Friday, February 26, 2021

Kasus Pidana Menanti Penerima Uang Akibat Salah Transfer Bank

 Kasus pelaporan nasabah ke polisi oleh PT Bank Central Asia Tbk atau BCA akibat kesalahan transfer senilai Rp51 juta menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Nasabah disebut tidak langsung mengembalikan uang salah transfer itu.

Lantas bagaimana sebenarnya aturan terkait salah transfer dana? Bisakah bank menuntut nasabah dengan pidana jika kesalahan dilakukan pihak bank? Dari sisi regulasi, ketentuan transfer dana sendiri diatur dalam menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

Menurut Pasal 1 angka 1 beleid tersebut, transfer dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima.

Dana yang dimaksud dapat berupa uang tunai yang diserahkan oleh pengirim kepada penyelenggara penerima; uang yang tersimpan dalam rekening pengirim pada penyelenggara penerima; atau uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima pada penyelenggara penerima lain.

Kemudian dana juga bisa berbentuk uang yang tersimpan dalam rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima yang dialokasikan untuk kepentingan penerima yang tidak mempunyai rekening pada penyelenggara tersebut; dan/atau fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan penyelenggara kepada pengirim.

Selanjutnya, Pasal 8 UU tersebut menjelaskan bahwa perintah transfer dana harus memuat sekurang-kurangnya enam informasi yakni identitas pengirim asal; identitas penerima; identitas penyelenggara penerima akhir; jumlah dana dan jenis mata uang yang ditransfer; tanggal perintah transfer dana;. informasi lain yang menurut peraturan perundang undangan yang terkait dengan transfer dana wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana.

Artinya, tiap transfer dana dapat ditelusuri asal-usulnya melalui mutasi rekening atau riwayat transaksi.

Nasabah yang menerima dana hasil transfer yang bukan haknya wajib mengembalikan. Setiap orang yang menguasai dana hasil transfer yang bukan haknya terancam penjara atau sanksi denda.

"Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar," demikian bunyi Pasal 85 UU Nomor 3/2011.

Sesuai Pasal 87 UU/3/2011, apabila pelaku penguasaan tersebut adalah korporasi, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

"Korporasi dikenai pertanggungjawaban secara pidana terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama korporasi jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang bersangkutan," tulis Pasal 87 (2) UU 3/2011.

Pidana dijatuhkan kepada korporasi jika tindak pidana dilakukan atau diperintahkan oleh personel pengendali korporasi; dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan korporasi; dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah;, dan, dilakukan dengan maksud memberikan manfaat di korporasi.

Apabila pelakunya adalah korporasi maka pidana denda maksimum ditambah dua pertiga.

Lebih lanjut, Pasal 88 UU 3/2011 menyatakan penguasaan dana hasil transfer yang bukan hak milik juga dapat dikenai kewajiban pengembalian dana hasil tindak pidana beserta jasa, bunga, atau kompensasi kepada pihak yang dirugikan.

PT Bank Central Asia Tbk atau BCA melaporkan seorang nasabah atas nama Ardi Pratama ke kepolisian terkait kasus salah transfer yang dilakukan oleh karyawannya di BCA Citraland, Surabaya, Jawa Timur.

Perseroan merasa mengalami kerugian sebab Ardi memakai uang salah transfer sebesar Rp 51 juta tersebut dan tak bisa langsung mengembalikan secara tunai.


Terkait kasus itu, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan pihaknya telah menjalankan operasional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.



Lihat juga: Uang Digital Bank Sentral, Upaya BI Bendung Bitcoin

"Kami sampaikan bahwa kasus tersebut sedang dalam proses hukum dan BCA tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Hera saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Jumat (26/2).


Berdasarkan catatan BCA, Ardi sudah 2 kali menerima surat pemberitahuan terjadinya salah transfer dan BCA telah memintanya untuk segera mengembalikan dana tersebut sejak Maret 2020.


"Namun, nasabah yang bersangkutan baru menunjukkan upaya pengembalian dana secara utuh pada bulan Oktober 2020, dimana proses hukum atas kasus ini sudah dimulai sejak Agustus 2020," ujarnya.


Hera menegaskan bahwa dalam setiap kasus kesalahan transfer yang dilakukan oleh bank, tiap nasabah wajib mengembalikan uang tersebut.




Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana di mana penguasaan dana hasil transfer oleh seseorang yang diketahui atau patut diketahui bukan miliknya diancam pidana.


"Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar," seperti dikutip dari Pasal 85 UU3/2011.


Dikutip dari Kompas.com, BCA melaporkan Ardi ke polisi pada Agustus 2020. Awalnya pada Oktober 2020 Ardi dipanggil dengan status saksi. Namun pada 10 November 2020 statusnya berubah jadi tersangka dengan tuduhan Pasal 885 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 dan TPPU UU Nomor 4 Tahun 2010. Kini, kasus yang menimpa Ardi ini sudah sampai tahap persidangan.


No comments:

Post a Comment