Sunday, September 5, 2021

Bisnis Bank Digital Dengan Modal 10 Triliun Lagi Booming

  Pembentukan bank digital menjadi fenomena baru di industri perbankan nasional. Banyak perusahaan berbondong-bondong membeli bank konvensional dan mengubahnya jadi bank digital. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sudah mengeluarkan aturan baru soal bank digital. Hal itu melalui POJK No. 12/POJK.03/2021. Di tengah fenomena baru ini, ternyata sudah sejak lama bank digital ada di Indonesia. Bank apa sih itu?

Bank tersebut adalah Bank BCA. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengklaim sebetulnya bank yang dipimpinnya sudah sejak lama menjadi bank digital. Alasannya, sejauh ini transaksi perbankan di BCA hampir semua sudah melalui beragam layanan digital padahal bentuknya bank konvensional.

Jahja menyebut BCA telah lama menjadi bank digital plus-plus lewat beragam layanan digital yang dibuat dan dikelola pihaknya. Dia mengatakan bank digital hanya fokus untuk transaksi individual sedangkan layanan digital bank BCA mencakup berbagai keperluan. "Sebenarnya kalau orang ribut-ribut bank digital, kami BCA ini sudah bank digital sejak lama. Cuma kita ini digital plus-plus," ungkap Jahja dalam webinar Hari Pelanggan Nasional, Jumat (3/9/2021).

"Bedanya gini, kan bank digital itu cuma individual payment, nah kalau di BCA kan lengkap, ada ritel, transaksi komersil, korporasi, dan lain-lain," paparnya. Sebagai buktinya, Jahja memaparkan sebaran data transaksi perbankan BCA. Dia mengatakan dari 40 jutaan rata-rata transaksi per hari yang menggunakan layanan digital sudah mencapai 86,7%. Mulai dari internet banking hingga mobile banking.

"Dari 40 jutaan per hari ini hanya 0,7% yang ke cabang buat transaksi, di ATM juga cuma 12,6% Sisanya kemana? Internet Banking 26%, dan Mobile Banking 60,7%. Artinya 86,7% sudah digital," kata Jahja. "Makanya sebetulnya, Bank BCA ini sekarang bukan lagi bank konvensional tapi bank digital plus-plus," tegasnya.

Meski begitu, pihaknya tetap membuat layanan bank digital. Hal itu dilakukan dengan mengakuisisi PT Bank Royal Indonesia dan kemudian diubah namanya menjadi BCA Digital. Bank digital milik BCA ini punya aplikasi namanya Blu.

Nah pembentukan bank digital ini, menurut Jahja dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman. Dia mengatakan masih ada juga market untuk bank digital makanya BCA juga meluncurkan layanan bank digital. "Tapi kami bikin juga bank digital, karena ada market yang missed yang harus didekati. Perkembangan teknologi ini penting untuk diikuti," ungkap Jahja.

Bank digital saat ini sedang ramai di industri perbankan nasional. Banyak perusahaan yang membeli bank konvensional dan menjadikannya bank digital. Mulai dari BCA yang membeli Royal Bank dan diubah menjadi BCA Digital sampai bank Neo Commerce yang merupakan transformasi dari Bank Yudha Bhakti. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan bank digital bisa menjadi pendorong transformasi sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing bank.

Karena itu membuat bank digital dibutuhkan modal yang kuat. Dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 disebutkan syarat untuk mendirikan bank baru dengan model bisnis tradisional maupun full digital adalah minimum menyetor modal Rp 10 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengungkapkan jika aturan ini merupakan penguatan kelembagaan. Mulai dari syarat pendirian bank baru, aspek operasional, penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, proses bisnis termasuk layanan digital sampai pengakhiran usaha.

Heru juga menyebut POJK yang diterbitkan ini juga memperjelas definisi Bank Digital. Sehingga lebih mudah dipahami antara bank yang punya layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent hingga bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru. "Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank," kata dia dalam siaran pers, Kamis (19/8/2021).

Dia menyebut aturan ini tidak membebani bank tapi justru memayungi bank dengan pengaturan yang jelas untuk mendukung transformasi dan akselerasi digital, penyederhanaan dan efisiensi, jaringan kantor serta memberi kesempatan bagi bank untuk bersinergi dalam rangka efisiensi dan perluasan layanan.

Dalam mendukung dan mempertegas konsolidasi perbankan sesuai yang dicanangkan OJK sejak tahun lalu, ketentuan mengenai sinergi perbankan dalam POJK Bank Umum ini bertujuan untuk mendukung efisiensi dan optimalisasi sumber daya bank dan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha bank (KUB). Harapannya, konsolidasi perbankan dengan membentuk KUB dapat menjadi pilihan yang menguntungkan bagi bank, termasuk bank yang masih belum memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun.

Penguatan aturan kelembagaan antara lain juga dilakukan dengan peningkatan persyaratan modal menjadi sebesar Rp 10 triliun untuk pendirian bank baru, baik dengan model bisnis bank tradisional, ataupun pendirian bank yang full digital. Selanjutnya, untuk mendukung terlaksananya implementasi pengaturan secara efektif dan pengawasan yang lebih efisien, dalam POJK ini telah dilakukan redefinisi pengelompokan bank.

No comments:

Post a Comment