Karyawan dan eks karyawan PT Digital Alpha Indonesia atau UangTeman menuntut pembayaran tunggakan gaji, pajak, dan iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan kepada manajemen. Tuntutan kepada perusahaan fintech atau pinjaman online (pinjol) tersebut tertuang dalam petisi change.org dengan dukungan tanda tangan dari 399 orang.
"Sampai saat ini juga belum ada klarifikasi kepada kami, kenapa gaji kami belum dibayarkan? Pihak perusahaan juga tidak pernah mengumumkan perusahaan ini apakah akan bangkrut atau terus berjalan? Termasuk pengumuman kapan gaji dibayarkan," tulis petisi tersebut seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Ironinya, kasus ini mencuat di tengah hingar bingar pinjol legal sebagai alternatif sumber pendanaan bagi masyarakat. Terlebih, terjadi di saat pertumbuhan industri tengah positif.
Terbukti, outstanding pinjaman dari para pinjol legal telah mencapai Rp27,9 triliun per Oktober 2021. Realisasi tersebut naik 57,49 persen secara tahun berjalan dari Rp17,71 triliun per Januari 2021.
Jumlah penikmat dananya pun tak sedikit. Tercatat, ada 19,94 juta nasabah yang mendapat aliran pinjaman tersebut. Selain itu, kualitas pinjaman pun terbilang baik, di mana Rp25,39 triliun atau 91 persen dari total, masuk kategori lancar. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai beberapa faktor yang membuat masalah tunggakan gaji karyawan terjadi UangTeman. Pertama, ia menduga pendanaan UangTeman dari investor mulai seret.
"Padahal, pendanaan investor menjadi bahan bakar bagi operasional perusahaan. Mungkin ini yang gagal didapatkan oleh UangTeman," ungkap Huda kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/12). Kedua, ia menilai ada dampak dari persaingan ketat antar perusahaan pinjol di industri. Sebab, menurutnya, pemain di industri pinjol sudah mulai mengerucut, mana yang paling dominan dan tidak.
"Akibatnya, kinerja fintech secara umum yang bagus, ya hanya dinikmati segelintir perusahaan fintech p2p lending saja," ucapnya. Ketiga, mungkin ada masalah pada manajemen. Apalagi, menurut Huda, industri pinjol sebenarnya masih 'seumur jagung', sehingga tentu tata kelola dan manajemennya masih banyak kekurangan.
"Sudah tidak menjadi rahasia jika perusahaan digital di Indonesia masih kacau. Banyak sekali masalah yang timbul akibat kesalahan manajemen," imbuhnya. Permasalahan manajemen ini selanjutnya membuat perusahaan tidak siap menghadapi berbagai masalah lain dari sektor eksternal, seperti soal pendanaan dari investor dan persaingan dengan perusahaan sejenis. Alhasil, berbagai masalah ini berdampak ke karyawan.
"Iklim kerja yang 'perusahaan yang pertama' menjadikan hak karyawan belum dibayarkan. Padahal, urusan hak karyawan merupakan prioritas utama perusahaan," jelasnya.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara sependapat dengan kemungkinan dampak persaingan yang ketat kepada masalah tunggakan gaji karyawan di UangTeman. Sebab, ia membaca memang saat ini industri dikuasai oleh beberapa pemain besar saja.
"Terbaca misalnya segmen paylater, itu mengerucut ke OVO Paylater, Shopee Paylater, Gopay Paylater, Kredivo Paylater, dan Akulaku Paylater. Untuk yang permodalan produktif ada Investree, Modalku, dan Koinworks," kata Bhima.
Kondisi ini membuat perusahaan pinjol lainnya hanya mendapat sedikit kue dari total keseluruhan pertumbuhan industri. Faktor lain, ia menduga karena ada ketidakcakapan perusahaan dalam mengendalikan kualitas pinjaman melalui program manajemen risiko. "Sama risk management untuk kendalikan kenaikan NPL (kredit bermasalah)," terang dia.
Dari berbagai faktor tersebut, Bhima memberi masukan kepada industri agar masalah serupa tidak terulang. Pertama, sebisa mungkin perusahaan pinjol punya program relaksasi dan restrukturisasi kepada nasabahnya.
Kedua, pinjol legal perlu memperketat skor penilaian pinjaman (credit scoring) kepada nasabah. Tujuannya, untuk memitigasi risiko gagal bayar pinjaman. "Ini bisa dengan fintech kerja sama dengan e-commerce misalnya, jadi bisa cek track record nilai transaksi, sudah berapa lama berjualan, atau kalau konsumen juga bagaimana," katanya.
Ketiga, kerja sama dengan perusahaan asuransi penjaminan untuk menjamin pinjaman yang diberikan ke nasabah. Keempat, penyaluran pinjaman berorientasi kegiatan produktif, bukan konsumtif.
Kelima, pinjol perlu selektif dalam menyalurkan pinjaman, misalnya ke sektor-sektor yang sudah jelas masih bisa tumbuh, misalnya industri makanan dan minuman. Hal ini bisa mengurangi risiko pinjaman gagal bayar.
"Terakhir cari investor dengan banyak menggandeng lender institusi, baik perbankan maupun lembaga keuangan lainnya, ini bagus untuk stabilitas sumber pendanaan," pungkasnya.