Thursday, November 25, 2021

Ekonomi Turki Babak Belur Dihajar Kebijakan Erdogan

 Nilai tukar lira babak belur usai bank sentral Turki memangkas suku bunga acuan di tengah lonjakan inflasi. Lira mengalami penurunan besar terhadap dolar AS pada Selasa (23/11) waktu setempat. Tercatat, lira anjlok lebih dari 15 persen terhadap dolar AS. Mata uang Turki itu telah kehilangan 40 persen dari nilainya tahun ini.

Penurunan tersebut juga menandai hari ke-11 berturut-turut merosotnya lira setelah Bank Sentral Turki memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin pada pekan lalu. Suku bunga acuan telah dipangkas 400 basis poin dari 19 persen menjadi 15 persen sejak September, meski inflasi berjalan 20 persen pada Oktober 2021.

Para ahli dan partai oposisi menuduh Presiden Recep Tayyip Erdogan melakukan intervensi politik dengan menekan bank sentral untuk menurunkan suku bunga.

Erdogan telah lama memperjuangkan pandangan yang tidak lazim bahwa penurunan suku bunga dapat melawan kenaikan inflasi. Bank sentral biasanya menaikkan suku bunga ketika inflasi melonjak untuk menghentikan ekonomi dari overheating.

"Kami pikir tekanan hanya akan mereda setelah perubahan kebijakan dan pertanyaan kuncinya adalah apakah ini akan ke arah yang lebih ortodoks atau tidak ortodoks," tulis ahli strategi Goldman Sachs Murat Unur dan Clemens Grafe dalam sebuah catatan penelitian seperti dikutip dari CNN Business, Rabu (24/11).

Meski demikian, Erdogan tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Dalam pidatonya awal pekan ini, dia membela kebijakan moneter pemerintahnya dan menggambarkannya sebagai "perang kemerdekaan" yang akan dimenangkan oleh Turki. Menurut Erdogan, suku bunga yang lebih rendah akan mengurangi inflasi dan meningkatkan produksi serta ekspor.

"Tidak ada yang meragukan bahwa cara untuk meningkatkan lapangan kerja, yang merupakan prioritas kami di negara kami, adalah melalui investasi, produksi, ekspor, dan pertumbuhan," tulisnya dalam sebuat tweet pada Senin (22/11) waktu setempat.

Volatilitas lira ini menyebabkan Apple (AAPL) untuk sementara menghentikan penjualan online di Turki. Jatuhnya mata uang membuat penduduk mengeluarkan dana yang lebih besar untuk membeli barang-barang impor. Dalam sebuah pernyataan, bank sentral mengatakan nilai tukar ditentukan oleh dinamika pasar bebas dan aksi jual tidak realistis dan sepenuhnya terlepas dari fundamental ekonomi.

Partai-partai oposisi telah mengkritik pengaruh pemerintah atas kebijakan bank sentral. "Tuan Erdogan berbicara, dolar meningkat. Tuan Erdogan berbicara, inflasi meningkat. Tuan Erdogan berbicara, negara kita semakin miskin. Apa pun yang Anda katakan, apa pun kebohongan yang Anda buat, kebenarannya jelas," kata Meral Aksener, pemimpin oposisi Partai Iyi.

Gejolak tersebut mengakibatkan beberapa protes kecil di ibu kota Ankara dan Istanbul.

Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed, yang merupakan pemimpin de facto Uni Emirat Arab (UEA), tiba di Ankara pada Rabu kemarin untuk melakukan pembicaraan dengan Erdogan setelah bertahun-tahun hubungan tegang. UEA mengumumkan dana investasi US$10 miliar untuk mendukung ekonomi Turki dan meningkatkan kerja sama bilateral antara kedua negara.

No comments:

Post a Comment