Tuesday, April 7, 2015

Persyaratan Kredit Rumah Murah Jokowi Bagi Yang Berpenghasilan Rp. 4 - 7 Juta Perbulan

Pemerintah menjamin, dengan ketatnya persyaratan, perumahan murah akan tepat sasaran. Masyarakat yang berpenghasilan rendah, maksimal Rp 4 juta per bulan untuk rumah tapak dan Rp 7 juta per bulan untuk rumah susun, yang berhak atas rumah itu.  "Untuk seleksi calon penggunanya, kami serahkan prosesnya kepada bank-bank penyalur kredit karena kami yakin metode seleksi mereka cukup ketat,” ujar Syarif Burhanudin, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Rabu (4/3).

Syarif mengatakan sudah banyak bank yang menyetujui cara kerja itu. Di antaranya adalah Bank Tabungan Negara, Bank Mandiri, hingga Bank Pembangunan Daerah terkait. Setelah memperoleh izin dari bank, Syarif mengatakan calon pemilik tak serta merta bisa langsung mendapatkan hak milik atas rumah tersebut. Dengan rentang waktu yang cukup lama antara memperoleh izin kredit hingga mendapatkan hak milik diharapkan mampu mencegah calon pemilik rumah murah untuk menjual rumahnya ke pihak lain.

Berapa lama rentang waktu itu? “Kalau rumah tapak, setelah lima tahun jalan (kreditnya) maka langsung jadi hak milik. Sedangkan kalau rumah susun pemilik harus menunggu 20 tahun untuk bisa mengklaim kepemilikan rumah susunnya,” kata Syarif. Melalui program perumahan rakyat, mereka yang berpenghasilan Rp 4 juta ke bawah per bulan bisa membeli rumah. Bank Tabungan Negara adalah salah satu bank yang menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi bagi mereka yang berpenghasilan kecil.  Tapi apa saja persyaratan yang harus dipenuhi calon pembeli? Berikut ini keterangan Willy Purnamaningrum, staf customer service Bank BTN Cabang Harmoni, saat ditemui  di kantornya.

Persyaratannya:
  1. Pemohon adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan berdomisili di Indonesia.
  2. Telah berusia 21 tahun atau telah menikah.
  3. Pemohon maupun pasangan (suami/istri) belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah.
  4. Gaji/ penghasilan pokok tidak melebihi Rp 4 juta untuk Rumah Sejahtera Tapak dan Rp 7 juta untuk Rumah Sejahtera Susun.
  5. Memiliki masa kerja atau usaha minimal 1 tahun.
  6. Memilki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Dokumen yang harus disediakan:
  1. Form aplikasi kredit dilengkapi dengan pasfoto terbaru pemohon dan pasangan.
  2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan Pasangan, Fotocopy Kartu Keluarga, Fotocopy Surat Nikah/Cerai.
  3. Slip Gaji Terakhir atau Surat Keterangan Penghasilan, fotocopy Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Pegawai Tetap atau Surat Keterangan Kerja (Bagi pemohon pegawai).
  4. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP,) dan Surat Keterangan Domisili serta Laporan Keuangan 3 bulan terakhir (bagi pemohon wiraswasta).
  5. Fotocopy ijin praktek (bagi pemohon profesional).
  6. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  7. Fotocopy Rekening Koran atau tabungan 3 bulan terakhir
  8. Surat pernyataan belum memiliki rumah dari pemohon dan pasangan.
  9. Surat pernyataan belum pernah menerima subsidi rumah dari pemerintah yang dibuat pemohon dan pasangan. 
Syarif bilang rumah murah yang dimiliki hanya bisa dilepas oleh pemiliknya dengan tiga syarat, yaitu pindah lokasi tempat tinggal, tidak mampu menyicil rumah, atau meninggal dunia. Namun, rumah-rumah yang dilepas pemiliknya itu tidak bisa lagi dijual sembarangan demi memastikan bahwa rumah murah memang diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan.

“Kalau rumah murah itu dilepas pemiliknya, maka harus diserahkan ke Badan Pengelola yang terdiri dari Perum Perumnas. Setelah itu, Badan Pengelola harus menyerahkan rumah itu lagi kepada MBR lain yang berminat untuk memiliki rumah murah yang dilepas tersebut,” tutur Syarif. Dengan sistem yang cukup ketat ini, ia berharap bahwa rumah murah yang akan dibangun pemerintah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat miskin akan tempat tinggal, bukan menjadi ladang usaha bagi pihak-pihak yang mencari keuntungan di dalamnya.

Mulai bulan April pemerintah akan memulai program satu juta unit rumah yang terdiri dari rumah bagi MBR dan Non-MBR. Pembangunan rumah MBR sendiri pada tahun ini ditargetkan akan berjumlah sekitar 600 ribu rumah di mana pemerintah akan membangun sebanyak 98.300 rumah, Real Estate Indonesia akan membangun 211.128 rumah, dan sisanya akan dikelola oleh Perumnas, BPJST, dan Bapertarim.

Meski berpenghasilan tak sampai Rp 4 juta per bulan, Saleh, 32 tahun, berhasil membeli rumah dengan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah. Tapi ada konsekuensinya: rumah itu jauh lokasinya. Melalui program FLPP itu Saleh berhasil membeli satu unit rumah tipe 36 di Darmawangsa Residence, Tambun Utara, Bekasi Timur, Jawa Barat. Rumah ini jauh dari pusat kota dan transportasi publik. Apabila memakai angkutan umum, Saleh butuh waktu 45 menit ke Stasiun Kereta Api Bekasi.

“Inginnya sih rumah atau apartemen subsidi yang bisa lebih dekat dengan transportasi publik seperti kereta api, tapi faktanya rumah dekat stasiun itu harganya tinggi Rp 300-Rp 400 juta," katanya dengan nada mengeluh. Selain itu, sejak akad kredit pada Agustus 2013 sampai saat ini, Saleh dan istri belum menempati rumah seharga sekitar Rp 110 juta itu. Rumah itu ternyata masih membutuhkan sedikit renovasi yang butuh biaya tak sedikit.

"Belum biaya pagar, (pembuatan) sumur air, pemasangan listrik, dan menutup pembatas di belakang yang atasnya masih terbuka," katanya. Sambil menunggu renovasi selesai dengan biaya yang dicicil dari tabungan, sedikit demi sedikit, Saleh sementara masih menumpang di rumah mertuanya.

Cerita kurang lebih sama juga muncul dari Musa, 33 tahun, yang tengah menunggu rumah mungilnya selesai dibangun di Perumahan Batung Manunggal, Kabupaten Banjar, Martapura, Kalimantan Selatan. Dia masih mengajukan perubahan tata ruang ke pengembang supaya rumah dan halamannya lebih lapang. Selain itu, Musa juga harus merogoh kocek tambahan untuk menambah ventilasi udara dan jendela agar cukup cahaya dan udara. “Perumahan saya sebenarnya dekat, hanya 15 menit dari bandara atau kota. Tapi memang tidak ada angkot jadi harus punya motor atau ojek,” katanya.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) meyakinkan bahwa pemohon Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang penghasilannya di bawah Rp 4 juta bisa membeli perumahan rakyat. Bank itu menawarkan produk KPR BTN Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Bunga untuk program itu rendah.

“Bunganya lebih ringan, 7,25 persen, flat, jangka waktu 20 tahun untuk harga rumah yang di bawah 130 juta,” kata Willy Purnamaningrum, perwakilan customer service Bank BTN Cabang Harmoni, Jakarta, Rabu (4/3).  Perumahan yang bisa dijangkau oleh mereka yang berpenghasilan Rp 4 juta ke bawah, kata Willy, biasanya memang terletak di pinggiran Jakarta. Misalnya di kawasan Parung Panjang, yang harga tanahnya masih murah.

Fasilitas KPR subsidi diperuntukkan bagi pemohon yang penghasilannya di bawah Rp 4 juta untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun, baik pemohon yang bekerja di sektor informal maupun formal. Rumahnya adalah rumah baru, yang dibangun oleh pengembang melalui kerjasama dengan pemerintah. Dalam skema ini baik pemohon dan pasangan harus memiliki surat keterangan belum memiliki rumah dari Kantor Kelurahan tempat tinggal.

Willy mengatakan proses permohonan kredit sampai akad kredit dengan notaris biasanya selesai dalam waktu lima hingga 10 hari, setelah dokumen persyaratan terkumpul. Dalam jangka waktu tersebut, pihak BTN akan menilai kondisi keuangan pemohon dan melihat kemampuan pemohon dalam membayar kredit melalui wawancara serta survei lapangan. "Prosesnya 5 sampai 10 hari kerja tapi kan ada masalah kelengkapan. Kita hitungnya dari berkas (yang dikumpulkan) sudah lengkap," kata Willy.

Willy tidak memungkiri bagi pemohon yang bekerja di sektor informal proses permohonan kreditnya biasanya membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan pemohon yang bekerja di sektor formal yang memiliki slip gaji. Penghasilan yang biasanya fluktuatif bagi pekerja sektor informal membuat risiko gagal bayar menjadi lebih tinggi di mata bank.

"(Ada tidaknya slip gaji) memang mempengaruhi dan prosesnya agak lama (bagi yang tidak memiliki slip gaji). Kalau PNS (Pegawai Negeri Sipil) satu hari dua hari (dapat) putus (permohanan KPR-nya), tapi kalau wiraswasta kan harus dilengkapi nota-nota (terkait usaha), kemudian survei berkali-kali," kata Willy. Survei itu meliputi survei ke lokasi rumah yang akan dibeli, survei ke lokasi tempat kerja, dan survei pendukung lain apabila diperlukan. Kendati demikian, Willy meyakinkan bagi pemohon yang bekerja di sektor informal tidak perlu takut permohonan KPR-nya ditolak selama telah memenuhi persyaratan yang ditentukan karena bank juga menilai keseriusan pemohon.

Selain itu, terkait dengan uang muka (down payment/DP) KPR subsidi, Willy menyebutkan itu tergantung program. Saat ini, sesuai dengan keputusan pemerintah, uang muka perumahan rakyat adalah 1 persen dari harga rumah. Pemerintah segera menggarap rumah rakyat bagi mereka yang berpenghasilan sampai Rp 4 juta per bulan untuk rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun atau apartemen. Dengan gaji sebesar itu, berapa harga rumah yang terbeli? PT Bank Tabungan Negara (BTN) punya cerita.

Corporate Secretary Bank BTN Eko Waluyo mengatakan taksirannya, dengan gaji Rp 4 juta maka rumah yang bisa dibeli adalah yang harganya antara Rp 113 juta sampai Rp 185 juta. Tipenya rata-rata 36.  Sementara untuk apartemen atau rumah susun, harganya berkisar antara Rp 280 juta sampai Rp 560 juta per unit. “Cicilan paling lama 20 tahun. Paling cepat sih rata-rata yang diambil 10 tahun. Sebenarnya bisa saja lebih cepat, tapi jarang sekali ada yang mengambil,” kata Eko, Rabu (4/3).

Bank BTN menyatakan siap untuk membantu pemerintah terhadap program rumah murah dengan uang muka 1 persen. Di sisi lain, Bank BTN masih menunggu finalisasi suku bunga program tersebut yang rencananya diturunkan menjadi 5 persen. “Saat ini kami masih finalisasi kebijakan suku bunga FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang rencananya turun menjadi 5 persen, dari 7,25 persen,” kata Eko.

Lebih lanjut, terkait program terbaru pemerintah yang berencana memberi keringanan uang muka 1 persen dan uang tunai Rp 4 juta, Eko mengaku belum mendapat arahan lebih lanjut. Namun, pihaknya memang sudah menurunkan uang muka menjadi 1 persen sejak 1 Maret 2015. “Kalau untuk tambahan uang muka Rp 4 juta itu saya kurang tahu. Setahu saya itu mungkin batasan jumlah pendapatan. Yang jelas uang muka 1 persen sudah kami tetapkan,” jelasnya.

Bank BTN saat ini masih memimpin pasar perumahan Indonesia dengan penguasaan pangsa pasar total Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 27 persen. “Sedangkan untuk segmen KPR subsidi, peran Bank BTN sangat dominan dengan menguasai pangsa pasar lebih dari 95 persen dari total penyaluran FLPP tahun 2011, 2012, dan 2013,” ujarnya. Total KPR yang sudah disalurkan Bank BTN sejak 1976 sampai dengan 2014 berjumlah sekitar Rp 130 triliun yang telah dimanfaatkan oleh lebih dari 3,5 juta masyarakat Indonesia.

Sementara khusus untuk program FLPP, sejak program ini dijalankan tahun 2010 hingga 2014 telah direalisasikan rumah lebih dari 368.000 unit dengan total kredit mencapai lebih dari Rp 25 triliun. “Khusus FLPP tahun 2014 kami melampaui target pemerintah 58.000 unit dan terealisasi 93.000 unit dengan jumlah kredit lebih dari Rp 7,9 triliun,” kata dia.

Rencana pemerintah menyediakan 1 juta unit rumah murah per tahun dengan beragam kemudahannya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) diperkirakan tidak akan dilirik oleh warga Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Akan sulit bagi masyarakat berpenghasilan maksimal Rp 4 juta per bulan untuk dapat mencicil rumah tapak murah tersebut, mengingat tingginya biaya hidup sehari-hari yang harus dibelanjakan dengan penghasilan terbatas.

Aidil Akbar Madjid, Perencana Keuangan dari AAM and Associates menjelaskan dirinya masih menggunakan rumus klasik di mana untuk menjaga kesehatan keuangan rumah tangga, maka dana maksimal yang bisa dibayarkan sebuah keluarga untuk membayar cicilan utang adalah 30 persen dari total pemasukan bulanan.

Jika pemerintah mensyaratkan yang diperbolehkan membeli rumah tapak murah adalah masyarakat dengan penghasilan Rp 4 juta per bulan, maka jumlah angsuran yang masih bisa ditolerir adalah Rp 1,2 juta per bulan. Tetapi itu dengan catatan, keluarga tersebut tidak memiliki utang atau tagihan lain yang harus dibayar.

“Sementara perhitungan saya untuk dapat hidup di Jakarta yang biayanya tinggi seperti kota besar lain di dunia, satu keluarga itu minimum butuh Rp 4,5 juta sampai Rp 5,5 juta per bulan. Kalau dia belum berkeluarga mungkin bisa, tapi untuk yang sudah berkeluarga dengan anak satu, tidak cukup,” ujar Aidil .

Ketua Asosiasi International Association of Registered Financial Consultants (IARFC) Indonesia tersebut menambahkan dengan membangun rumah murah di daerah-daerah penyangga, juga tidak menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat.  Dia mencontohkan jika pemerintah membangun rumah murah di Tangerang, maka warga Jakarta yang sehari-hari bekerja di ibukota tentu akan berpikir sekian kali untuk mau membeli rumah tersebut.

Sementara penghasilan MBR Tangerang yang daerahnya menjadi lokasi pembangunan rumah murah, tentu tidak setinggi warga Jakarta karena perbedaan upah minimum regional (UMR) yang berlaku. “Kalau bangun di Tangerang, tentu masyarakat yang bekerja di Jakarta harus mengeluarkan uang lagi untuk transportasi dan itu tidak murah,” kata Aidil.

Kalaupun ada suatu keluarga yang memaksakan diri untuk tetap membeli rumah murah tersebut, Aidil menyebut satu-satunya cara adalah dengan melakukan penghematan besar-besaran yang menurutnya mustahil dilakukan. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, Aidil mengatakan belanja makan per orang di rumah tangga Jakarta rata-rata sekitar Rp 690 ribu.

“Jika dengan inflasi naik jadi Rp 800 ribuan, maka untuk pasangan suami istri dengan anak satu harus menyediakan Rp 2,4 juta per bulan hanya untuk belanja makan saja. Kalau sudah pas-pasan seperti itu, apalagi yang bisa dihemat?” tegasnya. Oleh karena itu, Aidil menilai program rumah murah hanya cocok untuk bujangan yang belum memiliki tanggungan istri dan anak. “Atau bisa diupayakan oleh keluarga yang memiliki pendapatan dari suami dan istri. Dengan dual income memungkinkan, satu pendapatan untuk membayar cicilan, satu lagi untuk sehari-hari. Kalau single income akan berat,” jelasnya.

Sebelumnya Corporate Secretary Bank BTN Eko Waluyo memperkirakan dengan gaji Rp 4 juta maka rumah yang bisa dibeli masyarakat adalah yang harganya antara Rp 113 juta sampai Rp 185 juta dengan tipe rata-rata 36. Sementara untuk apartemen atau rumah susun bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan penghasilan maksimal Rp 7 juta, harganya berkisar antara Rp 280 juta sampai Rp 560 juta per unit.

“Cicilan paling lama 20 tahun. Paling cepat sih rata-rata yang diambil 10 tahun. Sebenarnya bisa saja lebih cepat, tapi jarang sekali ada yang mengambil,” kata Eko. Bank BTN menyatakan siap untuk membantu pemerintah terhadap program rumah murah dengan uang muka 1 persen. Di sisi lain, Bank BTN masih menunggu finalisasi suku bunga program tersebut yang rencananya diturunkan menjadi 5 persen.

“Saat ini kami masih finalisasi kebijakan suku bunga FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang rencananya turun menjadi 5 persen, dari 7,25 persen,” kata Eko.  Lebih lanjut, terkait program terbaru pemerintah yang berencana memberi keringanan uang muka 1 persen dan uang tunai Rp 4 juta, Eko mengaku belum mendapat arahan lebih lanjut. Namun, pihaknya memang sudah menurunkan uang muka menjadi 1 persen sejak 1 Maret 2015.

1 comment:

  1. terima kasih atas infonya. sangat bermanfaat sekali.
    http://akar-daun.blogspot.com

    ReplyDelete