Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2017 mencapai 5,01%. Angka tersebut ditopang oleh sisi pengeluaran, salah satunya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,93%. Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2017 tersebut tidak setinggi periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni 4,97%.
Menteri Perekonomian Darmin Nasution sendiri mengaku heran kenapa konsumsi tak bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Padahal harga komoditas yang membaik, harusnya bisa memacu penambahan penghasilan yang membawa orang lebih banyak berbelanja.
"Saya sendiri, justru yang namanya konsumsi rumah tangga (yang tinggi), makanya saya tadinya prediksi 5,1% kan. Karena setelah membaiknya harga karet, sawit, mestinya penghasilan naik. Tapi ya ternyata survei BPS tidak tergambar dalam konsumsi," kata Darmin ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (5/5/2017). "Ya enggak tahu hubungannya apa dengan APBN, atau apa. Atau memang dari kalangan ritel ada informasi bahwa konsumsi rumah tangga itu melemah. Tadinya bisa 5-5,1% sekarang dia 4,9%-an. Jadi memang agak sedikit melambat," tambahnya.
Meski demikian, Darmin mengaku cukup optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun nanti bisa melampaui target yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, yakni sebesar 5,1%. Dengan membaiknya harga komoditas dan tumbuh baiknya sektor pertanian, menurut dia menjadi awal yang positif ekonomi masih bisa tumbuh lebih baik lagi hingga akhir tahun. Termasuk dorongan dari realisasi belanja pemerintah.
"Jadi yang agak rendah tapi masih tumbuh itu memang pengeluaran pemerintah. Kalau yang lain masih oke. Tapi bagi saya ini perkembangan bagus. Pertumbuhan tahun ini sih akan di atas APBN. Kayaknya ini harusnya 5,2% sampai 5,4%," pungkasnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2017 mencapai 5,01%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2016 yang sebesar 4,92%. Angka tersebut ditopang oleh sisi pengeluaran, salah satunya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,93%.
Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2017 tersebut tidak setinggi periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni 4,97%. "Konsumsi rumah tangga lebih rendah dibanding kuartal I-2016 adalah 4,97%. Karena penjualan ritel 4,2% di kuartal I melambat untuk kelompok makanan, minuman, tembakau dan alat rumah tangga," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto, dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/5/2017).
Mengapa pengeluaran konsumsi rumah tangga kuartal I-2017 melambat?
Dorongan pendapatan kelas menengah dan bawah mengalami perlambatan, seperti Upah Minimum Provinsi (UMP) tumbuh hanya 9,15% dari tahun sebelumnya yang tumbuh 12,43%. Begitu juga panen raya untuk harga gabah turun, begitu juga upah riil buruh tani terkontraksi 0,53%, nilai tukar petani juga sama terkontraksi 1,60%.
Dari posisi pinjaman konsumsi, untuk kredit konsumsi dari perbankan juga melambat di kuartal I-2017 menjadi 8,75%. Begitu juga dengan pembiayaan multiguna yang terkontraksi negatif 9,07%. Selanjutnya, di sektor posisi tabungan untuk tabungan rumah tangga mengalami penguatan dari 4,27% di kuartal I-2016 menjadi 9,14% di kuartal I-2017.
Untuk konsumsi barang mewah kelas atas juga mengalami perlambatan. Dilihat dari pembelian barang mewah yang terkontraksi 21,39% dari yang sebelumnya berada di level 8,80%. Begitu juga dengan pembelian mobil dengan CC di atas 1.500 cc yang mengalami perlambatan 3,77% dari kuartal I-2016 yang tumbuh 14,76%.
"Dorongan pendapatan kelas menengah dan bawah serta konsumsi barang mewah kelas atas yang terindikasi melambat, menyebabkan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan I-2016," tutupnya
No comments:
Post a Comment