Thursday, July 4, 2013

Profil Nisin Sunito Pengusaha Peternakan Sapi Di Australia Asal Indonesia

Pengusaha Nisin Sunito, sang pemilik peternakan sapi seluas dua kali Pulau Bali di Australia sangat dikenal oleh kalangan para pengusaha penggemukan sapi (feedloter) di Indonesia. Hingga kini, Nisin dianggap satu-satunya pengusaha asal Indonesia yang punya peternakan sapi di Australia. Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano mengatakan, lahan peternakan milik Nisin di Australia salah satu yang terbesar di Negeri Kangguru tersebut. Joni memastikan, pengusaha asal Pangkalan Bun itu satu-satunya orang Indonesia yang berbisnis peternakan di Australia.

Menurut Joni, yang ia ketahui Nisin Sunito saat ini masih menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). "Setahu saya hanya Pak Nisin," kata Joni Kamis (4/7/2013). Joni menuturkan, sebelumnya ada perusahaan Indonesia yang menggarap bisnis serupa di Australia, ada peternakan Tipperary milik keluarga Bakrie di Northern Territory, Australia.

"Dulu pernah ada Bakrie tahun 80-an, dia buka di Lampung, dia buka juga farm di Australia, sekarang sudah tak lagi karena bangkrut" katanya. Menurutnya, Nisin membuka perwakilan bisnisnya di Indonesia melalui bendera Oceanic Indonesia. Oceanic membuka penggemukan sapi dan mengimpor sapi bakalan di Serang, Banten, Oceanic sempat menjadi anggota Apfindo.

"Mereka salah satu yang terbesar di sana (Australia), buka feedloter di Indonesia, oceanic di Indonesa, Serang. Sekarang sudah nggak impor, sudah nggak jadi anggota. Sudah nggak impor, mungkin dibatasi, kecil volumennya kecil," katanya. Selain itu, Oceanic ternyata lebih banyak mengekspor sapi-sapinya ke negara-negara ASEAN di luar Indonesia. "Saya dengar dari mantan direkturnya, banyak ekspor ke Filipina dan Malaysia, kalau Indonesia mungkin volumenya kecil," katanya.

Nisin berasal dari Pangkalan Bun Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Nisin mulai merintis bisnisnya di Australia dengan mendirikan Oceanic Multitrading Pty Limited pada tahun 1992. Ia terjun ke bisnis peternakan setelah mengakuisisi peternakan Kiana pada Juli 2005. Lokasi peternakannya berada 1.132 km tenggara Kota Darwin Australia.

Total luas peternakan Kiana mencapai 331.800 hektar. Luas peternakan ini setara dengan 4,8 kali luas Negara Singapura. Peternakan Kiana memiliki kapasitas 15.800 sapi, yang mayoritasnya sapi Brahman dan Droughmaster. Pengusaha asal Indonesia Nisin Sunito disebut-sebut sebagai pemilik peternakan sangat luas di Australia. Bahkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, mengatakan Nisin Sunito mengelola lahan peternakan seluas 2 kali Pulau Bali. Siapakah Nisin Sunito?
Dikutip dari situs resmi perusahaan miliknya Oceanic Multitrading Pty Limited, www.omt.com.au, Nisin mulai merintis bisnisnya di Australia dengan mendirikan Oceanic pada tahun 1992. Kini Oceanic sukses menggarap beberapa bisnis antaralain stasiun ternak sapi, impor kertas, limbah kertas, bisnis properti.

Mengenai bisnis peternakan dan pembibitan sapi, dimulai ketika Oceanic mengakuisisi peternakan Kiana pada Juli 2005, yang sudah berdiri sejak 20 tahun sebelumnya. Lokasi peternakan berada 1.132 Km tenggara Kota Darwin Australia. Total luas peternakan Kiana mencapai 331.800 hektar. Luas peternakan ini setara dengan 4,8 kali luas Negara Singapura. Peternakan Kiana memiliki kapasitas 15.800 sapi, yang mayoritasnya sapi Brahman dan Droughmaster.

Selain sebagai pengusaha multi bisnis, ia juga aktif dalam beberapa pengurus wadah organisasi pengusaha di Australia, antaralain lain Ketua NSW Australia Indonesia Business Council. Nisin berasal dari Pangkalan Bun Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Sejak lulus SD ia mengikuti orang tuanya pindah ke Surabaya, Jawa Timur.

Orangnya tuanya memberikan keleluasaan kepadanya dalam hal pendidikan termasuk studi ke Australia. Nisin dan adiknya yang bernama Iwan Sunito juga sukses sebagai pengusaha properti di Australia melalui Crown Group yang gencar menawarkan apartemen-apartemen mewah di Sydney Australia.

Di tengah panasnya kasus korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, tiba kita dikejutkan dengan perusahaan orang Indonesia yang memiliki peternakan sapi di Australia. Perusahaan itu adalah Oceanic Multitrading Pty. Ltd. Australia dikenal sebagai pemasok pemasok sapi hidup dan daging sapi ke Indonesia. Jangan heran begitu diberlakukan kebijakan penurunan kuota import dan swasembada daging sapi oleh pemerintah Indonesia.

Seperti diketahui, Indonesia telah mengurangi impor sapi ternak dari australia, dari 283.000 ekor pada 2012 menjadi 267.000 ekor tahun 2013 inii. Pengurangan impor sapi pada 2013 menjadi 14 persen dari konsumsi domestik dan akan dikurangi lagi menjadi 10 persen pada 2014. Di tengah upaya-upaya pengurangan kuota itu, yang mengejutkan ada perusahaan swasta asal Indonesia ternyata telah memiliki lahan peternakan raksasa di Australia luasnya bisa mencapai 2 kali Pulau Bali. Kenyataan ini semakin memberi peluang rencana konsorsium BUMN untuk menggarap lahan serupa di Negeri Kangguru tersebut.

"Ada perusahaan Indonesia di sana, namanya Oceanik. Dia punya tanah 2 kali pulau Bali. Bisa invest di sana, dikasih sama pemerintah di sana. Dari sana, mereka melakukan peternakan 20 ribu-60 ribu (ekor)," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (3/7).

Perusahaan bernama Oceanic Multitrading Pty. Ltd yang didirikan oleh Nisin Sunito pada tahun 1992. Menurutnya, pemerintah Australia membuka peluang untuk investor asing berinvestasi bidang peternakan di negaranya, termasuk investor asal Indonesia. Diakuinya, terkait rencana BUMN Indonesia membuka 1 juta hektar peternakan sapi di Australia merupakan ide menarik. Hal ini bisa menutupi kekurangan pasokan daging sapi nasional. "Itu sesuatu ide yang bagus. Kita kekurangan lahan di sini," tambahnya.

Menurutnya, untuk mencapai swasembada daging, setidaknya Indonesia harus memiliki cadangan hingga 60 juta ekor sapi. Sementara hasil sensus terbaru, Indonesia baru memiliki 13 juta ekor sapi. "Kalau menurut Pak Gita (Mendag Gita Wirjawan) kita harus punya 60 juta sapi untuk swasembada. Itu dalam waktu 5-10 tahun harus mencapai 60 juta," terangnya.

Tak hanya Oceanic, beberapa perusahaan Indonesia, termasuk milik pemerintah, akan menghabiskan dana puluhan juta dollar guna membeli peternakan sapi di Negara Bagian Western Australia guna memastikan pasokan sapi ke Indonesia terjamin. Menurut laporan harian The West Australian, pejabat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan berkunjung ke Australia bulan depan. Disebutkan, BKPM akan berusaha meyakinan para pemilik peternakan guna menerima investasi dari Indonesia sehingga pasokan daging sapi untuk kelas menengah yang semakin tumbuh --diperkirakan sekitar 80 juta jiwa-- terpenuhi.

Seorang pengusaha senior Indonesia telah menghubungi pengusaha Indonesia yang tinggal di Perth, Iwan Gunawan, guna mencari peternakan di Western Australia dan Northern Territory yang bisa dibeli. Kedutaan Indonesia secara terpisah juga menghubungi Direktur Institut Indonesia di Perth Ross Taylor untuk maksud yang sama. Tindakan terkoordinasi ini dimaksudkan agar peluang penghentian larangan ekspor di masa depan akan berkurang.

Bulan lalu, empat pengusaha Indonesia dan dua pejabat pemerintah melakukan kunjungan ke beberapa peternakan di kawasan Broome. Dengan jumlah penduduk 250 juta, kebutuhan sapi di Indonesia sekitar 1 juta ekor setiap tahunnya. "Indonesia berusaha memproduksi sapi sendiri di dalam negeri, tetapi itu akan susah dicapai," kata Gunawan.

"Jadi, kalangan bisnis dari Indonesia berencana melakukan investasi di WA dan Northern Territory guna menjamin pasokan ternak." Menteri Pertanian Australia Joe Ludwig menghentikan pengiriman sapi ke Indonesia bulan Juni 2011 setelah laporan ABC mengenai perlakuan buruk terhadap ternak di rumah pemotongan hewan.

Menurut laporan koresponden Kompas di Australia, L Sastra Wijaya, larangan itu dicabut sebulan kemudian, tetapi Indonesia kemudian membalas dengan menurunkan kuota impor ternak dari Australia menjadi separuh dari sebelumya. Penurunan impor ini menyebabkan beberapa peternakan sapi di Australia mengalami kesulitan keuangan. Di Northern Territory, sekitar 20 peternakan terancam dijual. Menurut Iwan Gunawan, tindakan yang dilakukan Joe Ludwig menyebabkan Indonesia sekarang berusaha melakukan investasi sendiri di Australia.

"Jika sebuah negara sudah setuju untuk memasok makanan, tidak bisa dengan tiba-tiba menghentikannya. Ini harus didiskusikan dengan semua pihak. Sekarang apabila Indonesia melakukan investasi sendiri di Australia, bisa memperkecil masalah di masa depan." kata Iwan Gunawan. Indonesia akan menaikkan kuota ekspor sapi dari Australia, setelah kunjungan yang dilakukan oleh Menteri Industri Utama dari Northern Territory Willem Westa Van Holthe dan Menteri Pertanian Queensland John McVeigh yang masih berada di Indonesia.

Menurut laporan ABC pada Selasa (14/5/2013) mengutip John McVeigh, kenaikan kuota itu akan mulai berlaku pada bulan Juni, sebulan lebih cepat dari kuota kuartal ketiga tahun 2013. Dengan kenaikan itu, Australia akan bisa memasok tambahan 20.000-25.000 sapi dari Australia bagian utara.

"Kami semua sedang membangun kembali hubungan di sini, mencoba memahami kebutuhan jangka pendek dan visi jangka panjang kedua belah pihak," kata McVeigh sebagaimana dilaporkan koresponden Kompas di Australia, L Sastra Wijaya. Menurut Westra Van Holthe, perundingan dengan Pemerintah Indonesia berjalan baik, dan Asosiasi Peternak Northen Territory menyambut baik adanya kenaikan kuota tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Peternak Northen Territory Luke Bown mengatakan, keputusan ini muncul di saat yang tepat. "Di bagian utara, kami baru saja memulai musim mengumpulkan ternak," kata Bowen. "Ini saatnya hampir semua ternak harus dialihkan. Sekarang ini pasar di Australia sepi sekali. Peluang apa pun untuk bisa memindahkan ternak ini ke pasar ekspor tentu harus disambut dengan gembira," lanjut Bowen.

Menurut Bowen, Indonesia tahun ini hanya mengeluarkan izin 267.000 ternak impor, turun 50 persen dari tahun sebelumnya. Menteri Pertanian Suswono mengaku tak tahu soal pengusaha asal Indonesia Nisin Sunito yang memiliki peternakan sapi sangat luas bahkan dikabarkan dua kali Pulau Bali di Australia.

Suswono bukan satu-satunya menteri yang tak soal Nisin, sebelumnya Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga tak tahu soal sosok pengusaha peternakan tersebut. "Saya tidak kenal, kalau nggak kenal masa dipaksa kenal," ucap Suswono di Kantornya, Kamis (4/7/2013). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro ketika ditanyakan hal yang sama. "Tidak kenal, tidak kenal sama sekali, tidak tahu," ucap Syukur.

Seperti diketahui pengusaha Nisin Sunito berasal dari Pangkalan Bun Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Nisin mulai merintis bisnisnya di Australia dengan mendirikan Oceanic Multitrading Pty Limited pada tahun 1992.

Ia terjun ke bisnis peternakan setelah mengakuisisi peternakan Kiana pada Juli 2005. Lokasi peternakannya berada 1.132 Km tenggara Kota Darwin Australia. Total luas peternakan Kiana mencapai 331.800 hektar. Luas peternakan ini setara dengan 4,8 kali luas Negara Singapura. Peternakan Kiana memiliki kapasitas 15.800 sapi, yang mayoritasnya sapi Brahman dan Droughmaster.

No comments:

Post a Comment