Sunday, January 5, 2025

Filipina Raja Manufaktur Baru ASEAN ... Indonesia Semakin Terbelakang

 Aktivitas manufaktur di ASEAN relatif stagnan disepanjang 2024. Beberapa negara mengalami penurunan namun beberapa negara lainnya justru tampak relatif terus membaik bulan demi bulan.

Data dari S&P Global menunjukkan aktivitas manufaktur di ASEAN mengalami ekspansi baik dalam output maupun pesanan baru tetap berlanjut pada Desember 2024. Selain itu, aktivitas pembelian meningkat untuk mendukung kebutuhan bisnis yang lebih tinggi. Hal yang paling positif adalah tekanan inflasi yang moderat pada Desember 2024.

PMI Manufaktur ASEAN dari S&P Global tercatat berada di wilayah ekspansi setiap bulan sejak Januari, dengan pembacaan Desember sebesar 50,7, sedikit turun dari 50,8 pada November, menunjukkan peningkatan sektor yang moderat.

Pertumbuhan sepanjang 2024 rata-rata mencapai 51,0. Komponen dasar dari PMI mengungkapkan peningkatan berkelanjutan dalam dua dari lima segmen terbesar, yaitu pesanan baru dan output.

Pesanan baru mengalami pertumbuhan selama 10 bulan berturut-turut, dengan peningkatan terbaru yang menunjukkan kenaikan moderat yang juga merupakan yang terkuat dalam kuartal ini. Namun, pesanan ekspor baru tetap menjadi hambatan, dengan penurunan pada Desember memperpanjang periode kontraksi saat ini menjadi 31 bulan.

Kendati demikian, penerimaan pesanan baru yang berkelanjutan dan sedikit lebih cepat secara keseluruhan berkontribusi pada peningkatan output yang solid dan kuat secara historis.

Laju pertumbuhan ini secara umum konsisten dengan yang terlihat pada November. Produsen ASEAN terlibat dalam aktivitas pembelian untuk bulan kedua berturut-turut pada Desember. Laju pertumbuhan ini merupakan yang tercepat sejak Agustus.

Namun demikian, inventaris pra-produksi terkuras selama enam bulan berturut-turut, menunjukkan bahwa input langsung digunakan untuk produksi. Selain itu, perusahaan juga menggunakan persediaan barang jadi mereka, karena stok inventaris pasca-produksi dikurangi untuk bulan kedua puluh berturut-turut pada Desember, dan itu pun dengan kecepatan yang solid.

Ekonom di S&P Global Market Intelligence, Maryam Baluch mengatakan "Sektor manufaktur ASEAN mengalami keuntungan yang moderat saat tahun berakhir, dengan indeks utama tetap stabil pada bulan Desember. Tren permintaan membaik, mendukung pertumbuhan dalam produksi dan aktivitas pembelian. Lebih positif lagi, tekanan harga mereda, membalikkan intensifikasi bulan sebelumnya.

PMI Manufaktur Filipina naik menjadi 54,3 pada Desember 2024, dari 53,8 pada November. Pembacaan terbaru ini menandai pertumbuhan aktivitas pabrik terkuat sejak April 2022, didorong oleh ekspansi tajam dalam pesanan baru dan output, seiring dengan peningkatan penjualan luar negeri untuk pertama kalinya dalam lima bulan. Akibatnya, perusahaan meningkatkan aktivitas pembelian mereka pada laju tercepat dalam hampir dua tahun.

Sementara itu, kinerja vendor terus memburuk secara tajam, meskipun pada tingkat yang lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya. Ketenagakerjaan menurun untuk pertama kalinya dalam empat bulan, dengan penurunan tunggakan pekerjaan terbesar dalam 13 bulan.

Jika dilihat secara rinci, manufaktur di Filipina terus mengalami peningkatan sejak Januari hingga Desember 2024 yakni dari 50,9 menjadi 54,3. Bahkan disepanjang 2024, PMI Manufaktur Filipina tidak pernah tercatat mengalami kontraksi. Hal ini berbanding terbalik dengan kebanyakan negara ASEAN lainnya yang masih mengalami kontraksi di bulan-bulan tertentu.

Sementara Indonesia dan Malaysia tampak tidak cukup baik dalam hal manufaktur disepanjang 2024 lalu terkhusus memasuki semester II-2024.

Terkhusus bagi Indonesia, PMI Manufaktur pada semester II-2024 tampak lebih rendah dibandingkan semester I-2024 yakni 52,58 vs 49,56. Hal ini terjadi mengingat Indonesia sempat mengalami masa kelam pada Juli hingga November 2024 dengan PMI Manufaktur yang selama lima bulan beruntun masuk dalam kategori kontraksi alias di bawah level 50.

 PMI manufaktur Indonesia ada di 51,2 pada Desember 2024. Angka ini memastikan PMI Indonesia kembali ke jalur ekspansif setelah terkontraksi selama lima bulan.

Seperti diketahui, PMI Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi selama lima bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), Oktober (49,2), dan November 2024 (49,6)

Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama lima bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.



Lemahnya aktivitas manufaktur di Indonesia pada semester II-2024 diikuti dengan beberapa kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena tidak adanya peningkatan penjualan atau dengan kata lain, kinerja manufaktur Indonesia terpantau lesu.


Faktor lain yang menekan lemahnya industri manufaktur Tanah Air yakni banjirnya barang impor khususnya yang berasal dari China.


Fenomena overproduction produk China terjadi di tengah konsumsi domestik China yang lesu. Maka dari itu, barang-barang di China pada akhirnya diekspor dan membanjiri pasar dunia termasuk Indonesia.


Alhasil barang-barang China yang murah namun memiliki kualitas yang cukup baik menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini berujung pada tidak lakunya produk dalam negeri.

No comments:

Post a Comment