Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera memutuskan perkara dugaan kartel motor matik yang melibatkan dua produsen utama kendaraan roda dua di Indonesia, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM). KPPU menemukan ada kesepakatan harga sepeda motor matic 110-125 cc di antara dua produsen besar motor ini. Menurut KPPU, YIMM akan mengikuti harga jual motor matic AHM.
Kemudian, ditindaklanjuti dengan adanya perintah melalui surat elektronik yang pada akhirnya terdapat penyesuaian harga jual produk motor matic. Berdasarkan temuan itu, investigator KPPU merekomendasi putusan kepada Majelis Komisi, yaitu menyatakan pelaku terlapor 1 dan 2 terbukti secara sah melanggar pasal 5 ayat 1 Undang-Undang nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal itu menyebutkan, Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Selain itu, menghukum terlapor 1 dan 2 berdasarkan pasal 47, yakni tindakan administratif, yang salah satunya berisi pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1 miliar dan setinggi-tingginya Rp 25 miliar.
Investigator juga merekomendasikan kepada majelis komisi untuk melarang terlapor 1 dan 2 untuk menetapkan harga jual on the road sebagai harga referensi untuk konsumen, melainkan hanya batas on the road. Selain itu, Majelis komisi diharapkan memberikan saran kepada pemerintah, khususnya instansi terkait untuk melarang perusahaan otomotif memberikan harga referensi kepada dealer dengan memasukkan komponen harga Bea Balik Nama (BBN) atau sejenisnya yang pada pokoknya, komponen tersebut bukan merupakan tolak ukur harga dari pabrikan.
"Harga BBN dan biaya tambahan lainnya yang disebut oleh negara dibayarkan atas dasar pilihan konsumen dan tidak dipaksakan, apakah akan dibayarkan sendiri atau melalui dealer," kata Investigator KPPU, Helmi Nurjamil di Gedung KPPU, Jakarta, Senin (9/1/2017).
"Makanya kami harapkan, ke depannya, tidak ada lagi komponen kenaikan harga itu salah satunya BBN. Karena BBN adalah ranahnya dealer. Harusnya konsumen dikasih pilihan dia mau ngurus sendiri atau mau ngurus dari dealer, dikasih pilihan. Jangan seolah-olah harga terima beres, tapi mahal," tukasnya
Komisi Pengawsan Persaingan Usaha (KPPU) mencium adanya dugaan kartel motor skutik 110-125 cc oleh PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM). Hari ini KPPU menggelar sidang dengan agenda pembacaan kesimpulan. "Baik investigator maupun terlapor dalam hal ini Yamaha dan Honda sama-sama menyatakan sikap berdasar fakta persidangan," ujar Anggota Tim Investigator KPPU, Helmi Nurjamil, di kantor KPPU, Jakarta, Senin (9/1/2017).
Lanjut Helmi mengatakan, sidang lanjutan kali ini merupakan sidang terakhir dari kasus dugaan kartel. Dan setelah agenda sidang pembacaan kesimpulan berakhir, selanjutnya adalah sidang putusan dugaan kartel antara Yamaha dengan Honda itu. "Selanjutnya sidang putusan akan dilakukan 30 hari setelah sidang ini," pungkasnya.
Baik Yamaha dan Honda masing-masing sudah membantah kalau mereka memainkan harga skutik. Presiden Direktur YIMM, Dyonisius Betty, mengatakan ada dampak yang cukup serius atas dugaan ini pada penjualan YIMM. "Dampaknya cukup besar ya di Yamaha. Kita tidak melakukan seperti itu, tapi pihak-pihak luar negeri itu juga yang ingin ekspor merasa 'Oh bener enggak Yamaha kemahalan'?," ujarnya kepada wartawan, di Jakarta, Senin (9/1/2017).
"Bisnis-bisnis partner yang mau invest di Indonesia seperti diler dan sebagainya jadi ragu-ragu karena kasus seperti ini apakah benar ada kartel atau tidak," tutur Dyon. Dyon juga berharap putusan yang ada nanti agar dipertimbangkan terlebih dahulu, mengingat Yamaha sudah berinvestasi cukup besar di Indonesia.
"Mempertimbangkan faktor investor asing supaya menarik dan dampak 1 juta dari karyawan yang ada," ucapnya. "Karyawan juga resah, mangkok nasi kita terganggu. Mereka juga mau demo. Tapi kita bilang jangan," tambah Dyon. Lanjut Dyon juga mengharapkan adanya keputusan yang seadil-adilnya demi kebaikan bersama. "Tapi kita mengharapkan yang terbaik karena kita tidak melakukan kartel. Pihak kami juga membantah," pungkasnya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membacakan hasil kesimpulan dalam sidang lanjutan dugaan kartel yang melibatkan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM).
KPPU tetap menganggap Yamaha dan Honda melakukan kartel, dan melanggar UU No. 5 tahun 1999 pasal 5 ayat 1, yang berisikan Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Menurut anggota tim Investigator KPPU, Helmi Nurjamil, Honda dan Yamaha merupakan pelaku usaha yang saling bersaing dalam pasar sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc yang dipasarkan di wilayah Indonesia. KPPU juga menilai Honda dan Yamaha memiliki kesamaan pola kenaikan harga pada tahun 2014. Kenaikan harga yang dimaksud adalah sepeda motor jenis skuter matik 110-125 cc.
"Hasil dari sidang lanjutan yang berisikan agenda kesimpulan dari masing-masing pihak akan diumumkan selambat-lambatnya 30 hari setelah sidang lanjutan terakhir ini," ujar Helmi Nurjamil, di Jakarta, Senin (9/1/2017). Dalam hal ini, Yamaha melalui Executive Vice President PT YIMM, Dyonisius Beti mengatakan dugaan kerjasama dengan Honda dalam menetapkan harga jual sepeda motor skutik tidak benar adanya.
Menurutnya tidak ada bukti kesepakatan yang bisa dibuktikan oleh Tim Investigator KPPU selama persidangan digelar. "Yamaha Indonesia sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan yang melanggar undang-undang kami taat kepada undang-undang persaingan usaha yang sehat," tuturnya, di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin (9/1/2017).
Menurutnya juga, proses investigasi yang dilakukan KPPU menyalahi prosedur yang ada. Dan tuduhan yang dilayangkan terlalu sumir dan dipaksakan. "Kami harapkan keputusan ini akan memberikan iklim investasi yang sehat dan baik untuk Indonesia kami percaya bahwa majelis akan bertindak seadil-adilnya untuk perkara ini," kata Dyon.
General Manager of Corporate Secretary and Legal PT Astra Honda Motor Andi Hartanto berharap majelis dewan komisi bisa mengambil keputusan secara adil. "Menurut saya dalam proses persidangan tidak bisa membuktikan adanya tuduhan kartel," ungkapnya. Andi berharap agar hasil keputusan nantinya adil dan bijaksana. "Sehingga tercipta situasi kondusif bagi perekonomian," ucapnya.
"Perusahaan yang sudah memiliki reputasi yang lama tentu kita tidak akan bermain-main dengan kartel," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment