Saturday, March 31, 2018

Kinerja Baik dan Keterbukaan Informasi BPOM Dituding "Bunuh" Industri Ikan Pengalengan

Pada akhir pekan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan 27 merek produk ikan kalengan mengandung cacing. Langkah BPOM tersebut dinilai dapat berdampak pada matinya industri pengalengan ikan di tanah air karena keterbukaan informasi yang mendidik masyarakat tersebut ternyata mampu menghentikan mesin pencari laba bagi perusahaan dan harus merumahkan karyawan demi mencegah kerugian lebih banyak.

Padahal masyarakat berhak mengetahui  informasi tentang produk yang aman termasuk merek dan masyarakat sekarang sudah cukup pintar dan terdidik untuk menindak lanjuti informasi terkait apakah akan mengkonsumsi atau tidak merek merek tertentu.

Adapun Asosiasi Pengalengan Ikan (APIKI) menyebut sebanyak 26 pabrik telah menyetop operasionalnya akibat penarikan produk.

Pakar Perikanan dan Standarisasi Mutu Produk Sunarya menilai BPOM tak semestinya menyebut langsung nama merek dagang dari ikan kalengan yang mengandung cacing. Alih-alih menyebut merek dagang, BPOM dinilai seharusnya hanya menyebutkan kode produksi dari ikan kalengan yang diduga mengandung cacing tersebut.

"Harusnya yang diumumkan itu kode produksi, batchnya, bukan langsung merek. Kan tidak semua ikan kalengan mengandung cacing," kata Sunarya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Sabtu (31/3).  Lagi pula, menurut dia, pemeriksaan kode produksi tak memerlukan proses panjang. Dari kode produksi tersebut, dapat diketahui asal muasal bahan baku ikan kalengan dan apakah ikan tersebut berpotensi mengandung cacing. "Jadi yang 'dimusnahkan' itu bukan produk berdasarkan merek dagangnya, tapi nomor produksi," kata dia.

Lebih lanjut, Sunarya juga meminta agar pemerintah serta badan pengawas terkait melakukan inspeksi secara besar-besaran dan berkelanjutan. Hal ini diperlukan untuk melihat proses produksi ikan kalengan, mulai dari pengambilan bahan baku, cold storage, proses pemanasan, hingga pengalengan itu sendiri.

"Jadi dilihat sudah sesuai standarisasi atau belum, jadi ketahuan mana yang memang berpotensi atau tidak, ini pentingnya. Bukan hanya based on sample saja lalu bilang merek dagang ini bahaya, harusnya tidak begitu," kata dia.  Sunarya juga memberi saran kepada pemerintah agar melakukan pengaturan terkait penggunaan bahan baku produksi ikan kalengan.

"Misalnya kalau di musim-musim tertentu bilang jangan pakai ikan makarel dari Utara, di musim ini jangan pakai dari Selatan. Kan bisa ketahuan produksi cacing ini musim kapan karena ikan yang jadi inang mereka itu bermigrasi," katanya. Sedikitnya 26 pabrik pengalengan ikan harus menghentikan operasionalnya akibat penarikan produk, usai beredar informasi ditemukannya cacing pada produk ikan makarel kalengan. Akibatnya, ribuan pegawai di industri ini 'dirumahkan' hingga batas waktu yang tak bisa ditentukan.

Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan (APIKI) Ady Surya menyebut, penarikan produk secara otomatis berdampak pada penghentian produksi ikan kalengan. Dari 40 pabrik yang berada di bawah asosiasinya, kini 26 pabrik sudah menyetop operasionalnya.

"Setelah pruduk ditarik, pabrik pun ditutup, meski kebanyakan memang (pabrik) produk ikan makarel yang tutup. Otomatis, kami rumahkan ribuan pekerja kami," kata Ady ditemui di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Sabtu (31/3). Ady enggan merinci berapa total pegawai yang telah dirumahkan. Namun, ia menyebut, kapasitas pegawai di satu pabrik saja mencapai sekitar 500 hingga 5.000 pegawai.

Menurut Adi, pabrik-pabrik yang telah tutup saat ini kebanyakan berada di daerah Banyuwangi, Bali dan Jawa Tengah. 

Kerugian pengusaha yang diakibatkan pun mencapai milyaran rupiah. "Pulau Jawa dan Bali, kemarin saya periksa ya tutup karena tidak ada yang bisa kami produksi. Kami rugi, enggak ratusan juta yah, tapi milyaran," terangnya.

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito menginstruksikan bagi produsen, distributor, ataupun importir produk ikan makarel kaleng yang mengandung cacing parasit untuk menyetop penjualan. Instruksi itu menyusul temuan BPOM atas 27 merek ikan makerel kaleng yang mengandung cacing. Temuan ini merupakan hasil pengujian 541 sampel dari 66 merek ikan makerel kaleng di seluruh Indonesia.

BPOM membeberkan secara rinci 27 merek itu di situs resminya pads Rabu (28/3). Puluhan merek produk mengandung cacing itu antara lain ABC, ABT, Ayam Brand, Botan, CIP, Dongwon, Dr. Fish.

Selain itu ada juga mereka Farmerjack, Fiesta Seafood, Gaga, Hoki, Hosen, IO, Jojo, King's Fisher, LSC, Maya, Nago/Nagos, Naraya, Pesca, Poh Sung, Pronas, Ranesa, S&W, Sempio, TLC, dan TSC

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan masyarakat menyetop sementara konsumsi produk ikan, baik ikan segar maupun produk olahan hingga ada jaminan keamanan dari pemerintah terhadap produk-produk tersebut.

"Konsumen sementara tidak mengonsumsi produk ikan sampai ada jaminan dari Pemerintah," kata Wakil Ketua Harian YLKI Sudaryatmo. Dia menyebut langkah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan dan menginstruksikan penarikan produk ikan makarel kaleng bercacing tidak cukup.

Menurutnya, belum ada jaminan dari Pemerintah bahwa produk ikan selain ikan makarel kaleng tidak mengandung cacing atau bahan berbahaya lainnya. "Temuan ini membuat tanda tanya di masyarakat, bagaimana dengan jaminan kualitas produk lain yang masih beredar. Produk lain mengandung parasit tidak? Harus ada jaminan dari Pemerintah," cetusnya. Termasuk jaminan dari pengusaha.

Dia juga menyarankan pihak kepolisian untuk aktif terlibat dalam memastikan penarikan produk ikan makarel kaleng bercacing dari pasaran. 

Selain itu, Sudaryatmo menyarankan kepolisian proaktif melakukan pengusutan dugaan tindak pidana. Sudaryatmo mengatakan peredaran ikan ini melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Langkah-langkah di atas dinilainya akan mengganggu industri pangan ikan. Namun, itu lebih baik daripada mengorbankan konsumen. "Daripada konsumen merugi, pemerintah harus menjamin produk ikan segar atau olahan bebas kandungan berbahaya," ujar Sudaryatmo.

Sebelumnya, BPOM mengungkap ada 27 merek ikan makarel kaleng yang mengandung cacing, Rabu (28/3). Temuan ini merupakan hasil pengujian 541 sampel dari 66 merek ikan makarel kaleng di seluruh Indonesia.

Merek produk mengandung cacing itu antara lain ABC, ABT, Ayam Brand, Botan, CIP, Dongwon, Dr. Fish, Farmerjack, Fiesta Seafood, Gaga, Hoki, Hosen, IO, Jojo, King's Fisher, LSC, Maya, Nago/Nagos, Naraya, Pesca, Poh Sung, Pronas, Ranesa, S&W, Sempio, TLC, dan TSC.

Terpisah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyarankan masyarakat untuk mengolah ikan makarel kaleng secara baik agar tidak mendapat dampak buruk dari cacing parasit. KKP menyebut cacing yang wajar ditemui pada ikan adalah Anisakis.

"Karena cacing Anisakis maupun larvanya tidak tahan suhu tinggi, maka konsumsi ikan kaleng sebaiknya dilakukan dengan pengolahan dengan pemanasan yang cukup, yaitu di atas 70 derajat celsius selama minimal selama lima belas menit," ujar KKP, dalam siaran pers Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP) yang berada di bawah koordinasi KKP.

KKP mengakui bahwa cacing parasit Anisakis umum ditemui di ikan jenis Skombroid, seperti tuna, cakalang, tongkol, selar, kembung, ikan tengiri, dan makarel. Cacing tersebut biasanya mencemari ikan pemakan daging lewat infeksi dari larva stadium III di bagian daging, rongga perut, saluran pencernaan dan insang.

Seperti dimuat dalam jurnal Clinical Microbiology Reviews, cacing Anisakis banyak ditemukan pada ikan makarel kemasan. Jika dikonsumsi oleh manusia, cacing ini dapat berdampak pada kesehatan meski dalam kondisi sudah mati.
Namun demikian, objek asing di dalam produk ikan makarel kaleng belum tentu cacing parasit Anisakis. "Jaringan pengikat atau daging yang menempel pada tulang lunak ikan ketika dipanaskan pada suhu dan tekanan tinggi akan terlepas dan memiliki kenampakan seperti cacing yang telah mati," tulis KKP.

Sejumlah produsen yang produknya masuk dalam daftar 27 merek ikan makarel bercacing dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku legowo menarik produknya dari pasaran. Penarikan produk ini merupakan respons dari instruksi BPOM setelah ditemukan cacing dalam 27 merek ikan makarel kaleng pada Rabu (29/3). Sekretaris Perusahaan PT Central Proteina Prima (CPP) Armand Ardika mengatakan akan mengikuti instruksi apapun dari BPOM. Namun bukan berarti produk Fiesta Seafood Mackerel tidak aman untuk dikonsumsi.

Armand menyampaikan produk perusahaannya sudah mengaplikasikan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dan tersertifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "BPOM mau ngomong begitu (Fiesta Seafood Mackarel bercacing), silakan. Minta tarik, kami tarik. Tapi jangan salah, produk kami sudah melewati proses HACCP SNI dan sudah dicek oleh badan karantina KKP," kata Armand.

Dihubungi terpisah, PT Heinz ABC Indonesia mengungkapkan hal serupa lewat keterangan tertulis Perusahaan tersebut merupakan produsen ABC Mackerel. "Perusahaan kami selalu menjunjung tinggi integritas dan menempatkan konsumen sebagai yang utama, di mana tindakan melakukan penarikan produk ABC Makarel secara sukarela dari pasar merupakan bukti nyata dari penerapan nilai-nilai tersebut," tulis PT Heinz ABC Indonesia.

Armand menjelaskan sampai saat ini belum ada kepastian teknis dari BPOM terkait tindak lanjut mengenai durasi penarikan produk, jumlah produk yang ditarik, sampai perbaikan yang harus dilakukan. Namun menurutnya CPP sedang berdiskusi terus dengan BPOM terkait hal yang bisa dilakukan ke depan. Armand juga bilang CPP sebagai pelaku indistri akan patuh terhadap BPOM.

Dia juga mengimbau kepada konsumen agar tidak berhenti mengonsumsi produk Fiesta Seafood. "Kalau masih merasa ikan laut berbahaya atau segala macam, kami punya produk ikan budidaya patin, bukan dari laut. Kalau masyarakat mau mengurangi makarel ke patin, mengapa tidak?" ujarnya.

Sementara PT Heinz ABC Indonesia akan mendalami temuan dari BPOM. Mereka akan melakukan investigasi mandiri terhadap temuan cacing di produk mereka. "Kami akan melakukan investigasi terhadap permasalahan ini dan memberitahukan lebih lanjut mengenai kapan produk bebas dari kontaminasi dapat kembali dipasarkan," tulis mereka.

Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito menginstruksikan bagi produsen, distributor, ataupun importir produk ikan makarel kaleng yang mengandung cacing parasit untuk menyetop penjualan. "Kami instruksikan penghentian sementara impor dan produksi sampai ada audit yang lebih besar," Penny menyampaikan di kantor BPOM di Jakarta, Rabu.

Instruksi itu menyusul temuan BPOM atas 27 merek ikan makerel kaleng yang mengandung cacing. Temuan ini merupakan hasil pengujian 541 sampel dari 66 merek ikan makerel kaleng di seluruh Indonesia. BPOM membeberkan secara rinci 27 merek itu di situs resminya pads Rabu (28/3). Puluhan merek produk mengandung cacing itu antara lain ABC, ABT, Ayam Brand, Botan, CIP, Dongwon, Dr. Fish.

Selain itu ada juga mereka Farmerjack, Fiesta Seafood, Gaga, Hoki, Hosen, IO, Jojo, King's Fisher, LSC, Maya, Nago/Nagos, Naraya, Pesca, Poh Sung, Pronas, Ranesa, S&W, Sempio, TLC, dan TSC.

No comments:

Post a Comment