Thursday, March 31, 2016

Daftar Tarif Listrik Yang Turun Per April 2016

Tarif listrik akan kembali diturunkan pada April 2016 ini. Ada 12 golongan tarif yang akan diturunkan oleh PT PLN (Persero) mulai April besok. Kepala Divisi Niaga PLN, Benny Marbun mengatakan, penurunan tarif listrik ini berkisar antara Rp 8-12/kwh. "Tarif listrik bulan April 2016 bagi 12 golongan tarif yang sudah mengikuti mekanisme tariff adjustment, kembali akan mengalami penurunan," kata Benny dalam keterangannya, Kamis (31/3/2016).

Besaran variabel yang mempengaruhi perubahan tarif April 2016 adalah sebagai berikut:

1. Nilai tukar Rupiah (menguat)

Februari 2016: Rp 13.516/US$
Januari 2016: Rp 13.889/US$

2. Harga minyak bumi (Indonesia Crude Price/ICP) (naik)

Februari 2016: 28,29 US$/barel
Januari 2016: 27,49 US$/barel

3. Inflasi (turun)

Februari 2016: - 0,09%
Januari 2016: 0,51%.

Besaran tarif April 2016 adalah sebagai berikut:

  1.  Tarif TR: Rp 1.343/kWh, turun Rp 12 dari Maret 2016 (Rp 1.355/kWh).
  2. Tarif yang berubah: R1/1300 VA; R1/2200VA; R2/3500-5500 VA; R3/6600 VA ke atas; B2/6600VA sd 200 kVA; P1/6600VA sd 200 kVA; P3.
  3. Tarif TM (Industri,bisnis): Rp 1.033/kWh, turun Rp 9 dari Maret 2016 (Rp 1.042/kWh).
  4. Tarif yang berubah: B3/di atas 200 kVA; I3/ di atas 200 kVA; P2/di atas 200 kVA.
  5. Tarif TT (industri besar): Rp 925/kWh, turun Rp 8 dari Maret 2016 (Rp 933/kWh).
  6. Tarif yang berubah: I-4/30 MVA ke atas.
"Penurunan tarif pada April 2016 dapat dimanfaatkan konsumen, khususnya industri untuk meningkatkan daya saing produksinya," kata Benny.

Kini Karyawan Dengan Masa Kerja 1 Bulan Wajib Dapat THR

Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Aturan baru ini berlaku mulai 8 Maret 2016. Permenaker yang merupakan salah satu peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan ini, secara resmi menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

"Dalam peraturan baru, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja," kata Hanif, mengutip isi pasal 2 ayat 1 Permenaker No. 6/2016 seperti dikutip dari siaran pers, Kamis (31/3/2016).

Hanif mengatakan sebelumnya dalam Permenaker 4/1994, dinyatakan pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan. Namun berdasarkan Permenaker No. 6/2016 yang baru pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapat THR. Menurut peraturan yang lama, ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Selain itu, disebutkan pula setiap pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus-menerus atau lebih, maka berhak mendapatkan THR secara proporsional. "Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Hal itu berlaku bagi pekerja yang memilki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu, (PKWT)," kata Hanif.

Hanif menjelaskan, THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan atau dapat ditentukan lain, sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).

"Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan pembayarannya sesuai dengan hari keagamaan masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata Hanif. Sedangkan terkait besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah, bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional, dengan menghitung: jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.

Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.

Dalam peraturan tersebut, diatur juga mengenai pengawasan pelaksanaan pembayaran THR yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan serta adanya sanksi berupa denda dan sanksi admisnistratif terhadap pengusaha dan perusahaan yang melakukan pelanggaran. Hanif meminta para pengusaha agar segera penerapkan peraturan yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diundangkan, yaitu 8 Maret 2016.

"Pihak Kemnaker sudah mulai melakukan sosialisasi mengenai peraturan THR ini dengan melibatkan lembaga kerja sama (LKS) tripartit yang di dalamnya sudah termasuk asosisasi pengusaha Apindo, serikat pekerja/serikat buruh dan perwakilan pemerintah. Jadi kami harap aturan ini dapat dijalankan segera," ujarnya.

Wednesday, March 30, 2016

Laba Bersih Agung Podomoro Turun Jadi Rp 808,95 Miliar

PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) mencatatkan pelemahan kinerja pada 2015 dengan membukukan penurunan laba bersih sebesar 5,02 persen karena penurunan marjin laba bersih yang disebabkan naiknya setoran laba kepada kepentingan non-pengendali. Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro Justini Omas mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi, perseroan membukukan penjualan dan pendapatan usaha sebesar Rp5,97 triliun pada tahun 2015, naik 12,7 persen dari Rp5,29 triliun di tahun 2014.

“Pengakuan penjualan dari pengembangan properti, meningkat 10,9 persen menjadi Rp4,34 triliun di tahun 2015, dari Rp3,92 triliun pada 2014. Pendapatan berulang juga meningkat dari Rp1,37 triliun di tahun 2014 menjadi Rp1,62 triliun pada 2015, atau tumbuh 18,0 persen,” ujarnya di Jakarta, Kamis (31/3). Sementara itu, ia menyatakan laba kotor Agung Podomoro meningkat 9,0 persen pada tahun 2015 yang mencapai Rp3,09 triliun, dari Rp2,65 triliun pada tahun 2014. Adapun marjin laba kotor juga sedikit meningkat menjadi 51,8 persen pada tahun 2015 dari 50,1 persen pada periode yang sama tahun lalu.

“Laba komprehensif meningkat 14,0 persen dari Rp980,5 miliar pada tahun 2014 menjadi Rp1,11 triliun pada tahun 2015 dengan marjin 18,7 persen,” jelasnya.  Namun, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 5,02 persen menjadi Rp808,95 miliar pada 2015, dari Rp851,79 miliar di tahun sebelumnya.

Berdasarkan laporan keuangan Agung Podomoro, penurunan laba bersih tersebut disebabkan naiknya setoran laba yang diatribusikan kepada kepentingan non-pengendali.  Kepentingan non-pengendali adalah bagian kepemilikan atas anak perusahaan yang tidak dipegang oleh perusahaan induk, melainkan dipegang oleh pihak lain.

Sepanjang 2015, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada kepentingan non-pengendali naik 138,29 persen menjadi Rp307,8 miliar, dari Rp129,17 miliar pada tahun 2014.

Laba Unilever Hanya Tumbuh 2% Tahun 2015

Perusahaan barang konsumsi, PT Unilever Indonesia Tbk mencatatkan perlambatan pertumbuhan kinerja sesuai dengan kondisi makro ekonomi dalam negeri sepanjang tahun lalu dengan membukukan laba bersih Rp5,85 triliun, atau hanya naik 2 persen dari capaian 2014 sebesar Rp5,73 triliun. Pertumbuhan itu melambat dari peningkatan pada 2014 sebesar 7,2 persen.

Direktur Governance & Corporate Affairs dan Sekretaris Perusahaan Sancoyo Antarikso mengatakan di tengah kondisi perekonomian makro di Indonesia yang masih melambat di 2015, perseroan mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 5,7 persen menjadi Rp36,5 triliun rupiah.

“Pertumbuhan penjualan perseroan yang tercatat single digit di 2015 sangat dipengaruhi oleh kondisi makro-ekonomi Indonesia yang masih belum kondusif. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang melemah, yakni 4,8 persen, menyebabkan turunnya konsumsi masyarakat selama 2015,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/3). Sancoyo menambahkan, perseroan membukukan pertumbuhan penjualan dalam negeri sebesar 6,6 persen pada tahun 2015. Namun, karena terdapat penurunan penjualan untuk ekspor, secara keseluruhan total pertumbuhan penjualan ditutup di 5,7 persen.

Selain itu, Sancoyo menjelaskan, kendati kondisi perekonomian mulai menunjukkan perbaikan di kuartal III 2015, rupiah mengalami depresiasi pada pertengahan tahun, hingga mencapai nilai terendah pada Rp14.697 per dolar AS. “Hal ini menjadi tantangan besar bagi perseroan, karena sekitar 55 persen dari input costskami berkaitan dengan hard currencies,” ungkapnya.

Selama 2015, Sancoyo mengaku direksi perseroan tetap meneguhkan fokus pada eksekusi dan efisiensi di seluruh lini operasi, yang membuahkan peningkatan gross margin dan pertumbuhan laba bersih sebesar 2 persen, yang merupakan pembukuan sebelum restatement, sebagai dampak diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK 24 – revisi 2013) oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

“PSAK baru ini, yang berlaku efektif 1 Januari 2015, mengatur tentang perlakuan akuntansi atas Imbalan Kerja,” jelasnya.  Ia menjelaskan, dengan adanya perubahan asumsi perseroan dalam manfaat dan metode pengakuan imbalan kerja, maka perseroan harus menyajikan kembali laporan keuangan per 31 Desember 2014, sebagai bentuk penyajian komparatif terhadap laporan keuangan per 31 Desember 2015.

“Penyajian kembali ini menyebabkan dibukukannya kenaikan laba dan penghasilan komprehensif lain yang dilaporkan Perseroan per 31 Desember 2014,” katanya. Sancoyo menyatakan, tantangan ekonomi sepanjang 2015 tidak menyurutkan komitmen perseroan untuk tetap menggiatkan investasi di sepanjang rantai nilai guna mempertahankan posisi perusahaan.

“Salah satu inisiatif utama yang dieksekusi pada 2015 adalah pembukaan pabrik bumbu masak yang baru di Cikarang, yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Agustus 2015,” ujarnya. Ia mengatakan peluncuran pabrik seluas 6,2 ha dengan teknologi tinggi ini merupakan tonggak penting dalam pengembangan bisnis pangan Perseoan dalam jangka panjang. Pabrik ini juga memiliki disain ramah lingkungan.

Lebih lanjut, Sancoyo menyatakan tahun 2016 akan disikapi perseroan secara optimistis, namun tetap berhati-hati. Dalam 12 bulan ke depan, lanjutnya, kinerja Perseroan akan sangat tergantung pada kekuatan portofolionya.  “Kami akan tak henti-hentinya berfokus untuk memahami konsumen, menganalisis pergeseran perilaku dan preferensi mereka, untuk dapat mengembangkan inovasi yang secara jitu menjawab kebutuhan mereka,” kata Sancoyo.

Pemerintah Telah Tentukan 8 Sektor Penerima Inland FTA

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan telah menentukan delapan sektor industri yang berhak mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal tertentu (Inland Free Trade Area/Inland FTA). Kendati demikian, Kepala Bidang Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar masih enggan menyebutkan kedelapan sektor yang dimaksud karena Kemenperin masih melakukan pembicaraan dengan pelaku usaha sektor-sektor tersebut.

"Selain itu, kami masih belum berani membuka (nama-nama sektornya) karena ditakutkan ada beberapa pelaku sektor industri, yang tidak termasuk di dalam delapan sektor, itu tidak suka dengan kebijakan kami. Sebisa mungkin kebijakan ini kan jangan merugikan sektor-sektor industri yang lain," terang Haris. Haris menambahkan, sebelumnya Kemenperin telah menawarkan fasilitas ini kepada seluruh pelaku-pelaku industri, namun akhirnya delapan sektor tersebut dipilih karena dianggap sebagai industri prioritas.

"Bagi kami, kedelapan sektor ini sudah final. Namun ada hal lain yang masih mengganjal dan perlu kami selesaikan segera," terangnya. Hal tersebut, ujarnya, adalah masalah kewajiban Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen di dalam output yang dihasilkan sektor penerima fasilitas inland FTA sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) no. 13 tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri. Menurutnya, masih banyak sektor industri prioritas yang TKDN-nya belum mencapai angka yang dimaksud dan ditakutkan tidak bisa memanfaatkan penangguhan bea masuk atas bahan baku tertentu.

"Dari sektor industri yang kami usulkan ini, memang ada yang TKDN-nya masih belum bisa 40 persen sesuai peraturan yang ada. Kami masih cari jalan keluar untuk satu ini," terangnya. Kendati demikian, ia mengatakan kepastian delapan sektor industri ini akan dimuat di dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) yang ia janjikan akan terbit sebentar lagi. Ia melanjutkan, saat ini draft beleid terkait hal itu sudah masuk ke Biro Hukum Kemenperin.

"Kalau untuk jenis sektornya sudah kami draft dan sudah masuk ke Biro Hukum. Memang yang masih perlu kami pikirkan lagi adalah masalah kewajiban TKDN 40 persen itu," tambahnya. Sebagai informasi, Kemenperin awalnya berjanji menerbitkan Permenperin terkait sektor industri penerima fasilitas inland FTA pada bulan Februari lalu. Namun, ternyata keputusan tersebut molor hingga saat ini.

Kewenangan Kemenperin dalam melakukan hal tersebut tercantum di dalam poin ke-empat Inpres no. 13 tahun 2015, di mana Menteri Perindustrian diberi tugas menyusun aturan mengenai penetapan industri tertentu, kawasan atau tempat tertentu yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri.

Asian Development Bank : Ekonomi RI Tumbuh 5,2% Tahun 2016

Asian Development Bank (ADB) masih optimistis ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen pada tahun ini, lebih baik dibandingkan dengan laju ekonomi tahun lalu yang hanya 4,8 persen.  Lembaga keuangan multilateral itu meyakini kondisi ekonomi Indonesia akan semakin membaik pada tahun depan, dengan proyeksi pertumbuhan di kisaran 5,5 persen. Kedua proyeksi tersebut masih sama dengan ramalan ADB sebelumnya.

Steven Tabor, Kepala Perwakilan ADB di Indonesia menuturkan keyakinan tersebut didasarkan pada respons positif konsumen dan investor terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki investasi publik dan melakukan reformasi struktural.  "Di tengah gejolak pasar keuangan global, berbagai reformasi ekonomi yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mampu memperkuat kepercayaan pasar dan membawa hasil positif,” ujar Steven Tabor dalam keterangan resmi ADB, Rabu (30/3).

“Sangatlah penting bagi Indonesia untuk melaksanakan program investasi publiknya yang ambisius, guna memperdalam dan mempertahankan momentum reformasi tersebut, demi meningkatkan produktivitas, menarik investasi, dan mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan yang baru.”  Menurutnya, investasi publik diproyeksikan meningkat pada 2016, seiring dengan akselerasi proyek-proyek infrastruktur baru yang telah dimulai sejak tahun lalu.

Selain itu, lanjutnya, belanja modal publik yang lebih tinggi serta reformasi struktural melalui deregulasi kebijakan ekonomi akan memberikan peluang tambahan bagi investasi swasta. Sementara dari konsumsi rumah tangga diprediksi naik pada tahun ini, mengompensasi permintaan eksternal yang masih sulit diandalkan menggenjot perekonomian.

Meski awalnya berjalan lambat, Tabor melihat investasi publik mulai beranjak naik pada paruh kedua 2015 ketika sebagian besar program investasi telah berjalan. Di sisi lain, reformasi kebijakan pemerintah yang sedang berjalan diyakini akan terus menstimulasi investasi swasta, terutama dalam jangka menengah. Sebagai informasi, pemerintah telah meluncurkan 11 paket kebijakan ekonomi sejak September 2015. Paket-paket ini, bersamaan dengan akselerasi belanja modal publik yang diyakini akan terus meningkatkan iklim investasi di Indonesia.

Dalam jangka panjang, lanjutnya, tantangan bagi Indonesia antara lain bagaimana mendiversifikasikan kegiatan ekonomi guna mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas. Steven Tabor menyatakan upaya ini adalah langkah penting di tengah melemahnya permintaan global terhadap komoditas. “Hal-hal yang dapat membantu antara lain adalah perluasan sektor manufaktur, serta juga fokus pada berbagai sektor yang dapat memdorong pertumbuhan tinggi, seperti pariwisata, pertanian bernilai tambah tinggi, perikanan laut, budidaya perairan, dan e-commerce,” tuturnya.

Dalam rilisnya, ADB merekomendasikan agar pemerintah terus mendorong paket-paket deregulasi sambil melanjutkan upaya untuk menghapus hambatan terhadap investasi swasta.  Steven Tabor mengatakan cakupan reformasi harus diperluas, agar dapat mengatasi hambatan terhadap pengembangan usaha kecil dan menengah, serta memperdalam pasar keuangan, memperbaiki sistem sertifikasi dan pendaftaran tanah, dan mengatasi kakunya pasar tenaga kerja.

Pemerintah Siapkan Aturan Pungut Pajak Facebook dan Twitter

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengusulkan pemungutan pajak untuk perusahaan penyedia jasa layanan konten data dan informasi berbasis internet (Over The Top/OTT) yang beroperasi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. "Saya minta Kominfo yang mungut pajaknya," ujar Ken di kantornya, Jakarta, Selasa (29/3).

Ia menginginkan penyedia konten asing seperti Google, Facebook, Twitter memiliki izin sebagai bentuk usaha tetap (BUT) jika ingin masih beroperasi di Indonesia. Dengan BUT, maka otoritas fiskal secara leluasa mampu mengutip pajak dari perusahaan-perusahaan asing tersebut. Ken menambahkan, hal ini juga menimbang asas resiprokal yang diterapkan oleh negara-negara lain, seperti memungut pajak perusahaan animasi asal Indonesia yang beroperasi di negara lain.

"Google, Youtube, web address-nya kan ada quote-nya Indonesia. Itu seharusnya bentuk usaha tetap, di sini. Sedangkan, web kita di Amerika yang jualan animasi dipajakin. Masa mereka yang gede-gede enggak mau? Harus itu," tegas Ken. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dianggap sebagai jenis pajak yang paling cocok untuk diterapkan. Hal ini mengingat banyaknya transaksi jual beli barang dan jasa yang melibatkan tiga perusahaan tersebut.

"Potensi pajak tergantuk objeknya. Kalau objeknya PPN, siapapun yang beli lewat situ ya harus bayar," jelas Ken. Lebih lanjut, ia optimistis upaya untuk memungut pajak dari perusahaan-perusahaan tersbut akan berjalan lancar menggunakan sistem teknologi yang telah dimiliki oleh Ditjen Pajak saat ini. "Kalau online sebenarnya malah gampang, setiap hari bisa kita lihat," jelasnya.

Ken mengatakan aturan penunjukan pemungut pajak tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini draf nya masih disusun oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Ditjen Pajak. "Cukup PMK, ditetapkan [Kominfo] sebagai pemungut. Yang dipungut objeknya apa, pemungut siapa, subjeknya siapa. Sudah dimasukkan, drafnya sudah, tinggal dibahas," katanya

Daftar Bank Yang Wajib Laporkan Transaksi Kartu Kredit Nasabah Agar Dapat Dipungut Pajak

Sejumlah nasabah perbankan mengaku resah setelah mengetahui adanya peraturan yang memperbolehkan petugas pajak mengintip data transaksi kartu kredit yang mereka miliki selama ini. Pasalnya, kini kerahasiaan harta pribadi bisa diketahui oleh pihak di luar bank itu sendiri. "Sangat keberatan. Itu bertentangan dengan Undang-undang Perbankan yang mengatakan data nasabah itu rahasia perbankan. Kenapa diintip-intip?," ujar Hillo Silvia (35) seorang nasabah kartu kredit PT Bank Central Asia (BCA) Tbk.

Silvia mengatakan dengan mengintip data transaksi kartu kredit, Ditjen Pajak juga dinilai mampu melacak daftar kekayaan nasabah tanpa izin. Kecuali nasabah tersebut melakukan pelanggaran tindak pidana maupun perdata yang merugikan. Untuk hal tersebut ia merelakan data pribadinya dikulik oleh pihak berwenang seperti PPATK maupun KPK. "Dan seharusnya dibuka oleh harus otoritasnya. Kalau begini Ditjen Pajak sudah over power ketimbang UU. Masa Ditjen Pajak melanggar Undang-Undang," katanya.

Kekhawatiran lainnya diungkapkan oleh nasabah kartu kredit lainnya Yosi Winosa (26). Yosi merasa khawatir dengan ancaman kejahatan cyber berupa pembocoran data ke pihak luar.  "Itu bisa berpotensi ada fraud, kalau datanya bocor dan disebarkan ke pihak lain, memangnya ada jaminan?," ujar pengusaha muda tersebut.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan sebanyak 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.  Aturan tersebut ditetapkan sejak 22 Maret dan telah berlaku sejak PMK tersebut diundangkan.

Dalam beleid itu disebutkan, bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber daribilling statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.

Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan bank atau lembaga jasa keuangan penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Beleid tersebut merupakan perubahan kelima atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2013 tentang rincian jenis data dan informasi serta tat cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

Aturan tersebut ditetapkan sejak 22 Maret dan telah berlaku sejak PMK tersebut diundangkan.

Dalam beleid itu disebutkan, bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statementyag memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.

Data tersebut harus segera dilaporkan dalam bentuk langsung ke Direktorat Jenderal Pajak maupun secara elektronik (online) paling lambat 31 Mei 2016. Adapun bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit yang diwajibkan melapor antara lain:
  • Pan Indonesia Bank Ltd Tbk
  • PT Bank Bukopin, Tbk
  • PT Bank Central Asia Tbk
  • PT Bank CIMB Niaga Tbk
  • PT Bank Danamon Indonesia Tbk
  • PT Bank MNC Internasional
  • PT Bank ICBC Indonesia
  • PT Bank Maybank Indonesia Tbk 
  • PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
  • PT Bank Mega Tbk
  • PT Bank Negara Indonesia 1946 (Persero) Tbk
  • PT Bank Negara Indonesia Syariah 
  • PT Bank OCBC NISP Tbk
  • PT Bank Permata Tbk
  • PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
  • PT Bank Sinarmas 
  • PT Bank UOB Indonesia 
  • Standard Chartered Bank
  • The Hongkong & Shanghai Banking Corp.
  • PT Bank QNB Indonesia
  • Citibank N.A
  • PT AEON Credit Services
  • PT Bank ANZ Indonesia
Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan data perbankan merupakan data potensial yang bisa digunakan Ditjen Pajak dalam ekstensifikasi objek pajak. "Mengumpulkan pajak tanpa data yang cukup ya istilahnya berperang tanpa menggunakan senjata. Senjatanya untuk mengumpulkan pajak adalah data. Jadi kita masih butuh akses data yang lebih banyak," kata Bambang di kantor pusat DJP, Jakarta, kemarin.

Pasalnya saat ini mengakses data sektor perbankan masih sulit dilakukan mengingat saat ini sektor tersebut dilindungi oleh Undang-undang Perbankan yang menjamin kerahasiaan data para nasabah. Padahal, menurut Bambang sektor tersebut merupakan yang paling potensial dijadikan objek pajak.

"Perbankan tidak harus rekeningnya. Pemakaian kartu kredit, misalkan. Itu kan sesuatu yang bisa kita akses sebenarnya," jelasnya. Kekhawatiran yang menyelimuti nasabah kartu kredit bank tampaknya tidak berlaku bagi pemegang kartu kredit milik PT Bank Mandiri Tbk. Kebijakan Kementerian Keuangan yang memperbolehkan Direktorat Jenderal Pajak mengintip data-data dalam setiap transaksi kartu kredit nasabah, disebut manajemen Bank Mandiri tidak membuat resah nasabahnya.
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui belum menerima keberatan yang diajukan secara langsung oleh nasabah bank tempatnya bekerja. Ia juga enggan menanggapi lebih jauh mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan pada 22 Maret lalu.

"So far belum ada respon. Customer masih oke-oke saja," ujar pria yang akrab disapa Tiko, kemarin. Namun guna menanggapi kemungkinan keberatan bank atas kewajiban tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, semestinya ada diskusi lebih lanjut antara Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas keuangan dengan perbankan. Diskusi tersebut diharapkan mampu menghasilkan solusi yang tepat guna menyeimbangkan kebijakan fiskal dengan kondisi perbankan.

“Sebenarnya bisa bicara dengan BI saja. Surat edaran BI kan ada, jadi pasti adalah jalan keluarnya,” kata Darmin di kantornya, tadi malam. Sebelumnya Menteri Keuangan telah mengeluarkan aturan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Aturan tersebut mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data pribadi pemilik kartu kredit hingga detil transaksinya kepada Direktorat Jenderal Pajak sebelum 31 Mei tahun ini.

Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai pembukaan data transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak bisa dilakukan kepada nasabah secara umum, tetapi hanya untuk yang bermasalah. Ketua Perbanas Sigit Pramono menjelaskan, bank tidak bisa dipaksa memberikan data transaksi kartu kredit nasabah karena terikat pada aturan kerahasian bank dalam Undang-undang Perbankan. Apabila bank sembarangan memberikan data itu, bank bisa dituntut karena melanggar undang-undang.

“Sebetulnya segala informasi mengenai dana di perbankan itu menyangkut kerahasian bank,” ujarnya. Sigit mengaku belum membicarakan lebih lanjut soal kewajiban bank penerbit (issuer) kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada DJP dengan seluruh anggota Perbanas.  Namun, menurut Sigit, pembukaan data transaksi kartu kredit oleh petugas pajak tidak bisa diberlakukan pada nasabah secara umum. Pembukaan data transaksi hanya diperuntukkan bagi nasabah yang memang diduga kuat telah melakukan pengemplangan pajak.

“Intinya selama tidak melanggar kerahasian perbankan kami tidak ada persoalan,” ujarnya. Di sisi lain, Sigit menyatakan akan kooperatif dengan DJP terkait data transaksi kartu kredit nasabah selama petugas pajak terkait mengantongi surat rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia (BI). “Kalau ada permintaan (membuka data) kita akan kooperatif selama dilakukan dengan prosedur yang benar dalam hal ini ada surat dari otoritas,” tuturnya.

Sebagai informasi, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Aturan tersebut ditetapkan sejak 22 Maret dan telah berlaku sejak PMK tersebut diundangkan.

Dalam beleid tersebut, bank atau lembaga penerbit kartu kredit diwajibkan melaporkan data transaksi nasabah kartu kredit yang bersumber dari billing statement yang memuat data-data berupa nama bank penerbit kartu kredit, nomor rekening kartu kredit, nomor ID dan nama merchant (pedagang), nama pemilik kartu, alamat pemilik kartu, NIK/Nomor paspor pemilik kartu, NPWP pemilik kartu, bulan tagihan, tanggal transaksi, rincian transaksi, nilai transaksi dalam rupiah serta limit atau batas nilai kredit yang diberikan untuk setiap kartu.

Monday, March 28, 2016

Syarat Perusahaan Yang Ingin Punya Hutang Luar Negeri

Pada 2016, perusahaan dengan utang luar negeri harus memenuhi ketentuan rasio lindung nilai atau hedging yang mencapai 25% dari sebelumnya 20%. Kemudian rasio likuiditas menjadi 70% dari sebelumnya 50%. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hendar menuturkan bahwa hal ini sudah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.16/21/PBI/2014. Ketentuan dibuat secara bertahap agar memberikan waktu yang cukup bagi korporasi untuk implementasi.

"Pada tahap pertama di tahun 2015, pelaku ULN wajib memenuhi rasio lindung nilai sebesar 20% dan rasio likuiditas minimal 50%. Sementara itu, peringkat utang minimum belum diterapkan," terangnya dalam seminar di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin (28/3/2016). "Mulai tahun 2016, pelaku ULN wajib memenuhi rasio lindung nilai sebesar 25% dan rasio likuiditas minimal 70%," jelasnya.

Rasio lindung nilai adalah selisih antara aset valas terhadap kewajiban pembayaran valas yang jatuh jatuh tempo pada periode tertentu. Aset mencakup kas, giro, tabungan, deposito, surat berharga yang bisa diperdagangkan dan tagihan. Di samping itu, juga ada penerapan peringkat utang minimum menjadi BB- untuk setiap perusahaan non bank yang akan menerbitkan ULN baru.

"Iya harus sudah mulai penuhi ketentuan itu. Kan ini baru tahun pelaksanaan dari 2015 bagi yang ajukan ULN haruss rating minimal BB-," kata Hendar. Pada 2017 mendatang ada kewajiban perusahaan tersebut wajib melakukan transaksi lindung nilai dengan perbankan Indonesia. Hendar menegaskan, pengenaan sanksi pun diterapkan secara bertahap.

"Ketentuan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi utang tetapi menekankan pentingnya peminjam berhati-hati atas currency risk yang dapat membahayakan kelangsungan," tukasnya. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2016 tumbuh 2,2% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2015 sebesar 5,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ini terutama didorong oleh perlambatan ULN sektor publik dan penurunan ULN sektor swasta.

ULN berjangka panjang tumbuh 4,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2015 sebesar 8,6% (yoy). Sementara itu, ULN berjangka pendek masih mengalami penurunan (-12,7% yoy). Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN Indonesia pada akhir Januari 2016 tercatat sebesar US$ 308,0 miliar. Demikian disampaikan Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resminya.

Berdasarkan kelompok peminjam, perlambatan pertumbuhan ULN pada Januari 2016 terjadi pada ULN sektor publik maupun ULN sektor swasta. ULN sektor publik tumbuh melambat menjadi 5,7% (yoy) dari 10,2% (yoy) pada bulan Desember 2015, dan ULN sektor swasta turun -0,7% (yoy) setelah pada Desember 2015 tumbuh sebesar 2,2% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN sektor publik dan swasta masing-masing tercatat sebesar US$ 143,4 miliar (46,6% dari total ULN) dan US$ 164,6 miliar (53,4% dari total ULN).

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi ULN Indonesia didominasi oleh ULN berjangka panjang (87,4% dari total ULN). ULN berjangka panjang pada Januari 2016 mencapai US$ 269,1 miliar, terdiri dari ULN sektor publik sebesar US$ 140,7 miliar (52,3% dari total ULN jangka panjang) dan ULN sektor swasta sebesar US$ 128,4 miliar (47,7% dari total ULN jangka panjang).  Sementara itu, ULN berjangka pendek sebesar US$ 38,9 miliar (12,6% dari total ULN), terdiri dari ULN sektor swasta sebesar US$ 36,2 miliar (93,0% dari total ULN jangka pendek) dan ULN sektor publik sebesar US$ 2,7 miliar (7,0% dari total ULN jangka pendek).

Menurut sektor ekonomi, ULN swasta pada akhir Januari 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,2%. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pertumbuhan tahunan ULN sektor keuangan, industri pengolahan, dan listrik, gas dan air bersih melambat, sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam.

Bank Indonesia (BI) memandang perkembangan ULN Januari 2016 masih cukup sehat namun terus mewaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya ULN sektor swasta. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.

Bakrie and Brothers Rugi Rp 1,75 Triliun Tahun 2015

Emiten tambang PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mencatat kerugian sebesar Rp 1,75 triliun di sepanjang tahun 2015. Padahal, di tahun 2014, perseroan masih membukukan laba bersih sebesar Rp 155 miliar.

Perseroan juga mencatat rugi per saham sebesar Rp 18,62. Di tahun 2014, perseroan masih mencatat laba per saham sebesar Rp 1,65. Demikian disampaikan perseroan dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (28/3/2016).

Sepanjang 2015, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 4,66 triliun, merosot sekitar 27% dibandingkan perolehan pendapatan di tahun sebelumnya sebesar Rp 6,38 triliun. Meskipun beban pokok pendapatan tercatat turun dari Rp 3,86 triliun menjadi Rp 2,71 triliun di tahun 2015, namun perseroan menderita rugi kurs sebesar Rp 722 miliar di tahun 2015, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 162 miliar.

Beban bunga dan keuangan tercatat sebesar Rp 543 miliar di tahun 2015, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 598 miliar. Sementara beban karyawan tercatat sebesar Rp 253 miliar dibandingkan tahun 2014 sebesar Rp 288 miliar. Beban pajak dibukukan sebesar Rp 13,57 miliar di tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 12,12 miliar.

Sunday, March 27, 2016

DJP Akan Bongkar 2000 Perusahaan Multinasional Yang Mengemplang Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membongkar motif sebanyak 2.000 perusahaan multinasional atau asing yang teridentifikasi mengemplang pajak. Rata-rata perusahaan tersebut menunggak pajak jenis Pajak Penghasilan (PPh) Badan pasal 25 dan 29. "Yang dimakud tidak membayar pajak adalah mereka tidak membayar pajak PPh pasal 25 dan 29 karena alasan merugi terus menerus, padahal perusahaannya masih ada. Ini perlu kita teliti lebih dalam lagi, apakah memang benar," kata Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (28/3).

Menurut Direktur Pelayanan dan Penyuluhan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Mekar Satria Utama, rata-rata 2.000 perusahaan asing tersebut menggunakan modustransfer pricing. Transfer pricing merupakan transaksi barang dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar, bisa dengan menaikkan (mark up) atau menurunkan harga (mark down), kebanyakan dilakukan oleh perusahaan global (Multi-National Enterprise).

Tujuannya, pertama, untuk mengakali jumlah profit sehingga pembayaran pajak dan pembagian dividen menjadi rendah. Kedua, menggelembungkan profit untuk memoles (window-dressing) laporan keuangan. Dari praktik ini negara dirugikan triliunan rupiah karena praktek transfer pricing perusahaan asing di Indonesia. "Perusahaan ini merupakan perusahaan afiliasi dengan induknya yang ada di luar negeri, sehingga sangat rawan untuk proses transfer pricing. Seperti biasanya pembayaran royalti," ujar Satria.

Untuk menanggulangi praktik tersebut, DJP sendiri saat ini telah memiliki unit khusus yang menangani praktik transfer pricing. Sejak tahun 2014 lalu, Satria mengklaim telah memiliki data potensi hingga triliunan rupiah yang dijadikan dasar pemeriksaan.  "Sejak tahun 2014 lalu dan 2015 lalu sudah menghasilkan data-data transfer pricing cukup signifikan. Hampir puluhan triliun yang menjadi dasar koreksinya," ungkapnya.

Modus kedua yakni biasanya para perusahaan asing tersebut memanfaatkan fasilitas fiskal, seperti pengurangan pajak (tax allowance), untuk menghindari pembayaran pajak usai masa tax allowance habis. "Pada waktu mereka mengajukan pelaporan, mereka suka meninggikan biaya-biaya pemberian barang modalnya, sehingga pada saat habis masa tax allowance sudah terakumulasi pembelian barang modal yang sangat tinggi sehingga menyebabkan tingginya biaya penyusutan," katanya.

Usai mendapatakan fasilitas tax allowance, sejumlah perusahaan tersebut diduga melakukan perubahan nama sehingga bisa mengajukan diri kembali sebagai penerima fasilitas tax allowance. "Kemudian mereka mengajukan kembali untuk mendapatkan fasilitas yang sama. Sehingga kembali lagi mereka mendapatkan fasilitas tersebut dan kembali lagi memanipulasi menjadi rugi," katanya.

Oleh sebab itu, Satria mengatakan DJP akan melakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk melacak identitas para perusahaan tersebut. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menambah jumlah petugas pemeriksa pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (WP) yang terindikasi tidak membayar maupun menunggak pajak tahun ini.
Dirktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan saat ini DJP memiliki petugas pemeriksa pajak sebanyak 4.551 orang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah WP orang pribadi (OP) yang saat ini mencapai 27 juta jiwa.

Namun dengan keterbatasan sumber daya tersebut, Ken masih meyakini bahwa semangat fiskus untuk melakukan pemeriksaan WP tidak akan kendor.  "Pemeriksa kita masih militan, jadi kalau ada yang mengatakan petugas pemeriksa kita masih bermain, saya katakan tidak. Mereka tidak akan main-main melakukan pekerjaannya dan tidak akan pandang bulu," ujar Ken dalam konferensi pers usai melantik 643 petugas pemeriksa di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (28/3).

Para petugas pemeriksa yang baru dilantik tersebut merupakan petugas fungsional pemeriksa pajak yang akan masuk ke Jakarta guna memenuhi pekerjaan dalam rangka tahun penegakan hukum dan ekstensifikasi. Ken mengatakan agar lebih efektif dan efisien, pemeriksaan pun difokuskan kepada WP OP yang dianggap potensial. "Pemeriksaan dilakukan kepada siapapun juga dan dimana pun juga. Jadi mereka (WP) akan kita kejar sampai ke luar negeri," katanya.

Kendati demikian, DJP juga tidak menutup mata dengan adanya risiko kriminalisasi yang dihadapi oleh para fiskus. Ken menyadari upaya DJP dalam mengutip pajak dari para WP kerap kali dijegal dengan bermacam upaya. Lebih lanjut ia mengatakan, upaya yang dilakukan oleh para petugas pemeriksa pajak sudah dilindungi oleh payung hukum berupa Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Menurutnya, UU tersebut memberikan kewenangan untuk melaksanakan pemeriksaan oleh selain pejabat fungsional pemeriksa pajak. Namun bukan berarti para fiskus kebal hukum terhadap segala dugaan tindak pidana. "Memang, orang bayar pajak tidak ada yang menyenangkan. Oleh karena itu kita melakukan penegakan hukum (law enforcement)," katanya.

Laba Industri Di China Tumbuh 4,8 Persen

Laba industri di China kembali tumbuh dalam dua bulan pertama tahun 2016, meskipun terjadi pelemahan kondisi bisnis dan perlambatan pertumbuhan ekonomi terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia.Seperti dikutip dari Reuters, Biro Statistik Nasional China menyatakan laba yang diperoleh oleh perusahaan-perusahaan industri di negara tersebut naik 4,8 persen pada bulan Januari dan Februari dari tahun sebelumnya, menjadi sebesar 780,7 miliar yuan, atau setara US$119,8 miliar dalam periode dua bulan.

Kinerja tersebut berbanding terbalik dengan penurunan tahunan 4,7 persen pada Desember 2015, yang merupakan penurunan selama tujuh bulan berturut-turut. He Ping, seorang pejabat Biro Statistik Nasional China menyatakan Tren positif ini didorong sebagian oleh penjualan produk dari perusahaan industri yang lebih cepat dan penyempitan dalam penurunan harga produsen industri.

Ia menambahkan, pengolahan minyak, mesin elektrik dan sektor makanan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan laba. He Ping menilai sektor-sektor tersebut menerima manfaat dari harga minyak yang lebih rendah. Lebih lanjut, menurutnya pertumbuhan industri makanan juga didorong oleh permintaan yang kuat serta penurunan harga untuk beberapa bahan baku.

Biro Statistik selalu memberikan angka laba gabungan selama dua bulan pertama setiap tahun untuk kelancaran distorsi musiman yang disebabkan oleh liburan Tahun Baru Imlek, ketika sebagian besar perusahaan tutup untuk perayaan panjang. Adapun harga produsen China turun untuk bulan ke-48 berturut-turut pada bulan Februari, meskipun langkah penurunan mereda, menambah tekanan kepada para produsen.

Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan bahwa negara itu memiliki perangkat kebijakan yang cukup untuk menjaga perekonomian stabil meskipun masalah struktural dan tekanan dinilai telah "mengakar". Para petinggi China telah menetapkan target pertumbuhan 6,5 persen hingga 7 persen untuk tahun ini, memperkenalkan kisaran dibandingkan target tunggal karena berusaha fleksibel dalam pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang fluktuatif.

Laba Bersih Sritex Naik jadi US$55,66 Juta Karena Pembayaran Pajak Berkurang

Perusahaan tekstil dan garmen, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mencatatkan penaikan laba bersih sebesar 10,32 persen menjadi US$55,66 juta sepanjang 2015, dari tahun sebelumnya sebesar US$50,45 juta karena naiknya penjualan bersih didukung penurunan beban pajak penghasilan.

Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dikutip Senin (18/3) penjualan bersih Sritex naik 12,14 persen menjadi US$621,99 juta pada 2015, dibandingkan penjualan tahun sebelumnya sebesar US$554,62 juta.  Adapun beban pokok penjualan perusahaan yang terkenal sebagai pemasok seragam militer di banyak negara ini juga naik 6,69 persen menjadi US$488,57 juta sepanjang 2015, dari beban pokok tahun sebelumnya US$432,20 juta.

Hal tersebut membuat laba bruto perusahaan meningkat 8,98 persen menjadi US$133,41 juta pada 2015, dari tahun sebelumnya sebesar US$122,42 juta. Sementara itu, laba operasi meningkat 4,82 persen jadi US$98,08 juta dari capaian tahun sebelumnya US$93,57 juta. Lebih lanjut, laba sebelum pajak Sritex turun 2,09 persen menjadi US$64,58 juta dari capaian tahun sebelumnya yang mencapai US$65,93 juta. Hal itu disebabkan penaikan beban keuangan menjadi US$35,44 juta dari beban keuangan tahun sebelumnya yang US$29,19 juta.

Untungnya, Sritex mencatatkan penurunan beban pajak penghasilan hingga 42,35 persen menjadi US$8,92 juta pada 2015, dari beban pajak tahun sebelumnya US$15,47 juta. Hal tersebut membuat laba bersih terdongkrak.

Dari sisi aset, Sritex mencatatkan nilai US$783,34 juta per Desember 2015, meningkat hingga 12,08 persen dari total jumlah aset di periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$698,86 juta. Adapun liabilitas atau kewajiban perseroan tercatat naik 8,38 persen mencapai US$506,6 juta, dari US$467,43 juta.

Seperti diketahui, pada 2015 perseroan membidik laba bersih senilai US$49 juta-US$52 juta. Sementara, pada 2016 Sritex menargetkan laba bersih di kisaran US$55 juta-US$59 juta. Guna mencapai target tersebut, perseroan menyatakan tengah menyiapkan beberapa strategi. Antara lain ekspansi kapasitas produksi secara bertahap, meningkatkan efisiensi produksi, memperluas diversifikasi produk, dan memperluas jaringan pelanggan.

“Manajemen akan melakukan pengembangan serta pengintegrasian bisnis upstream dan downstream sehingga perusahaan lebih banyak memproduksi value added product,” kata Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam belum lama ini. Sritex menganggarkan dana belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$86 juta pada 2016. Dana itu disiapkan guna memenuhi permintaan dari pelanggan domestik dan internasional, dengan cara menambah kapasitas produksi.

Untuk divisi usaha pemintalan benang (spinning), perseroan akan melakukan ekspansi kapasitas produksi dari 566 ribu bales menjadi 654 ribu bales benang di 2016. Kemudian, di divisi finishing, Sritex akan melakukan ekspansi kapasitas produsi dari 120 juta yards menjadi 240 juta yards kain di 2016. Sementara di unit weaving, akan dilakukan ekspansi kapasitas produksi dari 120 juta meter menjadi 180 juta meter kain mentah pada 2016.

Terakhir, di divisi garment, Sritex akan melakukan ekspansi kapasitas produksi dari 14 juta menjadi 30 juta potong pakaian di tahun 2016.

Dunlop Raih 50 Persen Pangsa Pasar Ban Off Road Indonesia

Produsen ban Dunlop di Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia berambisi menguasai 50 persen pasar ban off road domestik dalam dua hingga tiga tahun mendatang. Optimisme itu muncul bersamaan dengan dirilisnya tiga varian ban Dunlop baru yaitu GEOMAX MX52 dan MX3S.

General Manager Sales Planning PT Sumi Rubber Indonesia, Hendra Himawan optimistis bisa mencapai target tersebut karena mengamati segmen motor offroad yang potensial, terutama untuk kategori Motocross dan Adventure. Hal itu ditandai dengan meningkatnya penjualan motor di segmen trail. Penyataan Hendra itu merujuk pada data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yang pada tahun lalu menunjukkan peningkatan penjualan segmen motor trail sebesar 10 persen di saat pasar motor secara nasional melemah 17,63 persen.

"Memang sejak penjualan Motocross meningkat sebesar 46 persen antara tahun 2011 dan 2012, penjualannya terus positif dan bahkan stabil sampai sekarang di saat penjualan motor baru segmen lain melemah. Itu artinya animo pasar semakin besar," jelas Hendra di Jakarta, Sabtu (26/3).Selain meroketnya penjualan motor trail, lanjutnya, maraknya berbagai kejuaraan Motocross di Tanah Air juga mendasari optimisme perusahaan.

Hendra menjelaskan, saat ini jumlah peserta yang mengikuti kejuaraan Motocross bisa mencapai empat ribu pebalap per event. Menurutnya, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi beberapa tahun lalu, di mana rata-rata hanya ada 100 hingga 200 pembalap di dalam satu helatan tersebut. "Bahkan ada satu event Adventure di Malang, Jawa Timur yang awalnya diikuti 100 pebalap kini sudah mencapai 2.500 peserta. Selain itu, frekuensinya pun banyak, di tiap Kabupaten pasti tiap pekan ada kejuaraan. Kalau event Motocross memang jarang, tapi biasanya ban kalau sudah dipakai di adventure dipakai juga di Motocross," tuturnya.

Lebih lanjut, ia berharap perusahaannya bisa menjual 60 ribu ban offroad pada tahun ini. Apalagi, Dunlop baru-baru ini telah mengeluarkan tiga varian ban offroad baru yaitu GEOMAX MX52 dan MX3S yang merupakan ban yang diperuntukkan bagi kelas Motocross serta ban D952 yang dirancang bagi kelas Adventure.

Kendati optimistis di pasar ban offroad, namun bukan berarti perusahaan meninggalkan pasar ban onroad. Menurutnya, saat ini memang persaingan ban onroad cukup ketat dan perusahaan memang belum mampu bersaing dengan pemain-pemain yang sudah ada. Ia menambahkan, perusahaan masih akan menggarap pasar ban on road dengan dua kategori yaitu ban onroad untuk kompetisi dan ban motor komersial. Untuk kategori ban komersial, kedepannya perusahaan akan fokus memproduksi ban tipe tubeless.

"Pesaing di segmen onroad sangat banyak dan kami belum ada kemampuan yang cukup di situ. Namun, bukan berarti kita keluar dari persaingan, kami akan lebih fokus di segmen offroad dengan pangsa pasar 50 persen di dua atau tiga tahun mendatang," ujar Hendra. Produsen ban Dunlop di Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia meluncurkan tiga varian ban baru berkualitas premium, yaitu tipe GEOMAX MX52, MX3S, dan D952. Dengan peluncuran ini, perusahaan berharap bisa lebih menggarap pasar Motocross dan Adventure mengingat kedua aktivitas itu tengah digemari oleh masyarakat Indonesia.

Managing Director PT Sumi Rubber Indonesia, Shinji Suzuki antusias dengan hadirnya ban GEOMAX karena masyarakat Indonesia bisa menikmati ban yang selama ini telah digunakan oleh tim-tim juara Motocross. Menurutnya, performa ketiga varian ban baru ini sangat cocok di segala medan sehingga membuat pengalaman berkendara Motocross menjadi lebih optimal.

"Di dunia Motocross, GEOMAX adalah ban yang telah dikenal dan banyak dipakai para juara. Kami yakin, peluncuran produk baru ini sudah lama dinantikan sehingga konsumen akan lebih mudah dalam mendapatkan ban ini," ujar Suzuki di Jakarta, Sabtu (26/3). Ia melanjutkan, harga yang ditawarkan pun tidak kalah saing dengan ban-ban impor meski sedikit lebih mahal dibandingkan dengan ban merek pesaing. Namun, ia menjamin ketiga ban baru ini memiliki kualitas yang lebih mumpuni.

"Untuk Motocross, posisi harga kami lebih top dibanding ban impor yaitu 10 persen lebih murah. Sementara dibandingkan dengan kompetitor, harga kami lebih tinggi 10 persen," tambahnya. Meskipun demikian, Suzuki yakin konsumen tetap akan memilih ban-ban ini karena kualitasnya sudah teruji, khususnya varian MX52 dan MX3S yang diperuntukkan bagi kelas Motocross. Pasalnya, ban-ban ini telah digunakan di 12 seri kejuaraan nasional dan dianggap memiliki reputasi tinggi.

Varian MX52 khusus dikembangkan bagi jalanan yang keras dengan permukaan jalan yang lebih luas, sedangkan ban tipe MX3S ampuh dipakai di jalanan berlumpur karena memiliki teknologi "anti-block deletion" yang mampu melepaskan gumpalan tanah secara lebih cepat. Ban jenis MX3S ini, tambahnya, dikembangkan dari ban pemenang kejuaraan Motocross 2013.

Sementara itu, varian D952 dirancang khusus bagi motor adventure yang bisa digunakan di segala medan dengan jaminan masa pakai yang lebih lama. "Kami sangat yakin dengan durabilitas yang dimiliki ban D952 karena bisa digunakan di jalanan keras maupun berlumpur," terangnya. Ia melanjutkan, perusahaan juga tengah mensponsori tiga tim balap Motocross utama Indonesia di Kejuaraan Nasional 2016 demi meningkatkan citra merek ban GEOMAX di masyarakat. Ketiga tim tersebut adalah KTM MX dan Kawasaki AHRS yang berlaga di kelas MX2 serta tim Husqvarna Pertamina.

"Ini merupakan tahun pertama Dunlop mensponsori tiga tim Motocross. Ini merupakan tim-tim utama dan kami bangga bisa mensponsori ketiga tim tersebut," tambah Suzuki. Ditemui di lokasi yang sama, Pebalap Utama Tim Kawasaki AHRS, Farhan Hendro mengaku sangat senang dengan kerjasama ini. Apalagi menurutnya, kualitas ban Dunlop cenderung lebih stabil dibandingkan ban yang selama ini ia gunakan.

"Saya sudah mencoba jenis MX52, dan untuk kontur tanah yang keras sekali itu tidak mudah slide. Kalau merek yang saya pakai sebelumnya, sekali atau dua kali pakai kembang ban (tread) langsung rusak. Namun ban Dunlop tidak demikian," ujar Farhan kepada CNN Indonesia di lokasi yang sama.

CIMB Group Raup Rp 550 Miliar Setelah Jual 51 Persen Saham

CIMB Group Holdings Berhad (CIMB Group), melalui anak perusahaannya melepas 51 persen saham yang dimiliki pada PT CIMB Sun Life, perusahaan asuransi jiwa di Indonesia kepada Sun Life Financial Inc. dengan nilai transaksi mencapai Rp550 miliar. Group Chief Executive CIMB Group, Tengku Dato' Sri Zafrul Aziz mengatakan manajemen telah menandatangani perjanjian jual-beli bersyarat atau Conditional Sale and Purchase Agreement. CIMB Group memiliki 51 persen saham CIMB Sun Life melalui CIG Berhad (47,24 persen) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (3,76 persen).

“Divestasi akan dilakukan melalui penjualan saham yang dimiliki CIMB Group untuk selanjutnya dibeli secara langsung maupun tidak langsung oleh Sun Life Assurance Company asal Kanada,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (24/3). Ia menjelaskan, kemitraan antara CIMB Group dan Sun Life di bidang bancassurance di Indonesia dan Malaysia telah terjalin masing-masing sejak 2009 dan 2013, yang menunjukkan bahwa kerja sama antara kedua pihak telah berlangsung sejak lama.

"Divestasi ini merupakan langkah lain dalam rangka konsolidasi usaha dan optimasi sumber daya, sejalan dengan strategi rekalibrasi untuk mencapai aspirasi T18, atau strategi jangka menengah CIMB Group untuk merekalibrasi dan memperkuat bisnis intinya,” katanya. Dengan mengambil langkah tersebut, ia menyatakan manajemen dapat merampingkan portofolio asuransi perusahaan, yakni dengan tidak lagi menjalankan usaha non-inti. Dalam hal ini membuat produk asuransi, agar dapat fokus pada bidang penyaluran produk yang dikuasai.

“Bancassurance masih menjadi komponen pokok yang kami tawarkan untuk bisnis wealth management, dan kami ingin kemitraan regional kami dengan Sun Life semakin kuat," jelasnya. Presiden Direktur CIMB Niaga, Tigor M. Siahaan mengatakan aliansi CIMB Niaga di bidang bancassurance dengan Sun Life bersifat sinergis karena dengan kerja sama tersebut manajemen dapat terus menawarkan produk bancassurance.

“Sekaligus meningkatkan kemampuan Sun Life dalam mendistribusikan produk tersebut dengan memanfaatkan luasnya jaringan kantor cabang CIMB Niaga yang mencapai 6.183 lokasi di berbagai wilayah Indonesia untuk menjangkau nasabah perusahaan yang jumlahnya kian bertambah,” katanya.
Presiden Sun Life Financial (SLF) Asia, Kevin Strain mengatakan hal ini merupakan kesempatan yang sangat menarik untuk memperluas serta meningkatkan bisnis di Indonesia yang merupakan pasar utama untuk kelangsungan pertumbuhan dan komitmen perusahaan di Asia.

“Kami telah mengantisipasi serta memosisikan diri kami dalam menghadapi kebijakan kepemilikan tunggal dan menyatukan bisnis di bawah SLF Indonesia akan memberikan kemampuan yang lebih besar untuk dapat melayani nasabah dengan lebih baik. Ini termasuk investasi yang lebih efisien dalam bidang teknologi, produk, dan merek,” katanya.

Adapun pengintegrasian bisnis ini akan dipimpin oleh Elin Waty, yang akan tetap menjabat sebagai Presiden Direktur SLF Indonesia dan juga akan segera menduduki jabatan sebagai Country Manager.  Sementara Vivien Kusumowardhani akan tetap menjabat sebagai Presiden Direktur CSL sampai dengan proses integrasi selesai dan selanjutnya ia akan terus mendukung operasional Sun Life di Indonesia.

Pelepasan saham CIMB Group dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari pihak berwenang dan syarat-syarat umum lainnya yang harus dipenuhi sebelum transaksi selesai. Transaksi ini diharapkan dapat selesai pada akhir kuartal ketiga 2016, dan masih menunggu persetujuan dari regulator dan pemenuhan atas syarat-syarat penyelesaian pada umumnya

Laba Produsen Bir Bintang Turun 37,49 Persen

Produsen bir dan minuman ringan, PT Multi Bintang Indonesia Tbk mencatatkan pelemahan kinerja sepanjang 2015 setelah membukukan penurunan laba bersih hingga 37,49 persen menjadi Rp496,71 miliar dari Rp794,7 miliar pada 2014 karena penurunan penjualan bersih. Berdasarkan laporan keuangan Multi Bintang pada Kamis (24/3), penjualan bersih perusahaan turun 9,77 persen menjadi Rp2,69 triliun sepanjang 2015, dari Rp2,98 triliun pada tahun sebelumnya.

Dari pos penjualan, tercatat penjualan lokal sepanjang 2015 turun 11,63 persen menjadi Rp2,59 triliun, dari Rp 2,93 triliun pada 2014. Sementara itu, penjualan ekspor malah tercatat melonjak 127,34 persen menjadi Rp95,18 miliar pada 2015, dari Rp 41,86 miliar di tahun sebelumnya.

Dari sisi penjualan produk, penjualan bir tercatat turun 12,25 persen menjadi Rp2,44 triliun pada 2015, dari Rp2,78 triliun di tahun sebelumnya. Sementara penjualan minuman ringan tercatat meningkat 23,56 persen menjadi Rp255,69 miliar pada 2015, daro Rp 206,93 miliar di tahun sebelumnya.

Sementara itu beban pokok penjualan Multi Bintang tercatat turun 4,06 persen menjadi Rp1,13 triliun pada 2015, dari Rp1,18 triliun pada tahun sebelumnya. Atas akumulasi penjualan dan beban pokok tersebut, tercatat laba kotor Multi Bintang melorot 13,51 persen menjadi Rp1,56 triliun pada 2015, dari Rp1,8 triliun pada 2014. Pelemahan kinerja itu masih ditambah adanya rugi lain-lain bersih yang melompat hingga 5.998 persen menjadi Rp220,75 miliar pada 2015, dari Rp3,62 miliar di tahun 2014. Hal itu membuat laba sebelum pajak perusahaan turun 37,75 persen menjadi Rp675,57 miliar di tahun lalu, dari Rp1,07 triliun pada 2014.

Dari sisi aset, per 31 Desember 2015 Multi Bintang mencatatkan nilai Rp2,1 triliun, turun 5,87 persen dari Rp2,23 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu liabilitas perseroan turun hingga 20,44 persen menjadi Rp1,33 triliun, dari Rp 1,67 triliun pada 2014.

Manajemen menyatakan turunnya jumlah liabilitas perseroan tersebut disebabkan oleh penurunan utang usaha jangka pendek hingga 54 persen menjadi Rp101,28 miliar dari Rp218,04 miliar karena turunnya pembelian bahan baku dan bahan kemasan serta terjadi penurunan biaya transportasi terkait turunnya volume penjualan.

Selain itu, terdapat penurunan pinjaman jangka pendek sebesar 33,33 persen menjadi Rp500 miliar pada 2015, dari Rp750 miliar pada 2014.  Hal itu ditambah adanya penurunan jaminan embalansi atau uang pertanggungan untuk kemasan yang dapat dikembalikan sebesar 9 persen, dari Rp196,17 miliar menjadi Rp178,73 miliar.  Ini merupakan imbas dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol yang mencabut izin penjualan minuman dengan kadar alkohol di bawah 5 persen di minimarket dan pengecer lainnya.

Meski Laba Turun Drastis 79 Persen, Lippo Karawaci Tetap Bagi Deviden Rp. 80 Milyar

Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Lippo Karawaci Tbk memutuskan untuk membagikan dividen untuk tahun buku 2015 sebesar Rp80 miliar atau Rp3,51 per saham, kendati laba bersih perseroan anjlok 79,05 persen menjadi Rp535,39 miliar pada tahun lalu.

Presiden Direktur Lippo Karawaci, Ketut Budi Wijaya menyatakan pembagian dividen sebesar Rp80 miliar ini merupakan komitmen manajemen untuk mempertahankan imbal hasil kepada para pemegang saham dengan mendistribusikan dividen tahunan 15 persen dari laba bersih.  “Kami akan terus memfokuskan upaya kami untuk mempertahankan arus kas yang sehat demi pertumbuhan perseroan di masa depan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (24/3).

Dalam RUPST tersebut, manajemen juga melakukan perombakan jajaran direksi. Terdapat dua direktur yang menggantikan dua direktur sebelumnya, dan satu direktur baru. “Perkenankan saya untuk mengumumkan pengangkatan Bapak Richard Setiadi, Bapak Lee Heok Seng dan Bapak Chan Chee Meng sebagai anggota baru Direksi Perseroan. Pengalaman mereka yang luas di bidangnya masing-masing akan memberikan kontribusi dan lebih memperkuat manajemen, operasional dan tata kelola perseroan,” kata Ketut.

Ia menyatakan, Lippo Karawaci membukukan pendapatan sebesar Rp8,9 triliun di tahun 2015. Total pendapatan di tahun 2015 tersebut turun dari Rp11,65 triliun pada 2014. “Perseroan membukukan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) dan laba bersih setelah pajak masing-masing sebesar Rp2,2 triliun dan Rp535 miliar, di latarbelakangi oleh melemahnya sektor properti yang disebabkan oleh merosotnya kepercayaan konsumen,” jelasnya.

“Kerugian selisih kurs yang belum terealisasi sebesar Rp155 miliar serta tertundanya penjualan aset ke REITS merupakan kontributor utama penurunan laba bersih di tahun 2015,” imbuhnya. Ketut menambahkan, pendapatan properti turun sebesar 51 persen menjadi Rp3,4 triliun, dan memberikan kontribusi 38 persen terhadap total pendapatan. Menurutnya hal ini terutama karena tertundanya penjualan aset ke REITS di tahun 2015.

Sementara pendapatan dari Divisi Healthcare tumbuh sebesar 24 persen menjadi Rp4,14 Triliun. Siloam mengelola 20 rumah sakit pada akhir 2015. EBITDA meningkat sebesar 38 persen menjadi Rp617 miliar, dimana ke 13 rumah sakit baru memberikan kontribusi total pendapatan Rp1,7 triliun (41 persen) serta EBITDA sebesar Rp274 miliar (44 persen).

“Penerimaan pasien rawat inap tumbuh sebesar 27 persen, sementara itu kunjungan pasien rawat jalan tumbuh sebesar 25 persen. Laba bersih sebesar Rp70 miliar,” katanya. Adapun pendapatan divisi komersial Lippo Karawaci sedikit menurun sebesar 9 persen menjadi Rp607 miliar. Sementara itu, lanjutnya, pendapatan hotel stabil sebesar Rp367 miliar.

“Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan bisnis mal sebesar 22 persen menjadi Rp240 miliar, dimana pendapatan dari mal Kemang Village tidak lagi dibukukan di tahun 2015,” katanya.  Lebih lanjut, ia mengatakan bisnis asset management yang terdiri dari town management dan portofolio & properti management, tumbuh sebesar 14 persen menjadi Rp756 miliar pada tahun 2015 sebagai dampak dari semakin membesarnya total kelolaan aset dibawah portofolio REITS.

Laba Indofood Anjlok 24,7 Persen Karena Nilai Tukar Rupiah

PT Indofood Sukses Makmur Tbk mengalami pelemahan kinerja sepanjang tahun 2015 karena terkena dampak penurunan nilai tukar rupiah. Indofood mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 24,7 persen menjadi Rp2,97 triliun dari capaian 2014 sebesar Rp3,95 triliun.

Dari sisi penjualan bersih konsolidasi, sebenarnya Indofood mengalami pertumbuhan sebesar 0,7 persen menjadi Rp64,06 triliun pada 2015, dari Rp63,59 triliun sepanjang tahun 2014. Kelompok usaha strategis produk konsumen bermerek (CBP), Bogasari, agribisnis dan distribusi masing-masing memberikan kontribusi sekitar 49 persen, 24 persen, 19 persen dan 8 persen.

Direktur Utama Indofood Anthoni Salim mengatakan, dengan tidak memperhitungkan akun non-recurring dan selisih kurs, core profit, yang mencerminkan kinerja operasional juga masih mengalami penurunan hingga 9,8 persen menjadi Rp3,56 triliun, dari Rp3,95 triliun. “Kami memandang positif perbaikan iklim ekonomi makro yang terjadi di awal tahun 2016. namun demikian, kami akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian guna mengantisipasi tantangan-tantangan baru yang mungkin akan timbul,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (28/3).

Adapun lini bisnis penyumbang terbesar, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk membukukan penaikan penjualan bersih konsolidasi sebesar 5,7 persen menjadi Rp31,74 triliun pada 2015, dari Rp30,02 triliun di tahun sebelumnya. Kontribusi penjualan dari divisi mi instan, dairy, makanan ringan, penyedap makanan, nutrisi dan makanan khusus serta minuman, masing-masing mencapai sekitar 65 persen, 19 persen, 6 persen, 2 persen, 2 persen, dan 6 persen dari total penjualan konsolidasi.

Laba usaha Indofood CBP tumbuh 25,3 persen menjadi Rp3,99 triliun pada 2015, dari Rp3,19 triliun di tahun sebelumnya. Sementara laba bersih perseroan juga naik 13,5 persen menjadi Rp3 triliun pada 2015, dari Rp2,64 triliun pada tahun sebelumnya. Adapun marjin laba bersih Indofood CBP naik menjadi 9,5 persen dari sebelumnya 8,8 persen.

Anthoni Salim menyatakan manajemen senang bahwa Indofood CBP berhasil mencatatkan kinerja yang baik pada tahun 2015 di tengah kondisi ekonomi makro yang penuh tantangan. “Kami gembira dengan perkembangan ekonomi dalam negeri yang terjadi hingga saat ini dan berharap tahun 2016 akan menjadi tahun yang lebih baik, sehingga kami dapat melanjutkan pertumbuhan di seluruh divisi. Namun kami akan tetap waspada terhadap tantangan-tantangan baru yang mungkin akan timbul,” katanya.

IMF Perkirakan Kas Negara Akan Jebol Rp. 301 Triliun Tahun 2016

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) memproyeksikan penerimaan negara tahun ini akan mengalami kekurangan (shortfall) sampai Rp301 triliun. Dengan demikian IMF memproyeksi defisit anggaran pemerintah tahun ini menjadi 2,8 persen, melebar dari yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia Ben Bingham mengatakan sejumlah faktor baik domestik maupun eksternal mempengaruhi kondisi penerimaan negara tahun ini. Salah satunya, rendahnya harga komoditas menjadi salah satu penyebab berkurangnya potensi penerimaan negara tahun ini. "Sebagai hasilnya, IMF memprediksi defisit anggaran pemerintah bisa semakin melebar apabila pemerintah tidak memiliki strategi taktis untuk meningkatkan penerimaan negara," ujar Bingham.

Secara rinci dalam laporan Article IV, IMF memproyeksikan penerimaan negara tahun ini hanya mencapai Rp1.531 triliun atau 83 persen dari target APBN 2016 yang mencapai Rp1.823 triliun. Adapun penerimaan pajak diproyeksi hanya akan mencapai Rp1.297 triliun atau 83 persen dari target pajak tahun ini yang mencapai Rp1.547 triliun.

Dari sektor minyak dan gas (migas), tahun ini IMF memproyeksikan pemerintah tidak bisa berharap banyak dari sektor tersebut. Negara diproyeksi hanya mampu menerima Rp100 triliun dari targetnya Rp120 triliun. Namun, pemerintah dinilai bisa mengoptimalkan penerimaan dari sektor non migas. Salah satunya dengan meningkatkan tarif untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) non migas.

"Otoritas fiskal harus mengambil langkah awal untuk meningkatkan penerimaan tahun ini termasuk mengupayakan pemungutan pajak dari bahan bakar, tembakau dan kendaraan," ujar Bingham. Dengan cara tersebut diperkirakan penerimaan negara bisa bertambah 0,6 persen dari PDB. "Coba kombinasikan dengan mengurangi rasionalisasi belanja yang dianggap tidak penting, dengan begitu kami yakin defisit anggaran terhadap PDB bisa lebih rendah dari 2,5 persen," katanya.

Dengan merivisi APBN, menurutnya, pemerintah telah memberikan kepastian kepada investor bahwa ambisi pemerintah untuk mengebut pembangunan infrastruktur bisa dipenuhi tahun ini."Saya melihat sudah ada langkah dari Kementerian Keuangan untuk mengatasi masalah pembiayaan anggaran tahun ini, sudah ada inisiatif untuk mengkoreksi APBN tahun ini," katanya.

Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan prognosa asumsi makro ekonomi terkini dalam rangka revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro memastikan sejumlah asumsi makro yang bakal berubah antara lain nilai tukar dan harga minyak mentah Indonesia (ICP).

Untuk nilai tukar, ia menyebut kisaran Rp13.300-13.500 per dolar AS sebagai asumsi yang relevan untuk saat ini. Kisaran tersebut lebih rendah dibandingkan dengan asumsi yang dipatok pada APBN 2016, yakni sebesar Rp13.900 per dolar AS. Asumsi berikutnya yang dinilai Bambang perlu dipangkas adalah harga minyak. Dia mengatakan, kemungkinan ICP akan berubah menjadi US$35 per barel, turun dari asumsi resmi saat ini US$50 per barel.

Demikian pula dengan inflasi, Menkeu memperkirakan realisasinya pada tahun ini akan di kisaran 4 persen, masih sesuai dengan asumsi di APBN yang dipatok 4,7 persen. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi, ia meyakini target 5,3 persen di APBN 2016 masih realistis untuk dicapai pada tahun ini. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menyarankan pemerintah Indonesia untuk segera melakukan revisi APBN 2016.

Resident Representative IMF untuk Indonesia Ben Bingham mengatakan dengan revisi APBN lebih cepat, ada kepastian bagi pemerintah untuk menyesuaikan alokasi anggaran khususnya dalam membiayai pembangunan infrastruktur.Pasalnya, anggaran pembangunan infrastruktur merupakan salah satu andalan Indonesia dalam menghadapi tantangan berat perlambatan ekonomi global tahun ini.

"Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh Indonesia untuk menghadapi guncangan ekonomi tahun ini salah satunya melalui fleksibilitas fiskal seperti revisi APBN. Kami melihat perlu ada penyesuaian (APBN) lebih cepat untuk memberikan kepastian terhadap keberlanjutan pembangunan infrastruktur," ujar Bingham di Jakarta, Senin (21/3).Salah satu pos yang perlu mengalami koreksi, menurut Ben adalah target penerimaan negara. "Pemerintah berisiko menghadapi shortfall penerimaan tahun ini apabila tidak mampu menangkal lebih awal tantangan dalam memungut pajak," ujar Bingham.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah Republik Indonesia tak bakal meminta pinjaman uang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund). Sore ini, Selasa (1/9), Direktur IMF Christine Lagarde dijadwalkan bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka.  “Kami tidak minta (utang), tapi membahas seputar kondisi ekonomi dunia secara lebih luas. Sekarang ekonomi global sedang susah,” kata Kalla.

Jokowi dan Lagarde, ujar Kalla, akan fokus bicara soal melemahnya perekonomian dunia dan kelesuan sektor ekonomi. “IMF hendak melihat kondisi ekonomi Asia, termasuk Indonesia,” kata Kalla. Kalla menegaskan, Indonesia saat ini merupakan negara yang bebas dari jerat utang IMF. Utang Indonesia pada IMF pada krisis moneter 1998 sebesar US$25 miliar telah lunas tahun 2006.

Sementara mengenai US$3,1 miliar yang pernah diributkan sebagai utang, itu sesungguhnya merupakan alokasi dana penempatan sebagai bagian dari aset cadangan internasional (special drawing rights). Seluruh anggota IMF termasuk Indonesia, kata JK, mendapat alokasi SDR dan itu tak masuk kategori utang pemerintah.

Senior Resident Representative IMF untuk Indonesia, Ben Bingham, juga menegaskan Indonesia tak lagi memiliki utang ke lembaganya. “Indonesia saat ini tidak memiliki pinjaman dari IMF,” kata dia. Uatng yang tercatat di Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, menurut Bingham, memang terkait SDR yang dialokasikan untuk tiap negara anggota IMF, tak terkecuali Indonesia. Bingham juga membantah kedatangan Lagarde ke Jakarta untuk menawarkan utang kepada Indonesia. “Spekulasi bahwa Managing Director kami ke Indonesia untuk membahas program pinjaman IMF dengan pemerintah RI tidak memiliki dasar,” kata dia.

IMF menyatakan Lagarde terbang ke RI untuk menghadiri konferensi regional tingkat tinggi Future of Asia’s Finance: Financing for Development 2015 yang diselenggarakan Bank Indonesia bersama IMF.  Konferensi yang digelar di Gedung BI itu akan membahas mengenai modal pembiayaan baru bagi perekonomian pasar negara berkembang yang dinamis di Asia. Konferensi dihadiri oleh para pejabat bank sentral negara-negara anggota IMF seperti Jepang, Australia, India, Laos, Kamboja, dan Sri Lanka.

Dana Pemerintah Daerah Yang Disimpan Di Bank Alami Peningkatan Sebesar Rp. 185,4 Triliun

Hingga akhir Februari dana simpanan milik pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di bank semakin meningkat. Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan mencatat per Februari posisi dana simpanan Pemda sebesar Rp185,4 triliun, meningkat dari bulan Januari senilai Rp180,7 triliun.

Kemenkeu mencatat pengendapan dana simpanan milik Kabupaten/Kota lebih tinggi jika dibandingkan dengan dana milik Provinsi. Posisi simpanan Pemda pada akhir Februari 2016 sebesar Rp185,4 triliun terdiri dari dari dana provinsi Rp49,5 triliun serta dana Kabupaten/Kota Rp135,9 triliun.

Sementara itu, posisi simpanan Pemda dan bulan Januari 2016 sebesar Rp180,7 triliun, terdiri dari Provinsi Rp53,8 triliun, dan Kabupaten/kota Rp126,9 triliun.  Posisi simpanan Pemda pada akhir Februari 2016 tersebut juga meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp181,2 triliun atau masih lebih besar sekitar Rp4,2 triliun.

Adapun tiga daerah Provinsi dengan posisi saldo simpanan di perbankan tertinggi adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara untuk kategori Kabupaten/Kota anatara lain DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Medan, Surabaya dan Tangerang. Kendati demikian, Dirjen Perimbangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan kendati posisi simpanan Pemda dari bulan Januari ke Februari 2016 tersebut masih mengalami kenaikan, tetapi telah terjadi perubahan yang cukup signifikan ke arah perbaikan dari pola tahun sebelumnya.

"Perbaikan posisi simpanan Pemda di perbankan yang terjadi di bulan Februari 2016 ini mengindikasikan adanya perbaikan awal dalam pelaksanaan belanja APBD, dan pola pengelolaan keuangan daerah," ujar Boediarso. Boediarso menduga Hal ini antara lain sebagai dampak adanya ketentuan pengaturan penyampaian LRA (laporan realisasi anggaran), posisi kas, dan perkiraan kebutuhan belanja operasinal dan modal 3 bulan, yang disertai dengan penerapan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah yang lalai memenuhi kewajibannya,

"Serta pengaturan penyaluran DAU dan atau DBH dalam bentuk nontunai bagi daerah yang mempunyai saldo kas yang tidak wajar," ujarnya. Selain itu, kenaikan dana simpanan tersebut juga dinilai merupakan dampak dari penerbitan PMK 235/2015 yang mengatur mengenai pengelolaan APBD.  Boediarso mengklaim adanya peningkatan disiplin Pemda untuk menyampaikan data-data APBD secara rutin dan tepat waktu kepada pemerintah pusat melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) untuk menghindari sanksi penundaan penyaluran DAU/DBH setiap bulannya.

"Adanya ketentuan bahwa data APBD disampaikan melalui SIKD menyebabkan daerah berupaya untuk mampu menyampaikan data secara elektronik," katanya. Lebih jauh, Pemda juga disadarkan dengan kenyataan mengenai pergerakan dan besaran simpanan Pemda di perbankan sebetulnya dapat dikontrol oleh pemerintah pusat melalui Bank Indonesia. Sehingga Pemda diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan penyimpanan dananya di bank, mengingat adanya sanksi akan dikenakan kepada daerah yang memiliki simpanan di bank dalam jumlah yg tidak wajar atau di atas rata-rata nasional.

Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro berharap peningkatan penyerapan APBD selain mencerminkan pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik juga memiliki dampak makroekonomi yang positif, karena belanja pemerintah daerah secara kumulatif merupakan komponen belanja pemerintah dalam perhitungan pembentukan PDB.  "Dengan demikian semakin besar belanja daerah semakin besar sumbangannya terhadap PDB. Selain itu, belanja daerah yang lebih cepat akan meningkatkan multiplier effect bagi pembangunan daerah," jelas Boediarso.

Perusahaan Sikat Gigi Asal Jepang Tanam Modal 20 Milyar Di Surabaya

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan rencana investasi pemodal Jepang di industri kemasan sikat gigi, dengan estimasi modal masuk mencapai US$1,6 juta atau setara Rp20 miliar (dengan asumsi kurs Rp12.500).

Kepala BKPM Franky Sibarani mengungkapkan pemodal Jepang itu dijadwalkan akan mengajukan izin prinsip penanaman modal pada akhir 2016.  "Nantinya tentu kami berharap tidak hanya proses produksi kemasan saja di Indonesia, namun juga produksi sikat gigi dan keperluan lainnya," jelas Franky melalui keterangan pers BKPM yang dikutip Minggu (27/3).

Surabaya, kata Franky, menjadi destinasi yang akan disasar investor Jelang tersebut sebagai sebagai lokasi pembangunan pabrik.  Selain itu, lanjutnya, perusahaan sikat gigi Jepang itu juga mulai menjajaki kemungkinan akuisisi perusahaan dalam negeri guna memuluskan rencananya itu.

"Jepang termasuk salah satu negara yang aktif berinvestasi di Indonesia. Kami akan mendorong agar rencana investasi yang sudah diajukan ke BKPM dapat terealisasikan, sehingga realisasi investasi dari Jepang dapat meningkat," imbuhnya. Pejabat Promosi Investasi kantor perwakilan BKPM (IIPC) Tokyo Saribua Siahaan mengatakan perusahaan tersebut sangat serius untuk merealisasikan investasinya di Indonesia. Hal itu terlihat dari target perusahaan tersebut untuk mengajukan izin prinsip ke BKPM pada akhir tahun ini.

"Jumlah penduduk Indonesia yang besar dan adanya Asean Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN) merupakan peluang besar bagi perusahaan untuk merealisasikan minat investasinya," ujarnya. Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi Jepang di Indonesia sepanjang 2015 mengalami peningkatan sebesar 6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Realisasi investasi Jepang tercatat sebesar US$2,87 miliar, dengan total 2.030 proyek serta menyerap 115.400 tenaga kerja. Kontribusi utama investasi Jepang masih didominasi oleh sektor manufaktur, khususnya sektor otomotif, elektronika dan permesinan, serta sektor kimia dan farmasi.

Pada periode yang sama, BKPM juga mengantongi komitmen investasi pemodal Jepang sebesar US$8,1 miliar atau meningkat 95 persen dari tahun sebelumnya. Komitmen investasi tersebut berada di peringkat ketiga teratas dari daftar negara sumber komitmen investasi setelah Tiongkok (US$22,2 miliar) dan Singapura (US$16,3 miliar). Sementara mengekor negeri matahari terbit, Korea Selatan mencatatkan kenaikan komitmen investasi di Indonesia sebesar 86 persen hingga US$4,8 miliar.

UU PPKSK Senjata Baru Selamatkan Bank Saat Krisis Ekonomi

Pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipastikan telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang akan disahkan dalam sidang paripurna DPR sore nanti, Kamis (17/3). "Setelah sekian lama akhirnya Indonesia memiliki produk UU yang memberikan payung hukum kepada para pengambil kebijakan untuk menghadapi krisis," ujar Bambang usai rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/3).
Menanggapi keputusan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengaku akan tancap gas guna menyusun beleid turunan dari UU PPSK.

Kepala Eksekutif OJK Nelson Tampubolon mengatakan, untuk mewadahi penerapan UU yang membutuhkan spesifikasi lebih jauh pihaknya akan mengeluarkan sedikitnya tiga peraturan OJK (POJK). "Ada tiga P-OJK dan peraturan LPS yang harus segera dirumuskan tahun ini. Salah satunya mengenai spesifikasi dan tata cara bail in," ujar Nelson. Sebagaimana diketahui, skema bail in mencuat dalam sejumlah rapat kerja pembahasan RUU PPKSK di DPR.

Skema ini muncul seiring dengan reaksi penolakan para anggota dewan terhadap penggunaan uang negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu likuiditas bank yang terindikasi krisis. Nelson mengungkapkan, sehubungan dengan subtansi tadi P-OJK yang mengatur skemabail in akan dikeluarkan dalam waktu dekat. OJK juga berencana segera membuat daftar bank yang masuk dalam kategori sistemik atau Domestic Systematicly Important Bank (DSIB).

Hal ini dimaksudkan guna mengelompokkan bank yang bisa berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan. Di mana daftar tersebut merupakan amanat dari RUU PPSK dan OJK harus menyelesaikan daftar dalam kurun waktu 3 bulan. "Begitu disahkan, kita akan bicara dengan Bank Indonesia. Kan sudah ada kriterianya, kita akan koordinasi dengan BI untuk menentukan bank mana saja yang masuk bank sistemi, kemudian kita bawa ke rapat Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK)," imbuhnya.

Nelson menjelaskan, berdasarkan identifikasi tahap awal terdapat kurang dari 30 bank di Indonesia yang masuk kategori sistemik. Jika nantinya terindikasi sistemik, kata dia berdasarkan RUU PPKSK maka bank tersebut diharuskan melakukan langkah-langkah pencegahan krisis seperti penambahan rasio modal dan dilakukan restrukturisasi perbankan melalui LPS. "Kalau nanti LPS melihat misalnya ada bank kecil tapi ada dampak besar di masyarakat, LPS bisa mengatakan kalau ini dampaknya sangat signifikan terhadap ekonomi sehingga perlu diselamatkan sesuai dengan pembahasan di KSSK," tuturnya.

Meski begitu, dia bilang penyelamatan oleh LPS pun diharamkan mengutip dana negara melalui APBN. Untuk membantu likuiditas perbankan, LPS diperkenankan menerbitkan surat utang (obligasi) guna mencari dana tambahan demi melakukan penyelamatan (resolusi) kegagalan bank sistemik. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki tiga opsi dalam melakukan penyelamatan bank yang ditetapkan gagal oleh Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).  Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menjelaskan opsi-opsi tersebut secara sah tertuang dalam langkah-langkah penyelamatan bank gagal yang diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) yang baru disahkan dalam rapat paripurna, kemarin.

Langkah pertama yaitu LPS diperkenankan melakukan skema purchase and assumption. Melalui skema ini, nantinya jika ditetapkan ada bank yang gagal dan diputuskan harus diselamatkan, maka aset dan kewajiban dengan status hukum yang paling kuat milik bank tersebut harus dikeluarkan dari bank yang gagal tersebut. "Lalu aset dan kewajiban tersebut akan dilelang ke investor atau ke bank lainnya," jelas Fauzi. Namun jika nantinya aset tersebut sepi pembeli akibat kondisi pasar keuangan tidak dalam kondisi yang baik, maka aset dan kewajiban milik bank gagal tersebut akan ditampung sementara oleh bank perantara (bridge bank) yang dikelola oleh LPS. Pembentukan bank perantara tersebut nantinya akan diatur dalam bentuk peraturan turunan berupa peraturan LPS.

"Aset tersebut nantinya bisa dilelang ke investor jika sewaktu-waktu keadaan pasar finansial membaik," ujar Fauzi. Langkah ketiga, LPS diperkenankan menerbitkan surat utang (obligasi) yang dananya bisa digunakan untuk menginjeksi permodalan bank yang dianggap tidak mampu melakukan bail in.  "Jadi dalam prinsip bail in kerugian bank sistemik harus di upshort dulu oleh pertama yaitu pemilik bank, kedua yakni investor, dan ketiga pemegang obligasi yang convertible," katanya.

Dengan sistem bail in, bank sistemik diwajibkan untuk memiliki atau menerbitkanconvertible bond yang sewaktu-waktu bisa diubah menjadi ekuitas saham pada saat dalam keadaan krisis. "Dengan bail in, rata-rata rasio kecukupan modal bisa di kisaran 20 persen. Jadi bantalan itu seharusnya cukup untuk memastikan bahwa kalau ada krisis keuangan dan perbankan bank sistemik tidak akan terpuruk cepat," katanya. Namun apabila ternyata bantalan modal tersebut tidak cukup, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melimpahkan bank gagal itu ke LPS.

"Dan LPS saat ini memiliki balance sheet nya atau neraca yang sekarang itu di kisaran Rp67 triliun. LPS memiliki neraca ini untuk melakukan penyelamatan. Jika dananya tidak cukup, otomatis LPS bisa menerbitkan obligasi," katanya. Sebelum menerbitkan obligasi, LPS haris melalui tahap akreditasi oleh lembaga rating kredit. Jika dalam keadaan krisis keuangan pasar obligasi terpuruk dan tidak memungkinkan LPS untuk menerbitkan obligasi, maka KSSK akan berkonsultasi dengan presiden dan meminta presiden untuk menggali sumber pendanaan lain.

Langkah-langkah ini berbeda dengan skema penyelamatan Bank Century yang pernah dilakukan oleh LPS tahun 2008 lalu. Pada saat itu, LPS secara langsung menyuntik dana segar sebesar Rp1,6 triliun kepada Bank Century menggunakan dana cadangan yang dimiliki oleh LPS berdasarkan persetujuan KKSK.

"Jadi ketika ada bank yang gagal dan harus diselamatkan, maka satu-satunya cara berdasarkan UU LPS adalah menyuntik modal segar. Tapi sekarang cara tersebut sudah ditinggalkan oleh LPS di negara lain," katanya. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mewaspadai risiko krisis keuangan sistemik yang selalu dan akan terus membayangi pergerakan ekonomi Indonesia. Karenanya, lembaga di bawah Kementerian Keuangan itu menuntut komitmen dari para pemegang saham di bank-bank sistemik untuk bersiap menambah modal jika sewaktu-waktu risiko yang tak diharapkan itu datang.

"Kami tidak berharap ada krisis, tetapi risiko itu selalu ada," ujar Basuki Purwadi, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan (PKSK) BKF. Menurutnya, risiko krisis ini yang kemudian melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang tentang Tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Substansi utama dari beleid ini adalah pencegahan krisis dengan menitikberatkan pengawasan terhadap bank-bank yang masuk kategori sistemik.

Basuki menjelaskan, dalam UU PPKSK disebutkan beberapa indikator yang menjadikan sebuah bank masuk dalam kategori berdampak sistemik. Pertama, dinilai dari ukuran aset, modal, dan kewajiban bank. Lalu dilihat pula dari luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain yang dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan.

"Untuk itu bank harus memenuhi kecukupan modal, rasio likuiditas, dan dia harus buat rencana aksi recovery plan. Dituntut kesanggupan pemegang saham untuk menambah modal, serta mengonversi utang-utang kreditur menjadi saham bank, dan sebagainya," jelasnya. Dia menegaskan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap pengawasan bank-bank sistemik. Namun, UU PPKSK mewajibkan OJK secara berkala menyusun daftar bank sistemik dan melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, serta Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk menetapkan langkah-langkah mitigasi risiko.

"Untuk daftar bank sitemik itu ranahnya OJK. Terakhir mereka mengatakan kurang lebih 30 bank (berdampak sistemik)," tutur BAsuki. Sebelum UU PPKSK terbit, kata Basuki, tidak jelas pembagian tugas antar-lembaga terkait ketika krisis keuangan terjadi. Saat ini, lanjutnya, setiap anggota dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) yakni Ketua Dewan Komisioner OJK, Gubernur BI, Menteri Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner LPS, "masing-masing sudah tahu siapa melakukan apa".

Basuki menegaskan dalam UU PPSKS tidak disebutkan skema bantuan dana talangan yang bersumber dari APBN (bailout). Menurutnya, upaya pencegahan krisis di saat kondisi normal harus diutamakan antara lain dengan mewajibkan pemegang saham memperkuat modal banknya secara swadaya (bail in).  "Kalaupun dimungkinkan bailout, itu adalah solusi terakhir," katanya.

Namun, pada pasal 20 UU PPKSK disebutkan, bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas dapat mengajukan permohonan pinjaman jangka pendek dari BI dengan syarat memiliki agunan berupa surat berharga atau aset kredit . Apabila kondisi solvabilitas bank memburuk, maka OJK dapat meminta LPS untuk melakukan langkah pengamanan, mulai memfasilitasi pemasaran hingga pengalihan sebagian atau seluruh aset dan kewajiban bank sistemik kepada bank penerima atau bank perantara.

LPS sesuai UU Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan, juga menjamin simpanan nasabah di bank maksimal Rp100 juta per nasabah. Namun besar penjaminan bisa diturunkan menjadi kurang dari 90 persen jika terjadi ancaman krisis, atau terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan (rush), dan/atau inflasi melonjak tinggi dalam beberapa tahun.

Akan tetapi, dalam kondisi krisis keuangan, KKSK dapat merekomendasikan program restrukturisasi perbankan, yang dapat diterima atau ditolak oleh presiden. Program ini memungkinkan tambahan modal ke bank sistemik, yang bisa berasal dari pemegang saham, hasil pengelolaan aset, kontribusi atau premi penjaminan industri perbankan, dan/atau pinjaman yang diperoleh LPS.

Apabila terapat selisih lebih dari hasil pelaksanaan program restrukturisasi perbankan, maka akan menjadi tambahan kekayaan negara. Sebaliknya, jika terjadi defisit maka akan diperhitungkan ke dalam modal LPS yang akan ditutup dari kontribusi iuran premi penjaminan dana nasabah yang disetor perbankan.

OJK Akan Batasi Penarikan Dana Nasabah Jumbo Saat Krisis Ekonomi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memilih menggunakan cara-cara persuasif dalam memitigasi risiko krisis perbankan dengan menganjurkan perbankan menambah modal dan menghimbau deposan besar tidak menarik dana. Namun, OJK menghormati dan mempertimbangkan anjuran Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution, yang menganjurkan dibuatnya peraturan khusus untuk membatasi penarikan simpanan nasabah dalam jumlah besar ketika terjadi krisis keuangan.

"Sebetulnya ketika ada bank yang mengalami permasalahan, pengawas itu kan sudah masuk ke sana untuk menginfokan apa ang boleh dan tidak boleh dilakukan. Salah satunya diupayakan agar deposan yang besar-besar tidak menarik dananya. Tapi itu persuasif, karena ketentuannya belum ada," ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Boedi Armanto kepada CNNIndonesia.com di kantornya, Rabu (23/3).

Sebelumnya, Darmin Nasution mengusulkan pembuatan aturan khusus yang membatasi penarikan simpanan nasabah di bank ketika terjadi gejolak.  Boedi menyambut baik usulan dari Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu dan akan mempertimbangkannya, meski menurutnya ada risiko yang bisa muncul dari penerapan kebijakan itu. Namun, ia mengaku sejauh ini belum ada pembicaraan khusus antara OJK dengan pemerintah terkait wacana pembatasan penarikan dana nasabah.

"Tentu (usulan Darmin Nasution) itu baik, tapi ada risikonya juga. Kalau deposan yang besar-besar tarik dananya pasti bank akan ambruk,” katanya  “Nasabah juga pasti akan bertanya-tanya dan secara psikologis justru akan mendorong mereka mengalihkan dananya ke bank yang lebih sehat. Istilahnya flight to quality," imbuh Boedi.

Berdasarkan pengalamannya sebagai pengawas perbankan di BI dan OJK, Boedi mengatakan biasanya ketika ada bank yang mengalami permasalahan likuiditas, pengawas pasti meminta bank melakukan pendekatan persuasif kepada para nasabahnya untuk tidak menarik simpanannya dulu hingga situasi normal.  "Itu lebih bersifat anjuran, istilahnya professional management," katanya.  Boedi Armanto menilai Indonesia saat ini sudah semakin siap menghadapi gejolak di pasar uang menyusul disahkannya Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).

Menurutnya, manajemen protokol krisis setiap negara berbeda-beda dan Indonesia dianggap salah satu negara yang lebih maju karena sudah memiliki payung hukum yang jelas berupa UU PPKSK.  Dalam beleid tersebut, ada ketentuan bail in, di mana pemilik bank wajib menambah modal hingga level tertentu ketika terjadi masalah likuditas pada banknya. Kebijakan ini akan diutamakan sebelum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) turun tangan membantu.

Boedi Armanto mengatakan, ketentuan bail in ini sebenarnya sudah sejak Januari 2016 diwajibkan bagi bank yang masuk kategori berdampak sistemik atau domestic systematically important bank (DSIB) guna memenuhi ketentuan Basel III.  Hal itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2016 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum yang terbit pada 29 Januari 2016. Beleid ini isinya hampir sama dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

Selain mewajibkan penyediaan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) 8 persen dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR), OJK maupun BI mengharuskan bank menambah modal sebagai penyangga (buffer), yakni berupa Capital Conservation Buffer, Countercyclical Buffer, dan Capital Surcharge.  Capital Conservation Buffer adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga jika bank merugi pada periode krisis. Capital Conservation Buffer ditetapkan sebesar 2,5 persen dari ATMR.

Selanjutnya Countercyclical Buffer, yakni tambahan modal yang berfungsi untuk mengantisipasi kerugian jika pertumbuhan kredit perbankan berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Adapun besar Countercyclical Buffer ditetapkan mulai dari 0 persen hingga 2,5 persen dari ATMR.  Terakhir adalah Capital Surcharge khusus DSIB, yakni tambahan modal yang berfungsi untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian jika terjadi kegagalan Bank yang berdampak sistemik.

Tambahan modal ini telah diatur lebih dahulu dalam Peraturan OJK NOmor 46/POJK.03/2015 tentang Penetapan Systemically Important Bank (SIB) dan Capital Surcharge. Dalam beleid tersebut Capital Surcharge ditetapkan mulai dari 1 persen hingga 3,5 persen dari ATMR, tergantung dari bobot risiko dan kelompok (bucket) profil bank.  "Sebenarnya ada lagi tambahan modal berdasarkan risk profile. Profil risiko ini tergantung pengawas bank masing-masing, bisa 1 persen hingga 3 persen dari ATMR. Ini wajib, tapi diskresi pengawas," jelas Boedi Armanto

Monday, March 21, 2016

Hal Yang Harus Diperhatikan Sebelum Membeli Tanah Agar Tanah Memiliki Nilai Jual Kembali Yang Tinggi

Tanah memiliki nilai jual yang terus naik dan menjanjikan untuk diinvestasikan. Tanah juga merupakan salah satu jenis properti yang bisa dijadikan agunan ke bank. Maka tak heran, banyak orang yang tergiur untuk memiliki tanah.  Namun menginvestasikan tanah bukan perkara yang mudah. Butuh modal yang besar untuk memiliki hak atas sejumlah tanah. Sehingga investor perlu berhati-hati dan perlu dilengkapi dengan sejumlah wawasan dan strategi mengenai investasi tanah, agar tidak merugi di kemudian hari.

Untuk itu 5 hal penting berikut ini perlu Anda pahami jika akan memulai berinvestasi tanah:

1. Lokasi
Lokasi menjadi poin penggerak nilai sebuah tanah. Harga jual tanah bisa dipastikan terus naik jika berada di lokasi strategis, seperti akses jalan yang mudah ditempuh, dekat dengan pusat perbelanjaan dan sejumlah fasilitas umum serta sosial. Jika ingin membeli tanah, maka Anda harus jeli memerhatikan lokasinya. Caranya, dengan mempelajari karakteristik suatu kawasan dan memprediksi kondisinya di masa mendatang.

2. Luas Ideal
Luas tanah yang bisa Anda investasikan tergantung dengan kemampuan keuangan Anda. Namun luas tanah ideal tidak perlu berhektar-hektar jika Anda bukan developer properti.  Tentukan luas tanah ideal yang kira-kira bisa dibangun hunian yang layak. Hal ini akan meningkatkan nilai jual nanti dan memudahkan saat ingin dipasarkan kembali. Anda perlu mempertimbangkan ukuran tanah yang Anda butuhkan sebelum membeli.

3. Biaya
Membeli tanah bukan hanya soal harganya berapa per meter persegi, tetapi perhatikan juga faktor biaya-biaya lainnya yang akan Anda keluarkan saat membeli tanah. Seperti biaya administrasi dengan pihak notaris, perpajakan, dan lain-lain. Sehingga pengurusan legalitas atan kepemilikan tanah bisa kelar dengan cepat.

4. Tidak Likuid
Tanah merupakan jenis investasi yang bersifat tidak likuid atau tidak dapat diuangkan dalam jangka waktu cepat. Jadi sebaiknya, tanah bukan dijadikan dana darurat atau keuangan pokok Anda. Namun sebisa mungkin Anda membeli tanah untuk investasi yang berasal dari dana tak terpakai atau tabungan masa depan. Daripada uangnya disimpan begitu saja di bank, maka menginvestasikannya pada tanah akan jauh lebih bernilai. Sementara jika tabungan Anda terbatas, maka Anda bisa memilih tanah yang belum memiliki prospek pembangunan saat ini yang harganya masih murah. Tetapi beberapa tahun ke depan, tanah tersebut akan bergerak naik dan Anda pun jadi untung.

5. Bebas Sengketa
Sebaiknya, jangan membeli tanah yang berstatus sengketa warisan, masih menjadi jaminan bank, dokumennya tidak lengkap, dan sebagainya. Tanah yang kepemilikannya tidak jelas hanya akan menyusahkan dan merugikan. Selain itu, pastikan juga untuk tidak membeli tanah yang ternyata milik negara atau tanah yang masuk ke dalam peta rencana pembangunan pemerintah. Sebab tanah tersebut berisiko menjadi target pembebasan lahan.

Cara Memastikan Legalitas dan Pembuatan Sertifikat Tanah

Ada beberapa kasus terkait legalitas tanah yang perlu dipastikan, jika tidak, bukan tak mungkin suatu hari nanti malah merepotkan Anda sendiri sebagai pemilik. Kasus seperti luas tanah yang tidak sesuai dengan sertikat, sertifikat bodong, hingga ada catatan sita dari pengadilan tentu membuat siapa pun geram. Tentu saja Anda tidak bisa lantas menyalahkan pemilik sebelumnya/penjual, karena itu tekait ketidaktelitian Anda sebagai pemilik yang baru.

Nah, agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, ada baiknya Anda memastikan legalitas surat tanah yang dimiliki secepat mungkin. Jika belum tahu benar caranya, Anda bisa mengikuti tiga langkah berikut.

1. Samakan Posisi Lahan
Langkah pertama, Anda bisa menyamakan posisi lahan yang dimiliki dengan catatan legalitas yang tertera pada surat yang dimiliki. Jika sesuai, berarti tak ada masalah dengan ukuran serta posisi lahan yang Anda miliki. Sebagai informasi, seorang pengembang asal Samarinda, Jhon Palapa selalu memastikan posisi tanah dengan sertifikat yang dimilikinya agar tidak menjadi masalah saat tanah tersebut dibangun. "Bila sama, berarti urusan telah clear sekitar 50%. Untuk itu, saya selalu memastikan hal ini sebagaichecking awal," ucapnya.

2. Cek ke BPN
Kendati Anda telah memiliki surat tanah, bukan tidak mungkin bila surat yang Anda miliki temasuk dalam sertifikat bodong. Artinya, sertifikat tersebut palsu dan tidak tercatat secara resmi di negara. Meski kasus seperti ini tergolong jarang, namun tak ada salahnya jika Anda memastikan hal tersebut lebih lanjut. Caranya, Anda bisa mengajukan ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) secara langsung ataupun diwakili oleh pejabat pembuat akta tanah. Untuk waktunya, pengecekan bisa memakan waktu 24 atau kurang, tergantung dari daerah yang bersangkutan.

3. Sertifikat asli.Surat tugas atau surat kuasa pengecekan dari PPAT kepada pegawainya. (Beberapa Kantor Pertanahan mengharuskan PPAT yang mengajukan permohonan pengecekan sertifikat).
Permohonan pengecekan sertifikat (formulir permohonan sudah ada di Kantor Pertanahan).
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik sertifikat. (Ada beberapa Kantor Pertanahan yang tidak mengharuskan melampirkan fotokopi KTP). Jika tanah Anda sudah benar–benar tercatat di BPN, artinya sekitar 99 persen tanah Anda aman.

4. Cek Fisik
Meski secara legalitas tanah Anda aman, namun terkadang ada saja hal yang bisa menimbulkan masalah. Misalnya ada klaim dari pihak lain (sertifikat ganda) atau ketidaksesuaian koordinat tanah. Tentu saja hal ini juga perlu diselesaikan agar tidak berlarut–larut. Terkait hal itu, ada dua hal yang perlu dicermati, yakni posisi tanah dan arah obyek lapangan. Biasanya, lembar Surat Ukur di sertifikat mencantumkan info peta, nomor peta pendaftaran, lembar serta kotak, dan terkadang dilengkapi dengan informasi koordinat.

Gunakan bantuan kompas untuk mengetahui perbatasan utara, barat, selatan, maupun timur tanah Anda dengan detil. Anda juga bisa menggunakan bantuan GPS bila pada sertifikat tidak terdapat koordinat yang tepat. Kepemilikan sertifikat menjadi sangat penting, mengingat bentuk keabsahan yang dihasilkannya sangat penting bagi pemilik tanah. Sayangnya kertas dengan nilai sangat tinggi ini bisa saja hilang ataupun rusak.  Jika ini terjadi pada Anda, Anda tidaklah seorang diri yang mengalami hal ini. Banyak orang di luar sana juga mengalami hal serupa. Sertifikat tanah bernilai jutaan hingga miliaran rupiah rusak dimakan zaman, bahkan hilang entah ke mana.

Jangan panik melainkan segera lakukan penggantian sertifikat baru ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tempat Anda mendaftarkan properti Anda tersebut. Permohonan penggantian sertifikat baru ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pasal 57 tentang pendaftaran tanah. Disebutkan bahwa atas permohonan pemegang hak atas tanah, sertifikat baru dapat diterbitkan sebagai pengganti sertifikat yang hilang. Jangka waktu pengurusan penggantian sertifikat adalah 40 hari kerja sesuai yang telah ditetapkan oleh BPN.

Beberapa cara berikut ini dapat Anda lakukan untuk mengurus sertifikat tersebut:

1. Siapkan Syarat

Sertifikat pengganti hanya bisa diajukan oleh pihak yang namanya ada di dalam sertifikat yang hilang/rusak. Namun bisa juga pihak lain yang menerima hak berdasarkan akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Hal tersebut berlaku jika pemegang sertifikat tanah sudah meninggal dan bisa digantikan oleh ahli waris, namun tetap menyerahkan bukti-bukti otentik seperti Akta Keterangan Hak Mewaris, Surat Penetapan Ahli Waris, atau Surat Keterangan Ahli Waris.

Selain itu beberapa syarat yang perlu Anda penuhi saat pengajuan penggantian tersebut adalah:
  • Mengisi formulir dan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya di atas materai
  • Surat Kuasa (bila dikuasakan)
  • Fotokopi identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa (bila dikuasakan), serta telah dicocokkan dengan yang aslinya oleh petugas loket
  • Fotokopi Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket bagi badan hokum
  • Fotokopi sertifikat (bila ada)
  • Surat Pernyataan di bawah sumpah oleh pemegang hak/yang menghilangkan
  • Surat tanda lapor kehilangan dari kepolisian setempat2. Segera Blokir Sertifikat

Setelah Anda melengkapi seluruh dokumen yang dibutuhkan beserta surat kehilangan dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dari Kepolisian, maka segeralah blokir sertifikat Anda. Hal ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan atas sertifikat awal Anda oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab.

3. Proses Pengajuan
Saat pengajuan tersebut Anda akan melewati beberapa prosedur, seperti:

  • Mengisi berkas permohonan sertifikat pengganti dan melengkapi persyaratan.
  • Pengambilan sumpah pemilik sertifikat di hadapan Kepala Kantor Pertanahan. Jika sudah, BPN akan mengumumkan berita acara pengambilan sumpah ke media. Bila tidak ada sanggahan atau gugatan dari orang lain kurang lebih selama satu tahun, maka proses penggantian sertifikat akan dilanjutkan.
  • Pengukuran ulang
  • Jika dokumen sudah lengkap, pihak BPN akan meninjau kembali lokasi dan melakukan pengukuran ulang. Ini untuk memastikan keadaan tanah masih sama dengan yang tertera dalam Buku Tanah dan fotokopi sertifikat pemohon.
  • Penerbitan Sertifikat PenggantiJika pengukuran sudah selesai, maka penerbitan sertifikat pengganti bisa dilakukan. Bila tidak terjadi gugatan, sertifikat tersebut bisa terbit dalam kurun waktu 3 bulan, setelah permohonan diterima secara lengkap.