Seven Eleven (Sevel) pernah menjadi salah satu tempat nongkrong favorit bagi sebagian anak muda Jakarta. Ini lantaran untuk dapat nongkrong berjam-jam di Sevel, pembeli tidak perlu merogoh kantong terlalu dalam. “Hanya butuh Rp 20 ribu, kita bisa berjam-jam nongkrong di sana, nggak diganggu sama mbak penjualnya. Tapi sekarang banyak yang sudah mulai tutup,” ujar Lidia, salah satu pengunjung Sevel.
Selain banyak gerai yang mulai tutup, hampir semua gerai Sevel yang tersisa, tak memiliki banyak produk lagi untuk dijual. Berdasarkan pantauan pada sejumlah gerai Sevel yang masih buka, hanya tersisa tiga hingga empat rak dengan jumlah produk yang dijual sangat terbatas. Minuman yang dijual pun, tak lagi beragam seperti dulu. Jenis minuman yang dijual bahkan bisa dihitung dengan jari. Sebagian lemari pendinginnya bahkan tak lagi diisi dan ditutupi karton. Salah satu gerai Sevel yang terletak di kawasan Tendean, Jakarta Selatan bahkan tak lagi menjual produk air mineral.
“Sudah sekitar satu bulan ini memang banyak yang kosong (rak-nya),” ujar salah satu pegawai Sevel.
Dia pun mengaku belum tahu kapan rak-rak kosong tersebut akan kembali diisi. “Mungkin habis lebaran diisi lagi, tapi saya juga nggak tahu pasti, saya cuma menjalankan tugas.”
Sebagai informasi pada awal tahun ini, sudah lebih dari 30 gerai Sevel yang ditutup. Jumlah ini meningkat dibandingkan penutupan gerai Sevel pada tahun lalu yang tercatat sebanyak 25 gerai. Mengutip DetikFinance, Corporate Secretary PT Modern Putra Indonesia (Sevel) Tina Novita, mengatakan, penutupan gerai dilakukan lantaran tidak dapat mencapai target untuk menutupi biaya operasional. Adapun induk usah Sevel, PT Modern Internasional Tbk (MDRN) dalam publikasinya di Bursa Effek Indonesia, tercatat mengalami kerugian sebesar Rp477 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Kerugian tersebut mencapai lebih dari separuh kerugian perseroan pada sepanjang tahun lalu yang mencapai Rp663 miliar.
Modern Internasional pun kemudian berencana menjual Sevel pada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) lantaran bisnisnya terus merugi akibat kompetisi pasar yang tinggi. Padahal bisnis waralaba tersebut membutuhkan suntikan modal besar untuk mengembangkan bisnisnya di masa sepan. Adapun nilai transaksi penjualan waralaba tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp1 triliun.
“Alasan penjualan jaringan bisnis 7-Eleven di Indonesia adalah karena usahanya merugi, sebagai akibat dari kompetisi pasar yang tinggi,” terangnya. Sayangnya, rencana transaksi penjualan Sevel tersebut batal dilaksanakan. Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada 5 Juni lalu, Chandra, menjelaskan batalnya transaksi tersebut karena tidak tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak.
Namun, hingga kini, induk usaha Sevel tersebut belum menjelaskan langkah lebih jauh yang akan dilakukannya pasca pembatalan transaksi tersebut. PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) mengakuisisi PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang dikenal sebagai pemilik jaringan toko waralaba modern 7-Eleven dengan nilai transaksi senilai Rp1 triliun.
Direktur MSI Chandra Wijaya menjelaskan, alasan penjualan jaringan bisnis 7-Eleven di Indonesia adalah karena usahanya merugi, sebagai akibat dari kompetisi pasar yang tinggi. Sementara itu, 7-Eleven membutuhkan suntikan modal besar untuk mengembangkan segmen bisnis pada masa datang.
"Segmen usaha ini (7-Eleven) mengalami kerugian di tahun-tahun terakhir," kata Chandra dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip Senin (24/4). Sampai September 2016 lalu, jumlah jaringan 7-Eleven di Indonesia tercatat 166 gerai sementara sepanjang tahun 2016, MDRN telah menutup sebanyak 25 gerai.
CPRI, perusahaan unggas yang telah melantai di bursa saham, berafiliasi dengan konglomerasi Thailand Grup Charoen Pokphand yang memang memegang trademark dan mengoperasikan 9500 gerai 7-Eleven di negara tersebut. Dikutip dari Indonesia-Investments, CPRI akan menciptakan konsep baru untuk 7-Eleven di Indonesia.
Proses akuisisi 7-Eleven ini ditargetkan tuntas sebelum atau pada tanggal 30 Juni 2017, apabila prasyarat pelaksanaan Transaksi terpenuhi, antara lain: Persetujuan-persetujuan korporasi dari MI dan MSI, termasuk persetujuan RUPS dan Dewan Komisaris sehubungan dengan rencana Transaksi telah diperoleh.
Chandra menjelaskan, sehubungan dengan rencana akuisisi ini, perseroan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari instansi Pemerintah, termasuk persetujuan Kementerian Perdagangan atas pengakhiran Perjanjian Waralaba (clean break) dan penunjukan CPRI selaku penerima waralaba yang baru, serta dari persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
No comments:
Post a Comment