Wednesday, November 9, 2022

Imbas Resesi Indonesia ... 19.066 Karyawan Di Sukabumi Di PHK

 Pengusaha mengungkap ada sebanyak 19.066 buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari sektor garmen. PHK ini dilandasi karena kondisi industri saat ini terdampak pandemi COVID-19 dan resesi ekonomi global. Ketua DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sukabumi, Sudarno Rais, mengatakan akibat kondisi tersebut sekitar 28 perusahaan di industri padat karya Kabupaten Sukabumi saat ini orderannya menurun 20% hingga 50%. Diakui sektor garmen yang paling terdampak.

"Paling dirasakan oleh sektor industri garmen, produk tekstil yang paling terdampak. (Berkurangnya order) membuat perusahaan itu melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan. Yang tercatat oleh Apindo ada 19.066 orang sudah terkena dampak PHK atau pengurangan karyawan. Itu per Juli-Oktober di 28 perusahaan, mayoritas sektor industri garmen ada juga (sektor) elektronik," ungkap Sudarno, dikutip.

Pengusaha mengakui sudah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi terkait persoalan itu. Pihaknya ada kebijakan yang strategis dari pemerintah daerah agar memberikan perlindungan langsung terhadap sektor tersebut.

"Poin yang kami sampaikan kepada Pemkab Sukabumi pertama menyampaikan keprihatinan itu, banyak perusahaan yang terdampak Covid, resesi ekonomi global. Kita meminta adanya kebijakan strategis dari pemerintah daerah khususnya, yang bisa memberikan perlindungan keberlangsungan terhadap sektor industri yang ada di Kabupaten Sukabumi khususnya industri padat karya," ujarnya.

Pengusaha juga meminta pemda Kabupaten Sukabumi mengambil kebijakan dalam segi pengupahan.

"Terakhir kami meminta kepada pemerintah khususnya Kabupaten Sukabumi dalam mengambil kebijakan atau rekomendasi pengupahan itu untuk pedomannya kepada UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja dan PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Kita minta dalam proses pengupahan tahun 2023 berpedoman dengan UU yang berlaku," ucapnya.

Sementara, Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengatakan informasi PHK tersebut terlalu berlebihan. Menurutnya pengurangan karyawan di industri garmen saat ini masih wajar.

"Isu gelombang PHK yang diangkat oleh APINDO Kabupaten Sukabumi saat audiensi tersebut terlalu didramatisir dan dibesar-besarkan, karena faktanya tidak seseram yang digulirkan oleh pengusaha. Terbukti perusahaan yang di dalamnya ada PUK SP TSK SPSI masih berjalan normal, walaupun ada beberapa yang melakukan sedikit pengurangan tapi masih bersifat wajar dan masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," beber Popon.

Popon menilai perusahaan yang banyak diisukan melakukan PHK oleh Apindo kebanyakan berasal dari perusahaan yang tingkat kepatuhannya rendah.Sebanyak 19.066 buruh di sektor garmen terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaannya. Berbagai alasan melandasi hal itu. Selain kondisi pasca COVID-19, resesi ekonomi global juga berdampak pada sektor dunia usaha tersebut.

Hal itu diungkap Sudarno Rais, Ketua DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, Apindo sudah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi terkait persoalan itu.

"Kami menyampaikan rekomendasi hasil rapat kerja Apindo Kabupaten Sukabumi menyikapi situasi posisi saat ini, poinnya kita prihatin dengan kondisi pasca COVID- 19 dan sekarang terjadi resesi ekonomi global yang berdampak terhadap sektor dunia usaha industri. Khususnya di Kabupaten Sukabumi," kata Sudarno, Rabu (9/11/2022).

Dijelaskan Sudarno, di Kabupaten Sukabumi yang paling terkena dampak adalah sektor padat karya. Kondisi pasca COVID-19 dan resesi ekonomi global berdampak kepada penurunan order antara 20 hingga 50 persen. Ada sekitar 28 perusahaan yang terdampak langsung.

"Paling dirasakan oleh sektor industri garmen, produk tekstil yang paling terdampak. (Berkurangnya order) membuat perusahaan itu melakukan efesiensi dengan pengurangan karyawan. Yang tercatat oleh Apindo ada 19.066 orang sudah terkena dampak PHK atau pengurangan karyawan. Itu per Juli-Oktober di 28 perusahaan, mayoritas sektor industri garmen ada juga (sektor) elektronik," ungkap Sudarno.

"Poin yang kami sampaikan kepada Pemkab Sukabumi pertama menyampaikan keprihatinan itu, banyak perusahaan yang terdampak Covid, resesi ekonomi global. Kita meminta adanya kebijakan strategis dari pemerintah daerah khususnya, yang bisa memberikan perlindungan keberlangsungan terhadap sektor industri yang ada di Kabupaten Sukabumi khususnya industri padat karya," ujarnya.

Apindo meminta hubungan tripartit yang harmonis untuk menjaga kondusifitas di wilayah Kabupaten Sukabumi. Dengan begitu industri yang masih ada saat ini bisa melaksanakan aktivitasnya dengan aman dan nyaman.

"Terakhir kami meminta kepada pemerintah khususnya Kabupaten Sukabumi dalam mengambil kebijakan atau rekomendasi pengupahan itu untuk pedomannya kepada UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja dan PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan. Kita minta dalam proses pengupahan tahun 2023 berpedoman dengan UU yang berlaku," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon menilai pernyataan gelombang PHK yang dikeluarkan oleh pihak Apindo terlalu dibesar-besarkan.

"Isu gelombang PHK yang diangkat oleh APINDO Kabupaten Sukabumi saat audiensi tersebut terlalu didramatisir dan dibesar-besarkan, karena faktanya tidak seseram yang digulirkan oleh pengusaha. Terbukti perusahaan yang di dalamnya ada PUK SP TSK SPSI masih berjalan normal, walaupun ada beberapa yang melakukan sedikit pengurangan tapi masih bersifat wajar dan masih sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," beber Popon.

Popon tidak membantah, soal adanya gelombang PHK yang terjadi saat ini. Namun, hal itu justru terjadi di perusahaan yang mayoritas mempekerjakan karyawan atau buruh dengan status kontrak. "Dan sebagian dari itu malah tidak menaikkan upah untuk pekerja tahun 2022 ini dengan masa kerja di atas satu tahun sebagaimana diatur oleh Keputusan Gubernur Jawa Barat yang besarannya 3,27 - 5 persen dan mayoritas dari perusahaan tersebut tidak melaksanakan keputusan tersebut dan artinya upah pekerja di mayoritas perusahaan tersebut tidak mengalami kenaikan," ujarnya.

"Belum lagi banyak perusahaan yang tidak benar menjalankan ketentuan upah lemburnya terhadap karyawan, artinya melakukan kerja paksa dan juga banyak perusahaan yang memberhentikan alias melakukan PHK karena alasan habis kontrak tapi uang kompensasi terhadap karyawan tersebut tidak diberikan," sambungnya menegaskan.

Popon menilai perusahaan yang banyak diisukan melakukan PHK oleh Apindo kebanyakan berasal dari perusahaan yang tingkat kepatuhannya rendah. "Sehingga sangat wajar ordernya dikurangi oleh buyer atau brand karena perusahaan tidak melaksanakan kepatuhan dengan baik, khususnya dalam pemenuhan hak - hak normatif dengan baik. Dan perusahaan seperti itu pasti akan ditinggalkan atau dicabut ordernya oleh buyer," ungkapnya.

Ada beberapa poin lain yang dibahas Popon diantaranya soal permintaan agar Pemkab Sukabumi memberi rekomendasi untuk menjaga kondusifitas dan pemerintah tidak menaikkan UMK.



No comments:

Post a Comment