Friday, January 6, 2017

Bisnis Sewa Perkantoran Akan Terus Turun Sampai 2020

Lembaga konsultan properti, Colliers International Indonesia menilai tren penurunan tingkat okupansi sewa gedung perkantoran di lokasi bisnis (Central Business District/CBD) hingga tahun 2019 masih akan terus terjadi. Senior Associate Director Ferry Salanto menjelaskan, hal ini terjadi karena diprediksi jumlah penawaran gedung perkantoran akan terus mengalami peningkatan, bahkan peningkatan tersebut diatas rata-rata peningkatan gedung perkantoran per tahunnya.

Menurutnya, jumlah rata-rata peningkatan penawaran hanya sekitar 300 ribu unit persegi. Namun, peningkatan pada tahun ini hingga 2019 nanti diprediksi mencapai 700 ribu meter persegi per tahun. "Jadi jumlahnya sudah melampaui suplai tahunan dari tahun sebelumnya, atau melebihi suplai tahunan yang akan masuk per tahunnya," ungkap Ferry, Kamis (5/1).

Berdasarkan data Colliers International, jumlah ketersediaan ruang perkantoran sebesar 5,48 juta meter persegi. Sementara, pada 2017 sendiri diprediksi dapat mencapai sekitar 6,2 juta meter persegi dengan prediksi tambahan 731 ribu meter persegi. Sepanjang 2016, ada 12 gedung perkantoran yang memulai operasinya di Jakarta, di mana empat di antaranya berada di kawasan CBD. Keempat gedung tersebut yakni Centennial Tower, Capital Place, International Financial Centre 2, dan Sinarmas MSIG.

Sementara itu, gedung Hero di kawasan Gatot Subroto resmi memberhentikan operasinya tahun lalu dan dibeli oleh PT Synthesis Development dibangun kembali menjadi gedung yang terintegrasi antara perkantoran dan apartemen bernama Synthesis Square. Namun, pada kuartal III tahun lalu sempat diprediksi adanya enam gedung baru yang akan beroperasi pada kuartal IV 2016, hanya saja rencana tersebut terpaksa ditunda melihat jumlah permintaan yang tak sebanding dengan ketersediaan gedung perkantoran.

"Penundaan ini akan membuat pertambahan di 2017 bertambah signifikan," imbuhnya.

Sebagian besar penawaran gedung perkantoran yang berada di kawasan CBD berlokasi di Sudirman. Pembangunan mass rapid transportaion (MRT) akan membuat lebih perusahaan properti melakukan pengembangan di kawasan Sudirman.

Adapun, jumlah peningkatan gedung di kawasan di luar CBD sepanjang 2016 sebanyak delapan gedung. Meski jumlah penambahan gedung lebih banyak di kawasan luar CBD, tetapi Colliers memprediksi penambahan jumlah ruang kantor tiga tahun mendatang jumlahnya lebih sedikit atau tidak sampai menyentuh 700 ribu meter persegi setiap tahunnya.

Bila dilihat dari segi permintaannya, tingkat okupansi di kawasan CBD yakni, 84,8 persen atau lebih rendah dari tahun 2015 yang hampir menyentuh 90 persen. Sementara, hingga 2017, tingkat okupansi diprediksi masih turun mencapai 80 persen. Hal yang sama juga terjadi pada gedung perkantoran di luar kawasan CBD.  Savills Consultant Indonesia dalam surveinya melansir perkembangan properti semester I 2016 memperlihatkan tingginya ruang kosong sektor perkantoran di Jakarta. Hal ini sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global.

"Tidak seimbangnya antara pasokan dengan permintaan membuat ruang kosong sektor perkantoran terutama di CBD (Central Bussines Dictrict) masih berlanjut sampai tahun 2020," ujar Anton Sitorus, Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Consultant Indonesia . Ia memperkirakan, ruang kosong sektor perkantoran rata-rata mencapai 20 persen, seiring dengan terus bertambahnya pasokan ruang kantor baru, baik di CBD maupun di luar CBD, seperti koridor Simatupang.

Pembangunan sektor perkantoran yang masih berjalan akan membuat bertambahnya jumlah pasokan untuk tahun-tahun mendatang. Sementara, saat proyek tersebut rampung, penyerapan masih rendah. Kondisi ini, sambung Anton, membuat pengelola perkantoran, terutama grade A harus mengoreksi harga sewa sebagai upaya menarik tenant baru, serta mempertahankan tenant yang sudah ada sehingga tidak berpindah.

Anton menjelaskan, penyerapan sektor perkantoran di CBD pada semester I 2016 sekitar 29.000 meter persegi atau 30 persen dari penyerapan tahun lalu. Sedangkan, di luar CBD 84.000 meter persegi atau 65 persen dari penyerapan 2015. Kondisi ini mempengaruhi tingkat hunian menjadi 84 persen di CBD dan 77 persen di luar CBD.

Tingginya ruang kosong sektor perkantoran juga dipengaruhi banyaknya pembangunan CBD baru di luar Jakarta. Sehingga, membuat sejumlah tenant pindah ke lokasi-lokasi di luar Jakarta, terutama perusahaan-perusahaan minyak, pertambangan, dan industri. Sedangkan, untuk perusahaan keuangan, seperti perbankan dan asuransi tetap memilih lokasi di CBD.

Berbeda dengan sektor ritel, tingkat penyerapan sektor ini justru mencapai 42.000 meter persegi atau sekitar 92 persen. Kondisi ini masih akan berlanjut sampai dengan 2019, karena kecilnya pasokan ruang ritel selama periode tersebut.

"Tak heran, sejumlah pengelola ritel (pusat perbelanjaan) menaikkan harga sewa meski tidak terlalu tinggi yang dikarenakan tekanan dari kalangan asosisiasi pedagang. Hal ini tejadi, karena daya beli masyarakat yang masih sangat rendah," imbuh Anton.

No comments:

Post a Comment