Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyatakan pemerintah terus berusaha menekan tingkat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) untuk mengurangi beban jumlah utang dan bunga utang Indonesia.
"Kemarin global sukuk kita (Indonesia) itu dilelang sesuai ekspektasi dengan yield yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Artinya, kita melakukan manajemen yang baik supaya beban bunga (utang) tidak membebani kita, kita negosiasikan, kita tekan seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi," ungkap Yustinus di acara diskusi bertajuk Ekonomi Pulih Menuju Kebangkitan Nasional, Kamis (3/6).
Selain menjaga dari sisi penambahan utang, ia memastikan pemerintah juga menjaga dari sisi pengelolaan utang melalui pembayarannya sesuai masa jatuh tempo. Dengan begitu, beban bunga tidak bertambah terus.
Kendati begitu, ia mengakui bahwa rasio utang Indonesia masih cukup tinggi, yakni mencapai 41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, jumlah ini sebenarnya belum menyentuh batas yang diatur dalam perundang-undangan, yaitu mencapai 60 persen. "Selama ini menurut UU dijaga di 60 persen dan kita jaga juga, tapi sekarang sudah 41 persen, menuju 42 persen, dan ini karena covid," tuturnya.
Namun, Yustinus meyakini kondisi ini akan membaik bila kantong penerimaan pajak mulai terisi lagi sejalan pemulihan ekonomi. Kita optimistik dengan berbagai langkah yang sekarang disiapkan, seperti perbaikan administrasi, regulasi, dan juga implementasi lapangan, kita optimistik penerimaan pajak akan meningkat," ucapnya.
Di sisi lain, ia mengatakan penerbitan utang oleh pemerintah sebenarnya menandakan terjaganya kepercayaan investor dan lembaga internasional kepada Indonesia. "Itu menunjukkan trust kepada kondisi ekonomi kita," pungkasnya.
Sebagai informasi, jumlah utang pemerintah mencapai Rp6.527 triliun pada April 2021. Jumlahnya setara 41,8 persen dari PDB.
No comments:
Post a Comment