Ribut-ribut soal utang Indonesia ke International Monetary Fund membuat lembaga ini akhirnya menjawab polemik dengan resmi. Dalam penjelasan tertulisnya yang diterima, Rabu 29 April 2015, Kepala Kantor Perwakilan IMF untuk Indonesia, Benedict Bingham menyatakan, saat ini Indonesia tak memiliki kewajiban apapun kepada lembaga itu. Yang ada, adalah dana iuran wajib yang disetorkan ke seluruh anggota IMF.
Iuran yang dipungut IMF dari negara anggota, dialokasikan dalam mata uang special drawing rights (SDR). Jadi, SDR ini merupakan mata uang khusus anggota IMF yang setara dengan dolar Amerika Serikat. " Dalam poin-poin ketentuan ada bagian yang menyatakan bahwa IMF mengalokasikan SDR untuk seluruh anggota sesuai dengan porsi kuotanya, dalam rangka menjamin tersedianya likuditas," kata Bingham dalam penjelasan resminya.
Menurut Benedict, iuran yang dipungut tersebut akan menentukan berapa besar pinjaman untuk memenuhi likuditas moneter negara anggota pada saat memerlukan pinjaman atau sedang dalam masa krisis. Iuran Indonesia sendiri tercatat sebesar SDR 1,98 miliar atau setara dengan US $ 2,8 miliar atau sekitar Rp 36,4 triliun. Fasilitas ini merupakan kewajiban Bank Indonesia dan dicatat sebagai aset yang dimiliki bank sentral.
Berdasarkan perhitungan standar akuntansi, alokasi SDR diperlakukan sebagai kewajiban pembiayaan luar negeri Bank Indonesia. Kepemilikan sesuai SDR diperlakukan sebagai aset asing Bank Indonesia . "Selama tidak digunakan, SDR itu sebagai aset luar negeri Bank Indonesia. Jadi saat SDR dialokasikan, tidak ada hubungannya dengan utang anggota kepada IMF. Indonesia sudah bersih dari hutang," kata Benedict.
Polemik utang bermula ketika Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya sesaat sebelum berangkat ke Kuala Lumpur yang menyebutkan bahwa Indonesia masih butuh IMF. Bahkan, masih utang ke lembaga itu. Jokowi juga menyatakan Indonesia tidak anti dengan IMF, Bank Dunia dan ADB. "Siapa yang bilang Indonesia anti-IMF. Siapa? Kita kan masih minjem uang ke sana ," katanya di Bandara Halim Perdanakusumah sebelum berangkat ke Malaysia.
Pernyataan itu kemudian direspon Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden keenam Indonesia ini angkat bicara terkait dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa Indonesia masih memiliki utang kepada IMF. Melalui akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, Yudhoyono menyatakan, dia terpaksa mengoreksi pernyataan Jokowi mengenai IMF karena Indonesia sudah melunasi ke lembaga tersebut.
"Sejak 2006, Indonesia tidak jadi pasien IMF. Tidak lagi didikte IMF. Kita merdeka & berdaulat utk merancang pembangunan ekonomi kita," tulis SBY dalam tweet-nya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Indonesia tak memiliki utang lagi kepada lembaga donor keuangan International Monetary Fund (IMF). Dia mengakui Indonesia memang sempat berutang kepada IMF sebesar US$ 25 miliar pada saat krisis moneter 1998.
"Tapi sudah jelas, akhirnya lunas pada 2006. Saya sendiri waktu itu menjadi wakil presiden," kata Jusuf Kalla saat ditemui di kantornya, Rabu, 29 April 2015. Saat itu, kata Jusuf Kalla, Indonesia memiliki ruang fiskal yang cukup besar setelah menaikkan harga bahan bakar minyak. Karena itu, pembayaran utang yang seharusnya jatuh tempo pada 2010 diputuskan dipercepat.
Ihwal data yang ditunjukkan oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Jusuf Kalla mengatakan Bank Indonesia sudah melakukan konfirmasi. "Utang pemerintah tidak ada lagi. Ini hanya hubungan antara IMF sebagai lembaga keuangan dan BI sebagai central bank."
Kalla membantah jika Presiden Joko Widodo disebut salah menerima informasi tentang utang kepada IMF. Menurut dia, yang terjadi hanyalah salah tafsir. Bahkan, menurut dia, Andi tak sepenuhnya salah dalam memberikan data. "Karena di sana tertulis ada, walaupun harus dibaca sebagai kewajiban perbankan, bukan utang pemerintah."
Sebelumnya, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah pernyataan Presiden Joko Widodo tentang utang Indonesia kepada IMF. Namun bantahan SBY dimentahkan oleh Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Menurut Andi, pada 2006 Indonesia memang tidak lagi memiliki utang kepada IMF. Namun, pada 2009, utang kepada IMF muncul lagi sebesar US$ 3,09 miliar.
Bank Indonesia pun angkat bicara. Menurut BI, angka tersebut bukanlah jumlah utang Indonesia kepada IMF dalam bentuk pinjaman, tapi alokasi penempatan dana atau special drawing rights (SDR). Sebagai anggota IMF, Indonesia harus membayar iuran agar memperoleh alokasi SDR sesuai dengan kuota. Alokasi ini dicatat sebagai cadangan devisa.
No comments:
Post a Comment