Monday, April 27, 2015

Bali Jadi Model Untuk Mengatasi Kemiskinan Di Indonesia

Lokakarya Indonesia Poverty & Empowerment Conference di Bali akan menampilkan tokoh lokal yang berhasil membangun ekonomi di daerahnya masing-masing, khususnya dari Bali. Mereka telah berhasil mengangkat dan menyelamatkan desanya menjadi desa yang makmur dan menurunkan tingkat kemiskinan. Hebatnya, kondisi itu diperoleh melalui pemanfaatan potensi lokal.

Salah satunya adalah Agung Prana yang mengembangkan desa wisata Pemuteran di Buleleng dan Umabian di Tabanan. "Bagi kami, ini wujud kebersamaan warga desa. Kami senang kalau ada yang mau mempelajarinya," ujar Agung Prana.  Desa Pemuteran adalah desa nelayan yang pada tahun 90-an sudah hancur karena kekeringan. Terumbu karangnya mengalami kerusakan parah karena praktek pencarian ikan hias dengan bom ikan dan racun.

Namun kini terumbu karang di Pemuteran diakui sebagai yang terbaik di dunia, sehingga Agung Prana mendapat penghargaan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemuteran juga merupakan destinasi favorit wisatawan untuk melakukan penyelaman.  Sedangkan Umabian adalah desa petani yang sawah-sawahnya terus menyusut dan anak mudanya enggan bekerja di sawah lagi. Penyusutan akibat kemiskinan petani dan keserakahan para pengusaha properti sehingga petani yang miskin tersebut tergiur  mengambil jalan pintas menjual lahan dengan harga murah kepada pengusaha dan investor untuk pembangunan vila atau perumahan real estate.

Sebuah lokakarya untuk mencari model pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat digelar di Bali. Bali dipilih sebagai lokasi karena dianggap memiliki kearifan lokal yang membuat desa-desanya cukup makmur dan mampu berkembang sesuai potensinya. Acara ini digelar LSM Sinergi Indonesia dengan Menteri Perminyakan di era Orde Baru, Subroto menjadi Ketua Dewan Pembinanya. "Kami ingin penanggulangan kemiskinan menjadi inisiatif bersama seluruh warga, bukan keinginan yang diprogramkan dari atas," kata Subroto, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Acara yang bertajuk Indonesia Poverty & Empowerment Conference ini melihat, Bali ternyata juga menyimpan kekayaan "kearifan-lokal". "Ini sangat perlu kita pelajari sebagai referensi kuat dari model yang sudah terbukti keberhasilannya," Ujar Bambang Ismawan, Ketua Dewan Pengurus Sinergi Indonesia.

Menurut Bambang, ada model yang berbeda dari 5 wilayah di Bali yang telah membuktikan proses peningkatan keberdayaan masyarakat yang berkelanjutan.  Kegiatan ini berlangsung selama 4 hari 3 malam ini akan berpusat di Desa Munduk, Singaraja. Para peserta akan mengunjungi lokasi yang berbeda sesuai dengan fokusnya, yaitu kelompok desa di Desa Pejeng, Kabupaten Gianyar, Kelompok Kelautan di Pantai Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Kelompok Perkotaan ke Sanur, dan Desa Umabian di Tabanan untuk kelompok Social Enterpreneurship.

IPEC 2014 akan diikuti peserta dari berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai latar belakang profesi dan institusi, namun punya minat yang sama terhadap penangulangan kemiskinan. Mereka yang akan hadir adalah rektor, ketua LPPM Universitas, dosen dari berbagai universitas di Aceh, Medan, Padang, Palembang, Palangkaraya, dan berbagai kota di Jawa dan juga dari Bali sendiri. Lalu wakil dari berbagai lembaga swadaya masyarakat nasional dan internasional dan korporat diberbagai bidang antara lain energi, perbankan juga berpartisipasi,begitu juga dari Kementerian.

Sinergi Indonesia juga melihat peran strategis dari perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk menjadi pihak yang merekatkan berbagai elemen dalam masyarakat. Karena itu, sejak pertama diselenggarakan Temunas Penanggulangan Kemiskinan selalu partisipasi dari berbagai perguruan tinggi cukup luas. Agung Prana kemudian mensinergikan pertanian menjadi obyek wisata sehingga memberi nilai tambah yang berlipat-lipat. Rumah penduduk juga diperbaiki sehingga bisa dimanfaatkan sebagai penginapan bagi turis.

Mantan Menteri Perminyakan pada era Orde Baru, Prof Subroto, menegaskan pengentasan kemiskinan harus ditangani dengan cara menumbuhkan inisiatif berbasis lokal. Karena itu, pembangunan ekonomi membutuhkan local hero untuk mengembangkan potensi-potensi lokal itu.  "Pemerintah sifatnya hanya membantu dan memfasilitasi. Tapi kuncinya justru di masyarakatnya sendiri," kata Subroto.

Ketua Dewan Pembina Sinergi Indonesia, yang menjadi penyelenggara lokakarya itu, mengatakan sekarang ini ada peluang besar untuk menerapkan gagasan tersebut. Yakni Undang-Undang Desa yang akan mengalirkan dana pemerintah ke desa hingga Rp 1,4 miliar per desa. Namun, tanpa adanya inisiatif dan pemberdayaan di tingkat desa, dana itu justru akan merusak masyarakat desa. Sebab, korupsi justru akan sampai di desa.

Subroto mengakui pembangunan yang sudah berjalan selama ini kurang bertumpu pada pembangunan manusia, sehingga inisiatif-inisiatif lokal kurang dihargai. "Sekarang kita belajar untuk mengatakan pembangunan bukan soal membangun gedung, mal, dan fasilitas lainnya. Tapi bagaimana membangun manusianya," kata Subroto yang terlihat prima pada usia 91 tahun itu.

No comments:

Post a Comment