PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan jumlah surat utang korporasi yang masuk dalam daftar rilis tahun ini hingga 20 April 2015 telah mencapai Rp 23,05 triliun. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk merupakan satu dari 12 emiten yang akan menarik pembiayaan terbesar, dengan target indikatif Rp 7 triliun.
Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, menyatakan sudah ada 12 perusahaan yang akan menerbitkan obligasi pada tahun ini, dengan estimasi nilai pembiayaan mencapai Rp 23,05 triliun. Secara nilai, kata Hoesen, lebih besar dari periode yang sama tahun lalu. “Saya kurang ingat yang tahun lalu, tapi pokoknya lebih besar yang tahun ini,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/4).
Dari 12 perusahaan tersebut, Hoesen mencatat penerbitan obligasi oleh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk merupakan yang terbesar, yakni mencapai Rp 7 triliun. Untuk itu, Telkom telah menunjuk sejumlah sekuritas sebagai penjamin emisi, yakni PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas , PT Mandiri Sekuritas, dan PT Trimegah Securities.
Mengekor di bawah Telkom adalah PT Federal International Finance (FIF), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, yang masing-masing menargetkan penerbitan obligasi sebesar Rp 3 triliun. Selanjutnya ada PT Adira Multi Finance Tbk, yang mengagendakan penerbitan dua seri surat utang, masing-masing sebesar Rp 2 triliun dan Rp 500 miliar. Di level penerbitan dengan nilai Rp 1 triliun, terdapat PT Modernland Realty Tbk dan PT Bank Bukopin Tbk.
Sementara untuk rencana penerbitan di bawah Rp 1 triliun terdapat PT Bank BNI Syariah dengan nilai Rp 750 miliar, PT Indomobil Finance Indonesia Rp 500 miliar, PT Mandala Multifinance Tbk. Rp 500 miliar dan PT Summarecon Agung Tbk. dua kali, masing-masing senilai Rp 150 miliar.
“Banyaknya pendanaan melalui obligasi tersebut tampaknya karena banyaknya rencana ekspansi maupun restrukturisasi utang pada tahun ini,” ujar Hoesen. Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan investor sebaiknya mempersiapkan diri dan mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dari rencana Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga untuk yang pertama kalinya sejak 2006.
“Konsensus memproyeksikan kenaikan pertama yang terjadi pada pertemuan FOMC Juni 2015 dan mencapai 1 persen hingga akhir 2015. Dengan demikian yield treasury AS 10 tahun juga diproyeksikan meningkat menjadi 2,98 persen pada hingga akhir 2015,” jelasnya dalam riset, Kamis (23/4).
Dari dalam negeri, Handy mengatakan risiko utama muncul dari berlebihnya pasokan pada tahun ini dan tingginya arus modal (outflow) keluar jika rupiah melemah. Ketika rupiah melemah lebih dari Rp 12.750 dan Rp 13.100, kata Handy, memicu outflow sebesar Rp 25 triliun pada Desember 2014 dan Rp 15 triliun pada Maret 2015.
Sementara katalis positif datang dari prospek inflasi yang lebih rendah dan anggaran yang sehat, menyusul rencana pemerintah menerapkan skema subsidi tetap. Hal itu diyakini memberikan outlook positif bagi lembaga pemeringkat. Ditambah lagi Bank Indonesia memiliki kapasitas yang cukup besar untuk membeli obligasi pemerintah. “Jika tidak, obligasi korporasi masih merupakan investasi pendapatan tetap yang menarik karena premi risiko yang masih melebar,” jelas Handy.
No comments:
Post a Comment