Paling efektif, ujar Mira, dilakukan secara offline. Ia selalu berpesan kepada para tamu agar memberi tahu temannya soal layanan para angels—sebutan Mira untuk delapan anak asuhnya. Karena itu, ia menerapkan aturan kepada angels selama melayani tamu: jangan mencuri barang mereka.
Penghasilan angels semacam Deudeuh yang belum lama ini dibunuh oleh pelanggannya lebih banyak karena mendapat bagian terbesar tanpa keluar uang sama sekali. Sarma, seorang angel Mira yang sehari-hari bekerja sebagai model di sebuah agensi, mendapat Rp 30-60 juta sebulan meski hanya 2-3 kali kencan pada akhir pekan. Ia lebih senang memakai jasa germo karena tak cukup waktu meladeni pemesan akibat jadwal padat agennya.
Rindu lain lagi. Perempuan berusia 30 tahun asal Surabaya ini berpromosi dan bertransaksi sendiri lewat akun Twitter dan Facebook. Di dunia maya, nama ranjangnya cukup terkenal dan berpengikut 24 ribu orang. Dengan tubuh seperti Barbiedan wajah mirip pemain sinetron, Rindu melayani lima tamu dalam sehari. Dengan hanya libur sepekan saat menstruasi, penghasilannya mencapai Rp 100 juta.
Rindu tak membatasi tempat kencan. Meski lebih senang “bekerja” di kosnya di Setiabudi, Jakarta Selatan, ia tak menolak jika ada yang mengajaknya ke hotel. Baru setahun ia mengarungi dunia “bisyar”. “Saya punya utang ke bank setelah ayah kalah dalam pemilihan lurah,” katanya, tak terduga.
Syahdan, uang Rp 500 juta hasil bekerja di Hong Kong ludes dipakai ayahnya berkampanye. Ia pamit kepada keluarganya kembali ke Hong Kong, tapi nyangkut di Setiabudi dan betah menjadi “bisyar” bertarif Rp 1,5 juta per kencan. “Suatu saat saya akan berhenti, sebelum ayah tahu,” kata perempuan lulusan SMP ini.
Germo kencan lewat media sosial tak selalu berhasil menggaet tamu. Banyak pengikut Mira di Twitter dan Facebook tak nongol lagi meski pertanyaan soal spesifikasi anak asuhnya sudah dijawab. “Karena sudah biasa, saya bisa mengenali yang begitu,” kata dia, Rabu pekan lalu. Promosi paling efektif, ujar Mira, dilakukan secara offline.
Mira akan mengumumkan para angels yang melanggar lewat akun-akun media sosial. Cara ini efektif membuat mereka tak melakukan hal selain yang diminta tamu. Dengan demikian, ucap Mira, tamu akan loyal dan rajin berpromosi ke orang lain. Di situs Facebook dan Twitter, Mira memajang testimoni positif tamu-tamunya.
Selain menjaga hubungan baik dengan tamu, Mira menjalin koneksi dengan germo lain. Setidaknya, ia terhubung dengan lima germo yang rata-rata punya 10 angels karena berpraktek lebih lama. “Kami saling bertukar angels untuk menyesuaikan kriteria yang diminta tamu,” katanya. Germo-germo itu tak melulu perempuan. Mantan suami Mira, tamu kencannya yang menikahinya pada 2011 dan memberinya seorang anak, menjadi germo online setelah bercerai pada 2012. Dengan bagian 20 persen dari harga setiap kencan, bisnis ini sangat menggiurkan karena hanya bermodal telepon, pulsa, dan koneksi Internet.
Dalam sebulan, sebagai germo, Mira mengantongi pemasukan Rp 60 juta. Sesekali, ia kembali ke pekerjaannya sebelum menjadi germo: melayani tamu. Meski bertampang seadanya, para tamu dari beragam profesi—rata-rata orang kantoran dan mahasiswa—membuat Mira mendapat tambahan penghasilan Rp 30 juta.
Penghasilan angels lebih banyak karena mendapat bagian terbesar tanpa keluar uang sama sekali. Sarma, seorang angel Mira yang sehari-hari bekerja sebagai model di sebuah agensi,mendapat Rp 30-60 juta sebulan meski hanya 2-3 kali kencan pada akhir pekan. Ia lebih senang memakai jasa germo karena tak cukup waktu meladeni pemesan akibat jadwal padat agennya.
Rindu lain lagi. Perempuan berusia 30 tahun asal Surabaya ini berpromosi dan bertransaksi sendiri lewat akun Twitter dan Facebook. Di dunia maya, nama ranjangnya cukup terkenal dan berpengikut 24 ribu orang. Dengan tubuh seperti Barbiedan wajah mirip pemain sinetron, Rindu melayani lima tamu dalam sehari. Dengan hanya libur sepekan saat menstruasi, penghasilannya mencapai Rp 100 juta.
Rindu, 30 tahun, bukan nama sebenarnya, punya asa besar manakala tahun lalu dia tiba di Jakarta. Pendapatan tinggi demi membayar utang orangtua di kampung halaman menjadi motivasi utamanya ke Ibu Kota. Berbekal ijazah SMP, bekas tenaga kerja di Hong Kong ini tak gentar menghadapi kerasnya persaingan warga Jakarta.
"Saya diajak oleh teman saya yang bekerja dengan penghasilan besar di Jakarta," kata Rindu saat ditemui Tempo di kawasan Karet, Jakarta Selatan, Kamis, pertengahan April 2015. Ternyata, cerita punya cerita, pekerjaan yang dimaksud oleh Rindu adalah penjaja cinta di situs online.
Dunia prostitusi bukan perkara baru bagi Rindu. Wanita cantik asli Jawa Timur ini sempat hijrah ke Bali untuk bekerja di kafe dan bar. Dia sering melihat penjaja cinta bertengger di sana. Awalnya rindu tak menyangka ikut terjun di dalamnya. Tapi, keadaan memaksa dia menerima tawaran temannya.
Apalagi, biaya hidup di Jakarta yang mahal mulai menguras sakunya. Tabungan Rindu lebih dari Rp 500 juta hasil kerjanya di Hong Kong selama enam tahun ludes. Karena itu, Rindu harus bisa dapat uang instan untuk mengisi tabungannya. "Saya juga punya beban tenggat waktu bayar utang di bank," kata dia.
Temannya mulai memperkenalkan Rindu ke salah satu forum syur online kawakan. Bermodal satu ponsel pintar dan layanan Internet, Rindu mulai berselancar ke setiap topik di forum itu. Rindu belajar cara menarik tamu, melayani tamu, dan membuat tamu betah. Setelah merasa pede, Rindu mulai membuka diri dijajal.
Temannya membantu untuk promosi akun Rindu agar dia mendapat tamu perdana. Harga yang ditawarkan pun tak seperti harga saat ini. "Biasanya kalau orang baru harus banting harga," kata dia. Dulu, pendapatannya tak sampai Rp 1 juta per dua jam. Dia mengatakan, harga murah dipasang untuk menarik banyak tamu.
Biasanya, tamu memberi testimoni soal pelayanan Rindu di forum yang sama. Nama Rindu mulai diperhitungkan di dunia 'bisyar' (bisa dibayar, sebutan penjaja cinta online) setelah banyak pelanggan berkomentar positif terhadap dirinya. Sebulan berikutnya, Rindu mengantongi Rp 1,5 juta per dua jam, yang dibayar tunai, setelah Rindu menunaikan tugasnya.
Akhir tahun lalu, temannya pindah dari Jakarta karena ikut suaminya yang berkewarganegaraan asing. Tapi, Rindu tak khawatir lagi. Dia mulai paham cara menjajakan cinta secara online. Bahkan, ada salah satu admin forum yang menawarkan diri membuatkan akun Facebook dan Twitter untuk promosi Rindu.
Pada dua laman media sosial itu, foto-foto, spesifikasi tubuh, dan paket layanan Rindu dilampirkan. Dia mengatakan tak berkeberatan dirinya dijajakan sangat terbuka. Ini wajar dilakukan para bisyar di Twitter dan Facebook. Nomor yang dipajang di sana tentu berbeda dengan nomor pribadi Rindu.
No comments:
Post a Comment