Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp26,75 triliun hingga 31 Juli 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan, Rp26,7 triliun tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau PPN PMSE senilai Rp21,47 triliun.
Lalu, pajak kripto Rp838,56 miliar, pajak fintech peer-to-peer (P2P) lending Rp2,27 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,18 triliun.
Sementara itu, pemerintah juga telah menunjuk 174 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN sampai dengan Juli 2024. Jumlah tersebut termasuk dua penunjukan pemungut PPN PMSE dan empat pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.
Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 163 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp21,47 triliun.
"Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp4,57 triliun setoran tahun 2024," ujar Dwi Astuti.
Dia menyatakan, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
"Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital," lanjut Dwi.
Dia juga menambahkan pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, hingga pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.