Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjabarkan sejumlah kelemahan perbankan syariah yang harus diperbaiki jika ingin bersaing dengan perbankan konvensional. Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah mengungkapkan perbankan syariah di Indonesia hingga kini belum memiliki pembeda bisnis atau produk yang signifikan dengan perbankan konvensional.
Ia menilai perbankan syariah mesti punya keunikan model bisnis atau produk yang ditawarkan agar lebih terarah saat membidik calon pasar atau nasabahnya.
Kemudian, ia mengatakan indeks literasi dan inklusi keuangan atau perbankan syariah pun masih rendah. Data OJK menunjukkan literasi masyarakat soal keuangan perbankan syariah masih di bawah 9 persen, jauh ketinggalan dari perbankan konvensional yang mencapai 40 persen.
Lalu, angka inklusi keuangan syariah pun minim yakni 9,1 persen, jauh dari catatan inklusi bank konvensional yaitu 76,2 persen. Kelemahan lainnya, lanjut Nyimas, adalah tidak memadainya teknologi informasi (TI) perbankan syariah. Ia mengingatkan bagi pelaku perbankan syariah untuk memutakhirkan sistem TI mereka.
Apalagi, akibat pandemi covid-19 saat ini ekspektasi masyarakat soal perbankan digital pun tak lagi sama seperti dulu. Selain itu, kualitas dan kuantitas SDM perbankan syariah juga belum optimal. "Perbankan syariah masih punya beberapa kelemahan, antara lain model bisnis, kemudian indeks literasi dan inklusi yang masih rendah, kuantitas dan kualitas SDM serta TI yang belum memadai," jelasnya pada acara LIPI bertajuk Perbankan Syariah - Spin Off atau Leveraging, Kamis (14/10).
Di sisi lain, ia mencatat total aset keuangan syariah menembus Rp1.922,93 triliun per Juli 2021, hitungan ini tidak termasuk saham syariah. Angka tersebut baru 10,11 persen dari total aset perbankan nasional.
No comments:
Post a Comment