Thursday, November 29, 2018

Pantai Di Anyer Kini Habis Dikuasai Oleh Swasta Dengan Sewa Hanya Rp. 500 Juta Per Tahun

Pantai Anyer, Serang dengan panjang sekitar 25 kilometer sampai perbatasan Carita, Pandeglang mayoritas dikuasi oleh perorangan dan swasta. Publik tidak diberikan akses pantai kecuali membayar.

Bahwa tidak ada akses pantai bagi publik ini sudah diakui oleh Pemkab Serang. Selain dikuasasi oleh korporasi perhotelan, pemilik lahan sepanjang pantai Anyer sampai Cinangka juga ada yang dimiliki perorang, termasuk para pemilik modal dari Jakarta.

Bahkan, pengelola perorangan seperti di Pantai, bercerita bahwa yang ia kelola adalah hasil sewa dari perorangan dan korporasi hotel. Pertahun, untuk sewa Pantai Sambolo 1 disewa Rp 500 juta dari Hotel Patra Jasa. Sambolo 2 disewa dari pemilik lahan asal Jakarta Rp 465 juta.

"Sistemnya sewa, kontrak pertahun kalau tidak salah hampir Rp 500 juta," kata Yepi pengelola Pantai Sambolo saat berbincang. Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Serang Tahyudin mengatakan, penguasaan Pantai Anyer terjadi sejak Banten masih bagian dari Provinsi Jawa Barat. Selain dikuasi hotel, ada salah satu perorangan pemilik pantai seperti seseorang bernama Haji Royani.

Pemkab, tuturnya mengetahui persoalan penguasan pantai oleh perorangan dan swasta ini. Meski ada keinginan untuk membuka pantai secara gratis untuk publik, tapi harga tanah di sana sudah kadung terlalu mahal. "Kita punya keinginan tapi kan mahal, karena sudah dikuasi pengusaha yang punya modal, mainnya tinggi," ujarnya. 

Sistem sewa pantai ini terjadi hampir di semua Anyer di luar pantai yang sudah dimiliki oleh perhotelan. Makanya, setiap wisatawan yang datang, akan dikenakan biaya tiket masuk dari Rp 75 ribu untuk mobil sampai Rp 800 ribu untuk bus. Pengelolaan perorangan seperti ini, menurut Yepi juga mendapatkan saingan dari pantai yang sudah dikuasai oleh perhotelan. Hotel juga menarik wisatawan yang hanya sekedar ingin menikmati pantai untuk satu-dua jam.

"Pantai kan ada di belakang hotel, itu dikuasai hotel, semuanya (penguasaan) oleh swasta dan perorangan, dari mulai Anyer swasta atau perorangan. Nggak kurang 90 hotel dikuasai perusahaan,"paparnya. Adanya tarif masuk pantai di Anyer ditengarai karena pantai jadi milik perorangan dan swasta. Sewa per tahunnya pun tak murah.

Pengelola Pantai Sambolo di Anyer, Yepi mengatakan bahwa harga sewa pantai yang dikelola perorangan bisa sampai ratusan juta. Dua pantai yang dia kelola saja, Sambolo 1 disewanya dari Hotel Patra Jasa sebesar Rp 500 juta. Dan Sambolo 2 disewa dari pemilik perorangan asal Jakarta sebesar Rp 465 juta setiap tahun.

"Sistemnya sewa, kontrak per tahun kalau tidak salah hampir Rp 500 juta," kata Yepi saat berbincang , Serang, Banten, Rabu (28/11/2018). Menurutnya, pantai di sepanjang Anyer tidak bisa seperti daerah lain yang bisa diakses publik. Kebanyakan, pengelola pantai di kawasan ini menyewa baik pada pemilik perorangan maupun perusahaan. "Pantai terbuka aja, untuk umum. Kita nggak ada penginapan, kita hanya sewa lesehan dan pondokan," ujarnya.

Karena sistem sewa itu kemudian pengelola memberi tarif masuk bagi wisatawan yang ingin menikmati pantai. Harganya pun relatif sama dari pantai-pantai yang dikelola perorangan. Untuk wisatawan yang menggunakan motor dikenai tarif Rp 20 ribu, mobil Rp 75 ribu, bus Rp 800 ribu.

"Ada saung yang kita sewakan Rp 80 ribu, itu tidak dibatasi waktunya," ujarnya. Kini traveler tidak bisa menikmati Pantai Anyer secara gratis. Apa alasannya? Meski memiliki garis pantai yang cukup panjang, hampir tak ada pantai yang bisa diakses publik secara gratis di kawasan Anyer, Kabupaten Serang. Pantai hanya bisa diakses melalui hotel atau yang sudah dikelola perorangan.

Jika memasuki kawasan Anyer sampai pantai Carita di Pandeglang, akses pantaidi daerah ini memang ditutupi oleh hotel. Sekalinya ada pantai yang terbuka, itu pun sudah dikelola oleh perorangan dengan tarif masuk Rp 25 ribu sampai Rp 800 ribu bagi kendaraan bus.

Izin pendirian bagunan hotel atau resort di pinggir pantai ini ditenggarai sudah berlangsung sejak belum berdirinya provinsi Banten. Belum ada Perda khusus juga agar ada pantai yang bisa diakses publik secara gratis. "Saya sendiri nggak jelas, nggak tahu. Jaman Jawa Barat, bukan jaman Banten," kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Serang Tahyudin .

Kondisi bangunan yang bersentuhan dengan pantai ini juga diakui berbeda dengan pantai daerah lain. Pihak pemilik juga memiliki izin bangunan yang langsung bersentuhan dengan pantai. Tapi, menurutnya bisa saja pemerintah membuka akses pantai gratis untuk publik. Misalkan melalui pemindahan hotel yang berdiri di pinggir pantai. Sayangnya, pemerintah harus menyediakan anggaran yang besar.

"Kalau pemerintah punya duit banyak, dibongkar semua dipindahkan. Tapi pakai duit siapa pengganti tanahnya, bangunannya. Mesti dipertimbangkan semua, itu punya orang, kita nggak menyiapkan apa-apa," katanya. Pantai sepanjang Anyer di Kabupaten Serang banyak dikelola oleh swasta dan perorangan. Tak ada lagi pantai gratis yang bisa dimasuki oleh masyarakat umum.

Pantai di Kecamatan Anyer sampai Cinangka, banyak berdiri hotel dan cottage-cottage yang dibangun dekat bibir pantai. Pantai ini kebanyakan milik swasta dan dipagari sepanjang akses masuk.

Sedangkan pantai yang dikelola perorangan, seperti di Pantai Florida, Anyer, atau Pantai Pasir Putih. Akses masuk ke pantai ini banyak yang diportal dan ditenggarai dikelola perorangan. Di pantai seperti ini, pengelola menyediakan gubuk-gubuk untuk wisatawan.

Warga setempat, Fauzi mengatakan pantai di Anyer memang dikelola perorangan dan swasta. Setiap wisatawan yang masuk ke pantai, dikenakan tarif bervariasi.  "Ada yang dikelola warga, kelompok masyarakat atau pemilik lahan yang bukan orang situ, ada yang dari Jakarta juga. Tapi rata-rata bukan warga setempat," kata Fauzi di Anyer, Serang, Banten. Di Pantai Florida dan Anyer misalkan, dikenakan tarif Rp 25 ribu untuk pengunjung yang membawa motor. Juga di Pantai Sambolo, wisatawan dari luar dikenakan tarif Rp 20 ribu sekali berkunjung.

Salah satu pengelola di pantai Anyer mengatakan, tarif sebesar itu digunakan untuk pengunjung baik di hari kerja maupun saat libur. Tarif ini digunakan untuk sekali datang dengan parkir kendaraan motor.  "Itu untuk semua pengunjung, mau sampai sore atau malam terserah," kata pengelola yang tak ingin disebut namanya. Sedangkan untuk pengendara mobil tarifnya Rp 75 ribu. Untuk kendaraan lebih besar seperti bus tarif masuk Rp 800 ribu.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Serang Tahyudin membenarkan bahwa tak ada pantai gratis untuk umum di Anyer. Kebanyakan pantai di sana, dikelola secara privat oleh perorangan dan swasta.  "Nggak ada yang milik publik, perusahaan semua. Nggak ada tanah pemerintahan, itu milik hotel dan perorangan," kata Tahyudin. Pemerintah Kabupaten Serang membenarkan bahwa tak ada pantai di sepanjang Anyer-Cinangka yang gratis dan bisa diakses publik. Mayoritas, pantai dikuasai swasta.

Akibatnya, akses ke pantai ditutupi pagar oleh pemilik hotel. Atau, jika pantai yang dikuasi perorangan, pengelola menutupnya menggunakan portal. Wisatawan yang akan menikmati bibir pantai pun dikenakan tarif untuk sekali datang.  "Nggak ada yang gratis. Nggak ada yang milik publik, perusahaan semua," kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Serang Tahyudin.

Bahkan, Tahyudin menuturkan, hotel yang berdiri persis di pinggir laut menguasai sebagian besar pantai di Anyer. Itulah kenapa wisatawan yang berkunjung harus keluar uang.  "Pantai kan ada di belakang hotel, itu dikuasai hotel, Semuanya (penguasaan) oleh swasta dan perorangan. Dari mulai Anyer swasta atau perorangan. Nggak kurang 90 hotel dikuasai perusahaan," ujarnya.

Setahu dirinya, Pemkab Serang memang tidak memiliki satu pun aset pantai yang bisa dibuka untuk umum. Pemerintah kesulitan jika harus menyediakan pantai gratis untuk publik.  "Kita sudah kadung hotel (dibangun) di pinggir pantai, jadi pantai tidak dinikmati oleh publik. Ini publik mau ke pantai mesti ke hotel, parkir ke hotel, Jadi nggak ada yang gratis," katanya

Tuesday, November 27, 2018

Jual Listrik Ke PLN Pengusaha Balik Modal 4 Tahun, Rumah Tangga Dipatok 12 Tahun

Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan di dalam negeri. Salah satunya memberikan insentif harga untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH). Bahkan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana menyebutkan, investasi PLTMH sangat menggiurkan, pemerintah memberikan insentif harga, sehingga dalam 4 tahun sudah balik modal dan tinggal menikmati keuntungan.

"Harga pembelian listrik untuk PLTMH akan sangat bagus, dari sebelumnya Rp 656 per kWh naik di atas Rp 1.000 per kWh, Peraturannya sebentar lagi terbit," kata Rida. Bila melakukan investasi 1 unit PLTMH dengan kapasitas 1 megawatt sebanyak US$ 2 juta, maka pengusaha cepat balik modal.

"Empat tahun bisa balik modal, setelah itu tinggal ongkang-ongkang kaki dapat untung," ucap Rida.

Karena harga listrik PLTMH cukup tinggi, maka pemerintah menerapkan sistem harga staging, harga makin tahun makin turun. "Ini di awalkan harganya tinggi, pengusaha semangat karena akan cepat balik modal, tapi kta staging makin hari harganya makin turun, ini memang akan membuat keuntungan turun juga, tapi kan sudah untung besar, dengan staging ini pengusaha juga akan terpacu bangun PLTMH lainnya lagi," ungkapnya.

Rida menambahkan lagi, pada 2013 telah terbangun 11 unit PLTMH yang dibiayai oleh APBN dengan kapasitas total 1.301 MW. Jadi 11 PLTMH tersebut telah melistriki 2.345 rumah yang tersebar di beberapa daerah. "PLTMH tersebut dikelola langsung oleh masyarakat sekitar, tarif listrik ditentukan Bupati, sedangkan kepala daerahnya dikursuskan untuk pelihara PLTMH tersebut, dampaknya masyarakat sekitar juga tidak merusak hutan, karena jika mereka lakukan itu akan merusak debit air sungai, sehingga rumah mereka terancam tidak mendapatkan listrik lagi," tutupnya.

Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana memperhitungkan, pelanggan PLN bisa balik modal dalam 12 tahun. Balik modal yang dimaksud untuk menutup biaya pemasangan PLTS atap.

Perhitungan tersebut dengan mempertimbangkan biaya pemasangan PLTS atap di kisaran US$ 1/Watt peak (Wp) atau US$ 1.000/kilowatt peak (kWp). Kemudian pengembalian modal dihitung dari kelebihan daya yang dijual ke PLN yang dihargai 65% dari total yang diekspor ke PLN.

"Itu payback-nya (balik modal) bisa beda beda, kalau 65% periodenya 12 tahun," katanya di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 49 Tahun 2018. Permen ini berisi tentang penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap oleh konsumen PT PLN (Persero). Adapun perhitungan ekspor energi PLTS atap dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikalikan 65%. Perhitungan ini dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh impor dengan kWh ekspor.

Secara terpisah, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris merincikan hitung-hitungannya. Pengembalian modal selama 12 tahun itu dengan asumsi pelanggan PLN yang memakai PLTS atap hanya menjual 10% listriknya. Angka 10% ini berdasarkan kebiasaan penggunaan PLTS atap.

"Ini data riil, pengguna PLTS atap, yang terpasang 4 kW, yang dipakai dalam penggunaan sendiri 90%, yang diekspor ke PLN 10%," katanya. "Ada hitungan sederhana, dengan kasus yang 10% diekspor ini maka payback return-nya kalau yang 10% kalau konversinya 0,65 (65%) itu payback-nya 12 tahun," tambahnya.

Mengutip Permen tersebut, Senin (26/11/2018), aturan ini diterbitkan dengan latar belakang pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) guna memanfaatkan energi ramah lingkungan.

PLTS atap yang dimaksud dalam Permen ini adalah pembangkitan tenaga listrik menggunakan modul fotovoltaik yang dipasang dan diletakkan pada atap, dinding, atau bagian lain dari bangunan milik konsumen PT PLN (Persero) serta menyalurkan energi listrik melalui sistem sambungan listrik konsumen PT PLN (Persero).

Sistem PLTS atap meliputi modul surya, inverter, sambungan listrik, sistem pengaman, dan meter kWh ekspor-impor. Kapasitas sistem PLTS atap dibatasi paling tinggi 100% dari daya tersambung konsumen PLN. Misalnya, sambungan rumah tangga terpasang 1.300 kWh maka maksimal PLTS atap yang dipasang adalah 1.300 kWh.

Pelanggan PLN yang ingin membangun PLTS atap harus mengajukan permohonan ke GMN Unit Induk Wilayah PLN yang dilengkapi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi paling tidak memuat Nomor Identitas Konsumen PLN.  Sedangkan persyaratan teknis paling sedikit memuat besaran daya terpasang Sistem PLTS atap, spesifikasi teknis peralatan yang akan dipasang, dan diagram satu garis. Aturan ini berlaku sejak diundangkan pada tanggal 15 November 2018.