Sunday, April 26, 2015

Tukar Guling Saham Mitratel Yang Merugikan Negara Rp. 7 Triliun Berhasil Di Gagalkan DPR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana tukar guling saham (share swap) anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Baca : Aksi Korporasi Telkom Jual Saham Mitratel Dengan Saratoga Grup Milik Sandiaga Uno Berpotensi Rugikan Negara Sebesar Rp. 11 Triliun

Ketua Komisi VI DPR Ahmad Hafisz Tohir menilai rencana tukar guling saham Mitratel tidak melalui kajian yang transparan. "Ketua DPR sudah membuat surat ke Presiden, tembusan Telkom dan ibu menteri (BUMN), agar tidak melakukan aksi korporasi Telkom untuk swap saham Mitratel dengan TBIG," kata Ahmad, akhir pekan lalu.

Bila rencana tukar guling saham tersebut dilanjutkan, Ahmad bilang hal tersebut akan merugikan negara. Pasalnya aset negara yang dimiliki berupa tower pemancar menjadi hilang. Bahkan, Ahmad mengatakan, kerugian negara yang ditimbulkan bila aksi korporasi tersebut dijalankan mencapai Rp 7 triliun. Catatan saja, penolakan DPR terhadap tukar guling saham Mitratel ini sendiri sudah berlangsung lama. Ahmad menghitung, setidaknya ini sudah kali ke tiga yang berawal sejak masa keanggotaan DPR periode tahun 2009-2014.

Anggota DPR VI Refrizal menambahkan, Mitratel merupakan aset yang strategis. Menurut dia, investasi di tower pemancar tersebut sangat strategis. Untuk membangun tidaklah mudah, apalagi sebarannya sudah meluas diseluruh Indonesia. Meski demikian, anggota Komisi VI DPR Ihsan Yunus bilang, memang sulit untuk menghambat tukar guling saham Mitrtel tersebut bila sudah memenuhi persyaratan. "Saya yakin tidak mudah menjual Mitratel, karena banyak persyaratannya," kata Ihsan tanpa merinci.

Menurut Ihsan yang menjadi perhatian DPR adalah transparansi dari aksi korporasi tersebut. Dia bilang, selama ini banyak kasus anak usaha dari perusahaan BUMN yang diperhitungkan akan merugi, sehingga dijual murah. Padahal pada kenyataanya menguntungkan.

Meski tidak secara tegas menolak dengan rencana tukar guling saham MItratel tersebut, namun Ihsan berharap adanya keterbukaan dari manajemen untuk menjelaskan secara gamblang alasan-alasan yang melatarbelakangi rencana tukar guling saham tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Rini Soemarno Menteri BUMN mengatakan, bahwa dewan komisaris tidak menyetujui penjualan Mitratel. "Kami dari pemerintah tidak menyetujui, sehubungan dengan proses penjualan anak usaha. Sehingga posisinya masih sama, Mitratel masih dimiliki Telkom," kata Rini.

Transaksi swap saham antara PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) tinggal selangkah lagi. Keduanya telah menandatangani perjanjian tukar guling saham yang menandai transaksi akan dilaksanakan. Hardi Wijaya Liong, Chief Executive Officer TBIG mengatakan, berdasarkan perjanjian, pihaknya akan menukar 290 juta saham atau 5,7 persen saham baru TBIG dengan 49 persen saham PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) milik TLKM.

Selain itu, TLKM juga memiliki opsi untuk menukarkan 51 persen sisa saham Mitratel dengan 472,5 juta saham baru TBIG dalam jangka waktu dua tahun. Dengan demikian, TLKM akan mengempit 13,7 persen saham TBIG. Emiten pelat merah ini juga akan menerima pembayaran dalam bentuk kas. Nilainya, maksimum Rp 1,73 triliun. Fulus ini diberikan jika Mitratel dapat mencapai target pencapaian tertentu yang telah disepakati.

"Kemitraan ini tidak hanya memungkinkan kami meningkatkan skala bisnis kami, namun juga memperkuat hubungan bisnis antara TBIG dan Grup Telkom," ujar Hardi dalam pernyataan resmi, Jumat (9/11/2014). Manajemen TBIG berharap, transaksi ini bisa kelar di kuartal IV-2014. Setelah menyelesaikan pertukaran saham tahap awal, TBIG akan memegang kendali manajemen dan mengkonsolidasikan Mitratel dalam laporan keuangan perseroan.

Transaksi swap ini awalnya menemukan hambatan di tataran politik. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menentang transaksi ini lantaran anak usaha TLKM dinilai sebagai aset negara. Sehingga, butuh persetujuan DPR. Namun, petinggi TLKM sebelumnya bilang, pihaknya akan menunggu pemerintahan dan DPR baru

No comments:

Post a Comment