Saturday, November 21, 2015

Lika Liku Gurihnya Bisnis Gadai Di Pinggir Jalan

Bak jamur musim hujan, bisnis gadai tunai di pinggir jamur kian menjamur. Iklan gadai pun bertebaran dan biasa ditemui tiang-tiang listrik. Vera, salah seorang petugas Gadai Bangun di Jalan Pramuka, Jakarta Pusat, mengungkapkan, meski kini telah banyak usaha sejenis, permintaan akan dana cepat tak pernah sepi peminat. Nasabahnya pun mencakup hampir semua kalangan.

"Namanya orang butuh duit kan nggak tau. Kadang orang biasa, PNS juga sering, yang baju tentara juga kadang gadaikan barangnya. Banyak mas, macam-macam orangnya," ujar Vera. Vera mengungkapkan, di tempatnya yang baru buka 2 bulan, setidaknya ada lebih dari 10 orang yang menggadaikan barangnya. Paling banyak adalah barang handphone, laptop, hingga BPKP.

Proses yang cepat dan tak perlu butuh banyak persyaratan, membuat animo masyarakat akan dana cepat tetap tinggi. "Syarat hanya KTP sama barangnya saja. 10 menit cair kalau ceknya cepat. Mau barang baru atau lama sama, soalnya kita sudah ada daftarnya berapa pinjaman yang bisa cair. Kalau tidak barang gadainya tak ada di daftar, kita telepon bos," jelasnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengatur jasa pegadaian yang marak bermunculan di pinggir jalan. Selama ini jasa gadai pinggir jalan dianggap tidak resmi.

Meski demikian, jasa gadai seperti ini cukup digemari masyarakat. Alasannya banyak, tapi yang paling utama adalah kemudahan dan kecepatan masyarakat dapat uang tunai. Menurut salah satu pegawai jasa Gadai Tunai Bangun bernama Vera, syaratnya hanya perlu KTP beserta surat barang yang akan digadai, misalnya STNK atau BPKB untuk kendaraan bermotor.

Tak butuh waktu lama, kata Vera, hanya 10 menit uang tunai sudah bisa dipegang masyarakat. Jumlah uang tunainya beragam, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. "Ya cepat, 10 menit ya," katanya di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Jumat (20/11/2015). Barang apa pun diterima di jasa gadai seperti ini, mulai dari laptop, kamera DSLR, ponsel, BPKB motor dan mobil, dan lain sebagainya. Hampir semua syarat utama gadainya hanya bermodal KTP saja.

"KTP doang kok, tapi barangnya harus lengkap. Kayak laptop harus ada charger-nya. Kalau HP dusnya wajib ada," kata Hikmah, pegawai pusat gadai lain di Jalan Pramuka. Hikmah mencontohkan, nasabah bisa langsung mendapatkan uang tunai Rp 2 juta tak kurang dari 10 menit untuk BPKP motor tahun 2012. Sementara untuk BPKP mobil di tahun yang sama bisa diperoleh pinjaman Rp 8 juta.

"Itu nilai gadai bisa berubah kalau misal pajaknya mati, kemudian nama di BPKP tidak sesuai dengan nama KTP. Pastinya harganya lebih murah," ujar Hikmah. Usaha gadai tunai pinggir jalan menjamur di sejumlah sudut kota, di Jakarta pun demikian. Salah satunya di sepanjang jalan Pramuka, atau Jalan Letjen Suprapto, Jakarta Timur.

Meski telah benyak berdiri usaha sejenis, nyatanya binis gadai pinggir jalan ini tetap laris. Bahkan semakin bertambah dari tahun ke tahun. Hikmah, Pegawai Pusat Gadai di Jalan Pramuka mengatakan, dalam sehari omzet atau total pinjaman dalam hari normal berkisar antara Rp 60-70 juta per hari. "Gadai ramainya kapan kurang tahu pastinya. Kalau rata-rata mungkin antara Rp 60-70 juta sehari. Kalau ramai tentu bisa lebih, tapi nggak tahu pastinya, karena nggak pernah hitung," kata Hikmah.

Dia menuturkan, meski bunganya cukup tinggi yakni sebesar 10% yang dihitung per bulan, tak menyurutkan animo masyarakat menggunakan jasa gadai tunai. "Proses cepat, tinggal bawa BPKB selesai. Elektronik juga sama, kita banyak yang bisa digadai kayak HP, laptop, kamera," katanya. Hikmah mencontohkan, nasabah bisa langsung mendapatkan uang tunai Rp 2 juta tak kurang dari 10 menit untuk BPKB motor tahun 2012. Sementara untuk BPKB mobil di tahun yang sama bisa diperoleh pinjaman Rp 8 juta.

"Itu nilai gadai bisa berubah kalau misal pajaknya mati, kemudian nama di BPKB tidak sesuai dengan nama KTP. Pastinya harganya lebih murah," ujar Hikmah. Masih di Jalan Pramuka, petugas Gadai Bangun mengungkapkan, pihaknya setidaknya menerima 10-20 gadai dalam sehari. "Masih sepi karena baru 2 bulan buka. Kalau nilai pinjaman kurang tahu. Ini kan juga cabang baru, kita ada cabang lain kaya di Cempaka Putih," terang Vera. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat mengatur jasa pegadaian yang marak di pinggir jalan. Caranya dengan aturan pengelolaan jasa gadai.

Menurut OJK, selama ini banyak tempat gadai di pinggir jalan yang tidak berizin alias tidak resmi. Hal itu bisa dibuktikan dengan ketidaktahuan si tukang gadai atas aturan yang berlaku di Indonesia.  "OJK itu apa Mas ya? Saya enggak tahu itu. Nggak ada tuh," kata pegawai Bangun Gadai Tunai bernama Vera menjawab pertanyaan soal rencana OJK mengatur gadai pinggir jalan di Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Jumat (20/11/2015). Menurutnya, selama ini ia menjalankan usaha dengan izin sebagai koperasi simpan-pinjam. Selama ini ia mengaku tidak ada masalah dalam menjalankan usahanya.

"Ya badan usaha saja. kayak koperasi simpan-pinjam. Ga ada OJK apa. Selama ini enggak ada masalah," ujarnya. Kemarin, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani mengungkapkan, banyak unit usaha pegadaian yang belum memenuhi aturan OJK, sehingga dinilai rawan terhadap perlindungan bagi para nasabah.  "Nanti kita ada pegadaian yang kita atur. Ke depan pegadaian-pegadaian yang di pojok jalan itu diatur, jangan pasang iklan pegadaian di tiang listrik, gadai tunai, di bawahnya sedot WC," ujar Firdaus dalam acara Insurance Outlook 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (19/11/2015).

Gadai resmi yang diakui OJK, saat ini hanya PT Pegadaian (Persero). Menurutnya, dalam usaha gadai harus ada standar yang sama. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana mengatur jasa pegadaian yang marak di pinggir jalan melalui aturan pengelolaan jasa gadai. Nantinya, hanya pegadaian resmi sesuai ketentuan OJK yang bisa beroperasi.Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani mengungkapkan banyak unit usaha pegadaian yang belum memenuhi aturan OJK, sehingga dinilai rawan terhadap perlindungan bagi para nasabah. Saat ini marak tempat-tempat gadai yang biasa disebut 'gadai tunai' beroperasi di pinggir-pinggir jalan.

"Nanti kita ada pegadaian yang kita atur. Ke depan pegadaian-pegadaian yang di pojok jalan itu diatur, jangan pasang iklan pegadaian di tiang listrik, gadai tunai, di bawahnya sedot WC," ujar Firdaus dalam acara Insurance Outlook 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (19/11/2015).

Gadai resmi yang diakui OJK, saat ini hanya PT Pegadaian (Persero). Menurutnya, dalam usaha gadai harus ada standar yang sama. Firdaus menjelaskan skema pengaturan pegadaian pinggir jalan akan dilakukan dengan mengatur batas minimal kecukupan modal. Saat ini masih dibahas soal ketentuan batas modal minimum bagi usaha gadai tunai.

"Kita atur modal minimumnya. Belum bisa saya sebutkan, lagi kita bahas ini modalnya berapa buat pegadaian-pegadaian itu," katanya.  Keberadaan gadai tunai marak di kota-kota besar seperti Jakarta. Misalnya di kawasan Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Baru, Jakarta Pusat banyak layanan gadai tunai di kawasan ini.

Antam dan Inalum Akan Beli Saham Freeport

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan minatnya atas kepemilikan saham dari rencana divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI). Namun,‎ sayangnya sampai sekarang pihak PTFI belum menyampaikan nilai dari saham yang akan ditawarkan tersebut. ‎"Kita berminat, tapi si penjual belum memberikan harga. Tentu kita lihat harganya seberapa,‎" ungkap Rini di atas Kapal KM Kelud, Sabtu (21/11/2015)

Minat tersebut telah disampaikan secara resmi melalui surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa waktu lalu. Hanya saja sekarang menunggu kepastian dari pihak Freeport. "Kami dari BUMN sebagai badan usaha milik negara, di mana kami memiliki 9,26% dari Freeport menulis surat ke Kementerian ESDM dan Kemenkeu. Kami berminat kalau ada divestasi dari Freeport. Kalau dalam perjanjiannya 10 sekian persen. Karena kalau kita bisa membeli itu, berarti BUMN memiliki 20%. Jadi belum ada kabar lagi," paparnya.

Rini menyampaikan, Bahana Sekuritas memang telah dipersiapkan untuk menghitung valuasi dari saham Freeport yang didivestasikan.‎ Akan tetapi, nominal penawaran harus datang dari pihak Freeport. "‎Kita memang ada sendiri‎, tapi valuasi itu harus dari mereka sendiri. Bukan dari kita. Nggak bisa dikira-kira nilainya. Kita dengar dulu yang mau jual berapa harganya. Terus kita lihat, mampu apa nggak segini," kata Rini.

Dua BUMN yang disiapkan adalah PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Dari Inalum nantinya akan menggunakan dana kas perusahaan. Sementara Antam belum diketahui sumbernya, meski dimungkinkan berasal dari suntikan modal pemerintah. "Inalum sama Antam, dananya ada nanti kita lihat," sebutnya.

Freeport sendiri mengakui belum menawarkan saham yang akan dilepas sebanyak 10,64% dengan alasan masih menunggu mekanisme dan kepastian hukum yang jelas. Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan BUMN berminat untuk membeli saham PT Freeport Indonesia sebesar 10,64%. BUMN yang berminat yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam dan PT Inalum (Persero). Apakah pembelian saham Freeport ini bakal menguntungkan?

"Jangka panjang (menguntungkan)," kata Rini, di atas KM Kelud, Karimun Jawa, Jawa Tengah, Sabtu (21/11/2015). Rini menjelaskan, namun tentunya BUMN harus melihat berapa harga yang ditawarkan oleh Freeport, karena bila harganya terlalu tinggi maka bukan untung yang didapat melainkan buntung alias rugi yang didapat. "Tapi itu kan tergantung harga. Makanya kalau nanti kita lihat harganya terlalu tinggi, kalau tidak menguntungkan buat kita ya tidak kita lakukan. Ya kalau berminat kan tergantung berapa harganya," jelas Rini.

Terkait harga saham sendiri, kata Rini, masih menunggu berapa yang ditawarkan Freeport. Karena perhitungan valuasi saham yang ditawarkan merupakan wewenang perusahaan asal Amerika Serikat itu. BUMN atau pemerintah tidak bisa menentukan berapa nilai saham 10,64% Freeport.

"Kita memang ada sendiri (hitung-hitungan harga saham Freeport), tapi valuasi itu harus dari mereka sendiri, bukan dari kita. Nggak bisa dikira-kira. Kita dengar dulu yang mau jual berapa harganya, terus kita lihat mampu apa nggak segini. Iya memang dari dasarnya sudah begitu, tapi kita belum tahu harganya," tutup Rini.

7 Hambatan Bank Syariah Di Indonesia

Perbankan syariah tampaknya belum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari sisi pertumbuhan lini bisnisnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ada tujuh persoalan yang dihadapi perbankan syariah nasional untuk bertumbuh secara cepat. Direktur Perbankan Syariah, OJK, Dhani Gunawan Idhat mengatakan, ‎persoalan pertama yang dihadapi dan berdampak terhadap pengembangan perbankan syariah di Indonesia yaitu, belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah tersebut.

"Pemerintah harus turun tangan, di Malaysia misalnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak, bantuan riset, kemudian dana APBN-nya ditempatkan sebagian ke bank syariah," ujar Dhani dalam diskusi, di Rancamaya Hotel, Bogor, Sabtu (21/11/2015). ‎Ke Dua, lanjut Dhani, adalah persoalan terkait masih banyak perbankan syariah yang belum memiliki modal memadai. Dampaknya, kata dia, bank-bank syariah kesulitan mengembangkan usaha seperi membuka kantor-kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan pengembangan segmen layanan.

"OJK mencatat, dari 12 bank umum syariah (BUS) terdapat 10 BUS memiliki modal inti kurang dari Rp 2 triliun, dan belum ada BUS bermodal inti melebihi Rp 5 triliun.‎ Kapasitasnya masih terbatas, sehingga hukum alam, modal kecil jangan harap menjadi pemain besar," tutur Dhani.

Persoalan ke tiga, adalah struktur pendana perbankan syariah yang masih mengandalkan pembiayaan dari dana mahal. Artinya nilai pengembalian ke pada nasabah atau yang pada bank konvesional disebut sebagai bunga simpanan terhitung cukup tinggi. Dampaknya, bank syariah menjadi tak efisien karena harus menyediakan dana lebih besar untuk memberikan bagi hasil ke pada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Hal tersebut tercermin dari komposisi Cash and Saving accounts (CASA) belum seefisien bank konvensional.

"Ke empat, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat. Fitur bank syariah belum selengkap produk serupa bank konvensional," sambung dia. Persoalan Ke lima, adalah jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai serta teknologi informasi kurang mendukung pengembangan produk serta layanan.

Ia menilai, kualitas SDM dan teknologi informasi perbankan syariah secara umum masih di bawah kualitas yang dimiliki perbankan konvensional.  "Kemudian yang ke enam, yaitu pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah ke bank syariah. ‎Sedangkan ke tujuh, pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal," pungkas Dhani.‎

Kartel Beras Di Pasar Cipinang

‎Baru-baru ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir ada praktik bisnis tak sehat dalam rantai pasok beras di Jakarta. Hal ini terindikasi dari mulai sulitnya pasokan beras medium di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), serta harga beras medium yang berada di atas Rp 9.000/kg di tingkat pasar induk.

Berdasarkan penelusuran KPPU, pemasok beras di Jakarta sendiri dikuasai 6-7 pemasok besar. Kondisi ini membuat penetapan harga dan pasokan beras seperti di PIBC bisa dan dapat kendalikan. Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persatuan Pedagang Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso menepis ‎dugaan adanya kartel.  "Ada ratusan pedagang beras di Cipinang, rasanya tidak mungkin bisa kartel. Penggilingan dan pemasoknya juga ada banyak sekali," kata Sutarto.

Dia ‎menambahkan, kondisi pasar beras berbeda dengan gula, gandum, atau kedelai yang pemasoknya sangat terbatas di Indonesia. Dirinya sangsi ada kartel beras di Indonesia. "Beras itu berbeda dengan gula, gandum, atau kedelai yang bisa kartel," ucapnya. Sutarto juga mengoreksi pernyataan KPPU yang menyebut hanya ada sekitar 7 pemasok besar ke PIBC. Menurut perhitungannya, ada sekitar 30-an pedagang besar di PIBC, bukan 6-7 seperti dugaan KPPU. "Ada puluhan pedagang besar (di PIBC), bukan kurang dari 10," sebutnya.

Meski demikian, dia meminta pemerintah tetap waspada dan menjaga stabilitas harga beras dengan memperkuat peran Perum Bulog. "Pemerintah harus memperkuat Perum Bulog untuk menjaga stabilitas harga beras di dalam negeri," tandasnya. ‎Sebagai informasi, meski pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih terhitung normal karena di atas 3.000 ton per hari, namun harga beras kualitas III atau beras medium sudah melonjak hingga kisaran Rp 9.000/kg.

Pasokan beras medium ke PIBC memang merosot belakangan ini. Biasanya pasokan beras medium yang banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah mencapai 1.000‎ ton/hari, tapi saat ini tinggal 300-400 ton/hari, akibatnya harga melompat ke Rp 9.000-9.100/kg dari tingkat normal Rp 8.200-8.300/kg. ‎Sebagian besar beras yang masuk ke PIBC saat ini adalah beras kualitas II yang harganya Rp 9.300-9.400/kg dan beras kualitas I yang harganya Rp 9.500-9.600/kg. Anjloknya pasokan beras medium ini diduga KPPU akibat ulah kartel beras.

Pedagang beras di pasar tradisional Jakarta mengungkapkan harga beras medium (IR 64) masih terus merangkak naik, termasuk di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pengakuan pedagang, telah ada kenaikan harga beras sejak dua bulan terakhir meski secara perlahan.  Harga beras medium yang paling banyak dicari masyarakat yaitu jenis IR 64 di Pasar Minggu, Jumat (20/11/2015) harganya Rp 9.000-11.000/kg.  "IR 64 paling murah Rp 9.000/kg. Kalau paling mahal Rp 11.000/kg. Sudah nggak ada harga yang kepala delapan. Pandan wangi saja sudah Rp 12.800/kg," ungkap Mawarni, salah seorang pedagang beras di Pasar Minggu.

Mawarni menuturkan, kenaikan harga terjadi secara perlahan bertahap dimulai sejak dua bulan terakhir. "Naiknya ada kayaknya dari dua bulan lalu. Bulan lalu IR sedang harganya masih Rp 8.500/kg. Naik pelan-pelan jadi nggak terasa mungkin ya," katanya.  Meski harga beras naik, Mawarni belum menjumpai adanya operasi pasar beras oleh Perum Bulog. "Operasi pasar belum ada sampai sekarang, biasanya kalau harganya melonjak banget baru ada OP. Ini naik terus bertahap udah lama," imbuhnya

Di tengah terus naiknya harga, pemerintah mengambil keputusan impor beras untuk cadangan beras pemerintah. Adanya kabar beras impor rupanya belum berpengaruh ke tingkat pedagang pengecer di Pasar Minggu.  "Beras medium naik semua. Setara IR 64 itu kaya beras pera buat nasi goreng, beras pera IR 42 juga naik pelan-pelan. Beras Ramos, Muncul, Garut juga naik terus, nggak pernah turun. Beras Muncul sekarang Rp 11.200," jelasnya.

Mawarni yang biasa belanja beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) mengaku belum mendapat kabar adanya beras Vietnam yang diperdagangkan. "Belum ada yang jual beras Vietnam. Belum ada kabar. Dari Cipinang (Pasar Induk Beras Cipinang) belum ada yang nawarin juga," ungkap Mariani.

Sampai hari ini, Mawarni masih menjual beras dari Karawang, Garut, dan beberapa dari Jawa Tengah. Ia pun mengaku tidak kesulitan mendapat pasokan beras medium.  "Saya ambil dari pasar induk Cipinang. Kebanyakan beras Karawang, Garut, ada juga dari Jawa. Barang sih masih ada aja, saya terakhir belanja tadi pagi masih gampang carinya. Per hari biasa beli 15 karung masih ada berasnya," tambah Mariani.

Berikut harga beras setara IR 64, antara lain:
  • IR Sedang Rp 8.000/kg
  • Ramos setra Rp 10.000/kg
  • Sedang ramos Rp 9.800/kg
  • Pandan wangi super Rp 12.500/kg
  • Pulen wangi Rp 9.500/kg
  • Garut Rp 9.300/kg
  • Pulen Ramos Rp 9.000/kg
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal rata-rata harga beras nasional jenis medium, memang ada kenaikan harga tipis selama sebulan terakhir. Misalnya pada 21 Oktober 2015 harga beras medium rata-rata nasional Rp 10.437/kg, namun pada 20 November 2015 harganya mencapai Rp 10.550.

Berdasarkan pengakuan pedagang, pasokan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) masih normal, di atas 3.000 ton per hari. Namun harga beras kualitas III atau beras medium sudah melonjak hingga kisaran Rp 9.000/kg. Kenaikan harga ini karena pasokan beras medium seperti IR 64 berkurang ke pasar 2 bulan terakhir. Pasokan beras medium ke PIBC memang merosot, biasanya pasokan beras medium yang banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah mencapai 1.000‎ ton/hari, tapi saat ini tinggal 300-400 ton/hari, akibatnya harga melompat ke Rp 9.000-9.100/kg dari tingkat normal Rp 8.200-8.300/kg.

‎Sebagian besar beras yang masuk ke PIBC saat ini adalah beras kualitas II yang harganya Rp 9.300-9.400/kg dan beras kualitas I yang harganya Rp 9.500-9.600/kg. Ketua Umum Persatuan Pedagang Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso menjelaskan, melonjaknya pasokan beras premium dan merosotnya suplai beras medium tersebut merupakan dampak dari kualitas gabah pada musim kemarau.

Beras yang masuk ke pasar saat ini adalah hasil panen pada musim kemarau yang berlangsung sampai Oktober lalu. Ketika musim kemarau, penjemuran gabah tentu lebih sempurna dibanding saat musim hujan, kadar airnya menjadi sedikit sehingga kualitasnya bagus.‎ Dengan begitu, otomatis beras yang dihasilkan sebagian besar adalah kualitas II dan kualitas I.

"Beras yang dijual ke pasar sekarang ini kan hasil panen musim kemarau. Kalau musim kemarau, kualitas gabah tentu lebih bagus," ujar Sutarto yang juga Mantan Dirut Perum Bulog. Menurut Sutarto, penggilingan-penggilingan padi cenderung lebih memilih mengolah gabah-gabah yang bagus itu menjadi beras premium. Jika digiling menjadi beras medium, harga beras menjadi lebih rendah sehingga pendapatan yang diperoleh penggilingan lebih sedikit. "Penggilingan enggan menurunkan kualitas beras. Kalau bisa jual premium, ngapain jual kualitas medium," ucapnya.

Selain itu, berkurangnya pasokan beras medium juga dipengaruhi oleh siklus panen dan el nino. Produksi pada akhir tahun memang biasanya sedikit, apalagi ada el nino.  "Kalau kemarau panjang, tentu panen‎ tidak sebanyak biasanya," tutupnya. Sebelumnya, KPPU mensinyalir ada praktik bisnis tak sehat dalam rantai pasok beras di Jakarta. Hal ini terindikasi dari mulai sulitnya pasokan beras medium di Pasar Induk Cipinang (PIC), serta harga beras medium yang berada di atas Rp 9.000/kg di tingkat pasar induk.

Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, dari hasil penelusurannya, pemasok beras di Jakarta sendiri dikuasai 6-7 pemasok besar. Kondisi ini membuat penetapan harga dan pasokan beras seperti di PIC bisa dikendalikan. “Bukan mafia, saya sebut ada kemungkinan kartel di pasokan. Beras di Jakarta rata-rata dari Jawa Barat, sisanya dari Jawa Tengah. Bulog ini dengan pasokan berasnya di gudang ini hanya kuasai 20% saja, sisanya yang beras beredar ini dari 5-6 perusahaan itu sebesar 80%,” ujar Syarkawi.

Daftar 21 Perusahaan Masuk Daftar Hitam Kementerian Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memasukan 21 perusahaan dalam 'daftar hitam', berdasarkan Program Penilaian Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) tahun 2015. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian LHK Karliansyah mengatakan, Proper merupakan program unggulan Kementerian LHK bidang pengendalian pencemaran, kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan beracun berbahaya (B3).

"Proper bertujuan untuk mendorong perusahaan mencapai keunggulan lingkungan melalui penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, efisiensi energi, penurunan emisi dan gas rumah kaca, efisiensi air, 3R limbah B3, 3R sampah, keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat dan inovasi," jelasnya di Jakarta, Jumat (20/11). Pada tahun ini, kata Karliansyah, peserta Proper mencapai 2.137 perusahaan atau naik 12 persen dari tahun lalu. Dari jumlah tersebut, tingkat ketaatan perusahaan terhadap aturan lingkungan mencapai 74 persen atau naik 2 persen dari tahun lalu 72 persen.

Badan usaha yang mendapatkan peringkat 'Emas' sebanyak 12 perusahaan, peringkat 'Hijau' 108 perusahaan, 'Biru' 1.406 perusahaan, 'Merah' 529 perusahaan, 'Hitam' 21 perusahaan dan 61 perusahaan lainnya tidak diumumkan karena sedang proses penegakan hukum atau tidak beroperasi.

Menurut Karliansyah, dari 21 perusahaan yang memperoleh peringkat 'Hitam', terdiri dari tujuh rumah sakit, tiga pabrik pengolahan ikan dan masing-masing satu perusahaan bergerak di bidang perhotelan, pabrik karet, pabrik kertas, industri komponen otomotif, makanan dan minuman, pengecoran logam, pengolahan limbah B3, peralatan rumah tangga dan sawit.

"Perusahaan berperingkat 'Hitam' ini akan diserahkan penanganannya kepada Dirjen Penegakan Hukum Lingkungah Hidup dan Kehutanan," ucapnya. Karliansyah menambahkan, dari 21 perusahaan yang masuk kategori 'Hitam' pada tahun lalu, tiga perusahaan sudah taat dan diserahkan kembali kepada Sekretariat Proper untuk dinilai kembali. Sedangkan, satu perusahaan dilanjutkan ke penyidikan karena memenuhi unsur-unsur pidana.

Sementara itu, lanjutnya, sebanyak 15 perusahaan diserahkan kembali ke Sekretariat Proper untuk dilakukan pembinaan, satu perusahaan ditutup dan satu perusahaan belum dikunjungi. Saat ini, menurut Karliansyah, terdapat dua perusahaan, yang merupakan tindak lanjut peringkat 'Hitam' Proper, sedang disidangkan. Salah satunya merupakan temuan Proper dua tahun lalu dan satu lainnya temuan 2014.

Menurut dia, perusahaan yang masuk peringkat Emas akan memperolah penghargaan pada Malam Anugerah Lingkungan 2015 yang akan digelar Senin (23/11) pekan depan di Gedung Bidakara Jakarta yang rencananya dihadiri Wapres Jusuf Kalla. Pada gelaran Malam Anugerah Lingkungan 2015 tersebut juga akan diserahkan penghargaan Adipura kepada sejumlah kota, yang mana untuk tahun ini diberikan kepada 3 kota berupa Anugerah Adipura Kencana dan 65 kota Anugerah Adipura.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, kerugian negara secara materi dan imateril akibat kebakaran hutan dan lahan jauh lebih besar dari kasus korupsi. Dilansir dari data Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rata-rata menyidik 15 kasus korupsi selama periode 2010-2014. Kerugian negara dalam kurun waktu itu Rp1,1 triliun.

Selama semester I tahun 2015, KPK disebut menyidik 10 kasus korupsi dengan kerugian negara dan kasus suap Rp106,4 miliar. KPK berkontribusi sebesar 30 persen terhadap total kerugian negara kasus korupsi yang dibongkar aparat penegak hukum di seluruh Indonesia. Nilai kerugian negara dalam kasus korupsi yang disidik aparat penegak hukum rata-rata sekitar Rp2,7 triliun. Pada semester I tahun ini, kerugian negara dari kasus yang disidik aparat di seluruh Indonesia sebesar Rp1,2 triliun.

Seberapa besar kerugian negara akibat kebakaran hutan dan lahan? Bagaimana Kementerian LHK merespons kejahatan terhadap hutan dan lingkungan? Berikut petikan wawancara dengan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani:

Apa saja tantangan yang paling berat bagi Kementerian dalam menangani kebakaran hutan?
Pertama, dalam penegakan hukum. Tantangan yang kami hadapi sering kali soal pengumpulan data karena kesulitan akses mencapai lokasi. Wilayah kering dan jauh dari akses transportasi. Untuk beberapa lokasi, jaraknya bisa mencapai 8-10 jam jalan darat atau menyeberang dengan perahu. Kedua, kami sulit mendapat bukti terkait tindakan yang dilakukan pemilik perusahaan untuk mendapatkan bukti apakah kebakaran ini disengaja atau tidak. Ini tidak mudah. Ketiga, terkait dukungan ahli. Ahli yang bisa menjelaskan kepada hakim, membantu merekonstruksi penuntutan atau penyidikan kami. Kalau kami ingin tahu ini dibakar oleh siapa, ini yang harus dilakukan. Kalau tiipe kebakaran seperti ini berarti disengaja, jika seperti itu berarti tidak disengaja. Kami butuh ahli ini untuk membantu memperkuat bukti. Butuh ahli juga untuk menjelaskan dampak kesehatan dan lingkungan kepada masyarakat. Keempat, terkait hakim. Hakim kita mungkin tidak terbiasa menangani kasus seperti ini, karena sangat kompleks. Kasus ini butuh knowledge scientific yang kuat. Mungkin hakim tidak biasa. Kita perlu mendorong pemahaman hakim dalam menangani kasus pembakaran hutan dan lahan ini.

Seberapa sulit Kementerian menemukan hakim yang memahami kasus-kasus lingkungan, terutama kebakaran hutan?
Kami melihat tingkat kesulitan hakim sangat tinggi. Kami mendorong dan bekerja sama dengan MA (Mahkamah Agung) untuk meningkatkan kapasitas hakim, melalui sertifikasi hakim lingkungan. Jadi hakim itu agar mereka memahami isu lingkungan hidup dan kehutanan, maka harus dilatih dan diberi pendidikan pemahaman melalui sertifikasi hakim lingkungan. Jumlah hakim yang bersertifikat lingkungan saat ini mencapai 400 orang. Jumlahnya akan kami tambah. Di samping itu, MA juga akan memperkuat efektifitas penanganan hukum, sedang disiapkan sistem kodefikasi kasus lingkungan.

Bagaimana Anda melihat respons publik atas kasus kejahatan lingkungan seperti pembakaran hutan?
Kalau korupsi disebut extraordinary crime karena merugikan keuangan negara. Kasus lingkungan itu lebih luar biasa lagi, super extra ordinary crime. Kasus kebakaran hutan berapa banyak negara ruginya? Miliar hingga triliunan yang langsung. Lalu kerugian ekonomi kita, bandara tutup, penerbangan tertunda, anak-anak enggak bisa sekolah, kesehatan memburuk, dan udara buruk. Luar biasa sekali dampaknya. Kita harus memberikan pemahaman kepada para hakim, mereka harus punya nurani, harus memutuskan dengan adil seadil-adilnya.

Kejahatan lingkungan berdampak luar biasa, tetapi proses hukum atas kejahatan ini belum masif, tanggapan Anda?
Seharusnya ini merupakan kasus yang sangat menarik karena menyangkut masalah yang luar biasa. Menyangkut masa depan bangsa ini. Harusnya hakim melihat kondisi ini sebagai perjuangan yang harus ditekuni untuk kepentingan bangsa yang lebih luas. Media harus membantu kami untuk menyebarluaskan informasi bahwa dampak kasus lingkungan bisa lebih seksi dibanding korupsi. Korupsi hanya bicara kerugian negara, ini kerugian tak hanya negara. Bayangkan ada satu perusahaan yang kami tuntut, yaitu PT BMH (Bumi Mekar Hijau), kami tuntut Rp7,8 triliun. Ada tidak kasus korupsi sebesar itu? Kerugian negara besar sekali, bahkan belum dihitung dampak-dampak yang lain. Jadi menurut kami kasus LHK kasus yang sangat sangat seksi, tapi yang lain belum melihat itu. Penegakan hukum salah satu solusi untuk mencegah kebakaran hutan lagi.

Bagaimana komitmen pemerintah mengatasi kasus pidana kebakaran hutan?
Saya melihat ini satu perkembangan yang sangat menarik. Bayangkan berapa kali Bapak Presiden mengatakan penegakan hukum, penegakan hukum untuk kasus in. Bandingkan dengan kejadian lainnya, saat Menkopolhukam menyebutkan penegakan hukum, penegakan hukum. Lalu KemenLHK mengatakan hal yang sama, kepolisian mengatakan hal yang sama, dan kami lakukan penegakan hukum itu. Kami tak hanya berkata-kata. Kami melakukan yang kami ucapkan denga pembekuan dan sebagainya. Berbeda dengan tahun kemarin. Saat ini komitmen pemerintah untuk menunjukan bahwa negara hadir.

‘Berbeda dengan tahun kemarin’?
Jadi sebelumnya hanja melakukan penuntutan pidana dan gugatan perdata. Kalau sekarang kami lakukan sanksi administrasi juga. Kami melakukan semua instrumen ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku. Karena kalau hanya perdata dan pidana, proses hukumnya panjang sekali. Maka kami harus cari terobosan hukum dan Presiden mendukung. Maka itu kami gunakan sanksi administrasi.

Bagaimana koordinasi Kementerian dengan Kepolisian dan Kejaksaan yang juga mengusut pidana kejahatan lingkungan?
Hampir setiap minggu saya memimpin rapat koordinasi dengan polisi dan jaksa. Kami membagi mana yang diekrjakan polisi dan mana yang dikerjakan Kementerian agar tidak ada overlaping. Sejak awal pihak kejaksaan juga kami libatkan untuk bersama membangun berkas penuntutan sehingga waktu yang dibutuhkan jaksa untuk memeriksa berkas lebih pendek karena dari awal sudah terlibat.

Friday, November 20, 2015

Trade Expo Indonesia 2015 Bukukan Transaksi Rp 12 Triliun

Kementerian Perdagangan melaporkan total transaksi pada ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2015 mencapai US$ 909,31 juta atau setara dengan Rp 12,48 triliun. Angka tersebut anjlok hampir 36 persen dibandingkan dengan pencapaian pada helatan yang sama tahun lalu US$ 1,42 miliar.Dalam pameran perdagangan yang berlangsung selama lima hari (21-25 Oktober 2015) di Jakarta itu, nilai transaksi produk tercatat mencapai US$ 857,37 juta, naik sebesar 5,29 persen dibandingkan dengan realisasi tahun lalu US$ 814,3 juta. Sayangnya, transaksi jasa mengalami penuruan lebih dari 50 persen setelah hanya mencatatkan nilai transaksi US$ 51,94 juta.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag Nus Nuzulia Ishak mengakui perolehan nilai transaksi tahun ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu. Hal itu terjadi karena pameran kali ini tidak memfasilitasi transaksi investasi dan hanya sebatas penjajakan. Sementara pada pada ajang yang sama tahun lalu, transaksi investasi dimungkinkan dengan realisasi mencapai US$ 500 juta.

"Tahun lalu, pernah transaksi investasi pernah sekitar US$ 500 juta karena mereka (peserta) sebelumnya sudah banyak melakukan komunikasi dengan investornya," ujarnya dalam konferensi pers di Auditorium Utama Gedung Kemendag, Jakarta, Rabu (18/11). Kendati demikian, Nus mengklaim penyelenggaraan TEI tahun ini telah berhasil menembus pasar non tradisional ekspor Indonesia. Tercatat, para pembeli dari negara-negara nontradisional membukukan transaksi tertinggi selama acara berlangsung.

Kemendag merinci, transaksi pembeli asal Malaysia mencapai US$109,62 juta atau 12,78 persen dari total transaksi, diikuti oleh pembeli asal Uni Emirat Arab (UEA) sebesar US$86,24 juta atau 10,05 persen. Menyusul kemudian pembeli Afrika Selatan sebesar US$ 52,01 juta (6,06 persen), Turki US$44,93 juta (5,24 persen), dan Mesir US$42,76 juta (4,98 persen).

“Demikian juga di tahun 2016, kalau seandainya ekonominya sudah mulai recovery kita akan lebih banyak lagi untuk mendapatkan buyers,” ujarnya.Adapun produk yang paling banyak diminati adalah produk tekstil dan produk tekstl (TPT) dengan perolehan transaksi mencapai US$ 154,05 juta atau 17,96 persen dari total seluruh transaksi produk.

Setelah itu diikuti oleh produk furnitur yang menghasilkan transaksi sebesar US$ 116,26 juta (13,56 persen), makanan olahan sebesar US$ 107,99 juta (12,59 persen), kopi sebesar US$ 62 juta (7,23 persen), dan produk kimia sebesar US$ 46 juta (5,36 persen).

Dari sektor jasa, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat nilai transaksi terbesar di sektor plantation sebesar US$ 27,86 juta atau 53,82 persen dari total transaksi jasa. Diikuti jasa manufaktur sebesar US$ 12,43 juta (23,93 persen), jasa konstruksi US$ 10,50 juta (20,22 persen), pertanian dan perkebunan US$ 364,32 ribu (0,7 persen), serta hospitality US$ 350,16 ribu (0,67 persen).

BNP2TKI melaporkan peminat sektor jasa terbesar dari Malaysia dengan nilai transaksi sebesar US$ 50,62 juta atau 97,45 persen dari total transaksi jasa. Sisanya dibukukan oleh peminat dari Libya dengan nilai transaksi US$ 23,4 ribu, Irak US$ 194,4 ribu, Uni Emirate Arab US$ 171,6 ribu, dan Ethiopia US$ 115,2 ribu.

Pada gelaran TEI tahun ini diikuti sebanyak 1.046 peserta dan dikunjungi oleh 14.041 pengunjung asal mancanegara. Meskipun jumlah pengunjung turun dari tahun lalu yang mencapai 14.345 pengunjung, tapi jumlah asal negara pengunjung mengalami peningkatan menjadi 129 dari 125 pada TEI 2014. Kementerian Perdagangan kembali menggelar Trade Expo Indonesia yang menjadi ajang pameran perusahaan dengan produk ekspor terbaik dari sektor industri, pertambangan, pertanian, dan kerajinan. Pemerintah menargetkan nilai transaksi Trade Expo tahun ini naik 14 persen dari US$ 622 juta nilai transaksi pameran tahun lalu menjadi US$ 800 juta.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Nus Nuzulia Ishak menjelaskan optimisme naiknya nilai transaksi karena jumlah peserta pameran dan pembeli yang terdaftar meningkat. "Potential buyer yang mendaftar ada 14.220 pembeli dari 102 negara. Sementara tahun lalu hanya 9 ribu pembeli dari 100 negara," ujar Nus Nuzulia, Rabu (8/10).

Pameran yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran 8-12 Oktober 2014 itu selalu membuka kesempatan bagi produk terbaik Indonesia untuk masuk ke pasar internasional. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan begitu banyaknya jumlah pengunjung dan pembeli selama pameran berlangsung, membuktikan kualitas produk Indonesia mampu bersaing dan diterima oleh pasar internasional. Pasar Indonesia untuk kelas menengah terustumbuh, sehingga investasi di Indonesia naik dalam beberapa tahun terakhir. "Investasi Jepang dan korea naik 700 persen sejak 2010 sampai 2013. Sehingga produk-produk terbaik pun bermunculan tidak hanya dari perusahaan luar negeri tetapi juga luar negeri yang memenuhi standar ekspor," kata Lutfi.

Pemerintah Segera Tentukan Harga Eceran Obat Non Generik

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah mengatur harga eceren tertinggi (HET) semua produk obat yang beredar di pasaran. Hal ini dimaksudkan agar harga obat di Tanah Air lebih terjangkau. “Kalau hal ini diserahkan kepada pelaku usaha usaha tentu akan membuat harga yang keluar semaunya dia (pelaku usaha). Apalagi kalau dia (pelaku usaha) dalam membuat struktur harganya sangat tidak transparan,” tutur Komisioner KPPU Sukarni ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (19/11).

Sukarni menilai, adalah keputusan yang tepat jika pemerintah telah mengatur HET untuk produk obat generik. Namun sayangnya, pemerintah belum juga mengatur HET obat paten dan obat generik bermerek lantaran penetapan harga masih diserahkan pada mekanisme pasar. Tak ayal, Sukarni bilang penetapan harga jual akan menjadi bulan-bulan apotik, selaku agen, dalam menjual obat. Pasalnya, dia menemukan harga jual suatu obat bisa berbeda antara satu apotik dengan apotik yang lain.

“Padahal, harusnya tidak boleh terjadi penetapan harga jual kembali karena antara agen dengan supplier, mestinya, agen itu hanya menerima komisi bukan menentukan harga jual kembali,” ujarnya.

Agus Soetianto, Technical Officer Access and Delivery Partnership United Nations Development Programme (UNDP), mengungkapkan sejatinya formula harga obat ditentukan oleh sejumlah faktor. Di antaranya biaya produksi (harga manufaktur), tarif impor dan biaya terkait proses impor, margin keuntungan importir, margin keuntungan distributor, margin keuntungan pengecer, dan pajak.

“Permasalahannya adalah kita tidak pernah tahu berapa sebenarnya harga cost production dari manufacture sehingga dia (manufaktur) menentukan harga produk A ini dari awal adalah sekian rupiah. Itu susah itu,” kata Agus dalam “Public Hearing Industri Farmasi dalam Perspektif Persaingan Usaha” yang digelar oleh KPPU pada hari yang sama.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPPU menduga ada tindakan praktik tidak sehat (kartel) yang dilakukan perusahaan farmasi sehingga harga obat di Indonesia dinilai terlalu tinggi. Sampai saat ini, dugaan tersebut masih dalam tahap penyidikan.  "Kita menduga ada perilaku anti persaingan yang mengarah ke kartel yang menyebabkan harga obat itu menjadi tinggi. Khususnya, untuk jenis-jenis obat tertentu misalnya obat jantung, diabetes, cancer, dan cuci darah. Itu kan harganya masih tinggi banget," tutur Ketua KPPU Syarkawi Rauf.

Dokter Indonesia Berpotensi Jadi Agen Monopoli Penjualan Obat

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai dokter bisa menjadi agen praktik monopoli dalam pemasaran produk obat. Peluang itu muncul ketika dokter menuliskan resep obat tertentu untuk ditebus oleh pasien. “Saya katakan, istilah saya, monopoly by agent. Agent-nya itu dokter. Dokter berperan sebagai agent yang memonopoli,” ujar Komisioner KPPU Munrokhim Misanam ketika ditemui usai menghadiri “Public Hearing Industri Farmasi dalam Perspektif Persaingan Usaha” di Kantor KPPU, Jakarta, Kamis (19/11).

Munrokhim mengungkapkan selama ini apoteker memberikan obat sesuai resep dokter tanpa memberikan rekomendasi obat sejenis lain yang kemungkinan harganya lebih murah kepada pasien. Kondisi demikian, membuat pasien tidak memiliki pilihan atas produk obat yang dikonsumsi. Di sisi lain, sesuai Pasal 24 huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker bisa mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

“Berarti pharmacist bisa mengganti obat tanpa harus izin dokter asalkan pasien mau. Dalam praktiknya, berdasarkan pengamatan kami, hal itu (penggantian obat) hanya terjadi manakala obat yang diresepkan oleh dokter itu di apotek itu nggak ada,” ujarnya. Selanjutnya, KPPU akan melakukan pertemuan lanjutan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), asosiasi apoteker, serta pihak terkait lainnya untuk membahas kembali implementasi PP 51/2009. Dengan demikian, pasien tidak terkondisikan pada situasi pasar monopoli dan tetap memiliki pilihan atas obat yang akan dikonsumsi.

“Misalnya, diresepkan amoxicillin dengan tulisannya dokter, si pharmacist itu diminta atau diwajibkan untuk menginformasikan obat merek dagang lain yang isinya sama dengan begitu maka whatever the doctor prescribed namanya tapi keputusan tetap di tangan pasien berdasarkan atas bimbingan pharmacist,” ujarnya.

Di temui terpisah, Komisioner KPPU Sukarni mengungkapkan dokter bisa menjadi salah satu faktor mahalnya biaya obat yang harus dibayarkan seorang pasien. Hal itu terjadi ketika dokter merekomendasikan resep obat setelah sebelumnya melakukan kesepakatan dengan produsen obat terkait yang memiliki kekuatan untuk menentukan harga. “Selama ini sering muncul di permukaan itu adalah salah satu penyebab kemahalan adanya hubungan atau interaksi antara si dokter dengan pihak produsen. Itu kan banyak cara ya bagaimana mengikat dokter supaya membuat resep terhadap obat dengan merek-merek tertentu,” tutur Sukarni.

Hingga kini, KPPU masih melakukan pengawasan dan penyidikan terhadap mahalnya harga obat di dalam negeri. KPPU menduga ada tindakan praktik tidak sehat (kartel) yang dilakukan perusahaan farmasi sehingga masyarakat harus menanggung mahalnya harga obat di dalam negeri. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik bisnis yang tak sehat di industri farmasi nasional. Pasalnya, tingginya pertumbuhan bisnis obat dengan kapitalisasi industri farmasi yang cukup besar tidak dibarengi dengan kemudahan akses masyarakat terhadap obat murah dan pelayanan kesehatan.

Dalam keterangan tertulisnya, KPPU meramalkan jumlah penduduk Indonesia pada 2019 akan menembus angka 268 juta jiwa, meningkat lebih dari 6 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu 252,12 juta jiwa. Potensi pertumbuhan penduduk ini dinilai KPPU menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk berkembang, khususnya di bidang industri kesehatan.

Berdasarkan catatan KKPU, omzet yang dibukukan industri farmasi di Indonesia pada 2014 sebesar Rp 52 triliun. Angka tersebut diprediksi 11,8 persen pada tahun ini menjadi Rp 56 triliun. Sementara itu, obat-obatan dengan resep dokter berkontribusi sebesar 59 persen dan obat bebas atau generik sebesar 41 persen dari keseluruhan pasar.

Dari nilai kapitalisasi industri tersebut, perusahaan farmasi nasional menguasai pangsa pasar sebesar 70 persen dan 30 persen sisanya dikuasai oleh perusahaan farmasi asing. "Namun demikian perkembangan industri farmasi tersebut di atas ternyata tidak berbanding lurus dengan kemudahan akses masyarakat Indonesia terhadap obat murah dan pelayanan kesehatan yang terjangkau," tulis KPPU dalam rilisnya dikutip Kamis (19/11).  Terkait tingginya harga obat, secara khusus Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan KPPU untuk memeriksa alur jual beli obat di Indonesia.

Menindaklanjuti hal tersebut, KPPU akan menggelar rapat dengar pendapat dengan mengundang sejumlah instansi terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, World Health Organization (WHO) dan Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)

Bisnis Komponen Otomotif Nasional Mulai Gulung Tikar

Gabungan Industri Alat-Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mencatat tak kurang dari 10 produsen komponen otomotif gulung tikar menyusul lesunya penjualan kendaraan di Indonesia. Selain penjualan mobil dan motor, faktor yang dinilai turut menjadi katalis negatif terhadap bisnis komponen otomotif ialah adanya desakan perusahaan penyalur komponen atau Original Equipment Manufacturer (OEM) yang memaksa produsen komponen otomotif menekan harga jualnya demi menjaga profitabilitas perusahaan.

Berangkat dari hal itu, asosiasi produsen komponen pun menyesalkan sikap OEM yang memaksa pihaknya untuk mengurangi harga jual di tengah terpaan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dan meningkatnya upah minimum buruh. "Bayangkan saja, tahun ini (selain) menghadapi kenaikan UMR, kita juga merasakan pelemahan Dolar. Tapi tiba-tiba kita diminta untuk mengurangi harga bukan menaikkan harga. Ini kan dijepit dari atas bawah," ujar Ketua Umum GIAMM, Hamdhani Dzulkarnaen ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Kamis (19/11).

Mengacu pada penuturan Hamdani, saat ini terdapat beberapa OEM yang telah meminta GIAMM untuk menurunkan harga komponen lebih dari 10 persen di tengah kenaikan rerata ongkos produksi supplier komponen otomotif di Indonesia yang berada angka 20 persen. Dengan adanya paksaan itu, katanya banyak produsen harus memutar otak untuk tetap menjaga bertahan hidup. Satu caranya dengan menyeimbangkan penjualan bagi layanan purnajual (aftersales service), di mana saat ini porsinya berkisar 20 hingga 30 persen dari total penjualan komponen otomotif.

"Kalau mau diteliti lebih jauh mungkin bisa jadi ada 10 perusahaan yang sudah gulung tikar, tapi saya tidak tahu angka pastinya. Tapi untuk berpindah ke segmen after sales, (sepertinya) agak berat karena biasanya hanya komponen-komponen yang penggunaanya cepat (fast moving) seperti baterai atau filter yang prospek kedepannya bagus," tegas Hamdani.

Sebagai informasi, sampai dengan kuartal III 2015 angka penjualan mobil baru mencapai 760.017 unit, turun 15,24 persen dibanding tahun lalu sebedar 896.724 unit. Sementara di periode yang sama, penjualan sepeda motor juga melemah 20 persen dari 6.052.832 unit ke angka 4.821.191 unit.

Berangkat dari hal ini, Hamdani memaklumi mengenai desakan OEM yang sejatinya dilontarkan untuk menjaga kinerja keuangan perusahaan setelah penjualannya ke Agen Pemegang Merk (APM). Akan tetapi ia meminta perusahaan OEM lebih bijak dalam menentukan harga komponen otomotif. Ini lantaran jajarannya memprediksi angka produksi komponen kendaraan roda dua akan turun 20 persen, sedangkan roda empat turun 25 persen dibanding tahun lalu.

"Kami sadar apa yang mereka lakukan adalah untuk menjaga profitabilitas, tapi kalau kondisi susah ya sama-sama susah lah, jangan kondisi susah, mereka (OEM) masih senang-senang kita yang malah diperas," tandasnya. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) meminta pemerintah segera mengurangi Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPNBM), khususnya terhadap mobil sedan sebesar 30 persen untuk meningkatkan pembelian mobil sedan di dalam negeri.

Desakan untuk menurunkan PPNBM juga dimaksudkan demi menarik minat prinsipal otomotif guna memproduksi mobil sedan di Indonesia. Sekretaris Jenderal Gaikindo, Noergadjito mengatakan jika produksi mobil sedan meningkat, maka Indonesia berkesempatan mengekspor mobil sedan selain Multi Purpose Vehicle (MPV). "Kita memang mau memperbesar penjualan mobil sedan di dalam negeri agar menarik prinsipal untuk produksi sedan di sini. Kalau produksi sedan banyak, maka ada kesempatan ekspor lebih besar, karena permintaan pasar luar negeri saat ini adalah jenis sedan dibanding MPV," jelasnya di Jakarta, Kamis (19/11).

Noergadjito menambahkan, saat ini Indonesia lebih banyak mengekspor MPV dimana pangsa pasarnya lebih sedikit dibanding mobil sedan. Padahal mobil sedan merupakan produk yang lebih banyak diterima oleh pasar luar negeri secara umum.Mengutip data Gaikindo hingga kuartal III, ekspor mobil (completely build-up unit/CBU) tercatat mencapai 163.828 unit. Dari angka tersebut, sebagian besar merupakan jenis mobil MPV yang ditujukan bagi Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Amerika Latin.

"Dan upaya memperbesar porsi penjualan sedan di Indonesia ini juga sesuai dengan keinginan pemerintah, dari kemarin mereka bilang seperti itu. Namun sayangnya kebijakan PPNBM tak mendukung. Angka 30 persen itu bikin malas orang beli sedan," jelasnya. Noergadjito menilai, adanya fakta tersebut sangat dipengaruhi oleh pengenaan PPNBM yang dikenakan terhadap mobil MPV yang hanya sebesar 10 persen. Apalagi, tambahnya, masyarakat Indonesia senang menggunakan MPV karena kegunaannya banyak.

Sebagai gambaran, saat ini sebanyak 54,6 persen penjualan mobil dalam negeri hingga kuartal III dikuasai oleh pasar MPV dan Sport Utility Vehicle (SUV). Sedangkan penjualan mobil sedan hanya mengambil porsi 1,9 persen dari penjualan tersebut. "Kami sudah meminta kepada Kementerian Perindustrian untuk mengkaji penurunan PPNBM tersebut, katanya sekarang sedang dibahas di Kementerian Keuangan. Kami harap sih secepatnya agar ada insentif untuk pembelian mobil jenis itu," katanya.

Noergadjito meyakini, jika nanti Indonesia sudah bisa mengekspor mobil sedan maka diharapkan Indonesia bisa merebut pasar yang selama ini dikuasai Thailand. Sebagai informasi, produksi mobil Thailand tahun 2014 menurut Asean Automotive Federation (AAF) sebesar 1,88 juta unit dimana sebanyak 1 juta unit, atau 55,5 persen digunakan bagi pangsa ekspor yang kebanyakan jenis sedan dan SUV.

Sedangkan pada tahun yang sama, produksi mobil Indonesia sebesar 1,29 juta unit dimana 1,22 juta unit ditujukan bagi pasar domestik. Dengan kata lain, Indonesia hanya menyisihkan 5,4 persen untuk pasar ekspor. "Kini terserah pemerintah, kalau mau perbesar ekspor ya kurangi PPNBM," terangnya. Sebagai informasi, hingga akhir tahun nanti Gaikindo berharap bisa menjual 950 ribu hingga 1 juta unit mobil setelah merevisi targetnya dua kali dari 1,2 juta dan 1,1 juta.

Data Gaikindo menunjukkan adanya penjualan mobil sebanyak 760.017 unit pada Januari hingga September tahun ini. Angka tersebut menurun sebesar 15,24 persen apabila dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar 896.724 unit.

BI Pertahankan Suku Bunga BI Rate

Di tengah derasnya kritik lantaran belum juga menurunkan suku bunga acuan, sejumlah dukungan terhadap kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan BI Rate pun terus mengalir. Ekonom Senior Kenta Institute, Eric Sugandi menegaskan, dengan tidakpastinya kondisi ekonomi global menyusul rencana penaikan Suku Bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed Rate, adalah langkah yang tepat jika BI mempertahankan BI Rate di level 7,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility di angka 5,5 persen dan Lending Facility tetap di 8 persen.

“Dampak negatif penurunan BI rate yang prematur akan terasa terhadap Rupiah dan akan lebih besar (negatifnya) daripada manfaatnya. Jadi ini langkah yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya saat dihubungi. Eric berpandangan, dengan semakin tingginya tingkat ketidakpastian di pasar keuangan global BI harus tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter. Kalau pun BI berencana menurunkan BI rate, katanya momentum yang paling tepat adalah sebelum kenaikan The Fed Rate.

Hal ini juga mengacu pada posisi cadangan devisa negara yang terbilang masih cukup aman walau pun sempat turun per Oktober 2015. “Intervensi yang dilakukan BI masih terukur untuk memperkecil volalitas rupiah dengan melihat pengaruh faktor global dan bukan untuk menahan rupiah di level tertentu secara habis-habisan,” kata dia.

Hal senada juga di utarakan oleh Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra. Aldian pun mengapresiasi keputusan BI untuk tetap mempertahankan suku bunganya. “Saya rasa sudah benar BI tidak terburu-buru emoting bunga dan pemerintah harus terus melakukan reformasi struktural dan mempercepat belanja,” tutur Aldian. Lebih lanjut Eric Sugandi mengatakan, BI bisa menggunakan USD Time Deposit dan FX swap untuk menambah cadangan cadangan devisa dari sumber non-neraca pembayaran atau non balance of payments. Ini dilakukan dengan menarik USD dari sistem perbankan domestik.

Pun BI juga masih memiliki second line defense dalam bentuk fasilitas swap dari Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Adanya kenaikan suku bunga AS secara berkala oleh the Fed yang kemungkinan naik 35bps per kuartal karena dimaksudkan untuk memulihkan ekonomi AS agar tidak terganggu dengan kenaikan suku bunga yang drastis.

“Kenaikan gradual justru baik, persoalannya adalah waktu kenaikan yang pertama, jika terlalu cepat akan mengganggu ekonomi global karena banyak mata uang negara emerging markets yang rentan terhadap capital outflows jika para pelaku pasar finansial dan investor portofolio global salah mengantisipasi timing kenaikan suku bunga AS yang pertama,” jelasnya.

Eric menjelaskan kenaikan gradual suku bunga AS berdampak baik bagi perekonomian AS juga dunia. Kenaikan suku bunga AS yang pertama yang menjadi persoalan karena saat ini banyak mata uang negara yang rentan terhadap capital outflows jika para pelaku pasar terlambat mengantisipasi waktu kenaikan suku bunga yang pertama.

Terkait kemungkinan kenaikan gradual suku bunga AS, Aldian mengatakan jika kenaikan itu sesuai dengan tren perbaikan di AS maka masih akan baik-baik saja. “Selama kenaikan dapat dijustifikasi atau sesuai dengan tren perbaikan di AS, saya rasa masih manageable, mungkin untuk Indonesia yang juga harus diperhatikan adalah ekonomi China,” ucapnya.

10 Tuntuan Buruh Agar Dapat Hidup Layak Seperti Manusia

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menjadi salah satu elemen yang bergabung dalam demonstrasi buruh di Jakarta, Selasa (1/9). Presiden KSPI Said Iqbal memperkirakan 30 ribu buruh dari kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan turun ke jalan hari ini.

Menurut Said, memburuknya kondisi ekonomi global yang berdampak langsung pada perekonomian nasional menjadi keprihatinan buruh, sebab melemahnya Rupiah berakibat pada meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja karyawan demi mengurangi biaya operasional perusahaan agar tak bangkrut. KSPI berharap pemerintah mengeluarkan regulasi untuk melindungi buruh dan perusahaan dari tekanan ekonomi dunia yang tak stabil, misalnya dengan menurunkan tarif listrik bagi pabrik-pabrik.

Berikut 10 tuntutan KSPI kepada pemerintah. Apabila kesepuluh tuntutan ini diabaikan, ujar Said, KSPI mengancam bakal melakukan aksi mogok nasional di seluruh Indonesia.

  1. Turunkan harga barang sembilan bahan pokok dan bahan bakar minyak.
  2. Tolak ancaman pemutusan hubungan kerja terhadap buruh akibat melemahnya nilai Rupiah dan perlambatan ekonomi, sehingga perlu ada insentif bagi pekerja yang terancam PHK.
  3. Tolak masuknya tenaga kerja asing dan tolak dihapuskannya kewajiban berbahasa Indonesia bagi pekerja asing itu.
  4. Naikkan upah minimum 22 persen pada 2016 untuk menjaga daya beli buruh, dan tolak Rancangan Peraturan Pemerintah Pengupahan yang hanya berbasis inflasi plus dan Produk Domestik Bruto serta Revisi Kebutuhan Hidup Layak dari 60 item menjadi 84 item.
  5. Revisi PP Jaminan Pensiun, yaitu manfaat pensiun bagi buruh sama dengan Pegawai Negara Sipil, bukan Rp300 ribu per bulan.
  6. Perbaiki layanan program Jaminan Kesehatan, hapus sistem INA CBGs (Indonesia Case Base Groups) –aplikasi rumah sakit untuk mengajukan klaim kepada pemerintah, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan, tolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, tambah dana PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari APBN menjadi Rp30 triliun, dan menuntut provider RS atau klinik di luar BPJS bisa digunakan untuk COB (coordination of benefit).
  7. Bubarkan pengadilan buruh dan revisi total Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tahun ini juga.
  8. Angkat para pekerja outsourcing, terutama di BUMN, karena BUMN kini menjadi raja oustourcing. Serta pecahkan permasalahan guru honor yang tidak mempunyai hubungan jelas dengan upah hanya sekitar Rp100 ribu-300 ribu.
  9. Penjarakan Presiden Direktur PT. Mandom Indonesia Tbk karena telah lalai sehingga menyebabkan meninggalnya 27 orang dan 31 lainnya terancam PHK. Selain itu, kriminalisasi terhadap aktivis buruh juga kerap terjadi di mana banyak aktivis dipenjarakan. Di satu sisi ketika perusahaan salah, Kepolisian lambat sekali menindak. Juga copot Menteri Ketenagakerjaan karena tidak berbuat apapun dalam kasus yang melibatkan buruh. 
  10. Hapuskan perbudakan modern dengan mengesakan Rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Aksi unjuk rasa buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Upah (KAU) bersiap mengepung Istana Presiden pada Jumat (30/10) untuk menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015. Protes buruh terhadap PP Pengupahan bukan hanya pada isinya, tetapi pada proses penetapannya yang tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi kaum buruh," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (29/10).

Iqbal mengatakan PP Pengupahan yang baru saja disahkan merupakan bencana besar bagi buruh Indonesia.  Pendapatan buruh Indonesia yang saat ini hanya Rp1,1 juta hingga Rp2,9 juta, akan semakin tertinggal dari negara-negara lain seperti Filipina, Thailand dan Tiongkok yang telah mencapai Rp4 juta. Iqbal menilai PP Pengupahan yang sengaja diterbitkan beberapa hari menjelang penetapan upah minimum dan menjadi bagian dari paket kebijakan ekonomi IV adalah untuk membatasi kenaikan upah minimum sesuai harapan pengusaha.

"PP Pengupahan juga mereduksi peran dan partisipasi serikat buruh dalam penetapan upah minimum, karena sudah di tetapkan melalui formula pasti dan menapikan rekomendasi dari serikat buruh," ujar Iqbal. Dengan adanya PP Pengupahan, Iqbal mengatakan penetapan upah minimum oleh kepala daerah tidak lagi akan menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai acuan utama sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2015 tentang Ketenagakerjaan.

Selain menggunakan survei KHL, penetapan upah minimum sebelumnya juga mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan produktivitas. Namun, PP Pengupahan hanya mengatur kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja.

"Pemerintah seharusnya merespon keinginan buruh untuk merevisi KHL. Namun, bukannya merevisi KHL, pemerintah malah menghilangkan komponen KHL dalam formula penetapan kenaikan upah minimum. Bila hanya berdasar angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi saja, kenaikan upah tidak akan lebih dari 11 persen," kata Iqbal.

Karena itu, Iqbal mengatakan gerakan buruh yang tergabung dalam KAU akan melakukan aksi nasional bertahan di Istana Presiden hingga tuntutannya dipenuhi. Aksi juga akan dilakukan di daerah, termasuk pemogokan pada 2 hingga 10 November 2015 dan konvoi Nusa Tenggara Barat/Bali hingga Jawa dan long march Bandung-Jakarta. Mogok nasional akan dilakukan pada 18 hingga 20 November yang akan melumpuhkan kawasan-kawasan industri, pelabuhan, jalan tol dan bandara.

Apindo Ancam Perkarakan Aksi Mogok Buruh Pekan Depan Karena Ganggu Hak Hak Perusahaan

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyerukan aksi mogok nasional selama tiga hari pada 24 hingga 27 November 2015 sebagai bentuk protes atas Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menanggapi seruan tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengancam akan memperkarakan secara pidana maupun perdata aksi mogok buruh itu.

Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani mengaku telah menerima seruan mogok KSPI tersebut. Ia menilai perbuatan tersebut bisa sangat merugikan operasional perusahaan dan sudah menyalahi kegiatan mogok kerja yang diatur dalam perundangan. Mengacu pada pasal 137 UU Nomor 13 Tahun 2003, Hariyadi mengatakan mogok kerja bisa dilakukan jika hak dasar pekerja atau buruh dan serikat dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Ia menilai, selama ini belum ada perundingan antara buruh dan pemilik perusahaan terkait aksi yang akan dilakukan ini.

"Bahkan kami dengar tujuannya adalah untuk melumpuhkan kegiatan operasional kami. Apabila rencana itu tetap dilaksanakan dan kami dirugikan, maka kami tetap akan melakukan tuntutan baik pidana maupun perdata karena ini sudah menggangu aktifitas kegiatan perusahaan," tuturnya di Jakarta, Jumat (20/11). Anak dari pendiri Grup Sahid itu mengatakan, Apindo telah menghimbau seluruh pekerja di perusahaan maupun asosiasi di bawah naungan Apindo untuk tidak ikut serta turun ke jalan mendukung aksi mogok nasional. Pasalnya, rencana aksi tersebut bakal mengganggu hak-hak perusahaan dalam menjalankan roda usaha.

"Kami meminta ke seluruh perusahaan untuk tidak mengijinkan karyawan untuk melakukan mogok kerja karena telah melanggar Undang-Undang. Kalau memang masalahnya adalah formulasi upah buruh, coba sampaikan ke pemerintah dan jangan ganggu produksi kami," jelasnya.

Ia menambahkan, serikat pekerja seharusnya bisa memahami kalau formulasi pengupahan yang tercantum di peraturan tersebut merupakan solusi yang baik bagi perusahaan dan pekerja (win-win solution) dalam menghadapi kondisi yang dialami oleh perusahaan pada saat ini. Apalagi, lanjutnya, perusahaan juga ikut dibebani oleh jaminan pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebesar 3 persen.

"Kadang pekerja itu maunya tidak make sense. Padahal dengan formulasi upah sekarang itu bisa memberikan kepastian terhadap pelaku usaha dan investasi," katanya. Pada pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 disebutkan, formulasi upah minimum memasukkan variabel upah sebelumnya, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara penentuan upah minimum sebelumnya hanya menggunakan variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Peneliti Bidang Ketenagakerjaan Pusat Penelitian dan Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Triyono menilai kebijakan pengupahan yang terwujud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 berdampak negatif pada kondisi ketenagakerjaan.  Kebijakan tersebut dinilai akan menguntungkan daerah yang gerakan buruhnya lemah. Triyono mengatakan, dengan adanya penetapan PP ini buruh tidak harus bernegosiasi dan melakukan demonstrasi untuk menunggu kenaikan upah.

Apalagi, upah minimum provinsi di beberapa daerah masih di bawah angka komponen hidup layak atau KHL. Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan masih ada delapan provinsi yang menetapkan UMP di bawah KHL.

Penyesuaian kebijakan ketenagakerjaan yang tidak transparan dan tanpa dialog, menurutnya, memunculkan penolakan PP Pengupahan melalui demo buruh.  Perumusan PP Pengupahan Dinilai Tidak Transparan al ini berdampak pada hubungan industrial yang tidak harmonis sehingga mengganggu iklim ketenagakerjaan yang tidak produktif dan kesempatan kerja.

"Padahal kita dihadapkan pada realitas adanya peluang bonus demografi dan pentingnya penciptaan kesempatan kerja yang layak," kata Triyono di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa (3/11). Peneliti Pusat Analisis Sosial AK3, Indrasari Tjandraningsih menyatakan ada kerancuan dalam pemahaman mengenai upah dan kesejahteraan. Menurutnya upah minimum bukan untuk menyejahterakan buruh, melainkan untuk menahan agar buruh tidak jatuh ke bawah garis kemiskinan.

"Upah minimum adalah upah untuk jaring pengaman secara teoritis maupun normatif. Pengertian ini yang sering rancu oleh buruh maupun pemerintah sendiri," kata Indrasari.Dia menjelaskan, jika berbicara upah tanpa minimum maka hal itu menyangkut kesejahteraan. Di dalamnya membahas soal harga tenaga kerja yang patut dibayar. "Itu harus dirundingkan oleh pekerja dan pengusaha dalam sebuah unit usaha," ujarnya.

Sedangkan, jika bicara upah minimum, maka sebenarnya peran negara hadir di dalamnya. Menurutnya, upah minimum adalah kewajiban negara bagi warga negaranya yang bekerja agar dia tidak diperlakukan secara semena-mena oleh pemberi kerja atau pengusaha. Hal ini erat kaitannya dengan pengangguran di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik Februari 2015 menyebutkan, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,45 juta.

"Kita kelebihan tenaga kerja, antara ketersediaan kesempatan kerja dan ketersediaan pencari kerja sangat timpang. Di situlah negara hadir agar mereka yang berebut mencari kerja tidak tereksploitasi atau dibayar semena-mena," kata Indrasari. Triyono berpendapat, keberadaan PP Pengupahan ini bisa menjadi jalan tengah agar perusahaan tetap berjalan, lapangan kerja bisa tercipta, investasi meningkat, dan buruh terlindungi.

"Formula yang diajukan pemerintah bisa dikatakan jalan tengah, karena kita melihat permasalahan bukan hanya dari dua sisi, pengusaha dan buruh, tapi juga pencari kerja. Kalau cuma dua sisi, pencari kerja mau dikemanakan kesempatannya," kata Triyono. Namun di sisi lain juga menimbulkan hal negatif karena penetapan PP ini justru kontraproduktif, tidak sejalan dengan semangat dialog antara buruh, pengusaha, dan pemerintah.

Pegiat Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Pratiwi Febry menilai proses pembuatan PP ini tidak partisipatif dan tertutup bagi publik.  "PP Pengupahan jelas tidak tepat karena dari sisi formil saja prosesnya sudah cacat," kata Pratiwi. Terkait formula, dia sepakat dengan Triyono yang menyebut ini sebagai jalan tengah. Namun menurutnya, formula yang diatur dalam PP pengupahan adalah formula penetapan upah minimum.

Jaringan pengaman ini adalah tanggung jawab negara, sedangkan penentuan upah adalah negosiasi antara pekerja dengan pengusaha. "Diskursus yang harus dibangun ke depan, bagaimana pemerintah menetapkan upah dengan melibatkan pemerintah daerah," katanya.

Wednesday, November 11, 2015

Sri Rejeki Isman Tbk Alami Pertumbuhan Penjualan Sebesar 27 Persen

Ekonomi Indonesia bisa dibilang masih lesu. Saat banyak perusahaan kinerjanya turun, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex justru masih bisa tumbuh. Pelemahan ekonomi China rupanya membawa dampak positif ke kinerja penjahit merek Zara dan Uniqlo ini. Pemilik mereka internasional mulai mengalihkan permintaannya dari China, ke negara-negara lain seperti Indonesia.

"China sekarang bukan kompetitor lagi, malah sekarang jadi pasar. Ini terjadi karena ada perubahan ekonomi di China, banyak pelanggan-pelanggan Sritex mulai alihkan pesanan mereka dari China," kata Presiden Direktur Sritex Iwan Setiawan di acara Investor Summit 2015, di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (11/11/2015).

Selain pelemahan ekonomi, kenaikan upah minimum pekerja di China membuat produk tekstil Sritex saat ini lebih kompetitif dibanding tekstil asal Negeri Tirai Bambu tersebut. "Sekarang orang muda jarang mau kerja di pabrik kaya tekstil. Mereka lagi susah dapat tenaga kerja, dampaknya upah pekerja mahal, sementara di pabrik di Sukoharjo upah minimum Rp 1,2 juta per bulan," jelas Iwan.

Iwan menyebut, memburuknya kondisi industri tekstil di China berkontribusi membantu pendapatan perseroan. Saat ini, penjualan kotor perusahaan di kuartal ketiga tahun ini mencapai US$ 475 juta. Angka ini meningkat 13,4% dibanding periode yang sama tahun 2014. "Laba bersih juga tercatat sebesar US$ 38 juta, atau meningkat 27% dari kuartal III tahun lalu. Dan kita menargetkan pertumbuhan 7-15% dibanding tahun lalu, kami optimis target tersebut tercapai, karena permintaan dari pelanggan sangat kuat atas produk kami," ujar Irwan.

"China punya pangsa pasar 31% tekstil dunia, Indonesia hanya 3%. Tapi China ini terus menurun, ini kesempatan kita perluas pasar," katanya. Irwan mengungkapkan, saat ini total produksi dalam setahun untuk benang sebesar 566.000 bales, penenunan sebesar 120 juta meter, kain jadi sebanyak 120 juta yard, dan garmen sebesar 17 juta potong. PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex membuka rekening efek bagi 10.000 karyawannya. Para karyawan ini nanti akan diberi bonus saham perusahaan.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad melaporkan aksi korporasi tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hadir di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk merayakan ulang tahun pasar modal ke-38. "Kami juga ingin melaporkan inisiatif Sritex yang akan melaksanakan kegiatan pembukaan rekening efek bagi 10.000 karyawannya sebagai tanda apresiasi perusahaan bagi mereka," kata Muliaman di BEI, SCBD Jakarta Selatan, Senin (10/8/2015).

Muliaman ingin pembukaan rekening efek untuk karyawan ini bisa menjadi salah satu inisiatif penting yang perlu terus disosialisasikan kepada emiten-emiten di BEI untuk mendorong para karyawannya menjadi investor aktif di pasar modal.  "Kegiatan tersebut merupakan komitmen Sritex untuk mendukung perkembangan pasar modal, khususnya meningkatkan jumlah investor lokal. Mudah-mudahan hal ini akan diikuti oleh emiten lain," ujarnya.

Sementara Presiden Direktur Sritex, Iwan Setiawan, mengatakan saat ini para karyawan perusahaan penjahit pakaian merek Zara dan Uniqlo itu baru membuka rekening saja. Namun, tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan saham bonus dari perusahaan. "Itu pembukaan saja biar bisa investasi, tapi kalau nanti ada program Sritex atau corporate action bisa dapat bonus saham," jelas Iwan.

Alam Sutera Lego Tanah Rp 2,9 Triliun Untuk Penuhi Target Sales Tahun Ini

Pengembang properti, PT Alam Sutera Realty Tbk berencana menjual lahan guna mengejar target pendapatan pra-penjualan (marketing sales) pada tahun ini yang dipatok di level Rp 4,5 triliun. Corporate Finance and Investor Relations Division Head Alam Sutera Vincent Sjahbana mengakui sampai saat ini realisasi marketing sales perseroan masih sangat minim. “Memang kami masih mau jual lahan. Ada 13 hektare yang mau kami jual. Kalau jadi bisa senilai Rp 2,9 triliun,” jelasnya dalam Invesor Summit di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (10/11).

Alam Sutera mematok target marketing sales pada tahun ini Rp 4,5 triliun. Namun, dalam realisasinya hingga akhir September 2015, perseroan baru mengantongi sebanyak Rp 1,46 triliun.Hingga September 2015, porsi marketing sales perseroan didominasi dari proyek residensial sebesar 42 persen, komersial sebanyak 37 persen, apartemen 17 persen, dan gedung perkantoran sebanyak 4 persen.

Vincent menjelaskan, saat ini Alam Sutera memiliki cadangan lahan kotor (gross landbank) seluas 186 hektare. Ia mengungkapkan, ada beberapa perusahaan yang tertarik membeli lahan perseroan. “Yang mau beli ada developer asing dan lokal. Semuanya lahan kosong,” ungkapnya. Selain itu, lanjutnya, perseroan juga berencana menggarap 20 hektare untuk pengembangan Superblok. Perseroan telah meneken Nota Kesepahaman (MoU) untuk membentuk Joint Venturedan bersama–sama mengembangkan lahan seluas 20 hektare di Alam Sutera yang meliputiInternational Exhibition and Congress Center.

Alam Sutera juga telah meneken Nota Kesepahaman (MoU) untuk membentuk Joint Venture dan bersama–sama mengembangkan lahan seluas 300 hektare di Suvarna Sutera, Pasar Kemis, Tangerang yang merupakan themepark berskala besar.

Vincent menambahkan, Alam Sutera saat ini tengah berfokus untuk menekan jumlah utang perseroan, khususnya utang obligasi dolar Amerika Serikat (AS) senilai US$ 460 juta. Ia mengatakan, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk melakukan pembayaran lebih cepat dari waktunya (call) untuk sisa obligasi dolar AS pada 2017.

“Perseroan berencana menurunkan rasio utang terhadap ekuitas melalui peningkatan posisi kas dengan mengurangi pengeluaran modal dan mempercepat monetisasi aset,” jelasnya. Dari sisi manajemen risiko, perseroan telah melakukan aktivitas lindung nilai terhadap utang obligasi (hingga Rp 14.500).  Pada September 2015, lanjut Vincent, perusahaan menambah total lindung nilai (hedging) sebesar US$ 30 juta.

“Perusahaan juga memliki perjanjian pinjaman konstruksi (construction loan agreement) dengan Bank Hana di bulan Juli 2015 sebanyak Rp 500 miliar. Total pinjaman yang sudah dicairkan per 30 Oktober 2015 adalah Rp 208 miliar,” jelasnya. Sementara pada Oktober 2015, Vincent mengaku telah menambah pinjaman dari Bank ICBC Indonesia sebesar Rp 790 miliar. Per 31 Oktober 2015, manajemen telah menarik pinjaman sebesar Rp 507 miliar dari fasilitas tersebut.

Sido Muncul Garap Pasar Ekspor Demi Pertahankan Angka Penjualan

PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk berencana meningkatkan penjualan produk ekspornya ke angka 10 persen pada 2016. Direktur Keuangan Sido Muncul Venancia Sri Indrijati mengatakan, peningkatan ekspor sendiri dilakukan guna menggenjot pertumbuhan pendapatan perseroan menyusul stagnannya total penjualan produk di pasar domestik yang diproyeksikan hanya tumbuh 3 hingga 4 persen di tahun depan.

"Kami berencana untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor, tapi sepertinya tidak akan membuka pasar baru karena membutuhkan perizinan dan pendaftaran produk baru lagi. Jadi kita akan lebih intensif garap pasar ekspor yang telah ada," jelas Venancia di Jakarta, Selasa (10/11). Venancia mengatakan, saat ini beberapa produk Sido Muncul telah menyasar pasar ekspor yang meliputi Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong, dan benua Afrika khususnya Nigeria. Ia menambahkan untuk memperbesar penjualan ke negara-negara tadi, pihaknya akan menjual langsung produk-produk yang dihasilkan tanpa melalui perantara.

"Kami harapkan bisa jual langsung produk-produk kami tanpa harus melalui distributor lagi, sehingga dengan cara demikian kita bisa perbesar porsi ekspor," terangnya. Dengan adanya upaya optimasi tadi, Venancia bilang perseroan optimistis kontribusi penjualan produk ke luar negeri bisa meningkat dari posisi 2,5 persen ke angka 5 persen dan 10 persen pada tahun depan.

Seperti diketahui, dari total penjualan Sido Muncul hingga kuartal III Rp 1,65 triliun, sekitar Rp 41,25 miliar diantaranya di dapat dari hasil penjualan produk perusahaan ke luar negeri. Ia menuturkan, di samping mengembangkan pasar ekspor perseroan juga akan tetap berfokus menjangkau penjualan produknya hingga Indonesia Timur.

Vencancia menambahkan, penjualan produk-produk herbal akan diutamakan di Indonesia Timur mengingat produk tersebut adalah penyumbang utama pendapatan perusahaan. "Selain fokus di pasar luar negeri, kita juga akan padatkan coverage hingga Indonesia Timur. Tentunya hal ini juga akan membantu kinerja penjualan kita juga," tandasnya.

Emiten farmasi dan produk herbal, PT Industri Jamu dan Farmasi Sidomuncul Tbk (SIDO) berencana meluncurkan sedikitnya tiga produk baru tahun depan. Irwan Hidayat, Direktur Utama Sido Muncul menuturkan, hal ini dilakukan guna menjaga pendapatan Sido Muncul yang tengah tertekan akibat lesunya penjualan produk perseroan. Selain menjaga angka penjualan, kata Irwan, diluncurkannya tiga produk baru tersebut juga dimaksudkan guna mengamankan pangsa pasar perseroan yang saat ini menguasai penjualan produk herbal sebesar 75 persen.

"Tentu sebagai strategi utama, kami fokus kembangkan produk-produk baru. Dan kita juga kerap melakukan uji khasiat sebagai bagian dari pengembangan 100 produk heritage. Satu produk akan kami launching di Januari nanti," jelasnya di Jakarta, Selasa (10/11). Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Sido Muncul Vinancia Sri Indrijati menambahkan tiga produk baru yang diluncurkan merupakan produk herbal, atau sesuai dengan lini bisnis utama perusahaan saat ini.

Vinancia membeberkan, tiga produk baru yang akan diluncurkan juga merupakan pengembangan dari produk-produk yang sudah ada. "Produk kita masih berupa jamu karena kita masih punya konsumen setia. Ke depan kita ingin memodernisasi bentuknya seperti contohnya produk Tolak Angin dari serbuk pahit ke bentuk cair sekarang ini," tutur Vinancia.

Mengutip laporan keuangan perseroan, sampai dengan kuartal III 2015 penjualan produk Sido Muncul tercatat menyentuh angka Rp 1,65 triliun, meningkat 3,5 persen dari capaian periode yang sama tahun lalu di posisi Rp 1,59 triliun. Dari angka Rp 1,65 triliun tadi, sebanyak Rp 885,3 miliar atau 53,6 persen diantaranya didapat dari penjualan produk herbal dan suplemen. Vinancia mengatakan, untuk terus menjaga kinerja perseroan pihaknya juga berencana membangun pabrik baru yang akan dipakai untuk membuat produk tersebut di Semarang.

Di mana pembangunan pabrik barunya sendiri akan terbagi ke dalam dua bagian, meliputi pabrik produksi Tolak Angin dan pabrik ekstraksi, dengan total investasi mencapai Rp 200 miliar. "Kami bangun pabrik baru ini termasuk untuk pengembangan produk ke depan, tapi kami bangun pabriknya bertahap. Sido Muncul rencananya akan kembangkan uji khasiat, kami selidiki, dan kembangkan. Sekarang tren konsumsi herbal lebih aman," katanya.

Vinancia memproyeksikan, hadirnya dua pabrik baru yang ditargetkan rampung pada awal 2016 itu dapat menambah kapasitas kapasitas produksi mencapai 85 juta sachet per bulan. Dengan hadirnya pabrik dan produk baru tadi, ia pun optimistis nilai penjualan Sido Muncul tahun depan bakal meningkat serta mendongkrak pertumbuhan laba bersiha yang belakangan stagnan di posisi 3 hingga 4 persen. "Sementara kami tidak optimis dulu, kami cukup konservatif untuk tetapkan target kinerja keuangan. Strategi kami tahun depan sama seperti apa yang ditargetkan tahun ini," tambahnya.

Timah Tbk Targetkan Sales Rp 10 Triliun Tahun Depan

PT Timah (Persero) Tbk menargetkan pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun depan karena mengharapkan kenaikan harga komoditas logam dan optimistis lini bisnis non-timah menyumbang signifikan. Sebelumnya, perseroan memasang target pendapatan sebesar Rp 10 triliun pada tahun ini. Namun, target tersebut direvisi turun menjadi Rp 7,5 triliun menyusul anjloknya harga komoditas.

“Proyeksi revenue (pendapatan) tahun ini paling tidak Rp 7,5 triliun. Sementara tahun depan bisa Rp 10 triliun,” ujar Direktur Utama PT Timah, Sukrisno, dalam Investor Summit di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (10/11). Sejak Januari hingga September 2015, kata Sukrisno, Timah telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 5,14 triliun atau naik 13,27 persen dibandingkan dengan perolehan tahun lalu. Sayangnya, hal itu diikuti oleh beban pokok pendapatan yang juga meningkat menjadi Rp 4,63 triliun, dari Rp 3,3 triliun.

Di sisi lain, lanjutnya, harga logam menyentuh US$ 16.516 per ton pada kuartal III 2015 atau rata-rata turun 27,14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sukrisno menyebut perlambatan ekonomi Amerika dan China sebagai menyebabkan permintaan turun dan menurunkan harga komoditas.

“Saya harapkan pada tahun depan harga timah bisa naik lagi ke kisaran US$ 20 ribu per ton. Hal itu bisa mendongkrak pendapatan kami,” jelasnya. Sukrisno menyatakan perseroan pada tahun depan bakal mendapat tambahan pendapatan dari bisnis non-timah, seperti dari proyek properti, rumah sakit dan docking atau galangan kapal.

“Tahun depan porsinya jadi 75 persen timah, 25 persen non timah. Kita juga berharap harga timah bakal membaik,” jelasnya. Dia menambahkan, PT Timah juga akan menaikkan belanja modal (capital expenditure/capex) pada tahun depan guna mendanai penambahan beberapa fasilitas produksi.

“Capex tahun depan di atas Rp 1 triliun. Dananya untuk replacement, peralatan produksi dan fuming smelter,” jelasnya.Mengenai asal dana, Sukrisno menyatakan dana capex bakal berasal dari kombinasi antara kas internal dan pinjaman bank. Namun, ia belum menghitung komposisi dana yang bakal digunakan. “Untuk komposisi dana capex masih dihitung. Tapi untungnga kami enggak pernah susah kalu mencari pinjaman bank,” ujarnya.

Tuesday, November 10, 2015

Tingkatkan Margin 5 Persen, KFC Rotasi Karyawan dan Bangun 40 Gerai Baru Senilai Rp. 150 Milyar

Perusahaan pengelola restoran cepat saji, PT Fast Food Indonesia Tbk tengah melakukan berbagai upaya efisiensi dalam rangka menekan beban usaha yang diyakini berdampak positif pada peningkatan rasio perolehan laba sebelum pajak, pendapatan, sampai pada margin usaha perseroan sebelum pajak. Upaya efisiensi dilakukan menyusul turunnya margin usaha atas penjualan produk makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) yang telah dirasakan sejak awal tahun ini.

"Makanya sejak saat ini kami lakukan banyak efisiensi, terutama dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) karena tiap tahun upah minimumnya bertambah. Tapi kami pastikan tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pegawai-pegawai kami," ujar Direktur Keuangan Fast Food Indonesia Justinus Juwono di Jakarta, kemarin.

Sebagai informasi, hingga kuartal III 2015 perusahaan telah membukukan laba usaha sebelum pajak sebesar Rp 88,4 miliar. Angka ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 150 miliar.  Justinus mengungkapkan, anjloknya margin usaha emiten berkode FAST itu tak lepas dari meningkatnya besaran beban usaha, menyusul penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, serta tren peningkatan upah minimum karyawan yang berlangsung dari waktu ke waktu.

Berangkat dari hal tersebut, manajemen berencana melakukan optimasi terkait penggunaan tenaga kerja di tiap gerai.  Di mana optimasi tadi dilakukan dengan mengurangi jumlah pegawai yang terdapat di satu gerai KFC dari 30 orang ke 24 orang, dan memindahkan karyawan tadi ke gerai-gerai baru. "Kalau pegawai di satu outlet berkurang, maka produktivitas meningkat. Dan pegawai kita jadi terbiasa multitasking," tambahnya.

Seiring dengan langkah efisiensi yang terus diupayakan, Fast Indonesia berencana membuka 40 gerai baru hingga akhir 2015. Justinus mengakui, selain mampu meningkatkan angka pejualan penambahan gerai juga dimaksudkan untuk mengoptimasi penggunaan tenaga kerja. Ini mengingat hingga kuartal III 2015, Fast Food Indonesia telah memiliki pegawai sebanyak 16.765 orang yang 15.242 orang diantaranya ditempatkan di 514 gerai KFC di seluruh Indonesia.

Tak ayal, dengan kondisi tersebut manajemen harus menggelontorkan beban gaji sebesar Rp 462,22 miliar atau berkisar 28,33 persen dari total beban perusahaan yang mencapai Rp 1,63 triliun pada periode tersebut. Meski juga mengalami tekanan atas meningkatnya beban operasional rutin dari penggunaan listrik, air bersih dan beban energi, Justinus menegaskan bahwa pihaknya belum memiliki rencana untuk menaikkan harga produk pada tahun depan sebagai upaya meningkatkan margin usaha ke level 5 persen.

"Masalah kenaikan harga jual produk masih kami kaji lagi nanti demi mempertahankan diri di tengah persaingan usaha. Karena sampai tahun ini pun kami belum melakukan perubahan harga jual produk-produk kami. Ada pun strategy pricing yang kami lakukan lebih di harga paket-paket ayam," imbuhnya.

Sebagai informasi, hingga kuartal III 2015 perusahaan baru membukukan laba usaha sebelum pajak sebesar Rp 88,4 miliar, anjlok 41 persen dibandingkan dengan laba pada periode yang sama tahun lalu di angka Rp 150 miliar. Sedangkan pada tahun depan perusahaan menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar Rp 4,94 triliun atau meningkat 8,09 persen dibanding proyeksi penjualan hingga akhir tahun ini di ksiaran Rp 4,57 triliun.

PT Fast Food Indonesia Tbk menganggarkan Rp 150 miliar untuk membuka 40 gerai Kentucky Fried Chicken (KFC) di kabupaten-kabupaten yang belum terjamah pada tahun depan. Ekspansi bisnis ini diharapkan bisa meningkatkan pendapatan perseroan sebesar 9 persen pada tahun depan, naik dari pertumbuhan tahun ini yang hanya 6,1 persen.

Direktur Keuangan Fast Food Indonesia, Justinus D. Juwono mengatakan kalau perusahaan tahun depan mengincar pendapatan sebesar Rp 4,94 triliun atau lebih besar dibanding target tahun ini dengan besaran Rp 4,57 triliun melalui penambahan 40 gerai KFC.  Untuk merealisasikan hal tersebut, perusahaan akan menggelontorkan anggaran Rp 150 miliar, atau 50 persen dari total belanja modal 2016 yang direncanakan sebesar Rp 300 miliar.

"Prospek 2016 akan membuka 40 cabang baru di mana sebagian besar berjenis gerai tersendiri (free standing) atau di mall dengan skala lebih kecil. Selain itu, kita juga akan sediakan 10 kios KFC Box. Kami yakin tahun depan daerah-daerah atau kabupaten akan mengalami pertumbuhan ekonomi, sehingga pendapatan meningkat dan konsumsi bertambah," ujar Justinus di Jakarta, Selasa (10/11).

Menurut Justinus, strategi menyasar kabupaten tersebut sesuai dengan keinginan perusahaan yang ingin menjangkau lebih banyak pelanggan di wilayah-wilayah yang belum dimasuki jaringan toko makanan cepat sajinya. Lebih lanjut, kehadiran gerai KFC di wilayah-wilayah tersebut diharapkan juga ikut menyumbang pendapatan daerah setempat.

"Kehadiran KFC di wilayah-wilayah itu tentunya akan memberikan kontribusi pajak daerah, di mana 10 persen pajak dari hasil omzet kita akan disistribusikan ke Pemerintah Daerah. Untuk tahun depan rencananya perusahaan akan membuka banyak gerai di Kalimantan dan Bali," jelasnya. Hingga akhir tahun ini, tambahnya, rencananya KFC juga akan membuka 40 gerai baru yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga September 2015, perusahaam telah membuka 27 gerai-gerai baru, sehingga Fast Food Indonesia masih memiliki kewajiban untuk membuka 13 gerai baru di sisa tiga bulan terakhir 2015.

Hingga kuartal III 2015, KFC membukukan pendapatan Rp 3,28 triliun atau 71,78 persen dari target pendapatan hingga akhir tahun Rp 4,57 triliun. Justinus optimis pendapatan tahun ini melampaui ekspektasi hingga menembus angka Rp 4,61 triliun, atau 7 persen dibandingkan realisasi pendapatan tahun lalu Rp 4,31 triliun.

Sunday, November 8, 2015

Cara Bakrie Telecom Tbk Melunasi Hutang Senilai Rp. 7 Triliun Tanpa Perlu Uang

PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) akan melunasi utangnya Rp 7 triliun dengan cara mengonversi jadi saham. Saat ini, operator telekomunikasi Grup Bakrie itu sedang menunggu diskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Lagi menunggu OJK diskusinya, kita tunggu dari OJK. Pengajuan sudah lama dari Februari. Kita suruh tunggu saja. Kita ikuti aturan yang berlaku. Yang Rp 7 triliun itu yang PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) itu," kata Direktur Utama BTEL, Jastiro Abi, di Gedung BEI, SCBD, Jakarta Selatan, Senin (9/11/2015).

Utang yang akan dikonversi tersebut merupakan bagian dari total utang yang nilainya lebih dari Rp 10 triliun. Sebagian besar utang dikonversi jadi saham, sementara sisanya dibayar pakai cara cicil. Sebagian ada utang ke pemerintah, sekitar Rp 1,2 triliun, berbentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yakni berupa pungutan yang seharusnya dibayarkan perusahaan telekomunikasi tersebut kepada Kominfo.

"(Piutang pemerintah) memang tidak dikonversi. Dibayar. Kita bayar secara bertahap," ujarnya. Para pemegang obligasi anak usaha PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berang karena ada rencana restrukturisasi utang secara sepihak. Utang perusahaan telekomunikasi itu tidak hanya berbentuk obligasi. Perusahaan yang tergabung dalam Grup Bakrie itu saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk melunasi kewajibannya yang mencapai Rp 11 triliun.

Tuntutan PKPU ini muncul setelah salah satu vendor Bakrie Telecom yaitu PT Netwave Multi Media mengajukan permohoan ke pengadilan atas tagihan Rp 4,7 miliar yang belum dibayarkan operator Esia tersebut. Akhirnya Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan pada 10 November, yang memutuskan pemberian PKPU sementara kepada BTEL selama 30 hari sejak tanggal putusan.

Setelah hasil verifikasi PKPU, diketahui total utang Bakrie Telecom mencapai Rp 11,3 triliun. Perseroan juga sudah punya rencana membayar utang-utangnya ini. Berikut rincian utang Bakrie Telecom setelah hasil verifikasi PKPU per 5 Desember 2014, seperti dikutip dari bahan paparan publik perseroan, Senin (23/2/2015)
  • Utang BHP dan USO sebesar Rp 1,2 triliun
  • Utang Usaha sebesar Rp 2,4 triliun
  • Utang Tower Providers sebesar Rp 1,3 triliun
  • Utang Dana Hasil Wesel Senior sebesar Rp 5,4 triliun
  • Utang Akibat Derivatif sebesar Rp 185 miliar
  • Utang Afiliasi sebesar Rp 73,7 miliar
  • Utang Dengan Jaminan sebesar Rp 625 miliar
  • Utang Pembiayaan Kendaraan sebesar Rp 2,6 miliar
Bakrie Telecom juga sudah membeberkan cara melunasi utang-utangnya tersebut, yaitu dengan cara dilunasi secara bertahap dalam jangka waktu tertentu hingga diubah menjadi Mandatory Convertible Bond (MCB) yang dapat dikonversikan menjadi saham BTEL pada harga Rp 200 per lembar.

Cara pelunasan seperti ini juga diterapkan pada utang yang diterbitkan anak usahanya, BTEL Pte Ltd, yang menawarkan obligasi US$ 380 juta (Rp 4,1 triliun) di New York.Bakrie Telecom sudah dituntut ke Pengadilan New York karena beberapa kali gagal bayar pokok dan bunga obligasi. Bakrie Telecom pun berniat merestrukturisasi utang tersebut, tapi tanpa melibatkan pemegang sahamnya alias memakai cara yang 'kreatif'.

Perusahaan telekomunikasi Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), punya cara 'kreatif' untuk bereskan utang-utangnya. Cara yang memanfaatkan celah hukum ini pun diprotes oleh para krediturnya. Pasalnya, para pemegang obligasi yang diterbitkan oleh anak usaha Bakrie Telecom di New York, BTEL Pte Ltd, tidak diberi hak voting dalam rencana restrukturisasi utang.

Dalam rencana pembenahan utang tersebut, dana para pemegang obligasi berpotensi tidak kembali karena utangnya tidak secara langsung diambil oleh operator Esia tersebut. Beberapa investor asing khawatir skema penyelesaian utang yang 'kreatif' ini bakal ditiru oleh perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya. Cara seperti ini bisa dipastikan memberatkan investor.

Apalagi saat ini banyak perusahaan-perusahaan komoditas dalam negeri yang utangnya menggemuk gara-gara harga komoditas yang lesu. "Ini memang meresahkan. Sekarang ini banyak perusahaan Indonesia yang butuh restrukturisasi utang. Investor juga sudah mulai sadar akan hal ini," kata salah satu fund manager asing yang beroperasi di Indonesia kepada Reuters, Senin (23/2/2015). Bakrie Telecom berniat merestrukturisasi utangnya dengan cara yang tak lazim, yaitu dengan memberi utang kepada diri sendiri. Ceritanya begini, Bakrie Telecom membuat anak usaha, yaitu BTEL Pte Ltd, terlebih dahulu.

Nah, anak usahanya ini menerbitkan surat utang yang dibeli masyarakat di New York. Uang hasil obligasi itu dipinjamkan ke induk usaha, yaitu Bakrie Telecom. Ketika utang itu macet, kelompok usaha Bakrie itu harus mengajukan rencana restrukturisasi kepada para kreditur. Tapi dalam kasus ini para pemegang obligasi tidak punya hak voting. Bakrie Telecom beralasan, para pemegang obligasi perusahaan tidak punya hak untuk voting karena bukan kreditur langsung. Obligasi yang mereka pegang diterbitkan oleh perusahaan terpisah (special purpose vehicle/SPV) yang bermarkas di New York, yaitu BTEL Pte Ltd.

Ketika kreditur protes atas restrukturisasi utang, maka yang dituntut adalah BTEL Pte Ltd dan bukan Bakrie Telecom. Para kreditur dinilai tidak punya hubungan langsung dengan operator Esia tersebut. Manuver yang tidak diduga-duga investor ini sudah disetujui oleh Pengadilan Negeri Jakarta. Padahal wali amanat obligasi tersebut, Bank of New York Mellon, sudah menyatakan langkah tersebut melanggar dari sisi kontrak maupun hukum. Senior Director Fitch Ratings, Vicky Melbourne, mengatakan persetujuan atas restrukturisasi utang tersebut menonjolkan adanya kelemahan dalam pemerintahan Indonesia.

"Investor asing menjadi semakin sadar atas kelemahan hukum di Indonesia," kata Melbourne kepadaReuters. Sejumlah kreditur atau pemegang obligasi yang diterbitkan anak usaha PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berang. Pasalnya, kelompok usaha Grup Bakrie itu berniat membereskan utang-utangnya dengan cara 'kreatif'. Bakrie Telecom akan melakukan restrukturisasi utang dengan cara memberi utang kepada diri sendiri. Begini cerita awalnya.

Bakrie Telecom membuat anak usaha, yaitu BTEL Pte Ltd. Nah, anak usahanya ini menerbitkan surat utang yang dibeli masyarakat di New York. Uang hasil obligasi itu dipinjamkan ke induk usaha, yaitu Bakrie Telecom. Ketika utang itu macet, kelompok usaha Bakrie itu harus mengajukan rencana restrukturisasi kepada para kreditur. Tapi dalam kasus ini para pemegang obligasi tidak punya hak voting. Operator Esia itu beralasan, para pemegang obligasi perusahaan tidak punya hak untuk voting karena bukan kreditur langsung. Obligasi yang mereka pegang diterbitkan oleh perusahaan terpisah (special purpose vehicle/SPV) yang bermarkas di New York, yaitu BTEL Pte Ltd.

Ketika kreditur protes atas restrukturisasi utang, maka yang dituntut adalah BTEL Pte Ltd dan bukan Bakrie Telecom. Para kreditur dinilai tidak punya hubungan langsung dengan operator Esia tersebut. Dalam rencana restrukturisasi utang BTEL tersebut, sebanyak 30% utang kreditur besar akan dibayar tunai, sementara sisanya ditukar menjadi mandatory convertible bond (MCB) yang bisa ditukar dengan saham BTEL setara Rp 200 per lembar.

Harga konversi itu memang jauh lebih tinggi dari harga saham Bakrie Telecom saat ini di kisaran Rp 50 per lembar. Kendati demikian, investor tetap tidak akan balik modal dengan konversi tersebut. "Rencana ini menghajar para pamegang obligasi. Jika Anda termasuk salah satu dari mereka, Anda bakal rugi besar," kata salah satu penasihat untuk pemegang obligasi Bakrie Telecom kepada Reuters, seperti dikutip Senin (23/2/2015).

"Jadi mereka ini sekarang penerbit obligasi sekaligus krediturnya," kata Hal Hirsch, pengacara yang mewakili kreditur Bakrie Telecom pemegang 25% obligasi yang jatuh tempo Mei mendatang. "Mereka jabat tangan sendiri, bikin perjanjian sendiri, dan sekarang tidak menganggap semua klaim yang diajukan pemegang obligasi," jelasnya. Sidang tuntutan para pemegang obligasi itu akan kembali digelar Selasa mendatang di Pengadilan New York.

"Bakrie Telecom tidak mengakui para pemegang obligasi sebagai krediturnya karena perusahaan dan anak usahanya yang menerbitkan obligasi adalah dua entitas yang berbeda," kata Aji Wijaya, pengacara yang mewakili Bakrie Telecom ketika dihubungi Reuters. "Siapa pun krediturnya, kita sudah mengikuti peraturan yang berlaku di sini," kata Aji.

Aji juga menambahkan, para krediturnya ini tidak akan mendapat uang sama sekali jika BTEL Pte Ltd dinyatakan bangkrut.Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Bakrie pernah merajai dunia bisnis dalam negeri. Dunia pun berputar, kadang kita di atas dan kadang di bawah.
Perusahaan-perusahaan ini sekarang tidak lagi berkinerja kinclong seperti dulu, terutama sebelum krisis ekonomi global 2008. Kinerja perusahaan Grup Bakrie terus merosot dan harga sahamnya menukik hingga ada yang menyentuh titik terendah di Rp 50 per lembar.

Selain saham yang loyo, utang-utang perusahaan Bakrie pun menggunung. Kendati demikian, masih banyak investor asing yang percaya untuk berinvestasi atau membeli surat utangnya? Menurut salah satu fund manager asing yang beroperasi di Indonesia, selama ini investor asing sudah tahu risiko yang berpotensi timbul di perusahaan Grup Bakrie. Tapi investor masih berani berinvestasi dan membeli surat utangnya dengan iming-iming bunga besar.

Selain itu, grup ini juga dikenal sering jual atau gadai saham demi mendapatkan uang tunai untuk membayar investor atau kreditur. Belum lagi program restrukturisasi utang yang selama ini berhasil menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. "Tapi program restrukturisasi itu yang kadang membuat investor khawatir. Karena bisa-bisa restrukturisasinya merugikan investor," kata fund manager yang tidak mau disebutkan namanya kepada Reuters seperti dikutip Reuters, Senin (23/2/2015).

Kasus terakhir yang ramai dibicarakan adalah gagal bayar bunga dan pokok obligasi senilai US$ 380 juta (Rp 4,1 triliun) PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Perusahaan telekomunikasi Bakrie ini diseret ke Pengadilan New York. Para pemegang obligasi ini berang karena berpotensi kehilangan uangnya. Pasalnya, program restrukturisasi yang dilakukan BTEL akan dilakukan tanpa persetujuan para kreditur.  Anak usaha Grup Bakrie ini memakai cara 'kreatif' dalam membereskan utangnya. Penjelasan soal cara restrukturisasi utang yang tidak biasa itu ada di sini.

Meski cara BTEL bayar utang tak biasa, tapi Pengadilan Negeri Jakarta sudah merestui rencana restrukturisasi. Meski demikian, sidang tuntutan para pemegang obligasi itu akan tetap digelar Selasa mendatang di Pengadilan New York. "Jadi mereka ini sekarang penerbit obligasi sekaligus krediturnya," kata Hal Hirsch, pengacara yang mewakili kreditur Bakrie Telecom pemegang 25% obligasi yang jatuh tempo Mei mendatang.

"Mereka jabat tangan sendiri, bikin perjanjian sendiri, dan sekarang tidak menganggap semua klaim yang diajukan pemegang obligasi," tambah Hirsch. Sementara itu, Senior Director Fitch Ratings Vicky Melbourne mengatakan, restrukturisasi utang Bakrie Telecom ini berpotensi membuat investor asing ragu-ragu dalam menempatkan dana di Indonesia. Pasalnya, kata Melbourne, banyak celah hukum di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk menghindari kewajiban.

"Investor asing menjadi semakin sadar atas kelemahan hukum di Indonesia," kata Melbourne kepada Reuters.

BRI Masuk Dalam Kategori Bank Berperforma Paling Baik

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sejauh ini mencatatkan kinerja yang paling kinclong di antara bank-bank BUMN. Beberapa indikatornya di antaranya adalah nominal laba bersih per kuartal III-2015, BRI masih yang tertinggi dibandingkan dengan bank BUMN lainnya.

Hingga akhir September, bank yang fokus pada penyaluran kredit UMKM ini berhasil membukukan keuntungan bersih sebesar Rp 18,42 triliun (naik 1,98 persen year on year/YoY) mengungguli seluruh bank BUMN Indonesia. Bank Mandiri misalnya, pada periode tersebut mencatatkan laba bersih sebesar Rp 14,58 triliun atau stagnan dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu Bank Negara Indonesia (BNI) mencatatkan laba bersih Rp 5,99 triliun atau justru turun 21,19 persen YoY serta BTN meraup laba bersih Rp 1,22 triliun atau naik 61 persen. Dari sisi kapitalisasi pasar, BRI juga masih berada di posisi teratas di antara bank-bank BUMN. Hingga akhir pekan lalu, kapitalisasi pasar saham berkode BBRI ini mencapai Rp 263,96 triliun.

Adapun Bank Mandiri (BMRI) masih berada di bawah BRI yaitu sebesar Rp 209,4 triliun. Kapitalisasi pasar BNI (BBNI) sebesar RP 89,79 triliun dan BTN (BBTN) mencapai Rp 12,11 triliun. Wakil Direktur Utama BRI Sunarso menuturkan perseroan akan mengincar predikat sebagai perusahaan yang paling bernilai dari sisi kapitalisasi pasar.

"Karena kaitalisasi pasar mencerminkan respon pasar atau pemegang saham terhadap yang dikerjakan oleh manajemen. Untuk meningkatkan kapitalisasi pasar, kami harus sehat di sisiliabilities, aset, serta income. Hal itu juga diimbangi income darifee based," ujar Sunarso pekan lalu. "Sekali bankir menyatakan bahwa value dari banknya adalah kapitalisasi pasar, maka dia harus mati-matian untuk mencapaimarket capitalization sebagai nilai utama dari perusahaan. Yang penting konsisten," lanjut dia.

Berikut peringkat perolehan laba bersih dan kapitalisasi pasar di antara bank-bank BUMN

Laba Bersih Bank-bank BUMN per kuartal III-2015

1. Bank Rakyat Indonesia -- Rp 18,42 triliun2. Bank Mandiri -- Rp 14,58 triliun
3. Bank Negara Indonesia -- Rp 5,99 triliun
4. Bank Tabungan Negara -- Rp 1,22 triliun

Kapitalisasi Pasar Bank-bank BUMN per 6 November 2015

1. Bank Rakyat Indonesia -- RP 263,96 triliun
2. Bank Mandiri -- Rp 209,4 triliun
3. Bank Negara Indonesia -- Rp 89,79 triliun
4. Bank Tabungan Negara -- Rp 12,11 triliun

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 18,3 triliun pada akhir kuartal III-2015. Jumlah itu naik tipis sebesar 1,4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp 18 triliun. Dalam penjelasan resminya, Kamis (22/10/2015), tipisnya kenaikan laba bersih itu lantaran perseroan melakukan pencadangan kerugian hingga 150 persen.

Sementara itu rasio kecukupan modal mencapai sebesar 20,6 persen, atau jauh di atas ambang batas ideal yang ditentukan regulator. "Dengan modal kinerja yang sehat, stabil dan berkelanjutan, BRI optimistis pertumbuhan ke depan jauh lebih baik," jelas manajemen. Hingga akhir September 2015, total kredit yang sudah disalurkan oleh Bank BRI sebesar Rp. 518,9 Triliun. Angka tersebut meningkat 11,8 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp. 464,2 triliun.

Penyaluran kredit kepada sektor usaha mikro masih menjadi motor penggerak pertumbuhan kredit dengan kontribusi sebesar 32,8 persen dari total keseluruhan kredit.  Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kredit mikro yang disalurkan Bank BRI tumbuh 14,7 persen dari sebesar Rp 148,4 triliun menjadi Rp 170,2 triliun, dengan jumlah nasabah 7,6 juta nasabah pada akhir September lalu dari 7,1 juta nasabah setahun sebelumnya.

Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 84,9 persen pada September 2015. Adapun posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) di Triwulan III tahun 2015 ini tumbuh 12,3 persen year on year mencapai Rp 611,3 triliun, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 544,3 triliun.