berapa pendapatan yang ingin didapat ketika masa pensiun tiba. Taruhlah Rp 5 juta per bulan pada masa pensiun 30 tahun yang akan datang.

Nilai Rp 5 juta saat ini dengan 30 tahun yang akan datang tentu berbeda. Artinya, misalnya hari ini kita dapat membeli sebuah kamera digital seharga Rp 5 juta, 30 tahun mendatang tentu harganya akan naik.

Oleh karena itu, dengan memasukkan faktor inflasi rata-rata 10 persen per tahun, uang senilai Rp 5 juta pada masa sekarang setara dengan Rp 87.247.011 pada 30 tahun mendatang.

Karena masa pensiun diperkirakan selama 15 tahun sampai kita menghadap Yang Mahakuasa, kita memerlukan biaya sebesar Rp 1.046.964.136 per tahun atau Rp 11.718.358.051 untuk memenuhi biaya selama 15 tahun.

Tampaknya biaya Rp 11,7 miliar itu sangat besar, tetapi sebenarnya cukup waktu mengumpulkannya selama 30 tahun, pada saat kita masih produktif.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mengumpulkan dana Rp 11 miliar itu? Tanpa korupsi, tetap terbuka kemungkinan kita memiliki uang sebanyak itu.

Berapa yang harus ditabung setiap bulannya jika kita sudah mulai memikirkan biaya pensiun pada usia 25 tahun? Kisarannya adalah Rp 39.404 hingga Rp 5,2 juta. Mengapa terdapat perbedaan yang sangat besar?

Tingkat imbal hasil

Ketika menabung, kita mengharapkan ada imbal hasil. Dengan tingkat imbal hasil minimal 10 persen per tahun, kita harus menabung Rp 5,2 juta per bulan selama 30 tahun untuk mendapatkan pensiun yang nyaman.

Tingkat imbal hasil seperti ini didapatkan dari tabungan. Tetapi ingat, hasil tabungan akan tergerus inflasi karena dalam perhitungan pensiun kita menggunakan asumsi laju inflasi 10 persen dan asumsi imbal hasil 10 persen juga. Artinya, investasi dengan imbal hasil sebesar ini tidak menguntungkan.

Jika mau lebih berani, ambillah jenis investasi yang imbal hasilnya lebih besar, misalnya sebesar 20 persen per tahun. Maka, iuran bulanan yang harus ditabung menyusut menjadi Rp 931.000. Investasi jenis ini bisa diperoleh dari obligasi atau reksa dana pendapatan tetap.

Yang lebih ekstrem lagi adalah menanamkan uang pada investasi yang memberikan imbal hasil 30 persen per tahun, seperti saham atau reksa dana saham. Iuran per bulan yang harus ditabung hanya Rp 39.404. Tidak banyak bukan?

Semakin lambat seseorang mulai menabung untuk simpanan pensiunnya, semakin besar pula tabungan bulanan yang harus dia bayarkan.

Dengan semua asumsi yang sama, kecuali seseorang baru menabung pada usia 30 tahun, dia harus mengeluarkan Rp 173.000 untuk investasi yang memberikan imbal hasil 30 persen per tahun hingga Rp 8,9 juta untuk imbal hasil 10 persen per tahun.

Masalahnya ada pada jangka waktu menabung. Seseorang yang baru mulai menabung pada usia 30 tahun hanya memiliki waktu menabung selama 25 tahun. Dengan selisih lima tahun saja, dia kehilangan banyak kesempatan menabung dan mengembangbiakkan investasinya.

Menikmati pensiun dengan keuangan yang mencukupi bukanlah impian jika telah disadari dan dipersiapkan sejak awal. Semakin awal kita menabung, semakin sedikit dana yang harus disisihkan demi kebahagiaan pada hari tua kelak.

Mengelola Kekayaan Meski Masih Pas Pasan Adalah Kunci Hidup Nyaman

Haaa...! Bagaimana bisa orang ”pas-pasan” mengelola kekayaan? Begitu mungkin teriakan Anda membaca judul tulisan tersebut. Tenang...! Jangan langsung meninggalkan tulisan ini. Baca pelan-pelan, jangan sampai ada yang bisa ”dipetik” dan tidak menyesal.

Mengapa kita tidak mencoba berpikir di luar kotak itu? Bukan saja cara berpikir, tetapi cara bertindak kita juga yang harus di balik. Misalnya, mengapa tidak berpikir bahwa justru karena tidak kaya sehingga harus mengelola aset secara optimal agar bisa kaya.

Banyak orang yang sebenarnya memiliki penghasilan memadai. Bahkan, penghasilan itu bisa berlebih untuk keperluan hidup sehari-hari. Akan tetapi, dalam situasi dan kondisi tertentu kadang-kadang mereka pusing dengan munculnya tiba-tiba kebutuhan dana yang besar.

Ketika anak-anak masuk sekolah, misalnya. Biasanya, menjelang masa-masa itu tiba, banyak orang yang mulai ”panik” mencari sumber pinjaman untuk memenuhi kebutuhan yang signifikan jumlahnya tersebut. Karena tidak dipersiapkan secara baik, ketika masa kritis itu tiba seseorang bisa dilanda panic buying. Membabi buta mencari pinjaman. Suku bunga tinggi pun ditabraknya. Sikat saja dulu, urusan cicilan belakangan.

Jika langkah atau tindakan semacam itu diambil, kesulitan bahkan ”bencana” bisa bermula dari sini. Kesulitan hidup bisa terjadi kelak karena beratnya beban cicilan pinjaman yang dikenai suku bunga tinggi harus dibayar. Jika tidak sanggup memikul beban itu, pembayaran pinjaman bisa macet, urusan dengan kreditor alias pemberi pinjaman menjadi rumit. Bahkan bisa berhadapan dengan dengan hukum. Aset lain juga tidak mustahil melayang, disita oleh pemberi pinjaman alias kreditor.

Lebih dari itu, nama baik tercoreng. Tercatat sebagai debitor ”nakal” dan masuk daftar nasabah yang rekam jejaknya buruk. Kalau nama tersebar ke bank-bank atau lembaga pemberi pinjaman, kelak bisa saja seumur-umur tidak akan ada lagi yang mau memberi pinjaman. Padahal, tidak tertutup kemungkinan kemampuan finansial mengembalikan kreditnya sudah meningkat.

Prinsip

Menghindari agar hal-hal buruk seperti itu tidak terjadi pada diri dan keluarganya, seseorang harus punya prinsip yang benar mengenai uang, kebutuhan, dan keinginan.

Sebelum dikenal konsep uang, orang ”tempo doeloe” melakukan barter. Orang yang punya beras dan hendak makan ayam, maka beras ditukar dengan ayam sesuai kesepakatan. Setelah masyarakat mengenal konsep mata uang, jadilah uang itu sebagai alat bayar dan alat tukar untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dihasilkan sendiri. Uang digunakan untuk membeli garam sampai mobil dan rumah, yang tidak dapat dihasilkan sendiri.

Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia, uang juga bisa menjadi ”pekerja” yang dapat kita ”suruh” untuk mencari temannya, yaitu uang juga. Lho kok bisa? Ya bisa. Uang itu diinvestasikan. Kata orang awam, uang diputar.

Namun, sebelum sampai pada penjelasan investasi itu, sebaiknya seseorang terlebih dahulu memahami perbedaan mendasar antara keinginan dan kebutuhan. Tidak sedikit orang yang tak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Kebutuhan bisa dikatakan segala sesuatu yang kita perlukan untuk hidup, yang memang tidak bisa ditawar-tawar, harus dibayar dengan uang jika tak mampu menghasilkannya sendiri. Obat pada saat kita sakit, misalnya, atau makan yang cukup, dalam volume dan gizinya sesuai kondisi dan kebutuhan fisik.

Namun, sesuatu yang kita anggap kebutuhan sering kali sebenarnya hanya keinginan saja. Membeli baju lima lembar, misalnya, atau membeli lagi padahal yang ada masih bagus. Baju-baju itu sebenarnya tidak kita butuhkan. Namun, karena hanya untuk memenuhi keinginan, baju tersebut kita beli juga.

Jika kelak tidak mau terjadi seperti cerita kepanikan menjelang anak-anak sekolah, ada kiat yang baik. Menabung atau menyesal. Kuncinya menabung sejak dini. Sama dengan mempersiapkan pensiun, semakin awal seseorang mempersiapkan pensiun, semakin ringan anggaran yang ditanggung setiap bulan. Semakin telat dimulai persiapannya, semakin berat pula bebannya, apalagi kalau mau hidup dengan biaya yang cukup besar pada usia pensiun.

Idealnya, menabunglah begitu pertama kali mendapatkan penghasilan, ya masih ”pas-pasan”. Bikinlah komitmen diri sendiri dan laksanakan secara konsekuen. Misalnya, bertekad menyisihkan 10 persen penghasilan setiap bulan. Kalau penghasilan naik, tetap sisihkan 10 persen. Itu komitmennya, jangan lihat nominalnya.

Tidak berarti orang yang sudah lama bekerja tidak dapat memulai menabung. Mulailah sekarang juga...!

Ada yang mengatakan, bagaimana mau menabung kalau penghasilan pas-pasan. Ini paradigma yang kurang tepat. Kembali pada nasihat di atas.

Mulai sekarang juga, inventarisasi ulang, mana kebutuhan dan mana-mana saja cuma keinginan yang selama ini Anda berusaha mati-matian memenuhinya sehingga penghasilan itu pas-pasan.

Tekan semua pengeluaran yang hanya dihamburkan untuk memenuhi keinginan dan penuhi semua kebutuhan. Penghasilan Anda pasti lebih.

Ingatlah rumus ini. Penghasilan dikurangi tabungan sama dengan konsumsi. Jadi, belanjakanlah semua uang penghasilan Anda setelah terlebih dahulu menyisihkan sejumlah tertentu untuk tabungan. Anda pasti punya tabungan. Coba saja...!

Itulah yang dimaksud mengelola kekayaan selagi masih ”pas-pasan”.

Setelah memiliki tabungan yang memadai, barulah meningkat ke investasi yang bisa menaikkan dan menurunkan nilai uang secara cepat. Lakukan sendiri kalau punya kemampuan dan pengetahuan serta waktu. Jika tidak, serahkan kepada ahlinya.

Siapa ahlinya? Ya, pengelola kekayaan, fund manager, profesional individual dan lembaga yang telah mendapat izin dari otoritas jasa keuangan. Terlalu berisiko mengelola sendiri kekayaan tanpa pengetahuan memadai, apalagi produk-produk keuangan semakin canggih.

Mencairkan Kelebihan Likuiditas Perbankan

Timbunan ekses likuiditas perbankan yang ditempatkan pada instrumen moneter, yakni Sertifikat Bank Indonesia makin mengkhawatirkan. Bank Indonesia menyiapkan aturan baru giro wajib minimum atau dana yang mesti ditempatkan bank komersial pada bank sentral, dikaitkan rasio penyaluran kredit terhadap dana pihak ketiga.

"Aturan itu sedang difinalisasi. Berbagai faktor mesti dipertimbangkan, seperti pertumbuhan ekonomi, likuiditas perbankan, inflasi, dan sebagainya,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad, Kamis (22/4) di Jakarta, dalam seminar yang diselenggarakan The Journalist Club.

Aturan itu, antara lain bertujuan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit perbankan ke sektor riil sehingga uang yang dihimpun perbankan, tidak berputar-putar di pasar keuangan.

Dengan semakin derasnya kredit mengalir ke sektor riil, perputaran ekonomi juga bakal semakin kencang. Apalagi, jika jangkauan penyaluran kredit itu semakin meluas, bukan pada nasabah yang itu-itu saja, jelas akan menciptakan efek beruntun. Selain positif bagi ekonomi secara makro, juga secara mikro menciptakan pengusaha baru yang tentu saja akan kembali memberikan keuntungan bagi bank.

Sebagai dampak krisis tahun 2008 yang masih tersisa hingga kini, kinerja intermediasi perbankan berupa penyaluran kredit pada 2009 hanya tumbuh sebesar 10 persen senilai Rp 130,2 triliun sehingga target yang pertumbuhan 20 persen yang semula ditetapkan perbankan tidak tercapai.

Sebagai respons terhadap krisis tahun 2008 itu, untuk menjaga kecukupan likuiditas dan ketahanan perbankan, BI mengeluarkan serangkaian kebijakan. Misalnya, menurunkan suku bunga BI Rate sebesar 300 basis poin, memperbesar akses bank terhadap fasilitas pendanaan jangka pendek.

Selain itu, BI bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga meningkatkan batas penjaminan simpanan masyarakat dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar, serta memperpanjang jangka waktu fine tune operation (FTO). Lainnya, menurunkan GWM dari 9,3 persen menjadi 7,5 persen pada Oktober 2008 (2,5 persen di antaranya berupa cadangan sekunder yang diberlakukan pada Oktober 2009).

Tak kalah pentingnya beberapa kebijakan di bidang nilai tukar. Hasil dari serangkaian kebijakan itu, antara lain, adalah stabilitas ekonomi perbankan, pertumbuhan ekonomi yang masih positif, inflasi yang rendah, suku bunga stabil, serta nilai tukar yang cenderung menguat dan relatif stabil.

Selama tahun 2009, stabilitas sistem keuangan menunjukkan tren membaik. Indeks Stabilitas Finansial atau Financial Stability Index (FSI) menurun dari 2,10 (Desember 2008) menjadi 1,92 (Desember 2009). Hal itu didukung oleh penurunan volatilitas di pasar saham dan obligasi serta kualitas kredit yang relatif terkendali.

Secara umum, kinerja perbankan tetap positif dengan ketahanan cukup memadai terhadap gejolak berbagai risiko karena didukung rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang relatif tinggi, yakni 17,6 persen.

Pagar-pagar prudensial terjaga sehingga rasio kredit bermasalah perbankan (NPL) bruto dapat tetap dipertahankan di bawah 5 persen, yaitu sebesar 4,3 persen dengan NPL bersih sebesar 1,2 persen.

Usaha perbankan pun tetap sangat menguntungkan dengan rasio keuntungan terhadap aset 2,7 persen. Akan tetapi, kinerja intermediasi perbankan cenderung terus menurun.

Namun, seiring perbaikan kondisi internal dan faktor eksternal berupa pemulihan ekonomi global, penyaluran kredit selama triwulan I-2010 mulai melaju lebih cepat. Apalagi, dengan masih kuatnya permintaan domestik dan prospek ekonomi global yang dinilai tetap kondusif, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,5-6,0 persen. Inflasi sampai semester pertama masih akan tetap rendah, tetapi diperkirakan kembali ke pola normal yang mencapai 4,8 persen.

Proyeksi kredit perbankan di awal tahun sebesar 17-20 persen. Namun, perbankan lebih optimistis, kredit akan tumbuh sebesar 23,89 persen tahun ini dan simpanan (dana pihak ketiga/DPK) tumbuh sebesar 14,93 persen. Akibatnya, hal itu akan meningkatkan rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) dari 72,88 persen tahun 2009 menjadi 78,56 persen.

Direktur Penelitian dan Pengaturan BI Halim Alamsyah mengatakan, hakikat aturan itu adalah memadukan semangat makroekonomi yang dinamis seperti inflasi yang tetap terkendali dan pertumbuhan tinggi, tetapi tak melupakan aspek mikro perbankan yang berhati-hati.

Halim Alamsyah menjelaskan, tantangan likuiditas tahun 2010 ini cukup signifikan. Ekses likuiditas perbankan saat ini yang disimpan dalam bentuk pembelian Sertifikat Bank Indonesia mencapai Rp 236 triliun dari total SBI Rp 325 triliun. Padahal, pada akhir tahun 2009, posisi ekses likuiditas perbankan tersebut masih sebesar Rp 212 triliun dari total SBI Rp 255 triliun.

”Ekses likuiditas tersebut mengakibatkan biaya operasi moneter semakin tinggi,” katanya.

Total ekses likuiditas kini mencapai Rp 380 triliun. Sungguh besar dan sangat bermakna manakala digelontorkan ke sektor riil untuk memacu pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja, mengatasi sebagian persoalan kemiskinan. Duit itu menyebar di instrumen moneter SBI serta OPT fine tune operation dan fine tune kontraksi (FTK). Hal itu belum termasuk di SUN dan piutang bank di pasar uang antarbank.

Tingginya angka likuiditas berlebih (ekses likuiditas) tersebut terjadi akibat dampak kebijakan BI juga pada masa lalu untuk mengatasi persoalan kekeringan likuiditas di pasar keuangan saat terjadi krisis keuangan tahun 2008. Ekses likuiditas dari kebijakan pada 2008 itu bertambah sekitar Rp 50 triliun dari kebijakan penurunan GWM dan adanya suntikan dana pemerintah ke perbankan sebesar Rp 15 triliun.

Halim menjelaskan, penyerapan kelebihan likuiditas itu dapat terjadi secara makro dan secara mikro. Secara makro, kata dia, jika pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 8,5 persen selama dua tahun berturut-turut. Hal itu diasumsikan tidak ada aliran modal masuk (capital inflow) dan suku bunga tetap. Tetapi, kondisi ini akan sulit dicapai dalam waktu dekat. Jika pertumbuhan ekonomi masih 5-6 persen, setidaknya dibutuhkan 8-9 tahun. Situasi ini dapat menciptakan risiko ketidakstabilan jika dibiarkan.

Secara mikro, ketententuan-ketentuan prudensial alias kehati-hatian dilonggarkan untuk dapat mendorong pertumbuhan kredit dan ekspansi usaha perbankan. Namun, dalam jangka menengah/panjang akan merugikan kinerja dan fundamental perbankan yang dewasa ini sudah solid.

”Oleh karena itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan, mengendalikan inflasi, dan menjaga kecukupan likuiditas dalam sistem perbankan, perlu ada suatu kombinasi kebijakan makro dan mikro, macro and micro prudential regulation,” kata Halim.

Dalam merancang kebijakan itu, menurut Halim, beberapa hal yang akan menjadi pertimbangan. Harus memberikan insentif bagi bank yang mempunyai performa kredit yang baik yang berdasarkan atau sesuai dengan prinsip makro-mikro prudensial. Sistem insentif dan disinsentif yang diterapkan dianggap yang paling efektif mencapai tujuan. Kebijakan itu pun dapat diimplementasikan untuk berbagai kondisi perekonomian dan perbankan. Untuk saat ini dapat menjawab concern mengenai ekses likuiditas dan intermediasi perbankan. Tidak terlalu memberatkan bank dalam mencapai target, memberikan masa transisi yang cukup, serta melakukan simulasi secara individual bank.

Kebijakan itu bisa menimbulkan implikasi dan memerlukan penyesuaian. Bank-bank yang LDR-nya di luar kisaran target dapat melakukan penyesuaian. Pertama, meningkatkan atau menurunkan kredit; hal ini diperkirakan tidak akan berlangsung dengan cepat sehingga kemungkinan perlu difasilitasi pasar jual-beli kredit antarbank. Kedua, meningkatkan atau menurunkan DPK; bank bisa menjadi agen penempatan DPK kepada instrumen pasar modal (untuk menurunkan DPK) atau menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi untuk menarik dana masyarakat (untuk meningkatkan DPK).

Ketiga, menambah modal untuk meningkatkan CAR bagi bank yang LDR-nya di atas batas atas sehingga dapat memperoleh insentif. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan BI untuk memperkuat permodalan bank serta risk-based management.

”Bank-bank yang harus membayar GWM lebih tinggi daripada sebelumnya akan mengurangi komposisi alat likuidnya. Saat ini, kondisi tersebut diperlukan untuk mengurangi eksposur bank pada SBI serta mengurangi biaya OPT,” ujar Halim.

Layanan Wealth Management Sangat Tepat Buat Mereka Yang Anti Kemiskinan

Kunci layanan wealth management adalah melindungi kekayaan nasabah, memberikan nasihat bagaimana mengembangkan kekayaan nasabah, serta menyiapkan transfer kekayaan melalui rencana warisan.

Dengan filosofi tersebut, jelaslah bahwa inovasi produk yang disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan nasabah menjadi faktor penting penentu keberhasilan bisnis wealth management.

Dalam memberikan layanan wealth management yang paripurna, bank tentu harus memosisikan dirinya sebagai layanan satu atap (one stop service) untuk segala kegiatan investasi, baik untuk produk perbankan, pasar uang, maupun pasar modal. Dengan demikian, bank leluasa melakukan konvergensi dan penjualan silang (cross selling) produk keuangan.

Perbankan tampaknya tidak kesulitan mewujudkan hal ini mengingat pasar keuangan di Indonesia masih didominasi perbankan. Dengan jaringannya yang luas, bank dengan mudah menggandeng perusahaan asuransi, multifinance, dan manajer investasi untuk bekerja sama memasarkan produk nonbank dan menciptakan produk hibrida, yakni campuran produk tradisional bank dengan produk pasar modal atau asuransi.

Selanjutnya, agar konsep melindungi, mengembangkan, dan melestarikan kekayaan bisa dinikmati nasabah secara utuh, nasabah wealth management diharapkan tidak hanya memanfaatkan satu jenis produk, misalnya bancassurance saja, atau reksa dana saja. Nasabah diharapkan sekaligus membeli asuransi sebagai bentuk proteksi, reksa dana untuk mengembangkan kekayaan, serta dana pensiun atau jasa perencanaan keuangan untuk pengelolaan kekayaan pada masa depan, termasuk rencana pemberian warisan.

Dalam menawarkan produk, bank akan menyesuaikan dengan profil risiko dan kebutuhan nasabah. Karena itu, yang pertama dilakukan bank terhadap nasabah baru biasanya adalah memeriksa kondisi keuangan nasabah (financial check up).

Nasabah juga diharuskan mengisi formulir profil risiko untuk mengetahui apakah nasabah tergolong orang yang berhati-hati, moderat, atau berani mengambil risiko berinvestasi.

Bank juga mendengarkan keinginan-keinginan nasabah ke depan, seperti berapa hasil investasi yang diinginkan nasabah sehingga tetap bisa menopang gaya hidup meskipun telah pensiun.

Setelah mengetahui kondisi keuangan, keinginan, dan profil risiko nasabah, bank lalu membuat kalkulasi yang hasilnya adalah sebuah saran mengenai pilihan produk investasi.

Misalnya saja, harus ditaruh di asuransi sekian persen, diinvestasikan di saham sekian, di deposito sekian, dan seterusnya.

”Hal penting yang juga dilakukan bank kepada nasabah wealth management adalah aktif memberikan edukasi kepada nasabah mengenai investasi dan risikonya,” kata Direktur Konsumer BII Stephen Liestyo.

Kepala Jasa Wealth Management Bank Danamon Dyah Purwanti menambahkan, secara berkala penasihat keuangan juga akan me-review portofolio investasi nasabah yang disesuaikan dengan profil dan tujuan investasi, seiring dengan terus berubahnya dinamika kondisi ekonomi dan pasar dunia.

Karena itulah keandalan relationship manager (RM) sebagai penasihat keuangan nasabah amat penting. Untuk menjamin hal ini, bank biasanya mewajibkan para relationship manager untuk memiliki sertifikat wakil penjual reksa dana dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Relationship manager pun didorong mendapatkan sertifikat sebagai perencana keuangan (financial planner).

Bagi nasabah, penting pula untuk mengetahui perkembangan imbal hasil dari setiap instrumen investasi agar bisa memutuskan dengan tepat ke mana dana akan ditanamkan.

Terkait perkembangan imbal hasil (yield), saat ini terjadi pergeseran pada sejumlah instrumen investasi. Suku bunga deposito berjangka satu bulan yang menjadi primadona deposan cenderung turun lebih cepat dibandingkan imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara (SPN), seperti obligasi negara ritel dan sukuk negara ritel.

Adanya kesepakatan bank- bank besar dan menengah untuk menurunkan suku bunga deposito secara bersama-sama mulai pertengahan 2009 membuat bunga deposito turun drastis. Bunga deposito berjangka satu bulan yang pada awal 2009 rata-rata masih 10,71 persen langsung turun signifikan menjadi rata-rata 6,77 persen pada akhir 2009. Ini berarti terjadi penurunan 394 basis poin.

Dalam kesepakatan tersebut, suku bunga deposito jangka satu bulan ditetapkan maksimal 50 basis poin di atas suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate). Jadi, bank-bank besar dan menengah kini hanya menawarkan bunga deposito satu bulan maksimal 7 persen atau sama dengan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan.

Imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara yang diterbitkan pemerintah sebenarnya juga dalam tren menurun seiring dengan membaiknya peringkat utang Indonesia. Namun, penurunannya lebih lamban dibandingkan deposito berjangka satu bulan.

Sepanjang tahun 2009, SPN bertenor tiga tahun, misalnya, hanya turun sekitar 300 basis poin. Saat ini imbal hasil SPN bertenor 3 tahun sekitar 8,3 persen. Artinya, penurunan imbal hasil SPN tidak sedrastis penurunan suku bunga deposito.

Dengan kata lain, setelah memperhitungkan risiko, penempatan dana pada SPN lebih menguntungkan ketimbang deposito. Kedua produk ini bisa dibilang tanpa risiko karena deposito dijamin LPS, sementara SPN dijamin pemerintah.

Dengan imbal hasil yang relatif lebih menarik, Surat Utang Negara dan SPN akan menjadi pilihan investasi utama bagi investor, baik korporasi maupun ritel, pada 2010. Pilihan investasi berikutnya barulah deposito dan saham.

Salah satu surat perbendaharaan negara yang menjadi primadona masyarakat adalah sukuk ritel atau SPN ritel dengan skema syariah.

Terakhir, pemerintah menerbitkan sukuk syariah pada Februari 2010 dengan imbal hasil setara 8,7 persen per tahun. Keuntungan berinvestasi dalam sukuk ritel, antara lain, adalah aman, tidak bertentangan dengan prinsip syariah, imbalan setiap bulan, prosedur pembelian dan penjualan mudah, dapat diperdagangkan di pasar sekunder, dan pembayaran imbalan tepat waktu dan on line.

Jadi, Anda tinggal pilih mau di mana dana Anda ditanamkan?

Untung Yang Besar Dalam Menangani Nasabah Premium Yang Kaya

Empat buah sofa berlapis kulit hitam lembut yang mengelilingi meja kayu bergaya minimalis berdiri di atas lantai kayu lapis coklat berpelitur. Di dinding menempel TV layar datar 45 inci, menemani sejumlah lukisan bercorak abstrak.

Pencahayaan yang cukup dan harum aromatik menambah kenyamanan sang ruang yang sebagian dindingnya berupa kaca-kaca besar. Ruangan yang bernama BNI Emerald Lounge itu semakin nyaman karena keramahan para petugasnya amat terasa.

Inilah salah satu bentuk fasilitas yang diberikan BNI untuk para nasabah premium atau nasabah yang memiliki simpanan besar. Nasabah premium bebas memanfaatkan ruang tersebut, baik untuk melakukan transaksi perbankan, mengadakan pertemuan, maupun berkonsultasi soal produk pasar modal dan investasi. ”Saat ini kami telah memiliki 15 emerald lounge di dalam negeri dan 5 di luar negeri,” kata General Manager Divisi Wealth Management BNI Lynna Muliawan.

Tak hanya BNI, bank-bank lain pun menawarkan fasilitas dan layanan kelas atas untuk para nasabah kelas atas. Nasabah kaya yang memiliki simpanan besar merupakan aset penting bagi bank, sama pentingnya dengan debitor yang tidak pernah menunggak. Bank sudah barang tentu akan berupaya menjaga nasabahnya yang kaya tidak pindah ke bank lain. Sebab, kepindahan nasabah kaya ke bank lain sedikit banyak akan memengaruhi aliran kas (cash flow) bank bersangkutan.

Penghargaan bank yang begitu tinggi pada nasabah premium juga tertuang dalam filosofi yang dianut bank. BNI, misalnya, menyamakan nasabah premiumnya sebagai emerald, salah satu kasta tertinggi dalam golongan batu permata.

Direktur Konsumer Bukopin Lamira Septini Parwedi menjelaskan, terhadap para nasabah premium, pihaknya berupaya memenuhi kebutuhan nasabah serta memberikan jasa dan pelayanan sebaik mungkin.

Nah, salah satu kebutuhan utama nasabah premium adalah bagaimana mengelola kekayaannya sehingga hidupnya makin sejahtera, bahagia, dan merdeka secara finansial. Merdeka secara finansial atau kebebasan finansial, menurut Robert T Kiyosaki dalam bukunya yang terkenal Rich Dad Poor Dad, adalah suatu kondisi keuangan di mana seseorang mencapai tingkat investasi yang cukup banyak dan relatif aman, hasilnya mencukupi kebutuhan untuk gaya hidup yang diinginkan.

Atas dasar inilah bank berlomba menawarkan layanan WM. ”Setiap bank menawarkan produk dan layanan yang relatif hampir sama. Jadi, tantangannya adalah bagaimana meningkatkan hubungan secara personal dengan nasabah,” kata Lynna

Menurut Lamira, layanan untuk nasabah premium di Bukopin dinamakan Bukopin Prioritas. Nasabah yang berhak mendapat layanan Bukopin Prioritas adalah yang memiliki simpanan di atas Rp 500 juta.

Terhadap nasabah-nasabah ini disediakan Bukopin Prioritas Center, yang bisa digunakan sebagai ruang pertemuan. Nasabah Bukopin Prioritas juga mendapatkan fasilitas parkir khusus dan teller khusus sehingga bebas dari antrean.

”Nasabah Prioritas akan mendapatkan relationship officer dan relationship manager yang akan melayani transaksi nasabah secara pribadi,” kata Lamira.

Aneka produk

Berbagai produk juga tersedia untuk para nasabah premium seperti produk simpanan perbankan (giro, tabungan, deposito), kredit pemilikan rumah dan kredit pemilikan mobil, kartu kredit platinum, dan produk investasi alternatif, seperti discretionary fund, reksa dana, bancasurance, dan unit link.

Sementara itu, Head of Wealth Management HSBC Ivy Widjaja menjelaskan, salah satu layanan WM HSBC Indonesia adalah HSBC Premier, di mana para nasabahnya minimal memiliki dana Rp 500 juta.

Untuk menjaring basis nasabah WM yang lebih besar, HSBC, pada Februari 2010 meluncurkan meluncurkan layanan baru wealth management yang diberi nama HSBC Advance. Berbeda dengan HSBC Premier, untuk menjadi nasabah HSBC Advance, calon nasabah tidak dikenakan syarat setoran dana dalam jumlah tertentu alias bebas. Namun, bagi nasabah dengan simpanan di bawah Rp 20 juta akan dikenakan biaya bulanan Rp 50.000 jika ingin menjadi nasabah advance.

Menurut Ivy, HSBC Advance merupakan produk dengan layanan terpadu. Satu rekening HSBC Advance bisa berfungsi untuk berbagai macam keperluan, seperti tabungan, deposito, dan investasi, termasuk untuk mendapatkan pinjaman.

Nasabah HSBC Advance bisa mendapatkan pinjaman hingga Rp 125 juta dengan jangka waktu angsuran yang fleksibel. Agunannya adalah saldo nasabah itu sendiri. HSBC Advance juga dirancang untuk membantu nasabah mengelola keuangan sesuai kebutuhan. Berbagai instrumen investasi tersedia seperti reksa dana, obligasi pemerintah, dan saham. Untuk keperluan tersebut, HSBC akan menyediakan manajer investasi dan perencana finansial (wealth specialist) yang membantu nasabah.

Nasabah HSBC Advance yang berinvestasi di reksa dana, misalnya, tidak perlu setiap hari memonitor pergerakan investasi. HSBC menyediakan sejumlah manajer investasi yang akan memberikan laporan berkala.

Selain pilihan investasi dan perencanaan keuangan, nasabah HSBC Advance juga bisa menikmati berbagai penawaran khusus dan layanan prioritas dari HSBC.

”Hingga kini total jumlah nasabah HSBC Premier dan Advance sudah mencapai 100.000 rekening,” kata Ivy.

Lynna Muliawan menjelaskan, BNI Emerald diperuntukkan bagi nasabah dengan simpanan minimal Rp 1 miliar. Terhadap nasabah kelas ini, disediakan serangkaian pilihan produk finansial untuk memenuhi kebutuhan setiap nasabah secara individu, seperti produk standard perbankan, produk investasi, produk bancassurance, produk asuransi endowment, unit link (produk campuran investasi dan asuransi), produk investasi terstruktur, fasilitas pembiayaan, kartu kredit BNI Visa Platinum.

Selain produk, BNI Emerald juga memberikan fasilitas lain terkait investasi dan transaksi keuangan seperti layanan konsultasi pribadi (personal advisory service); personal investment service, yakni layanan yang memberikan kemudahan untuk melakukan investasi pada instrumen pasar uang, pasar modal, bancassurance, properti, bursa komoditas, dan produk investasi khusus lainnya.

Ada pula layanan berupa aktivitas jasa penyimpanan, pencatatan, serta proses administrasi dari aktivitas transaksi instrumen berpendapatan tetap (fixed income), saham, surat berharga dan dokumen berharga lainnya.

”Nasabah emerald dilayani secara personal oleh customer relationship manager. Kami juga melayani nasabah emerald di cabang BNI di luar negeri, yaitu Singapura, Hongkong, Tokyo, London, dan New York,” kata Lynna.

Layanan WM kini seolah menjadi menu wajib yang ditawarkan perbankan. Perkembangan pasar bebas regional dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta semakin majunya teknologi informasi memicu terjadinya pergeseran perilaku serta tuntutan nasabah terhadap kebutuhan produk dan jasa perbankan dan nonperbankan.

Apalagi, persaingan dalam pemberian layanan terpadu kini semakin ketat baik dari berbagai institusi perbankan maupun nonperbankan.

Rakyat Kecil Pun Kini Sudah Bisa Menabung

Penduduk dewasa di Indonesia yang belum memiliki tabungan di bank masih banyak. Jumlahnya diperkirakan 80 juta orang atau sekitar 58 persen.

Selain itu, juga rasio tabungan dan investasi Indonesia menurun dari sebelumnya pernah mencapai 30 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) menjadi hanya 24-25 persen.

Kecenderungan peningkatan struktur demografis usia produktif 15–64 tahun dari waktu ke waktu, sebagaimana Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) BPS 2005 juga merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan saving rate Indonesia.

Berdasarkan data itu, perbankan nasional meluncurkan produk tabungan bersama, ”TabunganKu” agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas dalam waktu relatif singkat. ”TabunganKu” untuk perseorangan dengan persyaratan mudah dan ringan guna menumbuhkan budaya menabung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal itu merupakan wujud kepedulian sosial perbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk tabungan yang tidak dibebani biaya administrasi. Juga untuk membangun citra bahwa menabung itu mudah dan menguntungkan.

TabunganKu atau TabunganKu iB adalah tabungan perseorangan untuk semua masyarakat Indonesia. Satu orang hanya diperkenankan memiliki 1 rekening di 1 bank untuk produk yang sama, kecuali bagi orangtua yang membuka rekening untuk anak yang masih di bawah perwaliannya sesuai kartu keluarga yang bersangkutan.

Di bank mana saja bisa membuka TabunganKu?

Saat ini TabunganKu dapat dibuka di 70 bank yang ada di Indonesia, baik bank umum, bank umum syariah, unit usaha syariah, ataupun di lebih dari 700 BPR dan BPR syariah. Cukup datang ke bank dengan membawa identitas diri (KTP/SIM) dan uang setoran awal Rp 10.000 untuk BPR/BPR Syariah atau Rp 20.000 di bank umum. Pembukaan TabunganKu untuk anak- anak yang masih di bawah perwalian ditemani orangtuanya dan menggunakan identitas diri orangtuanya serta dilengkapi dengan kartu keluarga.

Apa manfaat TabunganKu?

Dengan membuka TabunganKu, nasabah bisa mendapatkan tabungan yang bebas biaya administrasi, aman, mendapatkan bunga/bonus wadiah/bagi hasil mudharabah.

Jika memiliki saldo sampai dengan Rp 500.000, bunga yang diberikan sebesar 0 persen. Jika memiliki saldo di atas Rp 500.000-1.000.000, bunga yang diberikan 0,25 persen. Jika saldo di atas Rp 1 juta, bunga diberikan 1 persen.

Apabila membuka TabunganKu di bank umum syariah atau unit usaha syariah dengan skema wadiah, Anda akan mendapatkan bonus dengan equivalent rate maksimum 1 persen. Apabila membuka TabunganKu di BPR, Anda akan mendapatkan bunga maksimum 4 persen. Demikian halnya apabila membuka TabunganKu di BPR Syariah, Anda akan mendapatkan bonus atau bagi hasil dengan equivalent rate maksimum 4 persen. Skema syariah yang digunakan adalah akad wadiah atau mudharabah.

Apa yang dimaksud penghitungan bunga tidak secara progresif?

Penghitungan bunga tidak secara progresif maksudnya apabila nasabah memiliki saldo Rp 700.000, penghitungan bunganya adalah: Rp 700.000 x 0,25% > Rp 1.750.

Jika penghitungan bunga dilakukan secara progresif dengan saldo yang sama, penghitungan bunganya adalah: Rp 500.000 x 0% > Rp 0 atau Rp 200.000 x 0,25% > Rp 500.

Mengapa jumlah minimum penarikan adalah Rp 100.000?

Minimum penarikan di counter adalah Rp 100.000 sebab tujuan utama TabunganKu adalah sarana masyarakat untuk menabung, bukan untuk bertransaksi. Dengan TabunganKu, masyarakat bisa lebih rajin dan rutin menabung, sampai uang terkumpul dalam jumlah besar untuk berjaga-jaga pada masa depan. Nasabah dapat mengambil uangnya di ATM jika bank tempat nasabah membuka TabunganKu memberikan fasilitas kartu ATM. Pengenaan biaya tambahan atas transaksi ATM bergantung pada kebijakan bank masing-masing.

Apakah TabunganKu dapat diambil di semua bank yang meluncurkan produk TabunganKu?

Uang yang terkumpul dalam TabunganKu hanya dapat ditarik di kantor bank tempat nasabah membuka rekening. Begitu juga jika hendak menutup. Jika ingin menutup rekeningnya, nasabah bisa menarik uang yang disimpan dalam TabunganKu dengan menyisakan sebesar Rp 20.000 untuk biaya penutupan rekening.

Apakah yang dimaksud akad wadiah pada TabunganKu IB?

Akad wadiah adalah transaksi syariah di mana nasabah menitipkan uangnya kepada bank dengan kewajiban bagi pihak bank yang menyimpan dana nasabah tersebut untuk mengembalikan dananya sewaktu-waktu. Atas titipan uang tersebut, bank umum syariah dapat memberikan bonus kepada nasabah maksimal sebesar 1 persen equivalent rate per tahun.

Jika nasabah membuka TabunganKu di BPR syariah, atas titipan uang tersebut nasabah akan mendapatkan bonus atau bagi hasil dengan equivalent rate maksimum 4 persen.

Apa yang dimaksud dengan akad mudharabah?

Akad mudharabah adalah transaksi syariah antara nasabah selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan bank selaku pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya antara bank dan nasabah.

Mengapa tingkat suku bunga/ bonus wadiah/bagi hasil yang diberikan TabunganKu lebih rendah daripada tabungan lainnya?

Bunga atau bonus TabunganKu lebih rendah dibandingkan produk tabungan lainnya karena TabunganKu bebas biaya administrasi serta syarat jumlah setoran awal sangat rendah. Dengan TabunganKu, nasabah dapat menabung dengan murah, tidak dikenakan biaya administrasi.

Dana nasabah yang disimpan di TabunganKu tidak akan berkurang jumlahnya bebas potongan/biaya dengan syarat nasabah memenuhi persyaratan/fitur yang telah ditentukan bank.