Wednesday, August 31, 2016

Jualan Kopi Ke Starbuck, Petani Simalungun Mampu Raup 12 Milyar Per Tahun

Petani kopi sering kali mengeluh hasil penjualannya yang lebih rendah daripada pengepul. Akhirnya, dengan tekad ingin menciptakan pasar sendiri, usaha kelompok tani asal Simalungun, Dataran Tinggi Danau Toba, Sumatera Utara ini menjadi pemasok biji kopi ke Starbucks.

"Berawal dari perbedaan harga yang sangat signifikan antara di petani dan pedagang pengumpul bedanya sekitar Rp 10.000-an, kami dari kelompok tani berusaha mencari pasar sendiri," ujar Ketua Koperasi Produksi Sumatera Arabika Simalungun, Ludi Antoni Damanik, saat dijumpai detikFinance di pameran UMKM Balai Kartini, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2016).

Koperasi usaha tani ini dibentuk pada 2006, dibentuk atas inisiasi kelompok tani, tetapi sejak tahun 2013 Bank Indonesia (BI) melakukan pendampingan pada kelompok petani ini. Awalnya, kelompok tani ini bermodal Rp 12 juta dari anggota koperasi, tiap anggota juga harus menyetorkan biji kopi hasil kebunnya ke koperasi untuk diolah dan dijual oleh anggota koperasi.

Omzet per tahunnya sekitar Rp 20 miliar, laba bersih Rp 12 miliar per tahun, dan produksi per tahun sebanyak 67.000 ton. Awalnya, para kelompok tani ini menggunakan kemasan tradisional, tetapi seiring waktu desain kemasan lebih baik dan pemasarannya lewat online. Produknya terdiri dari green bean (kopi beras), roast bean (kopi sangrai), dan kopi bubuk pada tahun 2011 dengan merek Sabaas (kopi ground). Green bean dan roast bean telah diekspor ke berbagai daerah.

Produk grean bean sendiri telah diekspor sejak tahun 2012 ke AS, Eropa, Timur Tengah, Korea Selatan, Taiwan, Tiongkok, Jepang, Australia, Selandia Baru, Singapura dan Malaysia.  Sedangkan roast bean ke Timur Tengah, Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Mesir. Sedangkan kopi bubuk paling banyak diekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia.

Ludi mengatakan, green bean paling banyak diekspor ke Amerika dan Eropa karena telah lama mengenal kopi Sumatera. Di mana karakter warna kopi Sumatera yang kuat dan aroma kulit manis yang melekat. Setiap minggu ada sekitar 150 kg roast bean dan kopi bubuk yang diekspor. Sedangkan jenis green beantergantung negara tujuan, misalnya seperti ke AS dan Taiwan, koperasi usaha tani ini mengirim 20 ton atau sekitar 1 kontainer.

Ludi bercerita, awal mula produknya dikenal dunia karena kelompok tani ini kedatangan tamu dari Starbucksorigin experiences pada tahun 2011-2015. Ada sekitar 105 manager gerai kopi di 65 negara yang datang ke kelompok tani ini belajar bersama petani membibit kopi, menanam dan merawat, membuat tamanan pohon pelindung kopi, dan memangkas kopi.

"Mereka dengan petani belajar budidaya kopi di hulu mulai dari pembibitan dan penanaman. Starbucks lebih kurang membawa 105 manager gerai kopi di 65 negara sehingga dengan sendirinya kita tidak merasa terganggu tapi ada hubungan emosional antara petani dengan pihak Starbucks-nya dari segi promosi kita terbantu. Mereka dengan petani membibit kopi, menanam dan merawat," ujar Ludi.

Mengapa biji kopi kelompok tani ini dilirik Starbucks? Ia mengaku, keunggulan produknya menggunakan kopi ramah lingkungan misalnya tanpa menggunakan pupuk kimia.

"Awalnya memang kelompok ini mengembangkan kopi yang ramah lingkungan. Kita memang mempergunakan alat di budidayanya tanpa menggunakan pupuk kimia. Starbucks itu pesan kopi yang green bean dan roast bean dari kami, malah ekspor yang paling besar berasal dari Amerika yaitu 20 ton selama sebulan atau sekitar Rp 1,9 miliar," ungkap Ludi.

Kelompok usaha tani ini disebut kelompok usaha tani Sinaman 2, yang terletak di Kecamatan Pamatang Sidamani, Kabupaten Simalungun, Utara Danau Toba, Sumatera Utara. Di mana telah memiliki sistemquality control yang baik dan satu pintu sehingga kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya terjamin. Kopi dari Simalungun ini telah mendapat hak paten geografis dari Kemenkum HAM pada tanggal 24 April 2015, yang disebut Arabika Sumatra Simalungun (berada di dataran tinggi Sumatera Utara Danau Toba).

Saat ini, kopi Simalungun telah memiliki 3 kedai kopi yang terletak di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Para anak muda tani yang memberikan masukan melakukan untuk pengembangan kedai kopi tersebut. Letaknya ada di Jalan Umum Siantar Gorbus, sekitar kebun teh dan kebun kopi di Danau Toba, nama kedainya adalah Kopi Saabas.

Kopi Sabaas bisa ditemukan lewat facebook: Kopi Dari Sinaman.

Dari Rugi Rp 396 Milyar, Antam Berhasil Raup Untung Rp 11 Milyar Dalam 6 Bulan

PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 11 miliar pada semester I-2016. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih mencatatkan kerugian sebesar Rp 396 miliar.

Perolehan laba bersih perseroan ini karena beban penjualan turun dari Rp 7,32 triliun menjadi Rp 4,042 triliun di semester I-2016. Beban usaha juga turun dari Rp 424 miliar ke Rp 370 miliar di semester I-2016.

"Dengan tantangan volatilitas harga komoditas di 1H16, kami telah mengambil kebijakan optimalisasi kinerja operasional dan inovasi pada upaya-upaya perolehan pendapatan kunci agar arus kas perusahaan tetap sehat. Dengan adanya peningkatan harga komoditas saat ini, kami optimistis untuk dapat memberikan tingkat profitabilitas dan imbal hasil yang baik kepada pemegang saham di tahun 2016," ujar Direktur Utama Antam Tedy Badrujaman dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (31/8/2016).

Di semester I-2016, penjualan bersih Antam tercatat Rp 4,16 triliun dengan komoditas emas menjadi kontributor terbesar dengan kontribusi 68% atau Rp 2,84 triliun. Feronikel menjadi kontributor terbesar kedua penjualan bersih Antam dengan nilai Rp 950 miliar atau 23% dari total penjualan.

Di semester I-2016, Antam menjual 5.392 kg emas, sementara volume penjualan feronikel tercatat sebesar 8.092 ton nikel dalam feronikel (TNi). Seiring dengan perkembangan industri smelter nasional dan adanya permintaan bijih nikel domestik, Antam telah melakukan penjualan bijih nikel untuk memenuhi kebutuhan bahan baku smelter nikel pihak ketiga.

Antam berharap produksi dan penjualan bijih nikel akan dapat lebih ditingkatkan. Sejalan dengan peningkatan volume produksi bijih nikel Antam untuk keperluan smelter pihak ketiga di dalam negeri, maka harga jual bijih nikel Antam akan semakin kompetitif dan akan semakin menguntungkan bagi smelter-smelter di dalam negeri.

Dengan jumlah cadangan dan sumber daya nikel sejumlah 988,30 juta wet metric ton (wmt) berdasarkan Competent Person Report per 31 Desember 2015, jumlah keseluruhan cadangan dan sumber daya nikel yang dimiliki Antam dapat menunjang rencana pengembangan bisnis dan operasi jangka panjang perusahaan.

Selain itu, Antam mampu untuk mensuplai seluruh smelter yang ada di dalam negeri. Dalam bisnis emas yang memberikan kontribusi terbesar pendapatan perusahaan, Antam tengah mengembangkan pasar ekspor emas untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.

Beberapa pasar yang tengah dijajaki di antaranya Malaysia, Singapura, Uni Emirat Arab dan beberapa negara Afrika. Terkait perkembangan proyek pertumbuhan, konstruksi Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim (P3FH) terus berjalan dengan baik setelah proses rights issue di akhir tahun 2015.

Sementara itu, progres P3FH yang akan selesai di tahun 2016 sudah mencapai 99,69%. P3FP akan meningkatkan kapasitas produksi feronikel dari 18.000-20.000 TNi menjadi 27.000-30.000 TNi per tahun. Untuk progres Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR), Antam terus melanjutkan diskusi dengan PT Inalum (Persero) dan mitra strategis.

Sebelumnya, Antam dan PT Inalum (Persero) telah sepakat untuk membentuk perusahaan patungan, PT Inalum Antam Alumina guna pengembangan proyek SGAR.

Dlaam proyek Anode Slime & Precious Metal Refinery (PMR), Antam juga masih melanjutkan diskusi dengan PT Freeport Indonesia dan PT Smelting.

Penyebab Industri Tekstil Indonesia Kalah Telak Dibandingkan Vietnam

Dibanding Vietnam, daya saing Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia boleh dibilang kalah bersaing. Selain karena diuntungkan perjanjian bebas, harga TPT yang lebih murah membuat pangsa ekspor Vietnam mengungguli Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan, selain harga gas yang lebih murah, banyak faktor yang membuat industri TPT Vietnam lebih efisien ketimbang Indonesia. Meski negara itu baru mengembangkan industri TPT pada tahun 2000.

"Pertama infrastruktur mereka lebih bagus. Di situ kita sudah kalah, di luar faktor harga gas dan perjanjian perdagangan bebas," ujar Ade. Dia melanjutkan, dalam kebijakan fiskal perpajakan, pelaku industri di negara komunis itu pun menikmati banyak keringanan pajak dibanding pengusaha TPT Indonesia.

"Apa yang paling membedakan? Soal pajak. Kebijakan pajak mereka lebih mendukung dalam hal tarif pajak. Kemudian semua industri tekstilnya bisa memanfaatkan fasilitas kemudahan pajak seperti kawasan berikat yang terintegrasi. Mau dia industri besar atau kecil, semua bisa menangguhkan PPN," kata Ade.

Dari catatan API, ekspor TPT Indonesia pada kuartal pertama 2016 mencatatkan US$ 12,28 miliar, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 12,74 miliar. Angka ini tertinggal jauh dengan Vietnam yang di periode yang sama mencatatkan ekspor US$ 30 miliar.

Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, mengungkapkan banyak masalah yang membuat daya saing dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) lemah. Melubernya impor produk tekstil salah satunya, termasuk impor pakaian bekas illegal.

"Yang ganggu baju bekas yang masuk ke pelabuhan kecil-kecil, atau dikenal dengan pelabuhan tikus. Keluhan utama adalah soal barang impor ilegal. Nah ini yang ganggu demand dalam negeri. Akan tindak lanjut ke Kapolri," kata Airlangga, dalam Breakfast Meeting bersama pengusaha tekstil, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (29/8/2016).

Selain masalah impor ilegal, Airlangga juga menyoroti masalah membanjirnya barang tekstil impor yang masuk dari banyak pintu secara ilegal, salah satunya praktik impor tekstil borongan. Tekstil borongan yakni jasa impor barang beberapa pembeli importir dalam satu pengiriman. "Kalau spesifik impor yang banyak, yang jadi tantangan adalah impor borongan atau ilegal ini. Kemenperin akan lihat dulu dan akan amankan semua yang ganggu tekstil," ujar Airlangga.

Soal keluhan pengusaha tekstil atas pembebanan Pajak Pertambahan NIlai (PPN), tarif anti dumping, dan bea masuk bahan baku tekstil, Kementerian Perindustrian akan mengupayakan koordinasi dengan Kementerian Keuangan.

"Nah PPN masukan dan keluaran, persoalannya pelaporannya yang dianggap birokratis. Tapi kita pahami juga karena di Kemenkeu standarnya begitu. Bea masuk yang dikeluhkan kan ada yang anti dumping. Sedangkan anti dumping perlu untuk lindungi dalam negeri. Namun, di sektor hilir dalam bentuk kain, impor sangat besar," jelas Airlangga.

Pertamina Mulai Gali Minyak di Irak Untuk Diolah Jadi Premium di Singapura

PT Pertamina (Persero) dan Shell Eastern International Trading Company (SIETCO) menyepakati kerja sama pengolahan minyak mentah Basrah Crude asal Irak milik Pertamina. Kerja sama dilakukan dengan skema crude processing deal (CPD).

Penandatanganan kontrak CPD telah dilakukan pada Juni 2016. Hari ini, kontrak yang telah ditambah dengan adendum resmi diumumkan. Kilang Shell di Singapura akan mengolah minyak dari Lapangan West Qurna I di Irak, yang dikelola Pertamina dan ExxonMobil. Minyak bagian Pertamina, akan diolah di kilang Shell menjadi bensin RON 88 alias premium.

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, menjelaskan kerja sama ini dilakukan karena minyak mentah hasil produksi Pertamina di Irak tidak dapat diproses di kilang dalam negeri, spesifikasinya tidak cocok.  Tapi Pertamina lebih memilih untuk mengolah minyak di Singapura ketimbang menjualnya. Sebab, Pertamina bisa mendapatkan BBM dengan harga lebih murah ketimbang mengimpor BBM yang sudah jadi.

"Sebagaimana kita ketahui bahwa secara negara maupun secara perusahaan, kita selalu mendapat tekanan atas impor yang terlalu besar. Tentu ada upaya-upaya kita mengurangi impor. Sekarang ada potensi CPD, kita memanfaatkan crude Pertamina di Irak, target kita 1 juta barel BBM per bulan. Ini upaya kita mengurangi impor langsung," kata Dwi dalam konferensi pers, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (31/8/2016).

SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, menambahkan sebelumnya Pertamina telah melakukan seleksi ketat untuk mencari mitra pengolahan minyak dari Irak. Akhirnya kilang Shell di Singapura yang terpilih.  Kerja sama ini, sambung Daniel, membuat volume impor BBM Indonesia makin berkurang. Pertamina pun memperoleh harga yang lebih efisien.

"CPD kita lakukan bekerja sama dengan Shell. Kita menghubung kilang-kilang di seluruh Asia Pasifik untuk menjajaki pengolahan minyak mentah Pertamina dari Irak. Sebelumnya minyak dari Irak kita pasarkan di internasional. Tapi daripada kita hanya jual saja, kenapa tidak kita masak di kilang di Asia Pasifik dan kita ambil untuk mengurangi pembelian BBM secara langsung?" dia menerangkan.

"Volume impor BBM yang terbesar adalah Premium RON 88. Skema CPD ini untuk mengurangi volume pembelian kita dari pasar Singapura sehingga demand di pasar internasional bisa berkurang. Ini salah satu inovasi kita untuk memperkuat suplai BBM di dalam negeri," pungkasnya.

PT Pertamina (Persero) dan Shell Eastern International Trading Company (SIETCO) yang berkedudukan di Singapura menyepakati kerja sama untuk pengolahan minyak mentah Basrah Crude milik Pertamina dengan skema crude processing deal (CPD).

Minyak yang diolah kilang Shell di Singapura tersebut berasal dari Lapangan West Qurna I di Irak. Lapangan tersebut dikelola bersama oleh Pertamina dan ExxonMobil. Minyak bagian Pertamina inilah yang diolah menjadi bensin RON 88 alias premium. Mengapa Pertamina tidak mengolah minyak tersebut di kilang-kilangnya sendiri saja? Atau mengapa tidak sekalian impor BBM saja?

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, menjelaskan bahwa spesifikasi minyak dari Irak tersebut tidak cocok dengan kilang-kilang di Indonesia.  "Minyak sour hasil produksi di Irak, Basrah Crude, belum dapat diproses di kilang dalam negeri," ujar Dwi dalam konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (31/8/2016).

Dwi menambahkan, pengolahan minyak milik Pertamina di kilang luar negeri ini hanya sementara saja. Pertamina sekarang sedang menjalankan 4 proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan 2 Grass Root Refinery (GRR).  4 kilang yang dimodifikasi dan 2 kilang baru Pertamina nantinya dapat mengolah minyak mentah jenis Basrah Crude. "Dengan adanya RDMP dan GRR, Basrah Crude bisa kita olah," tuturnya.

Pihaknya memilih untuk mengolah saja minyak dari Irak di Singapura karena dengan begitu Pertamina bisa memperoleh BBM dengan harga lebih murah.  "Sudah tentu lebih efisien. Dalam proses tender terakhir disampaikan, minus alfa semakin tinggi. Lebih baik daripada kalau kita beli langsung BBM," paparnya.

SVP Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, Daniel Purba, menambahkan bahwa bensin RON 88 hasil olahan kilang Shell di Singapura ini harganya lebih murah 15% dibanding yang diimpor langsung oleh Pertamina.  "Melalui CPD ini kurang lebih perbaikannya sekitar 15%," ucap Daniel.

Kontrak kerja sama pengolahan dengan Shell ini berlangsung hingga Desember 2016. Berkat kerja sama ini, kata Daniel, impor BBM jenis premium berkurang dari 7 juta barel per bulan menjadi hanya 6 juta barel per bulan. "Periode kontrak Juli-Desember. Kita sudah sepakat sejak akhir Juni. Crude ini memang dari Irak, untuk Juli-Agustus kita ambil sekitar 1 juta barel premium. Ini 15% dari total impor kita, jadi kita mengurangi pembelian langsung sebesar 15%. Memang kurang begitu signifikan, tapi pasti berdampak pada harga di pasar Singapura," tutupnya.

PT Timah (Persero) Tbk Rugi Rp 155 Milyar Dalam 6 Bulan

PT Timah (Persero) Tbk (TINS) mencatat kinerja keuangan negatif sepanjang semester I-2016. Perusahaan tambang pelat merah ini rugi Rp 155,384 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun sebelumnya, perseroan masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp 863,122 miliar.

Sejalan dengan laporan rugi laba, perseroan juga mencatatkan penurunan pendapatan usaha 12,34% menjadi Rp 2,82 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 3,22 triliun.

Hal ini disebabkan turunnya penjualan ekspor di semester I-2015 sebesar US$ 236,76 juta atau Rp 3,08 triliun menjadi hanya US$ 179,75 miliar atau Rp 2,41 triliun di periode yang sama tahun 2016.

Tren penurunan ini juga terlihat sejak tahun lalu, perusahaan mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 84,9% menjadi Rp 101,58 miliar pada 2015, dari tahun 2014 yang mencapai Rp 673 miliar.

Anjloknya laba bersih perseroan disebabkan peningkatan beban, mulai dari beban pokok, beban penjualan hingga beban keuangan.  Sementara itu, pendapatan Timah sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 6,87 triliun, turun 8,5% dibanding 2014 sebesar Rp 7,51 triliun.

Menurunnya rata-rata harga timah dibanding 2014 jadi biang keladi yang membuat perseroan mengalami penurunan pendapatan.  Harga jual rata-rata logam timah sepanjang 2015 sebesar US$ 16.186 per metrik ton (MT), turun 25% dibanding 2014 sebesar US$ 21.686 per MT akibat meningkatnya pasokan timah di pasar dunia, khususnya di kuartal I dan II-2015.

PGN Raih Laba Bersih Rp 2 Triliun Dalam 6 Bulan Pertama 2016

Kinerja PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tetap baik di tengah harga minyak dunia yang mengalami penurunan signifikan serta nilai tukar rupiah yang berfluktuasi. Sepanjang semester I-2016, PGN membukukan pendapatan bersih sebesar US$ 1,44 miliar naik sebesar US$ 23 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 1,42 miliar.

Peningkatan pendapatan emiten berkode PGAS tersebut terutama diperoleh dari hasil kontribusi beroperasinya pipa transmisi gas bumi Kalija I, yang dioperasikan PT Kalimantan Jawa Gas.

Laba operasi pada Semester I-2016 sebesar US$ 262 juta. Sementara laba bersih sebesar US$ 152 juta atau Rp 2 triliun (kurs rata-rata di semester I-2016 Rp 13.424). Adapun EBITDA sebesar US$ 431 juta, naik sebesar US$ 14 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 417 juta.

"Kami melakukan berbagai upaya efisiensi sehingga mampu mencetak laba di tengah kondisi perekonomian yang sedang mengalami perlambatan," kata Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup, di Jakarta, Rabu (31/8/2016). Selama periode Januari-Juni 2016, PGN menyalurkan gas bumi sebesar 1.613 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1.554 MMSCFD.

Rinciannya, sepanjang Semester I-2016 volume gas distribusi sebesar 796 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 790 MMSCFD dan volume transmisi gas bumi sebesar 816 MMSCFD, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 763 MMSCFD.

Heri mengatakan, sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian nasional, PGN optimistis kinerja perusahaan juga akan semakin baik. Meskipun kondisi perekonomian mengalami perlambatan, PGN tetap mengembangkan infrastruktur gas bumi untuk memperluas pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.

Heri mengungkapkan, PGN akan semakin agresif membangun infrastruktur gas bumi nasional untuk meningkatkan pemanfaatan produksi gas nasional. Pada semester I-2016, infrastruktur pipa gas PGN bertambah sepanjang lebih dari 186 km dan saat ini mencapai lebih dari 7.212 km atau setara dengan 76% pipa gas bumi hilir nasional.

Sejumlah proyek yang telah diselesaikan PGN dengan tepat waktu seperti proyek pipa gas Kalisogo-Waru, Jawa Timur sepanjang 30 km. Kemudian PGN juga menyelesaikan proyek di ruas Jetis-Ploso di wilayah Mojokerto sampai Jombang sepanjang 27 km. Juga proyek ruas Kejayan-Purwosari di Pasuruan sepanjang 15 km.

Selain di Jawa Timur, PGN juga menyelesaikan proyek infrastruktur pipa gas bumi sepanjang 18,3 km di Batam. Proyek pipa gas yang berada di kawasan bisnis Batam ini akan menyalurkan gas bumi ke wilayah Nagoya, Lubuk Baja, dan Jodoh di Batam. "PGN terus berkomitmen membangun dan memperluas infrastruktur gas nasional, walau di tengah kondisi ekonomi yang belum membaik dan turunnya harga minyak mentah dunia," tutup Heri.

Sudah Banyak Yang Taat Pajak, Tebusan Tax Amensty Hanya Rp 2,14 Triliun Dari Target Rp. 165 Triliun

Menjelang berakhirnya bulan Agustus 2016, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengumpulkan duit tebusan amnesti pajak Rp 2,14 triliun. Angka tersebut baru menyentuh 1,3 persen dari target pemerintah sebesar Rp 165 triliun yang diperkirakan bisa terkumpul sampai akhir tahun nanti.

Dashboard amnesti pajak milik DJP menyebutkan, komposisi penyetor duit tebusan amnesti belum berubah. Dari uang yang telah terkumpul, kontribusi terbesar masih disumbang wajib pajak (WP) pribadi non UMKM sebesar Rp 1,79 triliun, disusul WP badan non UMKM Rp 213 miliar, WP pribadi UMKM senilai Rp 127 miliar, dan WP badan UMKM sebesar Rp 5,41 miliar.

Dari sisi komposisi harta yang dideklarasikan, tercatat 15.894 surat pernyataan harta yang diterima DJP melaporkan harta milik WP sebesar Rp103 triliun. Pelaporan terbesar harta yang dimiliki WP berasal dari deklarasi dalam negeri sebesar Rp81,1 triliun, disusul harta di luar negeri Rp14,1 triliun.

Sementara, duit yang direpatriasi hanya sebesar Rp7,66 triliun. Angka tersebut terbilang minim dibandingkan target dana repatriasi yang diincar pemerintah sebesar Rp1.000 triliun, atau hanya 0,00766 persen saja. Pemerintah sendiri memperkirakan duit tambahan yang diperoleh negara dari uang tebusan amnesti pajak serta duit repatriasi yang ditanam ke dalam negeri bisa meningkat signifikan pada September 2016. Atau pada bulan terakhir, tarif tebusan terendah sesuai Undang-Undang Pengampunan Pajak diberlakukan.

Seperti diketahui selama periode 1 Juli sampai 30 September 2016, pemerintah mematok tarif tebusan sebesar 2 persen untuk repatriasi atau deklarasi dalam negeri, 4 persen untuk deklarasi luar negeri, dan 0,5 persen untuk pemilik UMKM yang mendeklarasikan hartanya. Setelah itu, atau tepatnya periode 1 Oktober sampai 31 Desember 2016 tarifnya naik masing-masing menjadi 3 persen dan 6 persen

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) baru berhasil mengumpulkan uang tebusan pengampunan pajak sebesar Rp862,62 miliar sampai Minggu (21/8). Realisasi tersebut baru menutupi 0,52 persen dari target Rp165 triliun yang diidamkan pemerintah.

Data yang dikutip dari dashboard amnesti pajak yang terpampang di laman DJP sampai tadi malam menyebutkan, komposisi uang tebusan Rp862,62 miliar paling besar disumbangkan dari WP orang pribadi (OP) non UMKM sebesar Rp665 miliar, disusul oleh WP badan non UMKM sebesar Rp138 miliar, WP OP UMKM sebesar Rp56 miliar, dan WP badan UMKM sebesar Rp2,93 miliar.

Sementara itu, sejak 1 Juli 2016 program amnesti pajak berjalan, jumlah harta milik Wajib Pajak (WP) yang berhasil diiming-imingi untuk kembali ke dalam negeri (repatriasi), juga masih minim.  Dari target yang dipasang Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp1.000 triliun, nyatanya instansi yang dipimpin Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi baru mengoleksi Rp1,45 triliun alias 0,001 persen terhadap target.

Angka duit repatriasi masih kalah dibandingkan komposisi harta yang dideklarasikan para WP untuk mendapatkan pengampunan dosa pajak. DJP mencatat dari total Rp42,6 triliun jumlah harta para WP yang selama ini tidak benar melaporkan hartanya, paling banyak dideklarasikan oleh WP dari dalam negeri sebesar Rp35,5 triliun, disusul Rp5,56 triliun deklarasi dari luar negeri

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat mayoritas harta tambahan di luar negeri yang dilaporkan dalam program pengampunan pajak (amnesti pajak) berasal dari Singapura. Per 20 Agustus 2016, harta tambahan wajib pajak yang berasal dari Singapura mencapai Rp5,9 triliun dari total deklarasi aset Rp7,24 triliun dari 25 negara.

“Kalau ditanya dari mana aset repatriasi yang terbesar, sudah bisa diprediksi sebagian besar berasal dari Singapura,”tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Djuanda I, Kemenkeu, Senin (22/8). Apabila dirinci, harta tambahan yang direpatriasi dari Singapura ke Indonesia mencapai Rp1,1 triliun atau 78,6 persen dari total aset repatriasi Rp1,4 triliun. Sementara, Rp4,8 triliun sisanya merupakan harta deklarasi luar negeri atau 17,24 persen dari total aset deklarasi, Rp5,8 triliun.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku telah berbicara langsung dengan Pemerintah Singapura, khususnya Kementerian Keuangan Singapura, guna memastikan tidak ada kebijakan pemerintah maupun perbankan setempat yang menghambat program amnesti pajak Indonesia. “Dari pemerintah Singapura menyampaikan bahwa mereka mendukung pelaksanaan tax amnesty dan bahkan melakukan pertemuan dengan para investment bankers untuk melaksanakan compliance (kepatuhan) dari pelaksanaan Undang-undang (UU Pengampunan Pajak),” ujarnya.

Setelah Singapura, Inggris merupakan negara asal aset repatriasi terbesar kedua yakni senilai Rp140 miliar atau sekitar 10 persen dari total aset repatriasi. Sedangkan total aset deklarasi yang ada di Inggris hanya sebesar Rp12 miliar. Berikut sembilan besar negara asal repatriasi program amnesti pajak (per 20 Agustus 2016) :

Aset Deklarasi Aset Repatriasi Total
  • Singapura Rp4.799 miliar Rp1.086 miliar Rp5.885 miliar
  • Australia Rp616 miliar Rp15 miliar Rp631 miliar
  • Hong Kong Rp124 miliar Rp71 miliar Rp195 miliar
  • Malaysia Rp95 miliar - Rp95 miliar 
  • Amerika Serikat Rp75 miliar Rp5 miliar Rp80 miliar
  • China Rp53 miliar - Rp53 miliar 
  • Inggris Rp12 miliar Rp140 miliar Rp152 miliar
  • Kanada Rp25 miliar Rp1miliar Rp26 miliar
  • Selandia Baru Rp17 miliar - Rp17 miliar
Jumlah uang tebusan pengampunan pajak (tax amnesty) yang dikumpulkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) tembus Rp1,01 triliun pada siang ini Selasa (23/8), pukul 14.46 WIB. Dikutip dari data dashboard amnesti pajak DJP, uang tebusan tersebut baru bisa dikumpulkan setelah program tax amnesty dijalankan selama dua bulan. Atau tepatnya sejak 1 Juli 2016 lalu.

Jumlah uang tebusan yang diterima DJP dari para wajib pajak (WP) pada bulan pertama program tersebut bergulir hanya sebesar Rp85,13 miliar. Angkanya meningkat signifikan dengan tambahan Rp932,24 miliar pada Agustus ini. Meski demikian, realisasi uang tebusan sebesar Rp1,01 triliun tersebut baru mencakup 0,6 persen dari target Rp165 triliun yang diidamkan pemerintah bisa menambal defisit APBNP 2016.

Sementara dari sisi jumlah harta yang selama ini digelapkan para WP karena tidak dilaporkan ke DJP, pemerintah mencatat ada 9.170 surat pernyataan harta yang diterima sampai siang ini. Jumlah harta yang dilaporkan dimiliki para WP yang ikut dalam program tax amnesty mencapai Rp50,7 triliun. Rinciannya, sebesar Rp42,9 triliun merupakan deklarasi harta yang ada di dalam negeri dan Rp6,26 triliun deklarasi luar negeri.

Sisanya Rp1,55 triliun berbentuk duit yang direpatriasi ke dalam instrumen investasi dalam negeri. Jumlah tersebut baru menutupi 0,15 persen dari target repatriasi Rp1.000 triliun.

Industri Minuman Ringan Paling Terpuruk Dengan Larangan Gratifikasi Parcel Bagi Pegawai Negeri

Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) mendorong pemerintah untuk tidak lagi melarang pegawai negeri sipil (PNS) atau pejabat menerima parsel dalam harga yang wajar. Pasalnya kebijakan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendefinisikan parsel sebagai gratifikasi sejak 2010 lalu, membuat banyak pelaku usaha kecil menengah (UKM) gulung tikar.

Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat mengungkapkan, pelaku UKM parsel selama ini hanya bertahan hidup dengan omzet yang merosot sampai 60 persen dibandingkan sebelum kebijakan pelarangan parsel berlaku. “Yang pasti kena dampak itu untuk UKM. Mereka terasa sekali kena penurunannya,” ujar Rachmat, kemarin.‎

Ia menyarankan, pemerintah untuk ambil tindakan cepat seandainya kebijakan ini justru hanya menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Apalagi, bisnis parsel melibatkan puluhan ribu orang yang mengandalkan hidupnya dari situ.‎ “Dari industri kita tahu pemerintah ingin yang paling baik tapi kalau UKM yang dirugikan, ya kami harap ada kebijakan lain dari pemerintah kepada teman-teman UKM,” tutur Rachmat.

Direktur Pusat Studi Industri, UKM dan Persaingan Usaha Universitas Trisakti Tulus T.H. Tambunan mengatakan pemerintah perlu mencarikan solusi atau alternatif agar pelarangan pemberian parsel tidak mematikan usaha kecil dan rumahan yang selama ini mengandalkan hidupnya dari bisnis parsel.

"Bisnis ini juga sangat besar pengaruhnya dalam mendorong konsumsi sehingga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Pelarangan parsel menghancurkan tradisi unik serta menghambat pertumbuhan ekonomi,” kata Tulus. Senada dengan Tulus, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan pemerintah perlu lebih gencar mensosialisasikan larangan pemberian parsel agar tidak muncul kesalahpahaman di masyarakat.

“Pemberian parsel dengan nilai yang besar dapat dikelompokkan sebagai gratifikasi. Nah perlu sosialisasi lebih intens, menyangkut nilai dan bentuk pemberian tersebut. Jika pemberian parsel itu dilandasi dengan niat baik dan lebih mengedepankan unsur kekeluargaan dan tidak melekat unsur kepentingan tertentu, itu tidak menyalahi apapun,"ujar Agus.

Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah wajib membina UKM parsel guna membendung serbuan produk impor di pasar dalam negeri. Menurut dia, pemerintah hanya perlu mengatur jenis barang dan nilai parsel yang tidak boleh diterima pejabat publik.

"Hadiah atau parsel yang dimaksud tidak boleh itu seperti pemberian uang, perhiasan, barang mewah, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya dengan maksud tertentu," pungkas Enny.

Pertumbuhan Industri Farmasi Terhambat Karena Kurang Anggaran

Pemerintah mendorong pengembangan industri farmasi nasional. Hal itu dilakukan untuk menciptakan ketahanan farmasi di Indonesia.  "Saya sangat mendorong kita (Indonesia) harus punya industri farmasi supaya ada ketahanan untuk masyarakat di farmasi domestik, kalau tidak kita tidak punya apa-apa. Bisa join dengan luar negeri atau asing tapi kita harus kembangkan juga," tutur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek usai menghadiri Rapat Koordinasi di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Senin (29/8).

Menurut Nila, pengembangan industri farmasi juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun infrastruktur.  "Infrastruktur sudah diperbaiki, kalau ada listrik harus ada pengembangan industri dari sisi kesehatan, "ujarnya.  Secara terpisah, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono menyatakan pemerintah masih mencari sumber pendanaan untuk membangun pabrik obat di Indonesia, khususnya obat-obatan generik dasar seperti paracetamol, vaksin hingga obat kanker.

Hal itu demi memenuhi tugas pemerintah mengamankan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah.  "Anggaran kan dipotong semua. Kebutuhan anggaran untuk (produksi) obat kanker termasuk paracetamol dan lainnya (sebesar) Rp200 miliar tapi tidak ada anggarannya. Kita lagi cari," jelasnya.

Sigit mengungkapkan pemerintah tahun ini belum memiliki alokasi anggaran untuk memproduksi bahan baku obat tahun ini baik di Kemenperin, Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal, pemerintah telah menyusun peta-jalan (roadmap) pengembangan industri farmasi yang bisa mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor.

"Kita kan punya roadmap harusnya (produksi obat dasar) ini ada anggarannya tapi di Kemenkes, Kemenperin, dan Kementerian BUMN enggak ada,"ujarnya.  Kendati tidak ada anggaran dari pemerintah, lanjut Sigit, inisiasi riset produksi obat telah dilakukan oleh pihak swasta maupun akademik seperti yang dilakukan PT Kimia Farma Tbk dan Universitas Indonesia.

Lebih lanjut, guna meningkatkan minat investasi di bidang farmasi, pemerintah juga tengah menggodok sejumlah insentif. Misalnya, dengan meringankan bea masuk bahan baku obat-obatan yang sebagian besar masih diimpor.  "Farmasi kan 90 persen masih impor bahan bakunya jadi bagaimana enggak terhalang," ujarnya

Harta Yang Tidak Dimasukan Dalam SPT Akan Di Denda 200 Persen

Direktur Jenderal Pajak ken Dwijugiasteadi menegaskan wajib pajak berhak untuk tidak ikut tax amnesti asalkan melaporkan harta tambahan melalui pembentulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan.  Namun, ia mengancam akan mengenakan denda pajak sebesar 200 persen dari tambahan penghasilan wajib pajak bukan peserta tax amnesty, jika suatu saat petugas pajak menemukan adanya harta tambahan yang belum dilaporkan.

Penegasan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Perdirjen Pajak itu terbit pada 29 Agustus 2016, menyusul maraknya keluhan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan tax amnesty di media sosial dalam beberapa hari terakhir.

"Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak dan Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi atas Harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan," jelas Ken seperti dikutip dari Perdirjen tersebut.

Sebagai informasi, Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjelaskan, Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT sampai dengan periode tax amnesty berakhir dan ditemukan harta tambahan yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan, harta tambahan tersebut dihitung tambahan penghasilan.

Tambahan penghasilan menjadi dasar perhitungan DJP untuk periode paling lama tiga tahun sejak tax amnesty berlaku. Namun, pada pasal 18 ayat (3) ditegaskan: atas tambahan penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari PPh terutang.

Dalam Perdirjen Pajak tersebut, Ken Dwijugiasteadi memastikan wajib pajak orang pribadi yang berasal dari kalangan petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia, dan WNI yang memperoleh penghasilan di luar negeri boleh tidak ikut tax amnesty.

Namun khusus kalangan wajib pajak tersebut, dia menjamin tidak akan dikenakan denda pajak 200 persen dari tambahan penghasilan atas harta tambahan yang ditemukan petugas pajak nantinya.  Namun, Dirjen Pajak membatasi hanya tambahan harta yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT.

Kriteria harta tambahan yang dimaksud Ken antara lain harta warisan atau harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

Menurut Ken, harta warisan atau hibah tersebut dikecualikan sebagai objek Pengampunan Pajak jika diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau pendapatannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Selain itu, harta warisan atau hibah yang sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah juga dikecualikan sebagai objek amnesti pajak.  Menurutnya, nilai wajar harta tambahan tersebut menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak pada akhir tahun pajak terakhir.

"Nilai wajar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan Harta tidak dilakukan pengujian atau koreksi oleh Direktur Jenderal Pajak," tegas Ken.

Pendapatan Adaro Energy Anjlok 16% Pada Semester 1 2016

PT Adaro Energy Tbk membukukan pendapatan usaha sebesar US$1,17 miliar pada paruh pertama tahun ini, turun 16 persen dibandingkan dengan perolehan periode yang sama tahun lalu US$1,4 miliar.  Kendati demikian, perseroan masih mencatatkan laba operasional sebelum pajak (EBITDA) sebesar US$397 juta berkat efisiensi. Laba bersih Adaro tersebut meningkat 4 persen dibandingkan dengan perolehan semester I 2015 yang sebesar US$381 juta.

Efisiensi yang dilakukan Adaro berhasil memangkas beban pokok pendapatan sebesar 21 persen menjadi US$873 juta.  Penghematan yang dilakukan Adaro menyasar pula pada belanja modal , yang anjlok sebesar 32 persen, dari US$42 juta pada semester I tahun lalu menjadi US$27 juta pada enam bulan pertama tahun ini.

Tampaknya, Adaro justru mengalokasikan dana yang cukup besar untuk membayar utang. Hal itu terlihat dari nominal utang bersih perusahaan yang berkurang 36 persen, dari US$1,04 miliar pada akhir paruh pertama tahun lalu menjadi tinggal US$702 juta pada semester I 2016.  Perseroan menganggap likuiditas perusahaan tetap terjaga dengan baik, yakni sebesar US$$893 juta, sehingga menyediakan ruang fleksibilitas dan menjadi penopang bisnis yang tengah berfluktuatif.

Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir meyakini, penurunan pasar batubara saat ini bersifat siklikal dan secara fundamental akan tetap kokoh untuk jangka panjang.  Dia menilai bisnis batubara di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, akan tetap prospektif di masa mendatang seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi.

“Kami gembira dengan adanya peningkatan dalam dinamika pasar batubara termal akhir-akhir ini, yang ditopang oleh rasionalisasi suplai di negara-negara utama penghasil batubara serta permintaan yang berkelanjutan," tuturnya melalui keterangan resmi Adaro yang dirilis Senin malam (29/8).  Garibaldi mengatakan, tiga motor pertumbuhan bisnis perusahaannya, yakni pertambangan batubara, jasa pertambangan dan logistik, serta ketenagalistrikan, akan menciptakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

"Pencapaian terkini Adaro, yaitu penyelesaian keuangan dengan PT Bhimasena Power Indonesia, semakin memperkuat model bisnis perusahaan dan meningkatkan daya saing untuk jangka waktu yang lebih panjang,” katanya.

Kendati demikian, Analis Mandiri Sekuritas Yudha Gautama mengatakan kinerja Adaro berada di atas ekspektasi. Laba bersih kuartal II 2016 dibukukan US$62 juta, dan membuat laba bersih semester I 2016 US$122 juta, naik 3 persen secara tahunan (YoY), berporsi 86 persen dan 85 persen dari prediksi Mandiri Sekuritas dan perkiraan konsensus.

"Kinerja yang lebih baik daripada prediksi itu terutama disebabkan oleh cash cost yang turun (29 persen YoY) didukung oleh turunnya SR ratio, beban mining & processing, serta produktivitas operasional yang baik secara keseluruhan," katanya.

Sebagai tambahan, Adaro juga membukukan keuntungan valas (forex gain) US$4,6 juta pada semester I 2016. Pendapatan semester I 2016 secara umum sejalan dengan prediksi US$1,2 miliar meskipun rerata harga jual (ASP) batu bara US$40,4/ton, turun 17 persen (YoY).

"Kami perlu menegaskan bahwa perusahaan akan mampu membukukan kenaikan SR pada semester II 2016, dan mengindikasikan kenaikan beban pokok penjualan (COGS) ke depannya mengikuti aturan akuntansi baru (ISAK 29) untuk beban stripping yang dapat menciptakan volatilitas beban produksi karena deviasi dari target SR tidak dikapitalisasikan lagi tetapi akan dibebankan secara langsung (directly expensed)," jelasnya.

"Karena itu, kinerja kuartalan perseroan akan lebih volatil. Saat ini kami mengkaji kembali rekomendasi Adaro," tutupnya.

Unilever Gelontorkan Rp 725 Miliar Untuk Belanja Modal

PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menggelontorkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp725 miliar sepanjang semester I 2016. Jumlah tersebut setara dengan 36,25 persen dari dari total anggaran capex sebesar Rp2 triliun.

Sekretaris Perusahaan Unilever, Sancoyo Antarikso menyatakan, jumlah tersebut digunakan perusahaan untuk ekspansi penambahan kapasitas pabrik, fasilitas distribusi, dan pembangunan gedung baru Unilever di Bumi Serpong Damai (BSD).

“Capex kami gunakan untuk tiga kegiatan, untuk penambahan kapasitas pabrik, menambah kapasitas distribusi es krim jadi ada penambahan kabinet es krim, lalu bangun gedung baru di BSD,” ucapnya, Selasa (30/8). Untuk penggunaan capex sendiri, Sancoyo menjelaskan, sebagian besar dana capextahun ini berasal dari kas internal dan sisanya dari pinjaman bank.

Kemudian, dalam penambahan kapasitas pabrik sendiri, Sancoyo menegaskan pihaknya bukan hanya akan menambah luas kapasitas pabrik tapi juga fasilitas distribusi, sepertimixer. Namun, pihak manajemen belum memiliki rencana untuk membangun pabrik baru.

“Perluasan macam-macam, tergantung dari pabriknya. Tapi kami fokus pada home personal care (hpc) cuma memang kami tidak menambah jumlah pabrik yang saat ini berjumlah sembilan. Jadi semua pabrik itu konsentrasi di hpc,” ungkapnya. Sementara itu, hingga semester I ini penjualan Unilever masih berkonsentrasi di dalam negeri. Sancoyo mengungkapkan penjualan ekspor hanya berkontribusi sebesar lima persen, sedangkan sisanya dalam negeri.

“Kami memang fokus di dalam negeri, tapi kalau ada kesempatan untuk tumbuh di luar negeri kami akan coba kesempatan itu,” imbuhnya. Namun, Sancoyo mengaku perusahaan tidak menargetkan penjualan ekspor pada semester II secara spesifik. Hal ini disebabkan perusahaan masih akan terus fokus pada penjualan dalam negeri.

Ia menjelaskan, untuk menjual produknya di luar negeri, pihak Unilever tidak bisa asal saja. Artinya, perusahaan harus menjual produk tersebut melalui sister company yang berada di luar negeri, jika tidak ada sister company di negara tersebut maka penjualan tidak bisa dilakukan.

“Intinya kami akan terus fokus di dalam negeri,” katanya.

Kinerja yang cukup baik berhasil diraih perusahaan pada paruh pertama ini, di mana laba bersih perusahaan tumbuh 12,28 persen menjadi Rp3,2 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,93 triliun. Hal ini tentu ditopang oleh penjualan perusahaan yang juga meningkat hingga 10,31 persen dari Rp18,8 triliun menjadi Rp20,74 triliun.

Sancoyo menyatakan, penjualan produk hpc tumbuh 8 persen. Menurutnya, pertumbuhan lebih cepat karena beberapa produk varian baru perusahaan diterima oleh masyarakat. “Seperti Molto dan parfum Molto itu diterima di masyarakat dengan cepat. Molto pemimpin dalam bidang pewangi pakaian, kami ingin tunjukkan bahwa kami ahli dalam bidang tersebut,” jelasnya.

Penjualan Unilever pada kuartal, lanjut Sancoyo, terbantu oleh momen Lebaran. Namun, ia juga berharap pada kuartal III ini penjualan dapat lebih tinggi dengan posisi saat ini. Perusahaan sendiri telah menaikkan harga rata-rata produknya 1,4 persen pada Agustus kemarin

Isu Rokok Mahal Rp 50.000 Murni Kampanye Persaingan Bisnis Untuk Tingkatkan Penjualan

Isu rokok mahal yang sempat ramai diperbincangkan belum lama ini disebut Pengamat Ekonomi dan Hukum Gabriel Mahal sebagai cara industri farmasi memenangkan persaingan bisnis.  Gabriel menyebut produsen produk kesehatan Nicotine Replacement Therapy (NRT), melakukan kampanye agar pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sehingga harganya relatif sama dengan produk NRT tersebut.

"Ini semua berawal dari agenda global yang didorong industri farmasi. Kelompok anti tembakau ingin supaya harga rokok bisa mendekati produk NRT yang saat ini dijual di kisaran Rp58 ribu, sehingga produk itu bisa kompetitif dengan harga rokok,” ujar Gabriel dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (30/8).

Ia menilai, salah kaprah jika kemudian harga rokok di Indonesia dibandingkan dengan Singapura yang tidak memiliki kepentingan apapun terhadap tembakau apalagi negara itu juga tidak punya petani tembakau.  Menurutnya, meski tak punya kepentingan terhadap tembakau, di Singapura dan Jepang, pemerintahnya menyediakan fasilitas tempat khusus untuk perokok. Sementara di Indonesia, industri hasil tembakau dipojokkan.

"Kampanye negatif terhadap tembakau ini semata kepentingan bisnis nikotin sintesis dengan dukungan perusahaan farmasi," tandasnya. Isu lain yang diembuskan kelompok anti tembakau menurutnya adalah terus mendorong pemerintah untuk meratifikasi FCTC. Di mana dalam regulasi FCTC, ada keharusan pemerintah untuk mensubstitusi produk nikotin sintesis untuk terapi berhenti merokok.

“Jika FCTC diratifikasi, maka mau tidak mau ada keharusan impor NRT sehingga Indonesia berubah menjadi importir," tandasnya. Ia mempertanyakan apakah pemerintah kemudian bersedia menyingkirkan rantai produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) yang melibatkan petani tembakau, cengkeh dan ribuan pekerja demi kepentingan perusahaan farmasi internasional tersebut. Laju saham emiten rokok terhambat akibat merebaknya isu kenaikan harga rokok secara signifikan. Tren negatif tersebut tercermin dari pergerakan saham dua perusahaan rokok terbesar, yakni PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) pada perdagangan hari ini, Senin (22/8).

Saham HMSP sempat anjlok ke level terendah pada sesi pertama di angka 3.930 sebelum akhirnya ditutup pada level 4.040, yang merupakan level yang sama saat pembukaan atau ketika ditutup akhir pekan lalu. Sementara, saham Gudang Garam terkoreksi sepanjang perdagangan sejak dibuka pada level 68.025, sebelum akhirnya ditutup turun 875 poin atau 1,29 persen menjadi 67.150.

Analis Minna Padi Investama Padi, Frederick Rasali menilai isu kenaikan harga rokok hingga menjadi Rp50 ribu per bungkus menjadi sentimen terkuat dari penurunan saham emiten rokok hari ini.  Menurutnya, sentimen negatif ini akan mempengaruhi pergerakan saham emiten rokok hingga beberapa hari ke depan. Hal ini karena harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi pasar atau investor terhadap masa depan dari suatu aset.

“Jadi apabila pasar modal menilai bahwa industri rokok akan mengalami penurunan maka harga saham tentunya akan menurun juga,” jelasnya. Dia menduga, isu ini masih akan bergulir mengingat pemerintah belum dapat memastikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Namun, ia memastikan industri rokok tidak akan mati sekalipun harga roko0k dinaikan.

Pasalnya, lanjut Frederick, sensitifitas harga rokok dengan permintaan tidak terlalu besar sehingga beberapa konsumen yang terbiasa mengonsumsi rokok tidak akan mengurangi konsumsinya.

“Permintaan akan tetap turun, tentunya beberapa konsumen yang memiliki daya beli pas-pasan bisa jadi konsumsi rokoknya akan berkurang,” pungkasnya. Pelaku usaha dan tenaga kerja di industri rokok mengkritik pusat kajian ekonomi yang mendorong kenaikan drastis harga rokok tanpa perhitungan dan mekanisme yang jelas.

Salah satunya Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM), yang melalui ketua umumnya Sudarto, menilai kajian kenaikan harga rokok yang dihembuskan Pusat Kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM–UI) sebagai riset tidak jelas. menurutnya, jika riset tersebut diakomodir pemerintah, dapat dipastikan akan memukul industri rokok dan jutaan tenaga kerja yang mengadu nasib di dalamnya.

“Kenaikan cukai sebesar 11,7 persen saja sudah terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 32.279 orang pada kurun waktu 2012 sampai 2015. Apalagi bila dinaikan sampai Rp50 ribu harga per bungkus rokok, tentu kenaikan cukai berkali-kali lipat besarnya,” kata Sudarto melalui keterangan tertulis, Senin (22/8).

Menurutnya, tenaga kerja yang paling terpukul nantinya berasal dari industri kretek, yang merupakan industri padat karya. Mayoritas dari mereka adalah berpendidikan rendah, yang jika dirumahkan sulit bersaing dan bekerja di industri lain.  "Dan ini sangat berbahaya,” tegasnya.

Sebagai informasi, riset kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu dikeluarkan oleh Pusat Kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM–UI). Riset itu berkembang menjadi isu panas dan memicu kekhawatiran dari industri rokok, tenaga kerja, hingga petani tembakau. Sudarto menilai, riset seharunya mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu.

“Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab,” terang Sudarto. Selain faktor tenaga kerja, lanjut Sudarto, kenaikan signifikan harga rokok mengikuti riset kontroversi tersebut juga dapat memicu lonjakan peredaran rokok ilegal. Hingga saat ini, kata Sudarto, jumlah rokok ilegal sekitar 11 persen dari total peredaran rokok di masyarakat.

“Nantinya, tentu yang akan dirugikan adalah pemerintah karena penerimaan cukai akan turun,” ucapnya. I Ketut Budiman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) mengatakan, riset yang dilakukan oleh pihak-pihak yang kontra terhadap rokok tentu akan membuahkan ketidakadilan. "Fokus mereka kan kesehatan, tapi bagaimana dengan tenaga kerja dan petani, apakah mereka pikirkan?” katanya.

Budiman menegaskan, saat ini produksi cengkeh di Indonesia sekitar 100 ribu sampai 110 ribu ton per tahun. Sekitar 94 persen dari hasil produksi cengkeh setiap tahunnya diserap oleh industri rokok. "Jika nanti industri itu terganggu akibat kenaikan harga ini, mau dikemanakan hasil cengkeh ini?” lanjutnya.

Tak hanya itu, Budiman juga menekankan pentingnya memperhatikan nasib dari sekitar 1 juta petani cengkeh di Indonesia. Menurutnya, akan timbul masalah baru jika produksi cengkeh mereka terganggu. “Alangkah lebih baik bila riset seperti itu digunakan untuk solusi yang tepat. Jangan berat sebelah tanpa memperhatikan kehidupan orang lain,” tuturnya. Hasan Aoni Aziz, Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menegaskan, industri tidak terpengaruh dengan isu tersebut,

“Sebab kami yakin pemerintah tidak akan menaikkan harga secara semena-mena. Jadi isu mengenai kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu perbungkusnya itu kami anggap hoax,” ujarnya. Dia menilai, metode riset FKM-UI yang menggunakan survei persepsi kurang tepat untuk menentukan besaran kenaikan tarif cukai maupun harga eceran rokok. Selain efektivitasnya dalam menurunkan konsumsi rokok patut dipertanyakan, rekomendasi kenaikan drastis harga rokok seperti itu justru dapat menguntungkan para pemalsu rokok.

Aoni pun menyindir Hasbullah Thabrany selaku Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM-UI, yang menghembuskan wacana kenaikan harga rokok tiga kali lipat. Menurutnya, Hasbullah seharusnya tidak mengeluarkan usulan yang dapat merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah maupun pelaku industri rokok.

“Kami yakin pemerintah tidak akan menaikkan secara sekonyong-konyong, ada mekanismenya dalam menaikkan harga rokok. Jadi kami tidak mau berandai-andai jika rokok sampai dinakkan menjadi Rp50 ribu perbungkus,” sambungnya.

Bumi Resources Jual Anak Usaha US$90 juta Untuk Bayar Hutang

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjual 50 persen saham anak usahanya, Leap Forward Resources Ltd untuk membayar utang perusahaan.  Direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivasta menyatakan, saham tersebut dijual kepada Smart Alliance Limited (Smart Alliance) dan Oceanpro Investments Limited (Oceanpro).

Nilai transaksi penjualan saham ini sebesar US$90 juta. Bentuk saham tersebut merupakan aset tidak langsung perusahaan, sehingga dengan transaksi tersebut perusahaan akan kehilangan sebagian besar aset tidak langsung nya.

"Tujuan transaksi ini untuk pembayaran sebagian utang perusahaan oleh PT Bumi Resources Investment (BRI) kepada salah satu kreditur perusahaan," terang Dileep Srivasta dalam keterbukaan informasi, dikutip Rabu (31/8).

Total utang BUMI saat ini sebesar Rp138 triliun terhadap 142 kreditur yang telah terverifikasi. Namun, masih ada 72 kreditur kain dengan nilai piutang Rp29 triliun yang belum melalui proses pencocokan tagihan dari tim pengurus.

Dalam hal ini, BUMI bertindak sebagai penjamin transaksi penjualan saham Leap Forward, sedangkan BRI sebagai penjual. Seperti diketahui, BRI merupakan anak perusahaan dengan kepemilikan saham 99,9 persen. Sementara, Smart Alliance dan Oceanpro merupakan pihak pembeli yang bukan pihak terafiliasi.

Untuk diketahui, Leap Forward merupakan subsidiari perusahaan melalui PT Bumi Resources Investment. Leap Forward terlibat dalam kegiatan produksi dan penjualan batu bara, terutama di Tambang Buluk Seng, Tambang Gunung Sari dan Tambang Ulung yang terletak di Kalimantan Timur.

Rupiah Akan Perkasa Tahun 2017 Dikisaran Rp. 13.500

Bank Indonesia (BI) memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp13.200 – Rp13.500 per dolar Amerika Serikat (AS) tahun depan. Proyeksi ini menguat dibandingkan perkiraan sebelumnya, Rp13.300 – Rp13.600 per dolar AS, yang disampaikan dalam Rapat Kerja BI dengan pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 18 Juli 2016 lalu.

“Kami memperkirakan rata-rata nilai tukar tahun 2017 akan berada pada kisaran Rp13.200 – Rp13.500 per dolar AS,”tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo saat menghadiri Rapat Kerja dengan pemerintah dan Badan Anggaran DPR di Gedung DPR, Selasa (30/8) malam. Perkiraan BI masih sejalan dengan asumsi nilai tukar pemerintah yang diusulkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2017 yaitu Rp13.300 per dolar AS.

Agus mencatat sepanjang tahun ini pergerakan rupiah relatif stabil. Per 29 Agustus 2016, secara tahun berjalan (year to date/YTD), nilai tukar rupiah menguat sebesar 3,92 persen mencapai level Rp13.265. Hal ini didorong oleh meningkatnya arus modal masuk asing seiring dengan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik.

Selain itu,meredanya risiko di pasar keuangan global terkait terbatasnya dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan perkiraan terbatasnya kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), juga mendorong masuknya arus modal asing ke Indonesia.

Hingga pertengahan Agustus (ytd), BI mencatat arus modal asing yang masuk ke Indonesia telah mencapai sekitar US$160 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan modal asing yang masuk sepanjang tahun lalu yang hanya sekitar US$55 miliar.

Tahun depan, pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan juga tetap akan stabil. Kendati demikian, BI masih perlu waspada terhadap risiko yang bisa menekan rupiah misalnya sentimen karena kenaikan suku bunga acuan AS dan perkembangan ekonomi China.

Di sisi lain, persepsi positif terhadap prospek kebijakan nasional bisa menjadi penopang penguatan rupiah tahun depan. Tak hanya itu, kebijakan pengampunan pajak dipercaya BI bisa meningkat arus valuta asing yang masuk sehingga berdampak positif pada penguatan rupiah.

Bank Indonesia meyakini proyeksi nilai tukar rupiah masih mencerminkan fundamental perekonomian domestik yang mengarah pada kondisi di mana transaksi berjalan tidak defisit, pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, dan inflasi terjaga. “Bank Indonesia akan terus menjaga nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya,” ujarnya.

Laju Pertumbuhan Indonesia Semakin Lambat

Bank Indonesia (BI) mengoreksi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan dari 5,2-5,6 persen menjadi 5,1-5,5 persen. Kendati turun, perkiraan ini masih sejalan dengan asumsi pemerintah yang diusulkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar 5,3 persen.

“Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 dapat berada pada kisaran 5,1 persen sampai 5,5 persen lebih tinggi dari kisaran perkiraan pertumbuhan ekonomi 2016,” tutur Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo dalam Rapat Kerja dengan pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (30/8) malam.

Sebelumnya, BI telah memangkas proyeksi ekonomi tahun ini dari 5-5,4 persen menjadi 4,9-5,3 persen. Agus mengatakan, turunnya proyeksi BI dipengaruhi oleh perlambatan perekonomian global yang diyakini masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) maupun konsensus sejumlah ekonom memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2017. “Juli lalu, IMF menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi dunia 2016 dan 2017 dari 3,2 persen dan 3,5 persen menjadi 3,1 persen dan 3,4 persen,” kata mantan Menteri Keuangan ini.

Pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia, lanjut Agus, berdampak negatif pada kondisi fiskal Indonesia karena akan menurunkan penerimaan. Terutama yang berasal dari aktivitas perdagangan internasional. Akibatnya, belanja negara juga harus menyesuaikan.

Tahun ini, pemerintah telah dua kali memangkas belanjanya karena penerimaan tidak sesuai target. Hal itu dilakukan untuk menjaga defisit anggaran sesuai ketentuan yaitu di bawah 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Secara umum, BI menilai pertumbuhan ekonomi tahun depan masih akan lebih baik dari tahun ini. Pertumbuhan ekonomi tahun depan akan ditopang oleh fundamental perekonomian domestik yang membaik. Permintaan domestik diyakini akan meningkat seiring menguatnya konsumsi rumah tangga dan membaiknya investasi.

“Kalau (pertumbuhan ekonomi) kita bisa kembali di atas 5 persen itu sudah menunjukkan ekonomi yang dihormati di dunia,” ujarnya

Deflasi Kembali Landa Indonesia Di Bulan Agustus

Bank Indonesia (BI) menyatakan deflasi harga akan terjadi pada Agustus 2016 di level 0,04 persen (month-to-month/mtm) . Periode yang sama tahun lalu, tingkat harga di Indonesia masih mengalami inflasi sebesar 0,39 persen.

"Kami cukup senang karena Agustus ada deflasi 0,04 persen," tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo usai menghadiri Rapat Kerja dengan Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR semalam, Selasa (30/8).

Menurut Agus, koreksi harga terus terjadi pasca perayaan hari raya Idul Fitri. Lebih lanjut, Agus mengungkapkan, deflasi Agustus semakin menguatkan perkiraan BI yang menyatakan inflasi tahun ini akan di bawah 4 persen atau sesuai target tahun ini yaitu 4 plus minus 1 persen.

Kendati demikian, Agus menilai, inflasi tahun ini masih relatif lebih tinggi dibandingkan inflasi di negara anggota ASEAN. Oleh karenanya, pengendalian inflasi masih perlu ditingkatkan. "Inflasi sampai Juli, year-on-year, 3,21 persen. Kalau dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, mereka rata-rata inflasinya di bawah 1,5 persen atau di bawah 2 persen, "ujarnya.

Ke depan, BI melihat ada potensi inflasi akibat fenomena hujan berkepanjangan (la nina). Fenomena ini akan mendongkrak harga pangan bergejolak (volatile foods) "Sekarang saja sudah terasa bagaimana di bulan Agustus hujan sudah begini deras. Ini akan berpengaruh kepada volatile foods atau harga pangan yang bergejolak, "ujarnya.

Perkiraan BI sejalan dengan proyeksi sejumlah ekonom. David Sumual, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia, Tbk., memperkirakan tingkat harga Agustus akan mengalami deflasi sebesar 0,1 persen (mtm). Hal itu sesuai dengan pola tahun-tahun sebelumnya, di mana level harga akan cenderung tertekan pasca lebaran.  "Deflasi - 0,1 persen karena normalisasi harga setelah lebaran terutama harga pangan yang turun, " ujarnya. Secara tahunan (year-on-year/yoy),David memperkirakan, inflasi Agustus ada di level 2,9 persen. Sementara, inflasi akhir tahun akan ada di level 3,2 persen.

Josua Pardede, Ekonom PT Bank Permata, Tbk., memperkirakan deflasi bulan kedelapan ada di level 0,02 persen (mtm). Selain karena harga pangan yang turun, deflasi juga disumbang oleh turunnya tarif transportasi dibanding selama periode mudik lebaran dan liburan sekolah. "Tarif transportasi sudah kembali normal,"ujarnya. Namun demikian, secara tahunan, tingkat harga Agustus masih mengalami inflasi sebesar 2,96 persen.

Menurut Josua, BI masih memiliki ruang pelonggaran moneter untuk mendorong daya beli masyarakat. Pelemahan daya beli masyarakat tercermin dari inflasi inti Agustus diperkirakan hanya sebesar 3,34 persen atau lebih rendah dibandingkan Juli, 3,49 persen. "Ruang pelonggaran moneter oleh Bank Indonesia masih terbuka, " ujarnya.

Secara umum, Josua menilai inflasi tahun ini masih terkendali. Adapun perkiraan inflasi akhir tahun ada di kisaran 3-3,3 persen dengan asumsi pemerintah belum akan melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak. alam hitungan hari Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan laju inflasi bulan Agustus 2016. Seperti biasanya, rilis resmi BPS itu akan menjadi bahan pemberitaan media massa di awal bulan.
Namun, data penting itu seolah tak bermakna bagi tidak sedikit masyarakat Indonesia. Indikator perkembangan harga-harga barang dan jasa yang diistilahkan dengan "inflasi" itu menjadi kurang membumi karena dibungkus oleh bahasa akademi dan angka-angka statistik yang membingungkan bagi sejumlah kalangan.

Lina (39 tahun), misalnya, pedagang makanan di bilangan Jakarta Pusat. Dia mengaku pernah mendengar istilah "inflasi", tetapi ia tak tahu jenis makanan apa itu.  "Saya tidak mengerti apa itu inflasi," katanya.

Namun kalau ditanya soal naik atau turun harga, Lina seolah lebih menguasai masalah dibandingkan dengan pejabat BPS sekalipun. Dia mampu merinci jenis sayuran atau makanan apa saja yang harganya megalami fluktuatif di pasar tradisional.  Dia tidak peduli dengan angka-angka statistik yang kerap dipergunjingkan analis dan pelaku ekonomi tingkat tinggi. Yang penting menurut Lina adalah, harga barang-barang kebutuhan pokok jangan naik terus.

"Kalau harganya naik kan, saya tidak bisa menaikan harga jual makanan yang saya jual. Untung saya jadi semakin sedikit," ujarnya.  Lebih parah lagi Ghozali (36 tahun), sopir Bajaj yang kerap mangkal tak jauh dari kantor pusat BPS di Jakarta Pusat. Dia sama sekali awam dengan inflasi.

Bahkan saking sibuknya menunggangi motor roda tiga di jalan-jalan Ibu Kota, ia sama sekali tak sempat mengikuti perkembangan harga kebutuhan pokok.  "Saya tidak tahu (inflasi ataupun perkembangan harga)," katanya polos.  Walaupun tidak mengerti, tapi Ghozali tidak senang kalau harga-harga naik. Berdasarkan analisa sederhananya, pelanggannya akan kabur karena anggarannya berkurang untuk naik bajaj akibat kenaikan harga barang dan jasa.

"Sekarang saja kita saingan sama angkot, sama Gojek. Nanti kita makin susah, setoran juga tidak kekejar," tuturnya.  Lain halnya dengan pesaing Ghozali, yakni pengemudi ojek online Palmen Siringoringo (49 tahun). Dengan usianya yang semakin matang, cukup lumayan pengetahuannya tentang ekonomi.

Ketika ditanya soal inflasi, pria asal Medan, Sumatera Utara ini bisa mendefinisikan secara sederhana.  "Inflasi naik karena harga kebutuhan naik. Kalau inflasi turun karena harga kebutuhan juga lagi turun," jelasnya.  Menurutnya, naik dan turun harga barang dan jasa sesuatu yang lumrah di tengah kondisi ekonomi yang semakin dinamis. Dia tidak soal harga naik, selama pendapatan yang diterimanya ikut naik.

"Jadi kita bisa menyesuaikan. Kalau penghasilan tidak naik, ya susah untuk kita makan. Misalnya, saya narik Gojek, kalau tarifnya tidak naik, kan susah saya kasih makan istri dan anak," tuturnya. Pada kesempatan terpisah, Dewi Oktarina (37 tahun), ibu rumah tangga muda punya pemahaman yang hampir sama dengan driver ojek daring Palmen. Tren kenaikan harga dimaknainya sebagai inflasi, dan sebaliknya jika turun adalah deflasi.

Namun, Dewi sangat kesal jika inflasi terjadi tanpa dibarengi dengan kenaikan gaji suaminya. Pasalnya, dengan pengeluaran harian yang meningkat mengikuti tren harga, pendapatan yang disetor suaminya menjadi tidak cukup untuk bayar cicilan utang ke sana-sini.

"Kalau penghasilan suami saya tidak naik juga kan susah. Belum lagi bayar cicilan rumah dan lainnya yang rutin setiap bulan," ujarnya ketus.  Hasil jajak pendapat singkat dari empat perwakilan masyarakat ini cukup memberikan gambaran seberapa efektif sosialisasi yang disampaikan BPS setiap bulannya dalam menjangkau tataran masyarakat hingga ke level terbawah.

Ini akan menjadi "Pekerjaan Rumah" bagi BPS sampai kapanpun untuk bisa mengedukasi pentingnya statistik inflasi bagi kehidupan sehari-hari.