Sunday, April 26, 2015

Presiden Jokowi Siapkan Produk Khusus Indonesia Agar Tidak Kalah Saing Dalam Hadapi MEA

Presiden Joko Widodo menegaskan perlunya segera melakukan identifikasi produk-produk dalam negeri yang memiliki daya saing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2016. "Akan identifikasi dalam waktu yang sangat dekat ini, produk-produk yang mempunyaicompatible (memiliki daya saing), yang bisa masuk, bisa menyerang kanan-kiri negara kita," kata Jokowi setelah menghadiri jamuan makan malam KTT ASEAN ke-26 di Kuala Lumpur, Minggu malam, 26 April 2015.

Presiden mengaku optimistis dan tidak mundur lagi terkait dengan akan diterapkannya MEA mulai awal 2016 karena produk yang dimiliki Indonesia sangat beragam. "Kita harus optimistis karena Indonesia punya produk yang macam-macam, dan itu yang harus diidentifikasi, mana yang punya daya saing untuk masuk ke negara kanan-kiri," ujarnya.

Jokowi juga menuturkan banyak negara-negara di luar ASEAN yang merasa takut karena akan diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam KTT ASEAN di Malaysia ini, salah satu yang dibahas adalah kesiapan negara-negara ASEAN terkait dengan pelaksanaan MEA 2016. "(Pelaksanaan MEA 2016) kita tidak bisa mundur, harus siap. Yang paling penting, menurut saya, identifikasi produk-produk," katanya.

KTT ASEAN ke-26 yang diselenggarakan pada 26-29 April 2015 digelar dalam dua sesi, yaitu sesi pleno di Kuala Lumpur dan retreat di Langkawi, Kedah. Di sela KTT, para kepala negara atau kepala pemerintahan negara-negara anggota ASEAN dijadwalkan akan bertemu dengan perwakilan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), ASEAN Business Advisory Council (ABAC), ASEAN Youth Representatives, dan Civil Society Organizations (CSO) Representatives.

Selain itu, mereka diundang untuk menghadiri ASEAN Leadership Forum ke-12 di Kuala Lumpur. Selain rangkaian KTT ASEAN ke-26, pada 28 April 2015 di Langkawi akan diselenggarakan pertemuan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) dan Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT).

Pembentukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada akhir 2015 tak hanya menciptakan banyak peluang ekonomi, tetapi juga menghadirkan sejumlah tantangan krusial bagi Indonesia agar tak hanya menjadi pasar.  Menteri Perdagangan Rachmat Gobel melihat sedikitnya ada delapan tantangan yang harus diatasi seluruh pemangku kepentingan di Tanah Air dalam waktu delapan bulan tersisa. Kedelapan masalah tersebut adalah sebagai berikut:

  • Konektifitas antar-wilayah yang masih rendah dalam mendukung lalu lintas barang dan jasa.
  • Kompetensi sumber daya manusia terampil yang belum maksimal
  • Infrastruktur yang belum memadai
  • Konsentrasi industri dan kegiatan ekonomi masih terpusat di Pulau Jawa
  • Daya saing suplai domestik relatif rendah
  • Akses permodalan yang masih sulit dijangkau
  • Regulasi pusat dan daerah yang belum singkron dan berbelit belit
  • Ekonomi nasional masih bergantung pada komoditas primer dan hanya berorientasi pada pasar domestik 
"Untuk dapat menangkap keuntungan maksimal dari Masyarakat ekonomi Asean, tantangan terbesar adalah meningkatkan daya saing," ujar Rachmat Gobel di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Aseanke-16 di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/4).

Kendati masih bersiap diri, Rachmat Gobel optimistis pembentukan pasar tunggal kawasan akan berdampak positif bagi perekonomian negara-negara Asean, tak terkecuali Indonesia. Dia percaya intregasi ekonomi Asean akan memberikan peluang bagi Indonesia untuk memperluas cakupan skala ekonomi, serta mengurangi kemiskinan dan kesejangan sosial ekonomi.

"Selain itu, MEA 2015 juga akan meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan serta meingkatkan fasilitas perdangangan dan bisnis," tuturnya. Pembentukan pasar tunggal kawasan atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal menghitung bulan. Banyak keuntungan ekonomi yang diharapkan tercipta dari integrasi pasar tersebut. Namun, ketimpangan ekonomi dan daya saing menjadi isu panas yang membuat banyak kalangan meragukan efektifitas MEA membagi keuntungan ekonomi secara berimbang antar negara anggota ASEAN.

ASEAN merupakan kawasan dengan total populasi lebih dari 600 juta jiwa, melebihi pasar Uni Eropa 500 juta dan NAFTA 400 juta, dengan total PDB sebesar US$ 2,31 triliun pada tahun 2012 dan diprediksi US$ 3,6 triliun pada tahun 2016. Upaya ASEAN untuk terus memperdalam integrasi ekonominya, share ASEAN terhadap PDB global telah meningkat dua kali lipat. Bahkan pertumbuhan peningkatan ekonomi di ASEAN oleh negara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam jauh lebih cepat.

Pertumbuhan ekonomi ASEAN pada tahun 2014 tumbuh sebesar 4,4 persen di antara besarnya tantangan yang muncul di perekonomian dunia. Permintaan domestik tetap bertahan yang didukung oleh konsumsi regional. Total perdagangan ASEAN pada 2014 tercatat sebesar US$ 2,53 triliun atau meningkat 0,6 persen dari 2013. Di sisi investasi, terdapat aliran masuk investasi ke ASEAN yang cukup tinggi di mana pada 2014 tercatat sebesar US$ 136,2 miliar atau meningkat sebesar 11,3 persen dibanding tahun sebelumnya.

Masih banyak peluang untuk meningkatkan perdangan intra-ASEAN, namun sayangnya hal ini belum tergarap optimal. Ekonomi ASEAN memang tumbuh namun masih belum optimal. Hal ini terlihat dari share intra-Asean ASEAN yang bertahan di sekitar 24-25 persen hingga tahun 2013, dan porsi perdagangan yang terbesar masih dengan negara di luar ASEAN yakni sekitar 74-75 persen. Share intra-ASEAN trade ini diharapkan akan bergerak ke angka 40 persen pada pasca 2015 dengan semakin terintegrasinya Asean.

Hal ini berarti masing-masing negara anggota akan mengalami pertumbuhan yang terus terpacu dalam proporsi yang seimbang. Perekonomian ASEAN diprediksi tumbuh menjadi 4,9 persen pada tahun 2015. Investasi diharapkan semakin meningkat, di mana kawasan ASEAN masih menjadi suatu kawasan tujuan investasi yang menarik dengan terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) serta dengan terus meningkatnya pembangunan infrastruktur melalui peningkatan konektifitas.

Untuk dapat menangkap keuntungan maksimal dari AEC 2015 tantangan terbesar adalah meningkatkan daya saing. Faktor-faktor yang meningkatkan daya saing yang menjadi fokus utama bagi negara-negara ASEAN adalah bagaimana ASEAN fokus pada peningkatan peringkat daya saing yang direfleksikan melalui peringkat Ease of Doing Business dalam kisaran yang relatif berimbang.

Bagi Indonesia, peningkatan peringkat dalam Ease of Doing Business akan dapat dicapai setelah memastikan berbagai perbaikan dalam Program Nawa Cita yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah seperti perbaikan infrakstruktur fisik melalui pembangunan dan perbaikan infrakstrultur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi pasar dan restrukturisasi industri.

Kemudian dari sisi biaya logistik, dampak dari buruknya infraksruktur berpengaruh pada semakin mahalnya biaya logistik. Perdagangan menjadi kurang efisien jika biaya logistik masih sangat mahal. Pemerintah juga harus melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan dan peningkatan posisi UMKM, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, serta melakukan reformasi kelembagaan dan kepemerintahan serta penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi.

Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan serta meingkatkan fasilitas perdangangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan-peraturan dan standardisasi domestik.

Di samping itu, terbentuknya AEC dapat menciptakan iklim investasi yang lebih terbuka yang bersandar pada empat pilar investasi yaitu liberalisasi, fasilitasi, proteksi dan promosi. Terbukanya rezim investasi di ASEAN diharapkan akan menarik investor asing yang akan memberikan suntikan modal, sehingga terdapat multiplier effect seperti penciptaan lapangan kerja, transfer teknologi dan kemampuan manajerial, serta mendorong industri domestik.

ASEAN juga merupakan rumah bagi jutaan tenaga kerja muda dan terlatih yang akan mendukung terwujudnya industrialisasi di ASEAN termasuk menciptakan konektifitas terhadap teknologi, arus permodalan dan jaringan bisnis internasional.

Terintegrasinya ekonomi ASEAN juga semakin mempercepat penurunan angka kemiskinan menjadi hampir setengah dari sebelum terintegrasinya ekonomi ASEAN. Pembentukan ASEAN Economic Community ini juga ditujukan untuk menjawab perkembangan ekonomi global yang terjadi saat ini, di mana munculnya ekonomi-ekonomi baru seperti Tiongkok dan India.  Di samping itu, ASEAN merupakan kawasan yang relatif dapat bertahan dari krisis ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 2008-2009, dan banyak pengamat ekonomi memprediksi bahwa center of gravity politik ekonomi dunia akan bergeser dari kawasan Atlantik Utara ke Asia Pasifik.

Saat ini pemerintah sudah mengeluarkan berbagai peraturan untuk menghadapi AEC 2015, antara lain: Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, Inpres Nomor 11 tahun 2011 tentang pelaksanaan komitmen cetak biru MEA, Keppres Nomor 23 tahun 2012 tentang Susunan Keanggotaan Sekretariat Nasional ASEAN, Program Pembangunan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Penyusunan Inpres dan Roadmap Daya Saing Usaha, Pembentukan Sekretariat Nasional ASEAN, dan Pembentukan Komite Nasional MEA 2015.

Saat ini ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, antara lain: konektifitas yang masih rendah, kompetensi SDM terampil yang belum maksimal, infrastruktur yang belum memadai, konsentrasi industri dan kegiatan ekonomi terpusat di pulau Jawa, daya saing suplai domestik relatif rendah, akses permodalan yang masih sulit dijangkau, regulasi pusat dan daerah yang belum singkron, masih bergantung pada komodias primer dan hanya berorientasi pada pasar domestik

No comments:

Post a Comment