Monday, May 8, 2017

Laba Industri Multifinance Kuartal I 2017 Jeblok Karena Kredit Macet

Laba industri perusahaan pembiayaan (multifinance) tumbuh tipis 1,3 persen secara tahunan pada kuartal I 2017. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba bersih multifinance hingga akhir Maret 2017 sebesar Rp3,10 triliun dari periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp3,06 triliun.

Raihan ini boleh dibilang menurun dibandingkan akhir Maret tahun lalu, dimana labanya melonjak 12,89 persen dari sebelumnya Rp2,71 triliun. Jika dirinci, perlambatan pertumbuhan laba diakibatkan oleh peningkatan beban yang melampaui kenaikan pendapatan.

Tercatat, sepanjang tiga bulan pertama tahun lalu, beban industri pembiayaan naik 6,78 persen menjadi Rp19,04 triliun. Peningkatan beban dipicu oleh membengkaknya beban operasional akibat kenaikan beban depresiasi 13,94 persen, beban tenaga kerja 12,94 persen, termasuk beban bunga 1,87 persen.

Sementara, pendapatan industri sepanjang Januari-Maret 2017 hanya mencapai Rp23,66 triliun atau tumbuh 7,5 persen dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp22,01 triliun.  Adapun, kontributor pendapatan terbesar berasal dari pendapatan bunga, imbal jasa atau bagi hasil pembiayaan multiguna yang mencapai Rp12,75 triliun.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pembiayaan Indonesia (APPI) Jodjana Jody mengungkapkan, perusahaan pembiayaan masih mendapatkan tekanan dari tingginya rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF). Jodjana merinci, NPF tahun lalu mencapai 3,2 persen atau naik dua kali lipat dari 2015 yang hanya 1,51 persen. Kenaikan tersebut akibat perekonomian yang belum membaik. 

Di sisi lain, banyak debitur yang memaksakan kredit karena tertarik dengan paket produk pembiayaan dengan uang muka (DP) rendah. "Jika ekonomi tumbuh pesat, mungkin tekanan NPF bisa dikurangi," kata Jodjana. Buruknya kualitas pembiayaan, sambung dia, mengakibatkan banyak pelaku industri yang merekrut tambahan tenaga penagihan (collection). Konsekuensinya, biaya pelatihan juga naik untuk menjamin kualitas tenaga penagihan tersebut.

Tak ayal, terjadi kenaikan beban tenaga kerja selama tiga bulan pertama tahun ini menjadi Rp Rp4,22 triliun. Khusus untuk Group Astra Credit Companies (ACC Group), Jodjana selaku Direktur Utama ACC menjelaskan, pembiayaan yang digelontorkannya sepanjang kuartal I cenderung datar (flat) dari sisi unit dengan pertumbuhan hanya 0,3 persen.

Kendati demikian, secara nilai, pembiayaannya tercatat naik 15 persen, yaitu dari Rp6,3 triliun pada kuartal I 2016 menjadi sebesar Rp7,3 triliun pada periode yang sama tahun ini. Pertumbuhan ditopang oleh tambahan bisnis pembiayaan modal kerja. "Ke depan, kami akan tetap memperhatikan kualitas booking (pembiayaan), mengingat NPF industri masih tinggi," terang dia.

No comments:

Post a Comment