Thursday, April 9, 2015

Peraturan Bank Indonesia Terbaru Untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Demi mendukung nilai tukar rupiah yang stabil, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai kewajiban penggunaan rupiah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peraturan tersebut tertuang dalam PBI No. 17/3/PBI/2015, dan berlaku sejak diundangkan PBI pada tanggal 31 Maret 2015.

Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang, Eko Yulianto, mengatakan saat ini belum seluruh transaksi di wilayah NKRI menggunakan Rupiah. Kemudian, kata dia, masih banyak transaksi dalam negeri dengan valuta asing (valas). "Penggunaan valas yang cukup besar memberikan tekanan pada nilai Rupiah," kata Eko di Kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015).

Eko menambahkan, dengan berlakunya peraturan ini maka nilai tukar rupiah akan terjaga kestabilannya. "Jadi transaksi di wilayah NKRI baik tunai maupun non-tunai wajib dalam rupiah. Kemudian penggunaan valas hanya terbatas pada transaksi tertentu," jelas Eko.  Nantinya penerapan peraturan ini akan bersinergi dengan beberapa stakeholder, seperti pemerintah, DPR untuk kebijakan dan regulasi. "Lalu peraturan ini perlu didukung oleh pelaku usaha, kemudian BI akan mengoordinasikan dengan aparat penegak hukum untuk pengawasan jalannya peraturan ini," terang Eko.

Namun, Eko mengatakan, peraturan ini tidak akan melarang sama sekali penggunaan valas dalam transaksi.  Namun, kata dia, ada beberapa kondisi yang memperbolehkan transaksi menggunakan valas. "Ada beberapa kondisi yang harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti transaksi dalam rangka APBN, hibah internasional, dll," jelas Eko.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada awal perdagangan Rabu (8/4/2015), bergerak melemah hingga menembus level 13.000. Data Bloomberg pukul 09.16 WIB, mata uang Garuda berada di posisi Rp 13.005 per dollar AS, melemah dibanding penutupan kemarin pada level 12.988.

Rupiah hari ini diperkirakan bergerak variatif. Indeks dollar AS yang naik siap menekan rupiah. Indeks dollar AS kembali menguat dengan derajat yang lebih tajam. Mayoritas data ekonomi AS Selasa (7/4/2015) waktu setempat, mulai dari job opening hinggaconsumer credit naik dibandingkan bulan lalu.

Ditambah dengan kekhawatiran yang meningkat mengenai kepastian pembayaran utang Yunani pada Kamis (9/4/2015) esok dan kewaspadaan menjelang BoJ meeting pagi ini, tekanan di pasar berhasil mendorong pelemahan euro serta yen yang cukup tajam. Kedua mata uang itu komposisi utama perhitungan indeks dollar AS.  Menurut Riset Samuel Sekuritas Indonesia, dollar AS berpeluang melanjutkan sentimen penguatannya di Asia. Akan tetapi penguatan itu bisa berakhir jika dini hari nanti notulensi FOMC meeting kembali menekan ekspektasi kenaikan suku bunga the Fed.

Rupiah mulai kembali ke jalur pelemahannya setelah hingga kemarin sore setelah dollar AS berhasil menguat terhadap mayoritas mata uang di Asia. Rupiah berpeluang melemah lagi hari ini untuk kembali mendekati kisaran Rp 13.000 per dollar AS. Tidak ada data ekonomi domestik penting yang ditunggu, pergerakan rupiah masih akan didominasi sentimen global.

Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Eko Yulianto mengatakan, nantinya pihak-pihak yang melanggar kewajiban penggunaan rupiah akan dikenakan sanksi pidana sesuai yang diatur dalam UU Mata Uang No. 7 tahun 2011. Sanksi tersebut berupa kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 200 juta.

Peraturan Bank Indonesia Terbaru Untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Peraturan Bank Indonesia Terbaru Untuk Jaga Stabilitas Rupiah


"Kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi tunai berlaku sejak UU Mata Uang," jelas Eko di Kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015). Sementara itu untuk pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah untuk transaksi non-tunai, Eko mengatakan akan mengenakan sanksi administratif. "Dalam bentuk teguran tertulis, denda berupa kewajiban membayar (1 persen dari nilai transaksi dan/atau maksimal Rp 1 miliar), terakhir larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran," jelas Eko.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan BI No. 17/3/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di Wilayah NKRI dengan pertimbangan banyaknya transaksi dalam negeri masih menggunakan valas.  Eko mengatakan, penggunaan valas yang cukup besar, akan memberikan tekanan pada nilai Rupiah dengan jumlah transaksi valas perbulan mencapai 6 miliar dollar AS. PBI Ini berlaku sejak diundangkan pada 31 Maret 2015, untuk tunai dan non-tunai mulai dari 1 Juli 2015.

"Ini transaksi yang jelas-jelas dalam negeri bukan di luar negeri. Cukup signifikan terhadap rupiah dengan jumlah transaksi sebesar itu," kata Eko.  Menurut dia, penggunaan valas ini memiliki dampak yang kuat pada industri manufakturing dalam negeri. Eko mengatakan industri-industri tersebut adalah migas, plastik, dan pakaian.  "Masih banyak yang menggunakan, tapi data statistiknya susah. Bisa lebih banyak dari itu (6 miliar dollar AS)" jelas Eko.

Eko berharap dengan peraturan ini maka terjadi pengendalian terhadap nilai tukar Rupiah. Kemudian Rupiah bisa kembali menjadi lambang kedaulatan seperti di UU Mata Uang.  "Tidak mau jadi dollarisasi kan maka harapannya terjadi pengendalian nilai tukar supaya tidak tercemar. Lalu karenashadow demand terhadap valas yang seharusnya tidak menyimpan dollar tapi ada permintaan," jelas Eko.

Terkait pengawasan dan pelaporan pelaksanaan peraturan baru ini, Eko mengatakan, BI diberikan kewenangan untuk meminta laporan, keterangan, dan/atau data kepada setiap pihak yang terkait pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah. "Kemudian BI akan melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan Rupiah," jawab Eko.


Selain itu, PBI yang berlandaskan pada UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI dan UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011 tersebut, mewajibkan pencatuman harga barang dan/jasa (kuotasi) hanya dalam rupiah.  "Pertimbangannya karena di UU Mata Uang jelas bahwa alat pembayaran satu-satunya di NKTI adalah rupiah. Lalu masyarakat cenderung belum dapat membedakan kuotasi dengan pembayaran," kata Eko.

Selain itu, Eko mengatakan pencatuman kuotasi dengan valas, kurs yang digunakan cenderung menguntungkan salah satu pihak. Eko memberi contoh implementasi peraturan ini kepada jasa travel yang sering menggunakan valas dalam pencantuman harga. "Nanti di jasa travel yang mencantumkan harga valas akan disidak juga, bisa dicabut izin usahanya," kata Eko.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Eko Yulianto mengatakan pemberlakuan peraturan mengenai kewajiban penggunaan rupiah yang tertuang dalam Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015, bukan tanpa alasan. Menurut dia, peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai penggunaan rupiah, yaitu UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011 dan UU No. 23 Tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, harus dilengkapi atau ditambahi sejumlah aturan baru. "Di UU Mata Uang (pasal 23 ayat 2) ada pengecualian penggunaan rupiah jika ada perjanjian antara pihak satu dengan pihak dua. Nah khawatirnya di sini, jadi pihak penjual tinggal buat formulir saja yang sudah ditandatangani dia dan pembeli, lalu kasih materai, selesai. Begitu juga dengan non-tunai, yang menyebabkan valuta asing (valas) jadi tinggi permintaanya," jelas Eko di kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015).

Selain itu, kata dia, peraturan tambahan dalam PBI yang tidak diatur dalam UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011 adalah soal transaksi-transaksi pengecualian. Dalam UU tersebut baru mengatur transaksi untuk APBN dan simpanan dalam bank. "Padahal ada ketentuan lain seperti SUN (Surat Utang Negara) yang harus menggunakan valas masa itu ga boleh, padahal ada aturannya, sehingga PBI ini melengkapi. Jadi selain menegaskan beberapa ketentuan yang kemungkinan, kita sekaligus kompilasi UU yang mengatur valas sekaligus masukkan untuk penggunaan valas," kata Eko.

Sebelumnya, Eko mengatakan pemberlakuan peraturan ini juga dikarenakan masih banyaknya transaksi di masyarakat yang menggunakan valas. Menurut dia, jika di rata-rata jumlah transaksi dalam negeri menggunakan valas kurang lebih sebesar 6 miliar dollar AS per bulan. "Indikasi kita tidak kurang dari 6 miliar US dollar per bulan. Tergantung juga dengan fluktuasi, tergantung bulan-bulan jatuh temponya, tapi yang jelas ini transaksi dalam negeri yang tidak ada hubungannya dengan luar negeri sehingga akan melemahkan rupiah," jelas Eko.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Eko Yulianto menegaskan peraturan BI mengenai kewajiban penggunaan Rupiah tidak akan mengganggu proyek-proyek infrastruktur yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Menurut dia, proyek-proyek infrastruktur strategis (proyek pemerintah) akan diberikan pengecualian boleh menggunakan valas dalam transaksi. "Misalnya, kemarin Pak Jokowi minta proyek 35.000 MW selesai dalam 5 tahun, ini yang betul-betul strategis. Karena banyak yang harus diimpor, kemudian dilakukan dalam negeri itu bisa dalam valas," terang Eko di kantornya, Jakarta, Kamis (9/4/2015).

Sebelumnya, BI mengeluarkan Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015 pada 31 Maret lalu mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Republik Indonesia. Alasan BI, masih banyak transaksi dalam negeri yang menggunakan valas. Menurut Eko, jika dibiarkan, nilai tukar rupiah akan semakin melemah dengan banyak beredarnya valas untuk transaksi dalam negeri.  Pemberlakuan untuk transaksi tunai sudah dimulai sejak diundangkannya PBI. Sementara, transaksi non-tunai baru akan dimulai per 1 Juli 2015.  Dalam peraturan tersebut, penggunaan valas diperbolehkan dengan beberapa ketentuan. Salah satunya adalah transaksi dalam rangka APBN menyangkut proyek-proyek strategis pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Eko, sistematisasi pengajuan pengecualian penggunaan rupiah untuk proyek infrastruktur strategis akan diajukan oleh tim dari proyek tersebut kepada BI. Lalu, kata dia, pihaknya akan mengeluarkan surat edaran pengecualian yang bisa digunakan tim proyek untuk melakukan transaksi dengan valas. "Nanti akan ada surat edaran untuk proyek infrastruktur yang strategis. Nanti tim dari proyek-proyekn tersebut meminta pengecualian ke kami (BI)," jelas Eko.

No comments:

Post a Comment