Friday, April 29, 2011

Rupiah Menguat 135 Poin Selama April dan Akan Terus Menguat


Nilai tukar rupiah pada akhir penutupan transaksi, Jumat (29/4), kembali menguat 18 poin ke level 8.574 dibanding posisi sehari sebelumnya di level 8.593 per dollar AS. Hal itu berarti rupiah telah menguat 135 poin dari posisi akhir bulan Maret lalu. Posisi rupiah pada 31 Maret 2011 berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia adalah di level 8.709 per dollar AS.

Analis pasar uang, Lana Soelistyaningsih, menilai, peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ini menampakkan masih tingginya ekspektasi pasar terhadap fundamental makroekonomi Indonesia. Di samping itu, inflasi yang terkendali juga tetap menjadi daya tarik bagi para pemodal berinvestasi dalam mata uang lokal.

”Ekonomi Indonesia masih menjadi yang terbaik bersama pasar yang tumbuh lainnya. Dibandingkan AS yang sebenarnya juga sedang tumbuh, tetapi masih dibayangi aneka ancaman ataupun tinjauan level utang mereka masih diperdebatkan,” kata Lana.

Akibatnya, pasar finansial domestik terus kebanjiran dana asing sehingga memicu apresiasi rupiah. Hal ini juga lanjutan respons pasar terhadap kebijakan Bank Sentral AS mempertahankan pelonggaran moneter AS pasca-pertemuan The Federal Open Market Committee. Sejak awal tahun, dana asing masuk Rp 105,2 triliun, Rp 65,7 triliun mengalir dalam bentuk portofolio.

Lana melihat adanya kekhawatiran Bank Indonesia terhadap penguatan nilai tukar rupiah ini. Intervensi BI dinilai tidak cukup kuat melawan arus dana asing yang masuk. Apresiasi nilai tukar riil dapat merugikan ekspor aneka produk, khususnya industri manufaktur yang melemah daya saingnya. ”Harus ada nota kesepahaman BI dan Kementerian Keuangan untuk intervensi sampai batas mana,” kata Lana.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Budi Mulya menyatakan, pasar Indonesia belum siap menghadapi masuknya modal asing besar-besaran sehingga bisa mengakibatkan destabilitasi pasar.

Kusnodin Pengusaha Kerajinan Tangan Dari Kaleng Bekas Yang Sukses

Berikan kaleng bekas ke Kusnodin (50) dan ia pun akan menyulap kaleng tadi menjadi aneka burung dan hewan berwarna-warni. Hewan dan burung-burung yang indah itu pun kini ”terbang” ke beberapa negara sebagai produk ekspor dari Indonesia. Amanda Putri nugrahanti

Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, 3 Desember 1960, itu mengakui bahwa mengawali usaha kreasi kaleng bekas secara tidak sengaja. Pada 1985, saat ia masih berprofesi sebagai sopir angkot, dia melihat kotak peralatannya yang bolong akibat dikerat oleh tikus.

Kusnodin putar otak bagaimana dia bisa menutup lagi lubang pada kotak peralatan itu. Pikirannya pun tertuju pada kaleng bekas biskuit. Kaleng pun dipotong sebagian untuk menutup lubang tadi.

”Sisa kaleng biskuit tadi masih banyak. Daripada kaleng dibuang yang malah bisa melukai orang, saya berpikir bagaimana memanfaatkannya,” kata Kusnodin saat pameran produk karyanya di Pasar Imlek Semawis, Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Kebetulan di rumahnya di Dusun Pongangan, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ada hiasan burung merak yang sudah rusak. Hiasan burung merak ini bisa diperbaiki menggunakan kaleng biskuit sisa tadi.

Akhirnya, kaleng bekas itu dipotong menjadi lembaran dan digunting menyerupai sisir lembut, jari-jarinya disiplin dengan tang dan ditempel di badan burung merak. Hasilnya, burung merak yang sudah rusak itu memiliki bulu baru dari kaleng bekas yang sudah mendapat sentuhan tangan Kusnodin.

Kusnodin membutuhkan waktu hingga satu bulan untuk menyelesaikan proyek meraknya yang dikerjakan di waktu luangnya sebagai sopir angkot. Setelah proyek perbaikan ini selesai, burung meraknya pun dibeli oleh temannya Rp 25.000.

Dari pengalaman yang berawal dari iseng memperbaiki kota perkakas dan memperbaiki hiasan burung merak, ayah dua anak tersebut mulai tertarik membuat kerajinan dari kaleng bekas.

Maka, sepanjang periode 1985-1989, ia membuat kerajinan dari kaleng sambil tetap menjadi sopir angkot. Apalagi, setelah pemerintah setempat memberinya modal Rp 500.000, Kusnodin pun semakin bersemangat.

Kaleng dari pemulung

Kaleng-kaleng bekas diperoleh Kusnodin dari pemulung. Adapun kaleng yang digunakan untuk kerajinan adalah kaleng bekas tiner atau kaleng bekas biskuit yang ketebalannya sekitar 0,2 milimeter.

Karena rajin mengikuti pameran yang menjajakan produk karyanya, pesanan burung pun semakin banyak berdatangan. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi sopir angkot dan sepenuhnya berkonsentrasi pada usaha barunya yang diberi nama ”Karya Baru”.

Dari membuat sendiri, ia kini dapat merekrut hingga 100 karyawan untuk membantunya. Dalam satu bulan, ”Karya Baru” bisa menghasilkan 3.500-5.000 ekor burung dari kaleng-kaleng bekas yang lebih sering dicampakkan begitu saja.

Untuk hiasan burung berukuran kecil dengan tinggi sekitar 20 sentimeter, Kusnodin mematok harga sekitar Rp 115.000-Rp 200.000 per unit. Kemudian, semakin besar ukurannya dan semakin rumit pembuatannya, harganya pun semakin tinggi.

Ia juga membuat replika harimau yang bulunya disusun dari kaleng bekas. Harga harimau itu mencapai Rp 18 juta. Tingkat kesulitannya tinggi sehingga ia membutuhkan waktu enam bulan untuk membuatnya.

”Pokoknya semua hewan yang berbulu bisa saya buat. Harganya bergantung pada tingkat kesulitan,” ujar Kusnodin.

Kalau warna kaleng yang digunakan sudah bagus, tidak ada lagi perlakuan tambahan. Namun, jika warna kurang sesuai, kaleng yang sudah berbentuk lembaran itu pun dicat sesuai dengan warna bulu yang diinginkan.

Dijual ke sejumlah negara

Untuk pemasarannya, menurut Kosnodin, kerajinan burung-burung tersebut dikirim ke beberapa gerai cenderamata di Candi Borobudur dan hotel-hotel di Yogyakarta.

Ada pula eksportir di Yogyakarta yang membuat burung-burung produksi Kusnodin ”terbang”, yakni berupa produk ekspor ke sejumlah negara, seperti Belanda, Italia, Australia, dan Singapura.

Dari sopir angkot yang berpenghasilan pas-pasan untuk kebutuhan dirinya dan keluarga sehari-hari, Kusnodin kini bisa membeli rumah, tanah, mobil. Dia juga bisa menguliahkan anaknya hingga lulus. Dia juga bisa menghidupi ratusan pekerja beserta keluarganya.

”Penghasilan saya sekarang 50 kali lipat daripada jadi sopir angkot,” tutur pria lulusan SMP I Tempuran, Magelang, tanpa mau merinci angkanya.

Ketekunan yang membuat Kusnodin terus eksis hingga saat ini. Beberapa kali usahanya pernah jatuh karena krisis ekonomi dan gempa Yogyakarta. Dia bahkan pernah menjual tanah dan mobilnya untuk menutup utang di bank.

”Saya hanya ingin menjaga kepercayaan bank. Walaupun habis-habisan, hasilnya, sekarang saya sangat mudah kalau mengajukan kredit ke bank,” ungkapnya.

Pascaerupsi Gunung Merapi, akhir tahun 2010, Kusnodin mengaku pesanan kerajinannya menurun. Namun, dia tetap optimistis. Baginya, setiap usaha pasti ada saat-saat sulit yang harus ditempuh. Ketekunan, kerja keras, menjaga kepercayaan dari pemesan merupakan kiat melewati berbagai saat sulit yang ada.

Kredit Mikro Bank Mandiri dan BRI Tumbuh Pesat

Dua bank papan atas di Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, turut serta menyalurkan kredit dengan skema penjaminan pemerintah berupa kredit usaha rakyat. Bank Mandiri membukukan Rp 4 triliun untuk 76.000 nasabah, sedangkan BRI mengucurkan Rp 11,11 triliun untuk 1,667 juta debitor pada triwulan I-2011.

Hal itu disampaikan dalam paparan kinerja BRI dan Bank Mandiri di Jakarta, Jumat (29/4). Kredit mikro di dua bank tersebut juga terus tumbuh.

Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengatakan, total kredit mikro yang dikucurkan BRI hingga Maret 2011 mencapai Rp 79,042 triliun. Jumlah ini sekitar 31,72 persen dari total kredit yang dikucurkan BRI, yakni Rp 249,16 triliun.

Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini memaparkan, semua segmen kredit Bank Mandiri tumbuh. Bahkan, sektor kredit mikro tumbuh 35 persen menjadi Rp 5,6 triliun pada kuartal I-2011.

”Jumlah nasabah kredit mikro juga bertambah, dari 110.000 nasabah menjadi 560.000 nasabah,” kata Zulkifli.

Dari sisi laba, BRI membukukan laba bersih Rp 3,26 triliun per kuartal I-2011. Peningkatan laba itu didukung pertumbuhan total aset, dari Rp 303,843 triliun pada triwulan I-2010 menjadi Rp 366,734 triliun pada kuartal I-2011.

Bank Mandiri membukukan laba bersih Rp 3,8 triliun per Maret 2011, meningkat 24,7 persen dibandingkan Maret 2010. Total aset tumbuh menjadi Rp 488,083 triliun.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk membukukan laba bersih Rp 245 miliar pada kuartal I-2011. Total kredit yang dikucurkan BTN mencapai Rp 53,394 triliun, naik 23,78 persen dibandingkan posisi Maret 2010.

”Meskipun ekspansi kredit perseroan tinggi, rasio kredit bermasalah terjaga pada 3,39 persen,” kata Direktur Utama BTN Iqbal Latanro.

PT Bank Danamon Indonesia Tbk mencatat laba bersih sebesar Rp 763 miliar per kuartal I-2011. Laba bersih ini didukung pertumbuhan kredit di semua segmen, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Kredit UMKM tumbuh 27 persen dalam setahun, yang kini mencapai Rp 26,449 triliun pada Maret 2011, atau 31 persen dari total kredit.

Menurut Direktur Utama Danamon Henry Ho, pada Maret 2011, Danamon mengucurkan kredit Rp 86,002 triliun. Jumlah ini tumbuh 33 persen dibandingkan periode lalu, yang mencapai Rp 64,447 triliun.

PT Bank Internasional Indonesia Tbk juga mencatat pertumbuhan kredit UMKM yang cukup signifikan. Sebagaimana dipaparkan Presiden Direktur BII Ridha Wirakusumah, kredit UKM tumbuh 39 persen pada Maret 2011, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Porsi kredit UKM sebesar 36 persen dari total portofolio kredit BII. Pada Maret 2011, portofolio kredit BII mencapai Rp 56,7 triliun.

Bulog Masih Malas Membeli Beras Petani

Pengadaan beras Perum Bulog dari produksi dalam negeri untuk cadangan beras nasional masih rendah. Hingga hari Jumat (29/4) siang, total realisasi pengadaan beras Perum Bulog, baik melalui jalur pelayanan publik maupun komersial, baru 751.000 ton atau 25,03 persen dari target 3 juta ton.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengungkapkan, semua cara sudah dilakukan Perum Bulog untuk meningkatkan realisasi pembelian beras dalam negeri. ”Pada akhirnya, kuncinya memang ada pada pasokan,” katanya.

Selama ini, Perum Bulog telah memberikan insentif dalam setiap pembelian beras, menjalin kerja sama dengan kelompok tani ataupun asosiasi, memaksimalkan unit pengolahan gabah dan beras Perum Bulog, tidak bekerja sama dengan mitra atau pengusaha penggilingan beras, serta meningkatkan pengadaan beras melalui jalur komersial. Namun, situasinya memang berat.

Untuk jalur komersial, misalnya, hingga kemarin Perum Bulog sudah menyerap beras 47.000 ton; sebelumnya hanya 35.000 ton setahun.

Kesulitan Perum Bulog menyerap beras salah satunya karena tingginya harga beras di pasaran. Rata-rata harga beras di pasaran 15 persen di atas harga pembelian pemerintah Rp 5.060 per kilogram. Badan Pusat Statistik mencatat, harga beras termurah saat ini adalah 6.287 per kilogram di tingkat konsumen.

Tingginya harga beras di pasaran meski saat panen sekalipun, salah satunya karena panen yang tidak serentak. Musim panen kali ini berbeda dengan tahun-tahun lalu yang ada panen raya. Sekarang panen terus ada, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil.

Dalam kondisi panen raya, biasanya pengadaan beras Perum Bulog harian tertinggi mencapai 30.000 ton, bahkan, bisa lebih. Namun, hingga saat ini pembelian harian tertinggi hanya 24.000 ton sampai 25.000 ton.

Meskipun pengadaan belum mencapai target, Sutarto memastikan, stok beras aman. Stok beras di tangan Bulog saat ini 1,7 juta ton. Sumbangan terbesar masih dari beras impor. Adapun penyaluran beras dalam bentuk beras untuk rakyat miskin ataupun operasi pasar sebanyak 1,18 juta ton. ”Stok akhir selalu kita jaga pada posisi 1,5 juta ton hingga 1,6 juta ton,” katanya.

Tahun ini pemerintah menargetkan Bulog menyerap beras dari dalam negeri 3 juta ton

Layanan Perbankan Premium Dihentikan Sementara Oleh Bank Indonesia

Bank Indonesia meminta 23 bank yang memiliki jasa pelayanan nasabah premium untuk menghentikan sementara penerimaan nasabah baru. Penghentian sementara itu berlaku selama satu bulan mulai hari Senin (2/5) mendatang.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengemukakan hal itu kepada wartawan, Jumat (29/4). Halim yang sedang berada di Yogyakarta menambahkan, hal itu untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap nasabah kelas premium.

”Untuk pelayanan khusus kepada nasabah lama, masih boleh berjalan seperti biasa,” ujarnya.

Selama masa penghentian sementara penerimaan nasabah baru, bank diminta memperbaiki kebijakan, prosedur standar operasi, dan pengawasan internal. Hal ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan kepada nasabah.

”Pada waktunya, BI akan melakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan tersebut,” tambah Halim.

Siaran pers BI menyebutkan, hal ini merupakan tindak lanjut atas pemeriksaan layanan nasabah premium pada 23 bank. Masyarakat diimbau tenang dan tidak khawatir karena langkah ini merupakan pengawasan biasa yang umum dilakukan dan tidak berpengaruh terhadap pelayanan perbankan kepada nasabah secara umum.

Sesuai data Lembaga Penjamin Simpanan, per Maret 2011, simpanan lebih dari Rp 500 juta pada bank mencapai Rp 1.597,74 triliun yang terdiri dari 543.420 rekening.

Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini yang dimintai tanggapan soal langkah BI mengatakan, di Indonesia hanya ada 23 bank yang memiliki layanan premium. ”Bank Mandiri termasuk di antara 23 bank itu. Kami akan laksanakan,” kata Zulkifli.

Direktur Perbankan Mikro dan Ritel Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, sejak diluncurkan tahun 2004, Bank Mandiri memiliki 57.000 nasabah kelas premium. Dengan demikian, setiap bulan terdapat tambahan sekitar 700-1.000 nasabah premium. Umumnya, mereka berasal dari nasabah Bank Mandiri yang meningkat ke kelas premium setelah memiliki simpanan Rp 500 juta.

”Dengan penghentian sementara penerimaan nasabah baru, nasabah yang akan naik tingkatannya ke premium tertunda,” kata Budi.

Deffy Hardjono, Head of Group Strategic Marketing and Communication PT Bank DBS Indonesia, menyatakan, DBS Indonesia menghormati dan menjalankan keputusan BI itu.

”Kami mendukung kebijakan BI karena akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, yang akhirnya akan berdampak positif bagi pertumbuhan kami,” kata Deffy.

Thursday, April 28, 2011

Rupiah Berada Pada Posisi Terkuat Selama 7 Tahun Tanda Kepercayaan Dunia Mulai Pulih

Persepsi negatif pasar global terhadap mata uang AS telah memengaruhi penguatan rupiah, Kamis (28/4). Tren penguatan ini diperkirakan masih berlangsung hingga pertengahan tahun. Nilai tukar rupiah, kemarin, merupakan nilai tukar tertinggi dalam 7 tahun.

Pada penutupan perdagangan kemarin, berdasarkan kurs tengah BI, rupiah ditutup menguat ke level Rp 8.593 per dollar AS, menguat dari posisi sebelumnya, Rp 8.625.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia juga naik tipis, 3,998 poin atau sekitar 0,11 persen menjadi 3.808,92. Hal ini merupakan rekor baru bagi IHSG.

Sejumlah pengamat melihat, pertemuan The Federal Open Market Commitee (FOMC) di AS, yang mengambil keputusan Bank Sentral AS tetap mempertahankan pelonggaran moneter, menjadi pemicu utama pelemahan dollar AS.

Tren penguatan pun terjadi pada sejumlah mata uang. Euro, misalnya, menguat di level 1,484 per dollar AS, poundsterling di level 1,668 per dollar AS, dan dollar Australia menguat 1,092 per dollar AS.

”Penguatan rupiah akan terjadi bertahap untuk jangka menengah, paling tidak sampai pertengahan tahun ini. Di level support bisa mencapai Rp 8.450 per dollar AS. Arah kebijakan Pemerintah AS paling menentukan,” kata pengamat pasar uang, Radityo Setyo Wibowo.

Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya, dalam sebuah seminar, mengatakan, kondisi pasar keuangan Indonesia saat ini belum memadai. Pasar belum siap menghadapi masuknya modal asing secara besar-besaran. Jika pasar keuangan yang meliputi pasar uang, pasar modal, dan pasar saham ini tak siap, maka modal asing yang mengalir deras akan mengakibatkan destabilisasi pasar.

”Bank Indonesia dan pemerintah terus menyiapkan hal itu dengan baik. BI di antaranya berusaha menggeser agar instrumen dalam jangka waktu pendek bergeser menjadi menengah atau panjang,” kata Budi.

Kalangan pengusaha mendesak pemerintah segera mengintervesi nilai tukar rupiah. Pasalnya, penguatan rupiah secara berkelanjutan telah merugikan kalangan eksportir dan memacu aksi impor berlebihan.

”Pengusaha resah karena kontrak dagang dilakukan saat rupiah di level Rp 9.000 ke atas,” kata Ketua Asmindo Ambar Tjahyono.

Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, mempertahankan pelonggaran moneter AS pasca-pertemuan The Federal Open Market Commitee (FOMC) telah memicu penguatan rupiah terhadap dollar AS, Kamis (28/4). Di akhir perdagangan, rupiah ditutup menguat ke level Rp 8.593 per dollar AS, menguat 32 poin dari posisi sebelumnya Rp 8.625 per dollar AS. Pekan lalu rupiah menyentuh Rp 8.600 per dollar AS, level tertinggi sejak April 2004.

Rupiah menguat sekitar 4,4 persen pada tahun ini dan menjadi mata uang dengan kinerja kedua terbaik di antara 10 mata uang Asia. Tren penguatan pun terjadi pada sejumlah mata uang. Euro, misalnya, kemarin menguat di level 1,484 per dollar AS, poundsterling di level 1,668 per dollar AS, dan dollar Australia menguat 1,092 per dollar AS.

Secara makroekonomi, sejak AS kembali dari krisis keuangan tahun 2008 lalu, mata uangnya melemah terhadap mata uang lain di dunia karena AS memberlakukan suku bunga rendah. Oleh karena itu, masuknya modal ke negara yang tengah tumbuh perekonomiannya, seperti China, India, Brasil, dan Indonesia, tak bisa dihalangi.

Suku bunga acuan bank sentral Indonesia sebesar 6,75 persen juga menarik masuknya aliran dana asing. Di lantai bursa, derasnya uang panas dapat disaksikan dari data harian perdagangan. Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali naik 3,998 poin atau sekitar 0,11 persen menjadi 3.808,92. Hal ini merupakan rekor baru bagi IHSG.

Pengalihan dana investor asing ke bursa regional Asia, termasuk di BEI, tecermin dari total pembelian bersih investor asing sebesar Rp 373 miliar. Saham sektor keuangan menjadi yang paling diburu oleh investor asing saat-saat ini. Sektor itu, kemarin, naik sekitar 9,54 persen, disusul sektor perdagangan 4,08 persen dan sektor industri dasar 3,79 persen. Kepemilikan asing terhadap obligasi pemerintah naik 11 persen dari posisi akhir Desember 2010 menjadi Rp 217,29 triliun atau setara dengan 25,2 miliar dollar AS pada 20 April.

Sejak tahun lalu, banyak bank sentral di dunia yang menghindari apresiasi mata uang mereka karena khawatir kinerja ekspor terganggu. Hal itu juga dialami Indonesia yang menghindari rupiah menguat di bawah Rp 9.000 per 1 dollar AS. Namun, untuk tahun ini saat inflasi dan naiknya harga minyak dunia menjadi ancaman, Bank Indonesia (BI) dan beberapa bank sentral ”membolehkan” apresiasi supaya inflasi dari barang impor dapat turun.

Analis pasar uang, Farial Anwar, menyatakan, tren penguatan nilai tukar rupiah seharusnya tidak terlalu mencemaskan eksportir karena pada saat bersamaan kenaikan nilai tukar juga terjadi di beberapa negara lain, termasuk yang satu kawasan dengan Indonesia. Ia berharap agar BI tidak menahan nilai tukar, tetapi mengendalikan tren penguatan itu secara bertahap. ”BI dan pemerintah juga harus segera mempersiapkan langkah antisipasi jika sewaktu-waktu aliran dana global keluar kembali dari Indonesia, meskipun untuk saat ini kondisi global secara umum belum memungkinkan,” kata Farial.

Data fundamental AS, menurut analis pasar uang, Radityo Setyo Wibowo, juga dikhawatirkan bisa memicu kondisi yang lebih mengkhawatirkan di pasar global. Hal ini juga menuntut langkah antisipasi dan perhitungan matang dari pemerintah dan BI sebagai bank sentral.

”Data GDP (produk domestik bruto) sebagai gambaran permintaan konsumsi masyarakat AS yang akan dirilis diprediksi terus turun, menjadi 1,9 persen dari 3,1 persen. Pelambatan ekonomi AS bisa menimbulkan ancaman resesi baru,” kata Radityo.

Yang terpenting bagi eksportir-importir adalah kestabilan nilai tukar. Penguatan yang sifatnya bertahap. Penguatan itu akan berpengaruh signifikan terhadap produk ekspor yang akan dijual. Maka, dalam proses itu, intervensi yang dilakukan BI harus tepat sasaran.

Pemudik Sepeda Motor Akan Turun Karena Akan Ada Truk Pengangkut Sepeda Motor Gratis

Jumlah sepeda motor yang akan digunakan untuk mudik Lebaran pada 2011 diperkirakan turun 5,3 persen jadi 2,18 juta unit. Tahun 2010, ada 2,3 juta unit sepeda motor untuk mudik.

”Berkurangnya jumlah sepeda motor diprediksi oleh karena disediakannya truk pengangkut sepeda motor secara gratis. Semoga peminatnya bertambah untuk mengurangi kemacetan dan kecelakaan,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso, Kamis (28/4), dalam Rapat Koordinasi Angkutan Lebaran 2011 dengan 12 kepala dinas perhubungan provinsi.

Program truk pengangkut sepeda motor gratis biasanya terhubung dengan program mudik bersama. Dalam catatan Kompas tahun 2010, mudik bareng di antaranya digelar oleh PT Holcim (140 bus), PT BRI (51 bus), PT Sido Muncul (180 bus), dan PT Giant Hypermarket dan Supermarket (120 bus).

Jumlah sepeda motor masih dapat ditekan bila kereta komunitas motor dioptimalkan. Tahun 2010, KA komunitas itu hanya mengangkut 1.587 sepeda motor atau turun 25 persen dibandingkan tahun 2009. Agar optimal, tarif harus ditekan.

Meskipun demikian, pemudik dengan mobil pribadi diprediksi naik 8,6 persen dari 1,54 juta (2010) menjadi 1,67 juta mobil (2011).

Secara umum, pemudik pada Lebaran 2011 ini diprediksi naik 3,29 persen jadi 14,74 juta orang. Adapun ketersediaan sarana bertambah 3,85 persen dari kapasitas angkut 36,86 juta kursi (2010) jadi 38,28 juta (2011).

Suroyo menegaskan, penumpang kereta api diperkirakan berkurang. ”Penumpangnya juga diprediksi turun 5,32 persen dari 3,08 juta orang menjadi 2,91 juta orang,” ujarnya.

Menurut Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, berkurangnya kereta api untuk angkutan Lebaran disesuaikan dengan ketersediaan sarana PT Kereta Api Indonesia. ”Tetapi, kami akan meminta PT KAI untuk menambah kereta,” katanya.

Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyayangkan berkurangnya sarana kereta api. ”Padahal, selama angkutan Lebaran hanya kereta api yang sukses. Dalam arti kata, paling minim kecelakaan dan juga paling murah,” ujar Djoko.

Akar masalahnya, kata Djoko, ada perdebatan, apakah Ditjen Perkeretaapian boleh membeli kereta ekonomi. ”Saya rasa, selagi perkeretaapian belum bangkit, negara boleh beli kereta ekonomi. Atau, serahkan uangnya ke PT KAI supaya dibelikan kereta ekonomi,” ujarnya

Pabrik Gula Sudah Siap Menggiling Tebu

Hampir seluruh pabrik gula di Pulau Jawa sudah siap melakukan giling tebu. Cuaca tahun ini diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu sehingga produksi bisa meningkat.

Kinerja PTPN XI tahun ini dipastikan meningkat karena produksi gula naik dibanding tahun 2010. Perusahaan ini memperkirakan menghasilkan gula 405.850 ton dan tetes 252.860 ton. Tahun lalu hanya 317.560 ton gula dan tetes 252.895 ton.

”Produksi tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu karena perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) musim kemarau dimulai Mei mendatang. Saat itu musim panen tebu sudah berlangsung sehingga tingkat kematangan dan rendemen tebu relatif tinggi,” kata Sekretaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/4),

Masuk masa giling 2011, Pabrik Gula Gempolkrep Mojokerto, Jawa Timur, siap memproduksi 6.500 ton tebu per hari.

”Sampai sekarang ini kami belum swasembada gula dan untuk mencapai hal itu kami berupaya meningkatkan kapasitas produksi 10-20 persen,” kata Kepala Humas PG Gempolkrep Mojokerto Nanung Indra Cahyadi.

Produsen Mebel Indonesia Siap Banjiri China Dengan Produk Furniture

Kalangan pengusaha mebel menyatakan kesiapannya untuk menerapkan strategi perang menghadapi serbuan mebel China. Pasar mebel di China sebesar 50 miliar dollar AS menjadi daya tarik ekspansi pasar ke ”Negeri Tirai Bambu” tersebut. Langkah tersebut sekaligus sebagai respons kebosanan atas sikap pemerintah yang terus sibuk berwacana dengan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China.

”Kami sudah capai dengan wacana ini-itu. Makanya, kami memilih untuk berperang memperebutkan pasar lokal China. Di Indonesia mereka sudah mengusai 30 persen pasar mebel. Kami juga menargetkan hal yang sama,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Tjahyono di Jakarta, Kamis (28/4).

Menurut Ambar, pasar lokal China sangat menggiurkan. Jumlah penduduknya setara dengan jumlah penduduk 30 negara kecil-kecil di dunia ini. Di China, pertumbuhan orang kaya baru juga sangat pesat. Sama seperti di Indonesia, kalangan ini sangat royal dengan barang-barang impor. Karena itu, bidikan pasar Asmindo ke China adalah kalangan menengah ke atas.

”Kalau mau turun di segmen bawah jelas kami kalah karena harga mereka lebih murah. Sejauh ini penjualan mebel di lokal China lebih tinggi dibandingkan ekspor mereka. Penjualan di tingkat lokal mencapai 50 miliar dollar AS, sementara ekspornya hanya 35 miliar dollar AS,” ujarnya.

Di Indonesia, mebel asal China menguasai 30 persen pasar. Kebanyakan berada di luar Jawa. Mebel China terkenal murah karena dibuat dari panel atau serbuk kayu, yang hanya bertahan 3-5 tahun. Hal itu berbeda dengan mebel Indonesia, yang diproduksi dari kayu sehingga lebih tahan lama. Nilai penjualan mebel di tingkat lokal Indonesia tahun lalu tercatat 900 juta dollar AS. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan ekspor sebesar 2,8 miliar dollar AS.

”Penjualan di tingkat lokal kurang maksimal, terutama luar Jawa. Kendalanya adalah transportasi yang mahal sehingga harganya kurang kompetitif,” katanya.

Strategi perang itu akan diawali dengan kunjungan pada bulan Juni ke China, khusus untuk promosi. Pada bulan September mendatang, Asmindo akan kembali menggelar pameran Iffina untuk kedua kalinya di tahun ini. Pameran tersebut akan difokuskan untuk pembeli dari China. ”Kami butuh dukungan konkret dari pemerintah. Itu lebih baik dibandingkan wacana dan keluhan soal produk China,” kata Ambar.

Kredit Bank BCA Naik 24,4 Persen Atau Sebesar 150 Triliun Rupiah

Portofolio kredit PT Bank Central Asia Tbk per Maret 2011 sebesar Rp 150,329 triliun, tumbuh 24,4 persen dibandingkan Maret 2010. Kendati demikian, rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga 54,4 persen per kuartal I-2011.

Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) ini naik dibandingkan Maret 2010, yang mencapai 49,6 persen. Namun, sedikit turun dari posisi Desember 2010, sebesar 55,2 persen.

Presiden Direktur BCA DE Setijoso membantah kesan BCA malas mengucurkan kredit. ”Setelah BRI dan Mandiri, BCA di posisi ke-3 dalam kredit,” ujar Setijoso dalam paparan kinerja BCA di Jakarta, Kamis (28/4).

Setijoso beralasan, pinjaman meningkat cepat. Namun, dana pihak ketiga juga tumbuh dengan cepat. Akibatnya, LDR tidak bisa meningkat cepat. Dana pihak ketiga (DPK) BCA per Maret 2011 sebesar Rp 275,8 triliun tumbuh 13,8 persen.

”Target kami, LDR bisa mencapai 60 persen. Tahun ini atau tahun depan. Tapi, tergantung pada cepatnya pertumbuhan kredit dan dana,” ujar Setijoso.

Bank Indonesia memberlakukan aturan giro wajib minimum rasio pinjaman terhadap DPK (GWM LDR) per 1 Maret lalu. Bank harus memiliki kisaran LDR pada 78-100 persen. Di luar kisaran itu, ada disinsentif yang dikenakan terhadap bank melalui giro yang disimpan di BI.

Wakil Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menambahkan, BCA bukannya malas memberikan kredit. Dana yang dimiliki BCA sangat besar. ”Kredit butuh proses pengajuan dan disetujui. Kalau dana masuk kan seketika itu juga,” ujar Jahja.

Pada kuartal I-2011, BCA mencatat laba bersih Rp 2 triliun. Soal kredit, Jahja menuturkan, biasanya kredit tumbuh pesat pada kuartal III dan IV. Adapun rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) akan dijaga pada kisaran 14-15 persen.

Kemarin, PT Bank Permata Tbk mengumumkan laba bersih sebesar Rp 321 miliar per kuartal I-2011. Naik 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 269 miliar.

Direktur Utama Bank Permata David Fletcher menyatakan senang atas kinerja pada kuartal ini. Per Maret 2011, kredit Bank Permata tercatat Rp 54,7 triliun. Adapun DPK sebesar Rp 62,4 triliun. Dana murah berupa giro dan tabungan tumbuh masing-masing 40 persen dan 20 persen, menjadi Rp 13,4 triliun dan Rp 12 triliun. Dana mahal berupa deposito juga masih naik 38 persen, menjadi Rp 37 triliun pada Maret 2011.

Kemarin, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyetujui penurunan rasio dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. Disepakati, dividen yang dibagikan sebesar 20 persen atau Rp 2,394 triliun. Jumlah ini turun dari tahun lalu, yang mencapai 30 persen.

Dalam jumpa pers, Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengatakan, jumlah 20 persen ini cukup baik. ”Lebih baik dibandingkan tahun lalu, yang mencapai 30 persen,” katanya.

Sebagian dari dividen tersebut, sebesar Rp 556,527 miliar sudah dibayarkan pada 30 Desember 2010 sebagai dividen interim. Sisanya, Rp 1,727 triliun, akan dibagikan secara tunai dengan nilai Rp 70,04 per lembar saham. Menjawab pertanyaan, Sofyan mengatakan, saat ini BRI merasa belum perlu menerbitkan obligasi subordinasi.

Kemarin, RUPST juga memutuskan perubahan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Direktur Kepatuhan akan berganti dari Bambang Supeno menjadi Randi Anto. Satu komisaris juga akan diganti, yakni Baridjussalam Hadi yang menjabat Komisaris Independen digantikan oleh Hermanto Siregar

Indonesia Perlu Energi Hijau Untuk Menarik Minat Investor

Indonesia diharapkan segera masuk dalam era revolusi industri hijau, dan jangan hanya memfokuskan pada program pengurangan emisi CO semata. Jika tidak, Indonesia akan mengalami penurunan daya tarik tujuan investasi langsung perusahaan multinasional yang mengutamakan teknologi industri hijau.

Demikian Prof Dr Djoko Wintoro dalam pidato ilmiah, ”Revolusi Industri Hijau dan Krisis Sumber Daya Energi”, berkenaan pengukuhan Guru Besar Sekolah Tinggi manajemen Prasetya Mulya di Jakarta, Kamis (28/4).

Menurut Djoko, revolusi industri hijau ini, selain berkenaan dengan kian menipisnya sumber daya energi dunia, juga ternyata semakin banyak negara sadar lebih menguntungkan mengembangkan industri hijau sejak sekarang daripada membiarkannya dengan risiko kerugian yang lebih besar di belakang hari.

”China dan Korea Selatan sudah mengembangkan revolusi industri hijau dalam kegiatan bisnis mereka,” ujar Djoko. Revolusi ini bermakna penghematan penggunaan sumber daya energi, penghematan energi, berkurangnya emisi CO, dan minimnya dampak lingkungan. Semua ini akan mendorong standar hidup sosial.

Menurut Djoko, Indonesia semakin tidak menarik bagi investasi asing langsung jika tidak segera menerapkan industri hijau yang intinya mengembangkan inovasi teknologi hijau. ”Karena ke depan perusahaan multinasional yang ada membutuhkan dukungan produksi hijau untuk menghasilkan produk hijau bertujuan ekspor,” ujarnya.

Kondisi ini, kata Djoko, akan membuat Indonesia kehilangan devisa karena tidak ada produksi produk hijau yang bisa diekspor. Cadangan energi tidak terbarukan juga cepat habis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, CEO Global Growth&Operation GE ASEAN Stuart L Dean mengatakan, semakin banyak perusahaan yang sadar manfaat dari teknologi ramah lingkungan bagi operasi mereka. Potensi inilah yang dimanfaatkan GE dalam pengembangan bisnisnya di Asia Tenggara.

”Perusahaan penerbangan di Indonesia, seperti Garuda dan Lion Air, memakai mesin baru yang sanggup menghemat pemakaian bahan bakar sampai 8 persen dibanding mesin biasa. Dalam jangka panjang, ini akan sangat menghemat biaya pemakaian bahan bakar yang menjadi porsi paling besar,” ujar Stuart kepada Kompas di sela-sela acara Business for the Environment Global Summit 2011 di Jakarta.

Di Indonesia, GE telah menginvestasikan 1,8 miliar dollar AS. GE bekerja sama dengan PT KAI dan PT INKA dalam peremajaan lokomotif yang dibuat di Indonesia dengan memaksimalkan komponen lokal. ”Menggunakan kereta api untuk angkutan barang lebih efisien dan lebih minimal dari segi dampak emisi karbon dibandingkan menggunakan truk,” kata Stuart.

Keyakinan Konsumen Akan Perekonomian Meningkat

Sepanjang setahun terakhir, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi naik 16,5 poin menjadi 138,1 poin. Kenaikan tersebut menunjukkan kekuatan ekonomi konsumen Indonesia, sekaligus menjadi modal bagi industri.

Keyakinan konsumen yang tinggi tersebut mencerminkan daya beli mereka yang terus membaik.

Demikian hasil penelitian Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersama Roy Morgan International. Berdasarkan penelitian tersebut, sebanyak 53 persen konsumen yakin kondisi ekonomi keluarga mereka akan membaik dalam setahun ke depan. Hanya 5 persen konsumen yang pesimistis.

Dari segi kondisi ekonomi secara keseluruhan, mayoritas orang Indonesia, yakni sebanyak 81 persen, mengatakan, kondisi perekonomian negara akan terus membaik dalam setahun ke depan. Keyakinan serupa juga untuk perekonomian negara selama lima tahun mendatang.

Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan, peningkatan indeks keyakinan konsumen mencerminkan perbaikan daya beli masyarakat.

”Ini sangat bagus karena di tengah tekanan kenaikan harga pangan dan bahan bakar, masyarakat Indonesia masih yakin dengan ekonominya,” katanya.

Cuaca

Menurut Suryo, di berbagai negara lain, tekanan harga kedua komoditas tersebut telah berdampak buruk pada keyakinan konsumen.

”Saat ini cuaca yang tidak menentu telah berdampak pada pertanian. Ditambah lagi pergolakan politik di Timur Tengah yang berdampak pada kenaikan harga minyak. Dalam kondisi seperti itu, ekonomi Indonesia masih tetap baik karena roda ekonomi konsumen masih berputar kencang,” paparnya.

Suryo menambahkan, keyakinan konsumen tersebut seharusnya juga menjadi bekal bagi kalangan industri untuk terus mengembangkan usahanya.

”Industri tidak perlu takut barang produksinya tidak laku karena kekuatan ekonomi konsumen masih memadai,” ujarnya.

Penelitian tersebut didasarkan pada 2.000 responden dengan metode wawancara tatap muka. Survei dilakukan di 21 kota besar serta 23 kota kecil dan desa.

Sebelumnya, Nielsen Indonesia juga merilis hasil penelitian tentang pola perilaku belanja masyarakat menengah ke bawah yang mulai berbelanja barang-barang premium.

”Untuk mendorong penjualan, produsen mengeluarkan belanja iklan lebih banyak,” kata Direktur Eksekutif Client Leadership Nielsen, Venu Madhav.

Baca Juga: Survey Nielsen Tentang Produk Premium dan Fast Moving Consumer Goods Yang Mulai Dilirik Oleh Konsumen Kelas Menengah dan Bawah

BP Migas Merekomendasikan PT Pertamina sebagai Operator Blok West Madura

Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi merekomendasikan PT Pertamina (Persero) sebagai operator Blok West Madura Offshore setelah masa kontrak blok migas itu berakhir 7 Mei nanti. Syaratnya, perseroan itu harus menunjukkan kinerja baik dalam mengelola lapangan migas itu dalam tiga tahun ke depan.

Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat, Sekuriti, dan Formalitas Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Gde Pradnyana, Kamis (28/4) di Jakarta, rekomendasi itu merupakan tindak lanjut surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh yang meminta BP Migas menanggapi soal komposisi hak partisipasi dan operator West Madura. Untuk itu, BP Migas memanggil pihak terkait, termasuk PT Pertamina, Kodeco, dan CNOOC, Rabu (27/4) malam.

Terkait dengan penetapan operator, dilihat dari aspek teknis, ada tiga alternatif yang diusulkan kepada Menteri ESDM. Pertama, sesuai hasil rapat pada 13 April, Kodeco sebagai operator mulai 7 Mei 2011 sampai 31 Desember 2013, dan seterusnya oleh Pertamina. Kedua, Pertamina sebagai operator setelah kontrak baru berlaku hingga kontrak berakhir.

Ketiga, Pertamina sebagai operator selama tiga tahun pertama dan selanjutnya tetap sebagai operator apabila kinerja perusahaan negara itu dinilai sama atau lebih baik dari operator terdahulu di tahun-tahun terakhir. ”Dalam tiga tahun, kami evaluasi kembali. Saya yakin Pertamina mampu karena saat ini produksi sedang rendah, sekitar 12.000 barrel per hari. Targetnya bisa di atas 30.000 barrel per hari,” kata Gde Pradnyana.

Terkait komposisi pemegang hak partisipasi, hasil rapat pada 13 April lalu disepakati, PT Pertamina memegang komposisi hak partisipasi 60 persen. Empat pemegang hak partisipasi lain masing-masing mendapat 10 persen yakni Kodeco Energy, CNOOC, PT Sinergindo Citra Harapan, dan Pure Link Investment. Selain itu, pemerintah akan mendapat bonus tanda tangan.

Vice President Komunikasi Korporat Pertamina Mochamad Harun menyambut baik rekomendasi BP Migas itu.

Tuesday, April 19, 2011

Jeruk Polkam: Kisah Dahsyat Dibalik Perjanjian ACFTA

etika naik kereta api ekonomi rute Tanah Abang-Serpong, begitu banyak barang ditawarkan oleh pedagang kaki lima. Salah satunya adalah jeruk ponkam, jeruk impor dari China. Dengan merogoh kocek Rp 5.000 kita bisa mendapatkan tujuh jeruk ponkam. Di supermarket, jeruk tersebut biasa dijual seharga Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram.

Menurut Sutejo (45), salah seorang pedagang kaki lima berdagang jeruk ponkam sangat menguntungkan. Selain barangnya mudah didapat, jeruk tersebut juga disukai konsumen karena harganya lebih murah dibandingkan jeruk lokal, seperti jeruk Medan. Setiap 1 kilogram yang terjual, ia mendapatkan keuntungan sekitar Rp 4.000.

”Beda dengan jeruk lokal, jeruk ponkam asal China pasokannya ada terus, jadi tidak mengenal musim. Jeruk impor tersebut juga lebih tahan lama sehingga risiko pedagang tidak terlalu tinggi. Pasokan yang bisa diandalkan membuat kami bisa jualan terus. Kalau jeruk lokal susah, kadang ada kadang enggak,” paparnya, Senin (18/4). Bagi pedagang baru, pasokan dengan mudah dicari dengan mencari distributor melalui internet.

Saat ini semakin sulit menemukan buah-buahan lokal di pasaran. Di pasar tradisional dan pasar modern semuanya dijejali dengan buah impor. Bagi masyarakat, jeruk ponkam telah menjadi produk konsumsi harian. Buah tersebut menjadi sajian wajib saat orang menggelar hajatan atau menyaji tamu. Awal Maret lalu, saat Kompas diajak melakukan kunjungan survei pasar tradisional bersama Menteri Perdagangan di sejumlah daerah di Jawa Tengah, jeruk ponkam pun selalu hadir. Begitu tiba di rumah dinas bupati Purworejo, jeruk ponkam juga tersedia menyambut.

Jeruk berwarna oranye itu pun ditemui saat berada di rumah dinas Wali Kota Solo, rumah dinas Bupati Klaten, dan kalangan perajin baja di Ceper, Klaten. Jeruk ponkam bahkan menjadi sajian saat Menteri Perdagangan berkunjung langsung ke Pasar Cokro Kembang yang reyot, kumuh, dan becek. Padahal, sepanjang acara kunjungan, menteri selalu menyerukan agar mencintai produk dalam negeri. Ini sungguh ironis. Saat pemerintah gencar mengampanyekan gerakan mencintai produk lokal, masyarakat justru terlena dengan produk impor.

Jeruk ponkam hanyalah salah satu buah yang diimpor dari China. Masih ada jenis buah lainnya, seperti apel Fuji, dan pir Shandong. Sejak diberlakukan perdagangan bebas ASEAN-China, impor buah-buahan dari China terus melonjak.

Sepanjang tahun 2010, Kementerian Pertanian merilis defisit perdagangan buah-buahan mencapai 600 juta dollar AS. Padahal, tahun 2009, impor buah dari China baru mencapai 390 juta dollar AS.

Menurut Menteri Pertanian, Suswono perdagangan sektor hortikultura selalu defisit dengan China. Namun, kondisi tahun 2010 adalah terparah sepanjang sejarah. Jika tidak ada solusi konkret, kondisinya akan semakin parah.

Faktor harga menjadi kendala utama buah lokal untuk bisa bersaing dengan buah impor. Misalnya saja, jeruk Pontianak dijual seharga Rp 20.000. Sayangnya, tingginya harga tersebut juga tidak dinikmati petani. Harga yang tinggi itu lebih disebabkan membengkaknya biaya pengangkutan. Jeruk Pontianak di tingkat petani hanya dihargai Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram.

Adalah tugas pemerintah untuk menyediakan sarana infrastruktur yang memadai sehingga biaya pengangkutan bisa dipangkas. Tak hanya itu, kita juga menunggu realisasi konsep pasar tani, yang bertujuan mendekatkan sentra produksi dengan konsumen.

Inovasi teknologi buah-buahan juga perlu dibenahi supaya bisa menghasilkan buah dengan kualitas melebihi buah impor. Dari berbagai acara festival jeruk nasional, jenis jeruk keprok Indonesia, seperti keprok Batu 55, Garut, Soe, Berasitepu, Sioumpu, dan lainnya berpotensi dan berkemampuan bersaing dengan jeruk impor.

Tak hanya perbaikan aspek lokal, tetapi pemerintah juga harus memerhatikan aspek perlindungan. Desakan agar kesepakatan ACFTA ditinjau ulang sebaiknya dipertimbangkan. Sayangnya, sampai saat ini pemerintah tetap bersikukuh akan menyelesaikan ketimpangan perdagangan dengan China, lewat protokol bilateral saja.

Apakah mekanisme tersebut bisa mereduksi serbuan jeruk ponkam? Kita lihat saja nanti.

Pasar Ritel Masih Bergairah, Pengembang Manfaatkan Kemacetan Lalu Lintas Sebagai Peluang Bisnis

Hal itu terungkap dalam paparan hasil riset oleh dua konsultan properti, Procon dan Colliers International, secara terpisah di Jakarta, Selasa (19/4).

Head of Research Procon Herully Suherman mengatakan, penyerapan pasar ritel di Jakarta kuartal I-2011 mencapai 107.000 meter persegi atau naik 18,9 persen. Tingkat hunian naik dari 81 persen menjadi 84 persen.

Sementara itu, harga rata-rata sewa ritel naik 4,4 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Pengembangan bisnis ritel tahun ini diprediksi terus tumbuh dengan dominasi peritel di bidang mode serta makanan minuman.

”Kepadatan traffic dan pola perilaku pengunjung di pusat perbelanjaan menjadi acuan bagi peritel dalam melakukan ekspansi,” ujar Herully.

Tren meningkatnya pasar ritel berlangsung seiring penguatan sektor properti di semua lini selama kuartal I-2011 mencakup sektor perkantoran, pusat perbelanjaan, kondominium, dan kawasan industri.

Konsep bergeser

Meskipun bisnis ritel bertumbuh, ujar Herully, peritel modern cenderung tetap berhati-hati untuk memilih pusat perbelanjaan. Pemilihan ruang ritel memperhitungkan kepadatan lalu lintas pengunjung, konsep pusat perbelanjaan, harga sewa, insentif yang ditawarkan pengembang, serta fleksibilitas pembayaran.

Semakin terbatasnya lahan di Jakarta dan sekitarnya mendorong masyarakat mencari hiburan di pusat perbelanjaan. Maka, konsep pusat perbelanjaan terus bergeser dengan memadukan tempat belanja, bisnis, hiburan, pusat kecantikan, dan gaya hidup sesuai kebutuhan pengunjung.

Mal dengan konsep yang terpadu dan dinamis akan menggiring lebih banyak peritel serta berpeluang menaikkan harga. ”Sebaliknya, mal dengan konsep yang tidak berkembang akan sulit menaikkan harga,” ujarnya.

Associate Director Retail Services Colliers International Steve Sudijanto mengemukakan, keterbatasan lahan mendorong pengembang pusat perbelanjaan di Jakarta menerapkan konsep bangunan campuran (mixed-use), yakni memadukan mal, perkantoran, dan apartemen.

”Konsep mixed-use terutama berlangsung di kawasan pusat bisnis Jakarta,” ujar Steve.

Keterbatasan lahan di Jakarta juga memicu penambahan mal di pinggiran dan luar Jakarta. Pasokan ruang ritel di Jakarta pada kuartal I 2011 seluas 2.663 m, sedangkan total pasokan baru di Jabodetabek seluas 14.030 m.

Suplai ritel di Jabodetabek masih akan didominasi Tangerang. Hingga tahun 2012, proyek baru pusat perbelanjaan di Tangerang akan mencapai 155.000 m. Adapun hingga tahun 2013, penambahan ruang ritel di Jakarta diprediksi 439.355 m

Infrastruktur Menjadi Syarat Mutlak Pertumbuhan Ekonomi

”Kalau proyeknya banyak direalisasikan, bisa menyerap tenaga kerja,” kata ekonom senior Standard Chartered, Fauzi Ichsan, di Jakarta, Selasa (19/4).

Fauzi Ichsan diminta menanggapi keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan dalam pembukaan rapat kerja pemerintah di Bogor sehari sebelumnya. Presiden menginginkan pertumbuhan 7-8 persen per tahun (Kompas, 19/4).

Fauzi Ichsan menilai, ketersediaan infrastruktur diyakini akan berdampak positif pada investasi swasta. Selain itu, dengan kondisi infrastruktur memadai, inflasi dapat ditekan. Hal ini terjadi karena biaya transportasi dan energi dapat ditekan. Akibat lebih jauh, sektor manufaktur akan lebih efektif dan kompetitif.

Fauzi menambahkan, investor sektor riil sudah mengetahui kondisi tersebut. Para investor juga sudah mengerti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,1 persen pada 2010 dicapai dengan kondisi infrastruktur yang buruk. Pada kondisi demikian, laba sektor korporasi bahkan tumbuh 20 persen.

”Logikanya, kalau infrastruktur dipercepat, laba korporasi lebih cepat, sektor riil tumbuh pesat,” ujarnya.

Kondisi buruknya infrastruktur yang menghambat pertumbuhan ekonomi sebenarnya sudah diketahui pemerintah sejak lima atau enam tahun lalu. Bahkan, pemerintah sudah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi infrastruktur (infrastructure summit) pada 2005. Namun, sampai saat ini, tidak ada perubahan berarti untuk mengatasi persoalan buruknya infrastruktur tersebut.

”Berapa proyek yang terealisasi setelah KTT Infrastruktur 2005?” tanya Fauzi.

Sementara itu, perilaku mengincar rente atau kutipan yang berlebihan harus dihentikan agar semua sumber daya keuangan yang mengalir di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

Ekonom Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Prasetyantoko, mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi pada level 7-8 persen memang berpotensi tercapai. Hal itu karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya, diberkati oleh arus modal dari luar negeri sehingga berlimpah likuiditas, dan penurunan risiko investasi.

”Namun, syaratnya adalah semua faktor pendorong pertumbuhan, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik perlu dibenahi secara progresif. Seperti infrastruktur dan sistem logistik (fisik), dan birokrasi serta mentalitas rent seeking (mencari kutipan) di setiap transaksi harus dihentikan,” ujar Prasetyantoko.

Ekonom Mirza Adityaswara mengatakan, pertumbuhan ekonomi di level 7-8 persen hanya dapat dicapai jika semua masalah ketersediaan infrastruktur sudah teratasi.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara Belum Menetapkan Deviden Yang Harus Dibayar BUMN

Kementerian Badan Usaha Milik Negara tak kunjung menetapkan dividen tahun 2010 mengingat tarik ulur dalam memfinalisasi besaran terus berlangsung. Hal ini karena ada sejumlah BUMN meminta penurunan nilai dividen akibat tak tercapainya target laba dan ekspansi usaha.

Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Mahmuddin Yasin, Selasa (19/4) di Jakarta, rapat penetapan jumlah dividen 2010 antara Kementerian BUMN dan direksi BUMN akan digelar pada akhir pekan ini.

”Penetapan dividen mundur karena sejumlah BUMN masih berkeinginan agar pemerintah mau menurunkan nilai setoran. Keinginan ini terutama disampaikan oleh BUMN perbankan,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian BUMN, Kementerian BUMN telah menetapkan besaran setoran dividen 2010 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 sebesar Rp 27,5 triliun. Di sisi lain, total perolehan laba BUMN tahun 2010 mencapai lebih dari Rp 100 triliun.

Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Parikesit Suprapto menyatakan, keinginan BUMN perbankan masih dalam kajian dan baru bisa diputuskan dalam rapat penetapan akhir pekan ini. Data kementerian menunjukkan rata-rata setoran dividen BUMN perbankan berkisar 35 persen.

”Mereka lalu meminta penurunan hingga 5-10 persen. Pertimbangannya agar bisa ekspansi usaha, salah satunya memperbesar porsi kredit,” katanya.

Kementerian BUMN akan memerhatikan permintaan dari BUMN perbankan tersebut dengan alasan setiap ekspansi pasti butuh modal. Jika ingin memperbesar alokasi kredit, mau tidak mau likuiditasnya harus diperbesar. Selain mengurangi risiko, ini juga memenuhi ketentuan minimal rasio kecukupan modal (CAR) dari BI.

Di sisi lain, Parikesit mengutarakan harapan menteri bagi pelaku BUMN pertambangan untuk tidak melakukan hal serupa karena kondisi usaha yang lebih stabil. Saat ini, BUMN pertambangan memberikan kontribusi bagi hasil atau dividen rata-rata 50 persen dari perolehan laba bersih.

Mengenai permintaan penurunan dividen ini, Menteri BUMN Mustafa Abubakar juga berharap agar sektor perbankan tetap memberikan dividen sesuai dengan kesepakatan awal.

Indonesia Belum Manfaatkan Peluang ACFTA

Pengamat ekonomi Tony A Prasetyantono di Jakarta, Selasa (19/4), menuturkan, China sedang mengalami penurunan daya saing. Terbukti pada triwulan I- 2011, China mencatat defisit perdagangan 1,1 miliar dollar AS. Ini defisit pertama per triwulan bagi China sejak tahun 2004.

Namun, Tony mengakui, kondisi inflasi dan kenaikan harga produk primer di China tidak serta-merta membuat produk China menjadi lebih mahal di Indonesia. Hal ini karena nilai tukar rupiah yang terus menguat atas yuan belakangan ini. Hal ini menekan daya saing produk dalam negeri pada produk China.

Menurut Tony, sejak tahun 2008, nilai rupiah telah menguat 28 persen terhadap dollar AS. Adapun penguatan yuan terhadap dollar AS hanya mencapai 4-5 persen. Ini artinya ada kecenderungan rupiah menguat terhadap yuan.

”Ini melemahkan daya saing kita terhadap produk China, terutama di pasar domestik kita sendiri,” ujarnya.

Menurut Tony, China sebenarnya sedang mengalami penurunan daya saing. Penyebabnya adalah, pertama, naiknya harga produk primer dipicu kenaikan harga minyak bumi. Produk primer ini menjadi bahan baku industri China. Kedua, inflasi China naik menjadi 5 persen lebih. Ketiga, upah buruh China naik. Keempat, yuan menguat meski hanya 5 persen.

Dengan situasi itu, Indonesia harus mewaspadai apresiasi rupiah. Jangan biarkan rupiah menguat terlalu jauh, yang bisa menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing dengan China.

”Memang penguatan rupiah banyak membantu meredam inflasi kita, terutama dari sisi imported inflation (inflasi yang disebabkan oleh tingginya harga (barang impor). Namun, di sisi lain akan menyebabkan membengkaknya defisit perdagangan dengan China. BI harus memiliki batas tertinggi rupiah, misalnya Rp 8.700 per dollar AS. Kalau melewati batas itu, harus diintervensi,” kata Tony.

Data per akhir 2010, neraca perdagangan Indonesia-China defisit di pihak Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke China 49,2 miliar dollar AS, sementara nilai impor dari China sebesar 52 miliar dollar AS.

Tetap murah

Pengamat ekonomi Mirza Adityaswara mengatakan, ketika inflasi di China naik, seharusnya produk China semakin mahal. Akan tetapi, karena rupiah menguat lebih besar daripada yuan, maka di Indonesia produk China tetap saja terasa murah.

”Sebenarnya, yuan didesak menguat (oleh Amerika Serikat) agar China mengimpor barang dari Amerika. Namun, karena rupiah menguat lebih besar daripada penguatan yuan, Indonesia malah yang mengimpor banyak barang China, termasuk barang konsumsi,” katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) Dewi Odjar Ratna Komala di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) membuat produk China leluasa masuk ke Indonesia. Kendati berkualitas rendah, barang impor itu yang sudah mengadopsi Standar Nasional Indonesia (SNI) pun mulai membanjiri pasar lokal. (

Pengoperasian Kereta Api Untuk Angkut Air Kemasan Ditunda

Pengoperasian kereta barang untuk pengangkutan air minum kemasan dipastikan ditunda dan baru dijalankan tahun 2012. Hal ini karena belum tuntasnya pembangunan prasarana oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.

Jalur rel di Bogor-Sukabumi masih berjenis R33 buatan kolonial Hindia Belanda jadi memang harus diganti supaya kuat dilintasi lokomotif. Panjang jalur rel itu 26 kilometer dengan biaya Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per kilometer. Artinya, diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 520 miliar.

Kementerian Perhubungan awalnya berharap kereta angkutan air minum kemasan sebagai pionir kereta barang di lintas itu mulai beroperasi pada semester kedua tahun 2010.

”Anggarannya terbatas, jadi prasarana masih harus dibangun lagi tahun depan menunggu anggaran turun,” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono, Selasa (19/4) di Jakarta.

Dirjen Perkeretaapian Tundjung Inderawan mengatakan, keterlambatan pengoperasian KA air minum kemasan karena tak konsistennya perencanaan PT KAI. ”Awalnya hanya meminta perkuatan jembatan dan rel. Tiba-tiba, meminta sepur tangkap, perbaikan beberapa lengkung, dan sinyal,” ujarnya.

”Kalau uang terbatas, kenapa tak meminjam dari Aqua dari perusahaan multinasional Danone? Kan mereka juga yang nantinya pasti untung,” kata Ketua Forum Masyarakat Perkeretaapian, Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno.

Direktur Komersial PT KAI Sulistyo Wimbo mengaku belum mengetahui penundaan itu.

Saat ini, warga Sukabumi mengeluhkan kemacetan di ruas Ciawi-Sukabumi. Penyebabnya, jalan rusak dan hilir-mudik tronton pengangkut air mineral. Untuk jarak 7 kilometer terkadang harus ditempuh 1-2 jam.

Tahun 2020, diproyeksikan dari Bogor, Depok, dan wilayah selatan Jakarta ada 1,14 juta pergerakan orang per hari. Angka itu jauh lebih besar dari pergerakan dari Bekasi ke Jakarta sehingga dibutuhkan alternatif transportasi kereta barang supaya lalu lintas di jalan tak stagnan.

Setiap hari, pabrik air minum kemasan di Mekarsari, Sukabumi, misalnya, memberangkatkan 400 rit truk. Artinya, tiap empat menit diberangkatkan satu truk sehingga lalu lintas relatif padat.

Kereta barang di lintas itu sebenarnya tak hanya dibutuhkan untuk angkutan air minum kemasan, tetapi juga peti kemas.

PT KAI pun telah menyiapkan tujuh kereta per hari untuk mengangkut air minum kemasan. Setiap rangkaian terdiri 20 gerbong barang.

Untuk mendukung bisnis logistiknya, PT KAI telah menandatangani pinjaman Rp 4,025 triliun dengan BNI dan BRI. Dana itu untuk membeli 144 unit lokomotif baru dan 2.400 unit gerbong pengangkut batu bara dan barang

Asuransi Syariah Makin Diminati Konsumen Indonesia

Asuransi syariah mencatat pertumbuhan yang signifikan. Catatan kinerja PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia menyebutkan, pendapatan premi syariah mencapai Rp 1,3 triliun.

Presiden Direktur Prudential Indonesia William Kuan menyampaikan hal itu dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (19/4).

”Pendapatan premi syariah tumbuh 41,9 persen diban- dingkan tahun 2009,” kata William.

Dibandingkan total pendapatan premi yang naik 38,9 persen menjadi Rp 10,08 triliun, persentase pertumbuhan pendapatan premi syariah lebih tinggi meskipun secara nominal masih lebih kecil.

”Kami akan melanjutkan pertumbuhan asuransi syariah. Nantinya, syariah akan berperan penting di Prudential,” ujar William.

Namun, hasil investasi unit link berbasis syariah belum cukup tinggi. Menurut Manajer investasi Prudential Indonesia Rian Wisnu Murti, investasi syariah equity fund masih terbatas akibat prinsip-prinsip syariah.

”Kami tidak bisa masuk ke sektor-sektor yang dikatakan tidak sesuai syariah, misalnya perbankan. Padahal, sektor perbankan tumbuh cukup tinggi tahun 2010,” kata Rian.

Meskipun cukup signifikan, secara umum pertumbuhan asuransi syariah di Prudential belum cukup tinggi di Indonesia. Dalam jumpa pers Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) beberapa waktu lalu disebutkan, belum semua perusahaan asuransi memiliki produk syariah. Oleh karena itu, besarannya belum signifikan dibandingkan produk konvensional.

Kemarin, William juga menyebutkan, pendapatan premi baru sebesar Rp 5,17 triliun, sekitar 94 persennya dihasilkan oleh produk unit link.

Unit link adalah produk asuransi dan investasi. Dana nasabah tak hanya digunakan untuk membayar proteksi, tetapi juga dikelola perusahaan asuransi sebagai investasi.

Menurut William, unit link tumbuh pesat karena tingginya permintaan masyarakat. Justru, unit link merupakan segmen yang tumbuh paling cepat dalam industri asuransi. ”Kondisi ini mengonfirmasikan bahwa permintaan pasar sangat besar,” ujar William.

Data AAJI per Desember 2010 menunjukkan hal serupa. Dari pendapatan premi total sebesar Rp 75,98 triliun, sekitar Rp 44,73 triliun atau 58,87 persen berasal dari unit link. Adapun premi tradisional sebesar Rp 31,24 triliun atau 41,13 persen.

Direktur Eksekutif AAJI Stephen Juwono dalam paparan AAJI menyampaikan, pada tahun 2009, porsi unit link mencapai 52 persen. Porsi ini diperkirakan akan terus bertambah seiring meningkatnya kondisi perekonomian Indonesia.

Pada tahun 2010, Prudential membukukan dana kelola Rp 23,3 triliun, naik 46,8 persen dibandingkan tahun 2009. Rian menyebutkan, dari sembilan produk investasi yang diterbitkan Prudential, hampir seluruhnya memberikan imbal hasil yang melampaui ilustrasi.

Kondisi ini antara lain ditopang oleh penurunan premi risiko—sebagai dampak meningkatnya status investasi Indonesia—sehingga pasar uang Indonesia menguat. Kondisi sektor perbankan yang sangat baik pada tahun 2010 menimbulkan pengaruh terhadap meningkatnya kredit konsumsi.

Berdasarkan data AAJI, total investasi 44 perusahaan asuransi di Indonesia mencapai Rp 157,34 triliun. Sekitar Rp 123,06 triliun di antaranya ditempatkan pada instrumen saham, obligasi, surat utang negara, dan reksa dana. Adapun sekitar Rp 20,14 triliun ditempatkan sebagai dana pada deposito.

Komposisi investasi ini, Ketua Umum AAJI Evelina F Pietruschka mengatakan, dari tahun ke tahun tidak banyak berubah. Misalnya, investasi pada saham dan obligasi pada tahun 2009 sekitar 42,81 persen dan pada tahun 2010 sekitar 45,96 persen.

Rupiah Akan Kembali Menguat Setelah Banjir Uang Panas Melanda Bursa

Mata uang di negara-negara Asia, termasuk rupiah, diprediksi akan kembali menguat karena membanjirnya uang panas (hot money). Faktor eksternal berupa kebijakan China untuk meningkatkan giro wajib minimum atau cadangan wajib minimum perbankan untuk menahan kas inflasi semu dan penurunan tinjauan utang Amerika Serikat telah ikut menyebabkan penurunan nilai tukar rupiah dua hari terakhir.

Pada Selasa (19/4), rupiah ditutup pada posisi Rp 8.686 terhadap dollar AS berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI). Senin (18/4) sebelumnya, rupiah juga telah melemah ke Rp 8.870 per dollar AS dibandingkan periode sebelumnya di posisi Rp 8.661 per dollar AS.

Pengamat pasar uang dari Currency Management Group, Farial Anwar, menyatakan kemungkinan adanya intervensi BI dalam pelemahan rupiah itu di samping faktor eksternal di kawasan Asia. Namun, dengan melihat faktor-faktor eksternal lain di pasar global, ia yakin potensi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah masih tetap ada.

”Indonesia masih akan kebanjiran hot money karena investor masih akan mencari tempat yang paling aman dengan return yang paling tinggi. BI Rate kita masih 6,5 persen dengan posisi surat utang lebih tinggi lagi,” kata Farial.

Menurut dia, kondisi pasar global sedang tidak menguntungkan investor secara umum. Konflik di Timur Tengah merambat ke mana-mana, sementara Eropa masih dibayangi krisis keuangan di beberapa negara seperti Yunani dan Portugal. Oleh karena itu, rupiah diprediksi masih punya potensi ke posisi Rp 8.600 dengan rentang Rp 8.660-Rp 8.680 per dollar AS 1-2 hari ini.

Sementara itu, menurut pengamat pasar uang Lana Soelistianingsih, sentimen negatif masih akan memengaruhi nilai tukar rupiah hingga posisinya bisa mencapai Rp 8.700 per dollar AS pada pekan depan. Sentimen negatif itu terutama dipengaruhi oleh kebijakan di China.

Kelas Bawah Indonesia Kian Konsumtif dan Kelas Menengah Gemar Menabung

Salah satu parameter yaitu belanja iklan para produsen. Pada tahun 2009, nilai belanja iklan mencapai Rp 145,1 miliar dan pada tahun 2010 menjadi Rp 201 miliar. Pada tahun ini diperkirakan ada kenaikan sebesar 39 persen. Iklan tersebut sebagian besar untuk promosi barang segmen menengah ke bawah.

Parameter lain adalah produk kelas menengah ke atas yang mulai dibeli kelompok menengah ke bawah. Tiga produk yang digunakan sebagai tolok ukur adalah keju, ikan dan daging beku, serta popok bayi. Pembelian produk-produk itu oleh kelas menengah bawah makin meningkat.

”Pabrik mulai memproduksi barang-barang yang praktis dan mudah dikonsumsi, seperti kemasan saset, dan harganya terjangkau,” kata Manajer FMCG Service PT Nielsen Teddy Lesmana di Jakarta, Selasa (19/4), menjelaskan strategi produsen untuk melayani permintaan kelas menengah ke bawah.

Untuk mendorong penjualan, produsen pun mengeluarkan belanja iklan lebih banyak, seperti produk popok yang pertumbuhan iklannya mencapai 70 persen pada 2010. Hal tersebut tertinggi dibandingkan produk keju (32 persen) dan makanan beku (39 persen).

Sementara itu, Executive Director of Client Leadership Nielsen Venu Madhav mengatakan, berbeda dengan konsumen kelas menengah ke bawah, konsumen kelas atas lebih mementingkan kebutuhan gaya hidup dan kesehatan.

Nielsen menyebutkan, sekitar 72 persen konsumen dengan penghasilan di atas pendapatan per kapita rata-rata lebih suka menghabiskan sisa uang yang dimiliki untuk ditabung.

Kebiasaan menabung tersebut membuat simpanan nasabah kelas premium di bank meningkat sebanyak Rp 291 triliun dalam setahun terakhir.

Temuan survei Nielsen Indonesia memperlihatkan, kelompok kelas menengah lebih berhati-hati dalam menghabiskan uangnya.

”Sekitar 79 persen kelas menengah telah mengubah cara pengeluaran dengan berhemat pada aspek pengeluaran rumah tangga. Hasil penghematan tersebut kemudian ditabung sebagai dana persiapan jika ada kebutuhan mendesak,” kata Managing Director The Nielsen Company Catherine Eddy.

Menurut dia, penghematan dilakukan pada komponen pengeluaran telepon (22 persen), bensin dan listrik (31 persen), baju baru (20 persen), dan hiburan di luar rumah (19 persen). ”Karakter penghematan tersebut tidak jauh berbeda dengan konsumen di Asia Pasifik pada umumnya. Namun, Indonesia lebih bagus karena di Asia Pasifik hanya 63 persen konsumen yang menabung,” katanya.

Data Nielsen tersebut selaras dengan fakta peningkatan simpanan nasabah kelas premium, yakni di atas Rp 500 juta. Total jumlah simpanan yang terdiri atas tabungan, giro, deposito, dan simpanan lainnya itu mencapai Rp 1.535 triliun per Februari 2011 yang terdiri dari 536.270 rekening.

Lebih dari setengah simpanan tersebut terdiri atas deposito, yakni Rp 843,851 triliun. Data Lembaga Penjamin Simpanan pada Februari 2010 menunjukkan, simpanan nasabah dengan nilai di atas Rp 500 juta mencapai Rp 1.244 triliun sehingga terjadi peningkatan sebesar Rp 291 triliun dalam setahun.

Bank Dunia dalam laporan triwulanan beberapa waktu lalu juga memaparkan, pada tahun 2003, sekitar 81 juta jiwa berada pada kelompok pendapatan yang disebut sebagai kelas menengah. Pada tahun 2010, kelompok ini telah meningkat menjadi 131 juta jiwa. Sekitar 7 juta penduduk meningkat dari kelas penghasilan rendah ke penghasilan menengah setiap tahun selama periode tersebut.

Baca juga: Survey Nielsen Untuk Prdouk Premium dan Fast Moving Consumer Good

Rahmat Gobel Menerima Penghargaan Organisasi Produktivitas Asia Regional Award 2011

Pengusaha nasional Rahmat Gobel menerima penghargaan Organisasi Produktivitas Asia Regional Award 2011 bersama mantan Presiden Filipina Fidel Ramos dan tiga penerima lainnya. Sejak pertama kali APO Award diberikan tahun 1979, penghargaan lima tahunan di tingkat regional untuk bidang produktivitas itu baru pertama kali ini diterima oleh warga Indonesia.

Wartawan Kompas Nur Hidayati dari Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (19/4), melaporkan, Organisasi Produktivitas Asia (APO) merupakan organisasi antar-pemerintah yang beranggotakan 20 negara di Asia yang dibentuk tahun 1961 untuk memperkuat pembangunan sosioekonomi di kawasan ini melalui peningkatan produktivitas. Organisasi nirlaba ini berkantor pusat di Jepang dengan perwakilan di dua puluh negara anggotanya.

Sekretaris Jenderal APO Ryuichiro Yamazaki saat penyerahan penghargaan di Kuala Lumpur, Selasa, mengatakan, Presiden Komisaris Panasonic Gobel Indonesia ini menerima penghargaan tersebut karena dinilai berkontribusi memperjuangkan perbaikan produktivitas sektor industri Indonesia. Ia juga dinilai menunjukkan peran signifikan pemimpin dunia usaha dalam memperkenalkan produktivitas hijau serta kemitraan strategis di Asia Pasifik.

Perbaikan produktivitas itu, antara lain, diupayakan Rahmat saat menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri (2004-2010) dengan menjadi inisiator dan kontributor utama penyusunan Visi 2030 dan Peta Jalan Industri 2010-2015. Peta jalan yang melibatkan seluas mungkin pelaku industri ini penyusunannya dibiayai oleh Yayasan Matsushita Gobel.

Melalui Yayasan Matsushita Gobel yang ia bina, Rahmat pula menggairahkan program pelatihan dan konsultasi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah agar mampu memenuhi standar atau kualifikasi tertentu. Dengan begitu, UMKM yang dilatih bisa memperluas pasar di dalam dan luar negeri. Sejak 1979, yayasan ini telah melatih lebih dari 62.000 individu.

Selain Rahmat dan mantan Presiden Fidel Ramos, penghargaan produktivitas APO tingkat regional 2011 juga diberikan kepada Tyzz-Jiun Duh dari Taiwan, Tsuneaki Taniguchi dari Jepang, dan Dong-Kyu Choi dari Republik Korea.

Rahmat mengaku ia tak menduga dan merasa upayanya belum cukup untuk menerima penghargaan itu. Namun, hal ini juga menjadi pendorong baginya bekerja lebih keras. ”Terima penghargaan itu ada tanggung jawabnya,” ujarnya.

Terkait hal itu, Rahmat mengatakan, kini melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di mana ia menjadi Wakil Ketua Umum dan keanggotaannya dalam Komite Inovasi Nasional, upaya mendorong produktivitas harus makin digiatkan. Setahun terakhir, kata Rahmat, ia merintis Program Latih Kerja di perusahaan-perusahaan di berbagai sektor.

Melalui program ini, putra-putri dari daerah diberi kesempatan menjalani kerja dengan sistem kontrak antarwaktu di suatu perusahaan, tetapi pada saat yang sama ia dididik agar dapat berwirausaha dan memiliki kemampuan yang cukup untuk itu.

”Jadi, kami menjadikan pabrik sebagai sekolah. Selepas kontrak, mereka didorong berwirausaha,” ujar Rahmat. Selain penghargaan regional, penghargaan APO juga diberikan di tingkat nasional. Penerima APO nasional asal Indonesia adalah Prof Dr Mathias Aroef (1990), Laksamana TNI (Purn) Sudomo (1995) dan Kunjung Masehat pada 2011.

Sunday, April 17, 2011

Target Penjual Kendaraan Bermotor Sebesar 830.000 Unit Tahun 2011 Akan Tercapai

Sudirman, seusai peresmian gerai PT Astra International Tbk-Isuzu di Jatiuwung, Tangerang, Banten, akhir pekan lalu, di Jakarta, menuturkan, kondisi pasokan komponen elektronik otomotif itu bisa berdampak pada produksi otomotif nasional dalam satu hingga dua bulan ke depan. Pabrikan tidak bisa bekerja optimal karena kebutuhan komponen elektronik untuk kepentingan kantong udara, indikator penunjuk bensin, dan sebagainya tidak terpenuhi.

Pabrikan komponen yang banyak berada di Kota Sendai tidak bisa beraktivitas, bahkan berhenti berproduksi karena pabrik rusak akibat gempa, kekhawatiran tingginya level radiasi nuklir, atau karena pasokan listrik ke pabrik yang terbatas. Kondisi ini mengakibatkan distribusi komponen elektronik ke semua pabrikan otomotif di dunia, termasuk Indonesia, ikut terganggu.

”Dalam bulan April hingga Mei ke depan ini kemungkinan pabrikan otomotif kita tidak bisa berproduksi maksimal, terutama yang sumber pasokan komponen elektroniknya dari Jepang. Berharap pasokan dari pabrikan di luar Jepang, seperti Thailand atau Indonesia, juga tidak sepenuhnya bisa karena ada bagian komponen yang harus dari Jepang,” kata Sudirman.

Tetap optimistis

Kendati demikian, Sudirman yakin meskipun ada kendala, produksi tidak akan mengganggu target penjualan yang dipatok oleh Gaikindo, yakni 780.000- 830.000 unit. Keyakinan itu muncul karena beberapa pabrik masih bisa berproduksi dua sif, meski tidak ada jam lembur lagi.

Indikasi lain, dalam tiga bulan ini tren penjualan otomotif nasional menggembirakan, yakni rata-rata di atas 70.000-an lebih. Bahkan, di bulan Maret, volume penjualan merupakan yang tertinggi, yakni 82.000 unit lebih.

”Ini volume penjualan bulanan yang tertinggi sepanjang sejarah industri otomotif nasional berdiri. Selain itu, pengalaman selama ini penjualan di bulan April dan Mei bukan masa yang primadona,” kata Sudirman.

Hal lain lagi yang membuat pabrikan optimistis, kecenderungan harga tambang dan komoditas agroindustri tetap bertahan tinggi. Biasanya jika dua komoditas ini tinggi, permintaan pasar otomotif juga tetap tinggi,” katanya.

Oleh sebab itu, kata CEO PT Astra International Tbk-Isuzu Supranoto, Isuzu yang bergerak di kendaraan niaga mencoba memanfaatkan momentum itu. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memperluas jaringan dan layanan purnajual, serta meningkatkan kualitas produk dan layanan.

Hal ini merupakan implementasi Isuzu untuk menjadi pemain nomor satu di segmen kendaraan komersial. ”Kami akan terus memperluas jaringan outlet hingga ke wilayah terpencil,” katanya.

Sampai Maret 2011, penjualan Isuzu mencapai 6.660 unit, tumbuh 18 persen dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 5.600 unit. Total penjualan Isuzu pada 2010, kata Chief Operation Officer PT Astra International Tbk-Isuzu Herry Triono, tercatat 24.012 unit naik dari tahun 2009, yang hanya mencapai 15.200 unit. ”Kecenderungan itulah yang meyakinkan kami menargetkan penjualan 2011 sebanyak 30.000 unit,” katanya.

Samsung Akan Investasi Sebesar 8,6 Triluin Di Perkebunan Kelapa Sawit

Staf Khusus Menteri Koordinator Perekonomian Amir Sambodo mengungkapkan hal itu di Jakarta, Jumat (15/4). Menurut Amir, keinginan perusahaan asal Korea Selatan itu diungkapkan langsung oleh CEO Samsung C&T Corporation Jung Yeon-Joo saat bertemu dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Jumat.

Dalam pertemuan tersebut, Jung menyebutkan ingin meningkatkan kawasan perkebunan kelapa sawitnya di Provinsi Riau, dari 25.000 hektar saat ini menjadi dua hingga tiga kali lebih luas. Samsung berkeinginan untuk mendapatkan tambahan lahan di Kalimantan.

”Mereka juga serius untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya sebesar 50 megawatt. Setiap megawatt membutuhkan investasi sekitar 3 juta dollar AS sehingga kebutuhan total investasinya adalah sekitar 150 juta dollar AS,” ujarnya.

Samsung meminta agar pemerintah memberikan kemudahan pada rencana investasi itu. Samsung sendiri sudah memiliki kemampuan yang diakui dalam sektor-sektor tersebut.

”Samsung sudah bisa membangun pembangkit listrik tenaga surya sebanyak dua gigawatt di Kanada dan 1,2 gigawatt di Kazakhstan. Jadi, dia memiliki kemampuan yang besar. Bedanya, kalau di Kanada dan Kazakhstan dikombinasikan dengan tenaga angin dan surya. Di Indonesia, tenaga angin tidak terlalu bagus karena harus dibangun dilepas pantai,” kata Amir.

Samsung kemungkinan besar ingin membangun pembangkit listriknya itu di satu titik, bisa di Jawa, Bali, atau pulau lain. Mereka meminta dukungan untuk melakukan studi kelayakan.

”Setelah membangun pembangkit listriknya, mereka akan menyambungkannya pada jaringan listrik yang sudah ada saat ini. Untuk proyek ini, mereka serius karena sudah akan menggaet Bank Ekspor Korea untuk mendanai proyek mereka di Indonesia,” katanya.

Deutsche Bank

Sehari sebelumnya, Hatta juga mendapatkan komitmen pinjaman 1 miliar dollar AS dari Deutsche Bank kepada Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk membantu perusahaan petrokimia dan penyulingan terbesar di Asia Tenggara itu menyelesaikan utang-utangnya dan penambahan modal kerja.

”Kami bertemu pihak Deutsche Bank dan mereka menyampaikan ketertarikannya untuk investasi 1 miliar dollar AS untuk TPPI Kilang Tuban pada tahun ini,” ujar Hatta Rajasa.

Lebih jauh Amir Sambodo mengatakan, investasi tersebut berupa pinjaman untuk pembiayaan ulang TPPI terhadap utang-utangnya kepada BP Migas, Pertamina, dan Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang diawasi Menteri Keuangan. Total utang TPPI kepada pemerintah sebesar Rp 3,2 triliun dan jatuh tempo pada 2014.

Amir menyatakan, pihak Deutsche Bank yakin memberikan pinjaman ke Indonesia dengan naiknya peringkat Indonesia yang tinggal satu peringkat lagi menjelang peringkat investasi. Hal ini juga menyebabkan bank asal Jerman itu memberikan bunga rendah untuk pinjamannya.

Butuh investasi

Deputi Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, dalam jangka menengah, Indonesia sangat membutuhkan investasi riil untuk menghindari diri dari pertumbuhan ekonomi yang terlampau panas. Ekonomi yang terlampau panas ditandai oleh tingginya pertumbuhan yang disertai oleh tingginya inflasi.

Menurut Juda, dalam jangka pendek, perekonomian Indonesia masih punya peluang untuk tetap tumbuh tanpa disertai inflasi tinggi. ”Syaratnya adalah investasi di sektor riil harus digenjot. Pekerjaan rumah kita yang terbesar adalah menarik sebesar mungkin investasi asing langsung ke sektor riil,” ujarnya.

Sebagai contoh, China mampu mendorong pertumbuhan ekonominya ke level 12 persen tanpa khawatir terlampau panas. ”Karena China masif membangun infrastrukturnya, punya kapasitas besar dalam pengembangan distribusi barang,” ujar Juda

Kenaikan Harga Pangan Dunia Mencapai Titik Bahaya

Bank Dunia melaporkan, peningkatan harga makanan, terutama beras, sejak setahun lalu, secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat miskin dan yang hampir miskin di Indonesia. Setengah dari jumlah penduduk Indonesia menghabiskan lebih dari 50 persen pengeluaran mereka untuk membeli makanan.

Untuk 20 persen rakyat termiskin dari seluruh populasi Indonesia, padi menghabiskan sekitar 17 persen dari pengeluaran mereka. Bandingkan dengan 20 persen orang terkaya di Indonesia, yang hanya menghabiskan 3,8 persen dari pengeluaran mereka untuk membeli beras.

”Jumlah mereka yang menderita akibat kenaikan harga makanan semakin banyak dan juga jumlah mereka yang akan menjadi miskin juga meningkat karena tingginya harga makanan,” kata Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick di Washington, pekan lalu, sebelum rapat tahunan musim semi dimulai.

Bank Dunia menyatakan, pada saat setiap rumah tangga miskin yang memperoleh keuntungan dari peningkatan harga beras sebagai produsen bersih beras, ada tiga rumah tangga miskin lainnya sebagai konsumen bersih dirugikan oleh harga yang lebih tinggi.

Harga yang tinggi juga memengaruhi tingkat gizi keluarga miskin, seperti beras terdiri dari 50 persen dari total asupan kalori dan 23 persen dari total asupan protein.

Akibatnya, lonjakan harga makanan yang cukup besar dapat mengakibatkan peningkatan angka kemiskinan di Indonesia. Bahkan, di saat pertumbuhan yang kuat, seperti tahun 2005-2006, ketika kemiskinan naik dari 15,7 persen menjadi 17,8 persen, dan berpotensi terjadi lagi pada 2011.

Bank Dunia mencatat, dalam beberapa bulan terakhir, inflasi harga pangan telah melambat. Pada Februari 2011, harga pangan domestik stabil dengan dimulainya panen dan pemberlakuan impor beras oleh Perum Bulog.

Bea masuk

Pemerintah juga menghapus bea masuk impor komoditas pangan tertentu, seperti beras, kedelai, dan gandum.

Pada Maret 2011, harga pangan domestik terus menurun. Inflasi makanan sebesar 9,9 persen (tahun ke tahun), dibandingkan dengan 10,6 persen (tahun ke tahun) pada Februari 2011. Harga beras dalam negeri menurun di semua tingkatan (produsen, grosir, dan eceran).

Harga beras dalam negeri juga stabil pada pertengahan April seiring dengan akan berakhirnya masa panen. Pekan lalu, harga beras di tingkat produsen terus turun, tetapi penurunan itu lebih lambat dari pekan sebelumnya, sementara harga beras grosir dan eceran tetap stabil.

Konsumsi Minyak Goreng Bergeser dari Curah Ke Kemasan

Meski harganya lebih mahal sedikit, saya lebih suka beli minyak goreng curah. Sifatnya yang curah mempermudah pembelian. Dengan Rp 2.000, saya sudah bisa bawa pulang minyak untuk masak,” kata Neneng, ibu rumah tangga yang tengah berbelanja di Pasar Palmerah, Jumat (15/4).

Kalau membeli minyak goreng kemasan, Neneng harus mengeluarkan uang sekitar Rp 12.000 untuk kemasan 1 liter. Harga minyak goreng curah per liter berkisar Rp 13.000. Kemudahan mengecer membuat minyak curah lebih disukai.

Dari data Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) tahun 2010 konsumsi minyak goreng nasional tercatat 3,2 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 12 persen adalah minyak goreng kemasan, sebanyak 25 persen merupakan minyak goreng bulky yang dikemas dalam drum atau plastik, sementara sisanya 63 persen adalah minyak goreng curah.

Pemerintah saat ini tengah menggagas konversi konsumsi minyak goreng dari curah ke kemasan. Ada dua alasan utama, yakni masyarakat didorong untuk mengonsumsi minyak goreng yang lebih higienis, serta pemberian subsidi lebih tepat sasaran. Minyak kemasan biasanya hanya dipakai kalangan rumah tangga, bukan industri.

Subsidi diberikan dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Bila semula PPN DTP diberikan kepada minyak goreng curah dan kemasan, nanti akan dibatasi pada kemasan saja. Tahun anggaran PPN DTP mencapai Rp 250 miliar. Konversi ditargetkan selesai tahun 2015.

Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, penurunan konsumsi minyak goreng curah penting untuk mencapai ketahanan pangan. Pengurangan itu mendorong stabilisasi harga pangan dan perbaikan kualitas pangan. Dari segi harga, kemasan lebih stabil, sementara curah sangat fluktuatif mengikuti harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional.

Secara khusus, Kementerian Perdagangan telah merilis merek Minyakita untuk kemasan. Ada 24 perusahaan yang ikut memproduksi merek itu dengan total kapasitas 73.000 ton per tahun. Masalah konversi dari curah ke kemasan juga bukan soal mudah. Menurut Ketua GIMNI Sehat Sinaga, untuk mengemas minyak curah diperlukan 780 pabrik kemasan. Setiap unit pengemasan itu membutuhkan investasi Rp 1,4 miliar dengan kapasitas per unit 2.500 ton-3.000 ton minyak per tahun.

Yang harus diingat, masalah konversi tidak melulu penghitungan matematis saja. Konversi adalah soal budaya. Karena itu, agar program konversi berhasil pemerintah harus memahami budaya masyarakat. Seperti Neneng, misalnya, yang lebih suka dengan kemasan kecil karena harganya terjangkau.

Makanya pengemasan seharusnya tidak hanya pada ukuran 1 liter dan 2 liter, seperti yang ada saat ini. Kemasan harus diperkecil ke ukuran 0,5 liter dan 0,25 liter. Karena menyangkut budaya, konversi juga butuh sosialisasi intensif.

Badan Independen Untuk Perumahan Rakyat Harus Segera Di Bentuk

Persoalan kepenghunian rumah susun yang berlarut-larut menegaskan lemahnya sistem penyediaan perumahan publik. Pembentukan badan perumahan rakyat yang independen kian mendesak guna merencanakan dan melaksanakan program perumahan rakyat.

Demikian pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dan Peneliti Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman Institut Teknologi Bandung, Jehansyah Siregar, saat dihubungi terpisah, Minggu (17/4).

Jehansyah mengemukakan, masalah kepenghunian rumah susun yang berlarut-larut dan hendak diatur dalam RUU Rumah Susun hingga kini belum memberikan arah yang jelas tentang apa yang hendak dilakukan pemerintah dalam mengelola program rumah susun.

Pembentukan badan perumahan rakyat sangat diperlukan untuk membangun perumahan hingga mengelola kepenghunian. Badan tersebut memiliki kewenangan untuk menyediakan lahan, fasilitas, merencanakan penghuni, membangun, mengelola bangunan dan kawasan, serta bertanggung jawab terhadap aset negara tersebut. Lembaga ini juga membeli properti yang hendak dijual, mencari pembeli baru, dan pengendalian bank tanah.

Ali Tranghanda mengemukakan, masih banyak pemerintah daerah yang belum fokus pada penyediaan rumah di wilayahnya. Oleh karena itu, badan independen perumahan rakyat diperlukan untuk merencanakan desain besar perumahan dan operasional bersama dengan semua pemangku kepentingan perumahan.

”Pemerintah tetap berperan sebagai leader program perumahan rakyat, yakni pembuat kebijakan dan pemberi stimulus, tanpa banyak didikte pengembang,” ujarnya.

Menurut Jehansyah, perumahan perkotaan yang tumbuh cepat seiring dengan tingkat urbanisasi sangat membutuhkan pengaturan kepenghunian hak pakai. Ia mencontohkan penyediaan apartemen bagi warga negara asing memerlukan penerbitan hak pakai jangka panjang dan pengendaliannya untuk menghindari terjadinya liberalisasi.

Hak pakai juga diterapkan dalam rumah susun di atas aset tanah negara. Hal ini karena aset milik negara hanya boleh dipakai dan tidak boleh diberikan kepada warga.

Kondisi Pasar Keuangan Sangat Cocok Untuk Lakuka IPO

Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia Haryajid Ramelan menyatakan, perkembangan pasar yang semakin membaik tentu menjadi peluang bagi emiten untuk penawaran saham perdana (IPO). Pasar menunjukkan potensi penguatan menyusul kembalinya level Indeks Harga Saham Gabungan ke posisi 3.700 setelah sebelumnya ambruk hingga 3.300 di awal tahun ini.

Menurutnya, perlu ada keberanian dari emiten dan juga penjamin emisi untuk mengambil keputusan. Penjamin emisi akan melihat prediksi dan peluang pasar minimal dalam kurun waktu enam bulan mendatang, khususnya kondisi makro di dalam dan luar negeri.

”Tentu juga hal itu harus diikuti penentuan harga penawaran yang menarik karena bukan hanya hasil kurang baik untuk emiten, tetapi juga bisa merugikan penjamin emisi itu sendiri,” kata Haryajid di Jakarta akhir pekan lalu.

Ketua Asosiasi Emiten Indonesia Airlangga Hartarto menilai, pasar masih menarik bagi emiten untuk mendapatkan dana segar. Besar kecilnya emiten yang IPO sangat terkait dengan kebutuhan atas permodalan perusahaan. Sementara perihal pelepasan saham mereka bisa diterima baik oleh investor akan sangat bergantung pada fundamental perusahaan tersebut dan harga yang ditawarkan.

Berdasarkan data World Federation of Exchanges per 1 April 2011, emiten di BEI tergolong minim dibandingkan di sejumlah negara lain. Emiten yang terdaftar di BEI hanya 421 badan, sementara di Singapura ada 782 emiten, Malaysia 954 emiten, dan India sudah 5.054 emiten. Hal ini sekaligus menunjukkan potensi perkembangan Indonesia masih besar. Dengan peningkatan jumlah emiten, peluang menambah jumlah investor di pasar modal pun terbuka lebar.

Dari 33 perusahaan yang siap IPO, beberapa di antaranya bahkan telah melakukan pembentukan harga (book building), seperti PT HD Finance yang akan melepas sebanyak 460 juta lembar atau sebesar 29,87 persen pada harga Rp 200-Rp 250 atau senilai total Rp 92 miliar-Rp 115 miliar. Selain itu, ada juga PT Buana Listya Tama yang telah menyatakan pelepasan sebanyak 7,26 miliar lembar atau setara 39,76 persen saham pada harga Rp 105-Rp 175 atau senilai total Rp 726,3 miliar-Rp 1,27 triliun.

Secara terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar justru meminta para direksi dan pihak berkepentingan di BUMN agar mengkaji ulang rencana IPO tahun ini. Permintaan ini mempertimbangkan faktor kinerja pasar global yang belum sepenuhnya stabil, evaluasi terhadap proses dan hasil sejumlah IPO, serta kondisi terkini perusahaan menjelang IPO.

Menurut Mustafa Abubakar, setelah PT Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia, Kementerian BUMN sebenarnya sudah menyiapkan IPO PT Semen Baturaja selambat-lambatnya pertengahan semester I tahun ini.

”Proses IPO PT Semen Baturaja pada saat ini akan memasuki tahap pengkajian dan pembahasan DPR dengan asumsi penawaran sebanyak 30 persen saham dan target pendapatan minimal Rp 1 triliun,” katanya.

Informasi yang dihimpun Kompas, Kementerian BUMN sebelumnya menargetkan lima perusahaan bisa melaksanakan IPO di tahun 2011, menyusul PT Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia. Perusahaan itu antara lain PT Semen Baturaja, PT Angkasa Pura II, PT Pelindo II, perusahaan perkebunan, dan lainnya.

Deputi Kementerian BUMN Bidang Restrukturisasi dan Privatisasi Kementerian BUMN Pandu Djajanto juga membenarkan soal kemungkinan mundurnya waktu IPO PT Semen Baturaja. Penyebabnya antara lain penyusunan profil administrasi dan kinerja yang rumit sehingga butuh waktu lama

Pemerintah Tegaskan Beli Sisa Saham PT. Newmont Nusa Tenggara

Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowardojo telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto pada 14 April 2011 untuk menegaskan pembelian sisa saham divestasi sebanyak 7 persen oleh pemerintah pusat. Langkah ini sekaligus memupus harapan pemerintah daerah yang juga menghendaki sisa saham tersebut.

”Pemerintah telah menyatakan untuk membeli saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar 7 persen melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Pembelian 7 persen saham ini merupakan tahapan terakhir dari kewajiban divestasi saham PT NNT sesuai Pasal 24 Kontrak Karya tahun 1986,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Hadiyanto di Jakarta, Minggu (17/4).

Menurut Hadiyanto, sebelumnya, divestasi saham PT NNT untuk periode 2006-2009 telah dilaksanakan 2009. Pada periode ini, pembelian saham dilakukan pemerintah daerah melalui PT Multi Daerah Bersaing (MDB).

PT MDB merupakan perusahaan patungan antara PT Daerah Maju Bersaing, yakni Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa sebesar 25 persen. Adapun selebihnya, sebanyak 75 persen, dibeli swasta.

”Saat ini, PIP sedang memfinalisasi syarat dan ketentuan pembelian saham dengan PT NNT. Hal itu antara lain mengenai pembayaran, hak dan kewajiban para pihak, serta hal-hal lain yang merupakan teknis pelaksanaan penjualan saham,” ujarnya.

Pemerintah bersikeras tetap membeli sisa saham divestasi itu karena pemerintah sebagai salah satu pemegang saham PT NNT yang dilandasi kepentingan negara yang lebih besar. Pemerintah ingin membangun tata kelola dan pengawasan yang lebih baik dalam pengoperasian pertambangan mineral di Indonesia. Apalagi, posisi pemerintah pusat sudah masuk kontrak karya sehingga pengawasan atas pelaksanaan kontrak karya dapat lebih efektif dilakukan pemerintah pusat.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh menyatakan, persoalan terkait divestasi PT NNT merupakan domain Menteri Keuangan.

”Saya berpandangan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sama saja,” ujarnya.

Anggota Komisi VII Fraksi Partai Golkar DPR, Satya W Yudha, menyatakan, posisi Komisi VII pada waktu rapat dengan Pemerintah Provinsi NTB pada Januari lalu adalah meminta pemerintah pusat agar sisa 7 persen saham divestasi PT NNT diberikan ke daerah.

Friday, April 15, 2011

Ekspor Sapu Purbalingga Laris Manis Di Korea

Sejak lima tahun terakhir, Dusun Genting, Desa Karanggambas, Kecamatan Padamara, Purbalingga, Jawa Tengah, dikenal sebagai sentra sapu. Setiap bulan, sebanyak 100.000 potong sapu dari desa ini dijual ke Korea Selatan, Malaysia, dan Jepang.

Semua itu tak lepas dari sepak terjang Bambang Triono (32), pionir usaha sapu di desa ini. Bambang memulai usaha membuat sapu lantai dan sapu lidi di desanya 13 tahun lalu. Dia selalu dicibir. Sapu dipandang sebagai produk murahan dan tidak ada prospek.

Dengan sepedanya, setiap hari dia keliling dari desa ke desa di Purbalingga hingga Purwokerto menjajakan sapu buatannya. ”Membuat sapu 300 potong, kadang cuma laku separuh dalam sebulan,” tuturnya, beberapa waktu lalu.

Namun, Bambang tak patah semangat. Berkat kerja keras dan kreativitasnya, usaha kerajinan UD Rayung Pelangi miliknya kian berkembang. Bahkan, sapu-sapu buatannya kini diekspor ke Malaysia, Jepang, dan Korsel.

Kini, para tetangganya mengikuti jejaknya. Sekitar 200 warga di Desa Karanggambas bahkan menjadi karyawannya. Sebanyak 114 keluarga di Dusun Genting membuat sapu di rumahnya masing-masing dalam bentuk plasma. Sapu-sapu itu lalu disetor ke Bambang untuk dijual.

”Dengan cara itu, mereka dapat membantu ekonomi keluarganya sambil tetap bisa mengasuh anak,” kata Bambang yang mendapat penghargaan sebagai pemuda pelopor tingkat Kabupaten Purbalingga dan Provinsi Jateng tahun 2008.

Pilihan hidup

Bekerja membuat sapu sudah dikenal Bambang sejak kecil. Saat di sekolah dasar di desa kelahirannya, Desa Kajongan, Kecamatan Padamara, Purbalingga, dia ikut bekerja membuat sapu di rumah Sudirman, tetangganya. Dia mendapat imbalan Rp 20 per helai bulu sapu. Sehari dia mampu merapikan 100 helai. ”Lumayan, sehari bisa dapat Rp 2.000,” katanya.

Lulus sekolah dasar, dia langsung bekerja karena orangtuanya tak punya biaya. Pada usia 13 tahun, dia ikut merantau ke Bandung. Di Kota Kembang itu dia bekerja sebagai tenaga kebersihan di sebuah instansi.

”Tiga tahun lebih saya bekerja di Bandung. Setelah itu saya pulang ke Purbalingga,” katanya.

Pada tahun 1997, dengan berbekal uang Rp 1,5 juta hasil bekerja selama tiga tahun di Bandung, Bambang pun memulai usaha membuat sapu.

”Membuat sapu adalah keterampilan yang saya miliki sejak kecil. Karena itu, saya memantapkan diri memilihnya sebagai jalan hidup,” katanya.

Awalnya ia membuat sapu dari bahan ijuk kelapa. Namun, karena kian sulitnya mendapat bahan baku ijuk, ia beralih ke rumput glagah yang ketersediaannya melimpah di Purbalingga serta bulunya yang lebih halus. Selain itu, ia juga membuat sapu lidi.

Pada tahun-tahun awal usaha, Bambang menjual sapunya dengan berkeliling dari kampung ke kampung naik sepeda. Dia jajakan barangnya dari rumah ke rumah. Hingga tiga tahun pertama, cara itu dijalaninya. Sapu tidak laku sudah menjadi pengalamannya setiap hari.

”Pada awal-awal, modal utama saya hanya hati yang besar sebab semua usaha ini tak mudah,” kata Bambang.

Saat berkeliling, Bambang tak sekadar menjajakan sapunya. Dia juga membangun jaringan. Hingga akhirnya, dia dipercaya menyuplai sapu ke sejumlah distributor di Purwokerto dan Purbalingga. Pada awal 2000-an, dia mampu menjual sapu-sapunya ke Tasikmalaya, Bandung, Bogor, hingga Jakarta.

Pada tahun 2002, di tengah usahanya yang kian berkembang, dia mengalami rugi besar. Dia ditipu salah seorang distributor. Selain itu, kredit usahanya macet karena uang pinjaman bank yang semestinya untuk modal usaha dipakainya untuk kredit sepeda motor.

”Itu kesalahan saya yang waktu itu masih minim pengetahuan manajerial. Hampir dua tahun saya vakum. Puluhan karyawan saya pun menganggur,” tutur bapak dua anak ini.

Pada tahun 2004, dia berupaya bangkit. Dia bangun kembali usahanya. Manajemen pun dibenahinya. Dia tak lagi sembarangan menggunakan uang usaha.

Distributor luar negeri

Pada tahun 2005, sapu Bambang menarik minat distributor sapu asal Malaysia. Distributor itu dikenalnya dari seorang temannya di Bandung, yang juga menjualkan sapunya. Bambang diminta mengirimkan sapu sebanyak 10.000 potong ke Malaysia.

Usahanya terus berkembang. Pada tahun 2008, permintaan ekspor pun datang dari Korea Selatan dan Jepang. Semula, pasar sapu di dua negara itu dikuasai sapu asal Myanmar.

Namun, desain yang lebih rapi dan kualitas bulu sapu yang lebih baik membuat sapu Bambang menggeser sapu Myanmar di pasaran Korea Selatan dan Jepang.

Di Korea Selatan saja, setiap bulan Bambang mengirim sebanyak 80.000 potong sapu. ”Saya mempunyai dua distributor di Korsel. Saya kirimi mereka masing-masing desain yang berbeda. Dua distributor itu pun bersaing ketat di negaranya sana. Padahal, yang dijual itu semuanya sapu buatan warga Karanggambas sini,” ungkap Bambang sambil tertawa.

Dari semula hanya mampu membuat sapu kurang dari 300 potong per bulan, kini Bambang sudah mampu menjual 110.000 sapu. Dari jumlah itu, 100.000 sapu di antaranya untuk pasar ekspor, sisanya untuk pasar lokal.

Sebenarnya, permintaan sapu dari pasar luar negeri sangat besar. Setiap bulan Bambang mendapat permintaan tidak kurang dari 200.000 potong, tetapi yang bisa dipenuhinya baru separuh.

”Keinginan saya adalah dapat memenuhi semua permintaan. Dengan cara itu, akan makin banyak pengangguran di desa ini yang terserap, dan sapu Purbalingga semakin dikenal di luar negeri,” ujarnya

PT Intraco Penta Tbk Bagi Dividen Rp 24,2 Miliar

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Intraco Penta Tbk di Jakarta, Jumat (15/4), menyetujui pembagian dividen sebesar Rp 24,2 miliar, sekitar 30 persen dari total laba bersih 2010 senilai Rp 83,08 miliar. Perusahaan yang memasarkan alat-alat berat itu menyiapkan rencana pemecahan nilai nominal saham dengan rasio 1 : 5 pada kuartal kedua tahun ini.

”Perseroan akan membagikan dividen sebesar Rp 56 per saham. Pembayaran dividen tunai dimulai 27 Mei 2011. Sisa laba bersih akan digunakan untuk memperkuat permodalan perusahaan agar tumbuh lebih pesat,” kata Presiden Direktur PT Intraco Penta Tbk (INTA) Petrus Halim, Jumat.

Laba bersih INTA tahun 2010 naik hingga 122 persen dari periode sama pada tahun sebelumnya, yakni Rp 37,47 miliar. Dari sisi pendapatan usaha juga naik sekitar 55 persen dari Rp 1,18 triliun tahun 2009 menjadi Rp 1,83 triliun tahun 2010.

Dalam rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan, Jumat, antara lain, disetujui pemecahan nilai nominal saham dengan rasio 1 : 5 dalam waktu 1-2 bulan mendatang. Menurut Petrus, aksi korporasi ini akan meningkatkan likuiditas di satu sisi dan di sisi lain memberikan kesempatan kepada investor untuk memiliki saham INTA.

”Harga nominal saham perseroan dipecah dari Rp 250 menjadi Rp 50. Saat ini, jumlah saham perseroan di publik sekitar 432 juta saham,” kata Petrus. Per 14 April 2011, nilai kapitalisasi saham INTA mencapai Rp 1,55 triliun.

Aksi korporasi lain yang disiapkan INTA adalah penerbitan obligasi. Menurut Petrus, saat ini penerbitan obligasi masih dalam proses rating dan diharapkan paling lambat terealisasi pada bulan Agustus. Dana obligasi itu akan digunakan untuk pengembangan usaha.

INTA, tahun lalu, mencatat penjualan 835 unit alat berat berbagai merek, seperti Volvo, Bobcat, SDLG, Mahindra, dan Ingersoll Rand. Seperti diungkapkan Direktur Keuangan INTA Fred Manibog, penjualan kuartal I-2011 telah mencapai 897 unit—304 penjualan dan 593 order di tangan. Angka ini sudah 70 persen dari target tahun ini sebanyak 1.293 unit.

41 Persen Penduduk Indonesia Tidak Memiliki Jaminan Sosial

Setidaknya 41 persen dari 237 juta warga negara Indonesia belum mempunyai jaminan kesehatan. Padahal, jaminan kesehatan merupakan perlindungan yang mendasar. Meski awalnya bisa membayar, mereka yang tak memiliki jaminan kesehatan bisa jatuh miskin jika sakitnya berat.

Hal itu terungkap dalam diskusi panel bertajuk ”Sampai Di mana Universal Health Coverage?” yang diselenggarakan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jumat (15/4) di Jakarta.

Salah satu pembicara, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Usman Sumantri mengatakan, sebanyak 59 persen warga negara mempunyai jaminan kesehatan. Namun, jaminan kesehatan itu dalam berbagai bentuk, antara lain asuransi kesehatan untuk pegawai negeri, asuransi kesehatan komersial, Jamsostek, ASABRI, jaminan kesehatan masyarakat, dan jamkes daerah.

Pemerintah berupaya agar masyarakat yang mempunyai jaminan kesehatan semakin besar. ”Salah satunya memperbesar kepesertaan tenaga kerja. Untuk jaminan kesehatan, pemerintah menambahkan jaminan persalinan universal,” kata Usman.

Anggota Komisi IX DPR, Rieke Dyah Pitaloka mengatakan, komitmen pemerintah semakin diragukan dalam menjalankan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Lebih dari enam tahun sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN disahkan, sistem itu tak kunjung diimplementasikan. Sistem ini meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan jaminan kematian.

RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibutuhkan untuk melaksanakan SJSN masih dalam proses dan makin sempit waktu pembahasannya. ”Ada tata tertib di DPR, sebuah rancangan undang-undang bisa dibahas dua kali masa sidang dengan tambahan satu kali masa sidang,” katanya. Anggota DPR periode ini mempunyai kesempatan satu kali lagi untuk membahas RUU BPJS pada masa sidang Mei mendatang. Waktu untuk membahas RUU itu hanya 47 hari. Jika tidak selesai, RUU BPJS baru dapat dibahas kembali oleh anggota DPR periode mendatang.

Rieke menilai, jamkesmas dan jamkesda bukan jaminan sosial, melainkan bantuan sosial yang bisa berubah sesuai kebutuhan politik. ”Jaminan sosial harus berdasarkan konstitusi dan diberikan tanpa diskriminasi. Kalau sekarang hanya untuk orang miskin. Apa harus miskin dulu baru mendapatkan bantuan dari pemerintah? Seharusnya jaminan sosial bisa menjadi pelampung penyelamat warga dari kemiskinan,” kata Rieke.

Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial Said Iqbal mengatakan, presiden seharusnya menjadi bagian terdepan dalam berbagai gerakan dan upaya pelaksanaan SJSN jika pemerintah menginginkan seluruh warga negara terproteksi

Setelah Terbukti Merugikan Kini Desakan Renegosiasi ACFTA Menguat

Desakan agar pemerintah menegosiasi ulang terkait Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China terus menguat. Tak hanya dari kalangan industri, desakan juga datang dari lembaga swadaya masyarakat. Indonesia seharusnya meminta berhenti untuk sementara dari kesepakatan ACFTA sampai industri nasional siap.

”Indonesia seharusnya bernegosiasi ulang dan meminta supaya berhenti untuk sementara. Mekanisme seperti itu sangat memungkinkan. Renegosiasi sangat penting karena negara pada kenyataannya tidak siap menghadapi ACFTA,” kata Direktur Eksekutif Institute for Global Justice Indah Suksmaningsih di Jakarta, Jumat (15/4).

Berdasarkan penelitian Institute for Global Justice (IGJ), penerapan ACFTA sejak tahun 2005 telah menimbulkan persoalan. Selama periode 2005-2010, total impor dari China meningkat sebesar 226,32 persen. Komposisinya berada pada level 20,32 persen dari total impor. Lonjakan impor membuat industri lokal kelimpungan.

Sepanjang tahun 2006-2008 tercatat 1.650 industri bangkrut karena tidak sanggup dengan serbuan produk China. Akibatnya, sebanyak 140.584 tenaga kerja terpaksa kehilangan pekerjaan. ”Pemerintah mau menunggu sampai kapan untuk renegosiasi ACFTA. Apakah harus menunggu semua industri bangkrut dulu,” katanya.

Indah mengatakan, agar renegosiasi berjalan mulus, harus ada sinergi antar-kementerian terkait. Mereka harus berkoordinasi untuk menentukan poin-poin renegosiasi. Sayangnya, di tingkat pemerintah tidak ada sinergi dalam menghadapi ACFTA. Ia mencontohkan Kementerian Perindustrian yang begitu getol menolak dan mendesak agar ACFTA ditinjau kembali, sementara Kementerian Perdagangan cenderung mengedepankan mekanisme protokol bilateral dalam menyelesaikan masalah.

”Momen pertemuan ASEAN 7-8 Mei mendatang di Jakarta seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk renegosiasi. Pemerintah jangan hanya berpangku tangan dengan berbagai imbalan dari negara lain dalam bentuk utang sebagai bentuk kompensasi atas liberalisasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, pihaknya akan memanfaatkan momentum kunjungan Perdana Menteri China pada Mei mendatang untuk membahas ketimpangan perdagangan. Ia juga menegaskan renegosiasi kesepakatan ACFTA tidak diperlukan. Beberapa langkah yang seharusnya dilakukan, lanjutnya, adalah meningkatkan investasi dari China ke Indonesia, terutama sektor manufaktur dan permesinan; memperbaiki infrastruktur; meningkatkan hubungan bisnis; meningkatkan pembangunan kemampuan; dan kerja sama standar produksi.

Dari Makassar dilaporkan, industri kecil dan menengah dalam negeri terancam kolaps dengan derasnya produk China yang masuk. Mereka harus menekan biaya ongkos produksi dengan mengurangi tenaga kerja.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Sulawesi Selatan Zulkarnain Arief mengatakan, sektor industri kecil yang paling terpukul akibat produk impor China. ”Industri kecil bisa kolaps karena tidak mampu bersaing. Akhirnya mereka mengurangi tenaga kerja untuk mengurangi biaya produksi,” ujarnya.

Dari Surabaya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Erlangga Satriagung mengatakan, produk impor dari China yang membanjir mulai 2008 diprediksi mendongkrak angka pengangguran di Jawa Timur. Salah satu upaya untuk menekan angka pengangguran, perdagangan harus tumbuh sehingga menyerap banyak pekerja.