Laporan OECD menunjukkan bahwa perang di Ukraina yang berujung pada blokade ekonomi Rusia oleh Amerika dan Eropa berpotensi memangkas pertumbuhan ekonomi global lebih dari 1% pada tahun pertama setelah invasi.
OECD menyatakan konflik dapat mengerek harga secara global sekitar 2,5%. Organisasi untuk Pembangunan Ekonomi tersebut juga mengatakan dampaknya dapat menyebabkan resesi di Rusia jika terus berlanjut. Atas potensi dampak yang terjadi, OECD menyarankan adanya dukungan keuangan bagi mereka yang berpenghasilan terendah. Pasalnya harga-harga sudah naik karena meningkatnya permintaan saat pembatasan pandemi mulai melonggar.
"Namun jika pergerakan harga komoditas dan pasar keuangan dipertahankan, masyarakat akan menghadapi inflasi," kata OECD, dikutip dari BBC, Jumat (18/3/2022). Harga minyak, gas, logam, dan bahan kimia penting untuk produksi pupuk misalnya, telah melonjak karena meningkatnya kekhawatiran atas pasokan dari wilayah tersebut.
Meskipun Rusia dan Ukraina hanya merupakan persentase kecil dari ekonomi global, dua negara tersebut adalah produsen bahan mentah yang sangat besar. OECD mengasumsikan dalam penelitian barunya bahwa harga minyak akan tetap naik sepertiga, gas sebesar 85%, dan gandum sebesar 90%.
Di luar Rusia dan Ukraina, organisasi tersebut menyatakan bahwa sebagian besar rasa sakit akan dirasakan di Eropa, dengan tekanan hingga 1,4% terhadap ekonomi. Pasalnya Eropa lebih bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk pasokan energi serta makanan.
"Negara-negara yang memiliki perbatasan bersama dengan Rusia atau Ukraina akan merasakan dampak yang paling besar, ditambah harus menanggung beban arus pengungsi dari Ukraina," kata OECD. Adapun kenaikan harga mungkin akan lebih dirasakan oleh mereka yang berada di negara berkembang. OECD menyebutkan pemerintah dapat melakukan strategi belanja baru atas hal ini.
"Dukungan fiskal yang dirancang dengan baik dan ditargetkan dengan hati-hati dapat mengurangi dampak negatif pada pertumbuhan dengan hanya sedikit dorongan ekstra terhadap inflasi." tulis OECD.
Kelompok ekonomi maju juga mengatakan bahwa sebagian besar bank sentral harus tetap berpegang pada rencana suku bunga yang ditetapkan sebelum konflik pecah. "Kebijakan moneter harus tetap fokus memastikan ekspektasi inflasi yang berlabuh dengan baik," katanya.
"Sebagian besar bank sentral harus melanjutkan rencana pra-perang mereka, dengan pengecualian ekonomi yang paling terpengaruh, di mana jeda mungkin diperlukan untuk menilai sepenuhnya konsekuensi dari krisis."
Ukraina dan Rusia sendiri menyumbang bagian yang relatif kecil dari ekonomi dunia, hanya £1 di setiap £50. Namun, apa yang mereka hasilkan di antaranya sepertiga dari ekspor gandum dunia, seperlima dari gasnya dan sepersepuluh dari minyaknya. Belum lagi bahan-bahan manufaktur penting seperti nikel dan paladium.
Jika harga komoditas tersebut tetap pada tingkat tinggi baru-baru ini, OECD menganggap itu akan mengurangi target pertumbuhan global 4,5%, alias menunda kembalinya ke situasi di era pra-pandemi. Rumah tangga masyarakat dan bisnislah yang akan paling menderita dari konflik ini. Konflik yang berkepanjangan akan mempercepat kenaikan harga barang-barang pokok.
OECD mendesak pemerintah untuk meringankan beban, mungkin menggunakan pajak tak terduga untuk mendistribusikan kembali dana dari produsen energi ke konsumen.
No comments:
Post a Comment