Monday, May 8, 2017

Ekonomi China Melambat, Sektor Pertambangan Kembali Terjun Bebas

Indeks sektor tambang turun tajam sepanjang pekan lalu hingga 7,3 persen ke level 1.417,505. Sebelumnya, indeks sektor tambang masih berada di level 1.529,120 atau menguat 0,12 persen.  Salah satu faktor yang menggerogoti sektor tambang adalah penurunan Purchasing Manager's Index (PMI) sektor manufaktur China pada April ke level 51,2 dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 51,8.

Setelah data PMI manufaktur di China tersebut terbit, pelaku pasar mulai berspekulasi terhadap pertumbuhan ekonomi China yang diperediksi melambat pada bulan ini. Apabila hal itu terjadi, maka akan memengaruhi tingkat permintaan batu bara dari China.

Pelaku pasar ikut merespons kondisi ini dengan melakukan aksi jual atau mengambil keuntungan (profit taking) pada beberapa saham emiten berbasis batu bara, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Jangan heran, harga saham tiga emiten itu terkulai lemas sepanjang pekan lalu. Bila dibandingkan, harga saham Adaro Energy terkoreksi cukup dalam hingga 9,3 persen. Diikuti oleh Bukit Asam yang melorot 6,88 persen, dan Indo Tambangraya melemah tipis 1,2 persen. "Penggunaan batu bara di China kan tertinggi, dan permintaan dari China juga masih yang tertinggi. Pasar khawatir permintaan turun jika ekonomi China melemah," ujar Direktur Investasi Saran Mandiri, Hans Kwee.

Selain itu, pernyataan pejabat The Federal Reserve (Fed) yang optimis dengan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) akan membaik memengaruhi penguatan dolar AS turut menjadi sentimen negatif bagi indeks sektor tambang. "Itu kan membuat dolar AS menguat, komoditas kan diperdagangkan dengan dollar AS. Kalau mata uangnya meningkat, maka harga komoditasnya (batu bara) akan turun," imbuh Hans.

Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menyebutkan, harga batu bara pada perdagangan akhir pekan lalu sekitar US$75 per metrik ton hingga US$78 per metrik ton. Pelemahan harga komoditas batu bara ini juga mendorong sebagian pelaku pasar menjual asetnya di emiten batu bara. "Harga batu bara dibawah US$80 per metrik ton, itu agak negatif untuk emiten batu bara," tegas Aditya.

Dengan demikian, pelaku pasar melakukan perpindahan aset ke saham emiten lain yang dinilai lebih menguntungkan, misalnya ke sektor barang dan konsumsi memanfaatkan momentum jelang ramadan dan lebaran. "Ada perubahan portofolio investasi juga. Kebetulan jelang ramadan ini biasanya ada permintaan lebih untuk sektor barang dan konsumsi jadi penjualan meningkat," tutur dia.

Aditya berpendapat, sektor batu bara memang tidak memiliki sentimen positif sepanjang pekan lalu. Sehingga, pelaku pasar enggan melakukan aksi beli terhadap emiten batu bara. Kendati terperosok dalam, Hans menilai, pelemahan harga saham emiten batu bara hanya bersifat jangka pendek.

Terlebih lagi, janji Presiden AS Donald Trump yang akan meningkatkan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik juga akan menjadi sentimen positif tambahan bagi sektor batu bara. "Jadi, ini bagus, saat ada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi Tiongkok menurun," imbuh Hans.

Meski kemungkinan besar sektor batu bara tidak akan mencapai harga tertingginya di atas level US$100 metrik per ton seperti tahun lalu, tetapi harga batu bara akan menanjak dari posisi terakhir.  Bahkan, ia memberikan rekomendasi beli (buy) untuk emiten batu bara pada pekan ini. Menurutnya, pelaku pasar perlu memanfaatkan momentum pelemahan harga saham emiten batu bara untuk melakukan akumulasi beli.

"Direkomendasikan beli bila ada pelemahan harga saham," katanya.

Aditya juga memberikan rekomendasi beli pada sektor barang dan konsumsi, khususnya PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Artinya, indeks sektor konsumsi dan barang berpeluang melanjutkan penguatannya pada pekan ini. Sekadar informasi, indeks sektor barang dan konsumsi menjadi primadona pada perdagangan pasar modal sepanjang pekan lalu dengan penguatan 2,05 persen ke level 2.483,574.

"Harga saham Ramayana Lestari, Indofood CBP, dan Unilever Indonesia naik pekan lalu dan akan terus naik pekan ini," pungkasnya.

No comments:

Post a Comment