Tuesday, January 26, 2016

Layanan Netflix Sudah Di Blokir Di Indonesia Oleh Telkom Group

Layanan video streaming Netflix dipastikan tak akan bisa diakses melalui broadband Indihome, WiFi.id, dan akses seluler Telkomsel karena telah resmi diblokir oleh Telkom Group. Telkom memutuskan memblokir layanan Netflix mulai 27 Januari 2016 pukul 00.00 WIB. "Per tadi malam," ujar Vice President Consumer Marketing & Sales Telkom, Jemy Cofindo.

Sementara saat dikonfirmasi terpisah, Direktur Konsumer Telkom Dian Rachmawan juga mengatakan Netflix diblokir karena dianggap tidak memenuhi regulasi di Indonesia dan banyak memuat konten berbau pornografi. "Kami ini Badan Usaha Milik Negara, harus menjadi contoh dan menegakkan kedaulatan Negara Kedaulatan Republik Indonesia dalam berbisnis. Kita maunya kalau berbisnis itu harus mematuhi aturan Indonesia," tegasnya.

Dijelaskannya, jika ada kerjasama antara Netflix dan Telkom maka konten yang mengandung kekerasan dan pornografi bisa tersaring untuk pelanggan IndiHome, wiFi.id, dan Telkomsel. "Kalau kerjasama langsung, kita bisa kelola Netflix melalui platform yang dimiliki Telkom. Aksi blokir ini tak akan berdampak ke pelanggan kami, mereka (Netflix) masih kecil di sini. Mumpung masih kecil, kita ajarin ikut aturan di sini," pungkasnya.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara memberikan kelonggaran bagi Netflix memenuhi aturan di Indonesia sebelum habis masa promosinya yakni 7 Februari mendatang. Ia mengatakan bahwa Netflix harus berbadan hukum tetap atau bekerja sama dengan operator telekomunikasi di Indonesia. Opsi lain yang ditawarkan adalah Netflix harus memiliki izin sebagai penyelenggara penyedia konten.

Operator, khususnya penyelenggara fixed broadband yang menawarkan paket data unlimited, dalam posisi paling merana dengan kehadiran Netflix karena OTT ini haus bandwidth. Soalnya, untuk streaming film HD tiap satu jam bisa menyedot kuota data hingga 3GB.  Di Singapura, Netflix bekerja sama dengan SingTel dan Starhub. Hal yang sama juga terjadi di Italia dengan Telecom Italia.

Sementara di Vietnam, sedang dalam kajian akan dilakukan pemblokiran oleh regulator setempat dengan alasan yang sama di Indonesia, belum memiliki lisensi dan filterisasi konten. "Di luar negeri mereka (Netflix) lakukan kerjasama dengan beberapa operator, masa di sini tidak? Padahal, jika kerjasama dengan operator lokal banyak manfaat didapatkan kedua belah pihak," pungkas Dian. Untuk bersantai menikmati film secara streaming di Netflix, butuh bandwidth dan kuota internet yang tidak sedikit. Namun di balik itu semua, ada harapan bahwa Netflix bisa beroperasi di Indonesia dengan menggandeng operator telekomunikasi dan penyedia jasa internet lokal.

Seperti dilansir situs Netflix, pelanggan membutuhkan koneksi Internet minimal 0,5 Mbps untuk dapat mengakses konten film yang tersedia. Kecepatan internet juga dikatakan mempengaruhi kualitas film yang akan ditonton. Dengan kondisi internet di Indonesia saat ini yang belum sepenuhnya 4G, pegiat teknologi Onno Widodo Purbo berpendapat, pelanggan masih bisa mengakses Netflix melalui ponselnya dengan kualitas Standard Definition (SD).

"Bandwidth untuk yang SD 1,2 Mbps saja masih cukup. Jadi kalau di seluler masih dapat," katanya saat berbincang belum lama ini. Sementara untuk kualitas High Definition (HD), Onno menilai pelanggan harus menggunakan jalur akses yang lebih lebar, minimal dengan bandwidth 2,5 Mbps. Sementara di lain kesempatan, Tri Wahyuningsih, General Manager Corporate Communication XL Axiata mengakui telah terjadi lonjakan akses data yang signifikan sejak Netflix membuka aksesnya untuk wilayah Indonesia. Rata-rata tiap pelanggan XL mengakses Netflix dengan menghabiskan kuota internet 800MB per hari.

"Pelanggan yang akses Netflix sejak tiga hari pertama setelah launching rata-rata di atas 10 ribu pelanggan. Itu naik lebih dari 1.000%. Kalau sekarang, seminggu setelah launch, rata-rata tinggal lima ribuan pelanggan," ungkapnya. Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri hingga saat ini masih mengkaji tiga opsi sejak kehadiran Netflix. Opsi pertama adalah Netflix harus memiliki izin sebagai penyelenggara konten provider dengan syarat harus menjadi badan usaha tetap atau bekerjasama dengan operator.

Kedua, Netflix cukup mendapat izin menteri. Dan ketiga, Netflix harus mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dengan ketentuan konten yang dimuat harus sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). XL sendiri mengaku terbuka untuk bekerja sama dengan Netflix. "Kami terbuka untuk bekerja sama dengan pihak manapun," lanjut Ayu, panggilan akrab Tri Wahyuningsih. Peluang kerja sama antara operator maupun penyedia akses internet lokal dengan Netflix juga dinilai memungkinkan oleh Satriyo Wibowo, Anggota Gugus Tugas IPv6 Indonesia.

Ada beberapa poin yang bisa ia komentari mengenai Netflix dari cara pandang teknologi, termasuk soal kemungkinan menggandeng Netflix. Netflix, menurutnya, seperti layanan YouTube, Spotify, dan provider video streaming lainnya yang menggunakan teknologi unicast traffic (one to one) di mana server akan memberikan layanan ke tiap pelanggannya secara khusus.

Berbeda dengan broadcast (one to all) dimana server mengirimkan datanya ke semua pihak diminta atau tidak (seperti layanan televisi) atau multicast (one to many) dimana server mengirimkan kontennya kepada satu grup berlangganan.  Multicast sebenarnya memberikan keuntungan yang lebih di sisi efektivitas bandwidth, namun prakteknya hanya efektif dilakukan pada jaringan di satu ISP saja.

Seperti dikutip dari Marketrealist, Netflix tahun lalu menguasai 37% trafik internet di Amerika. Karena rakus bandwidth, dengan semakin banyaknya pelanggan di satu wilayah yang menuntut layanan HD maupun Ultra HD, Netflix menurutnya harus bekerja sama (peering) dengan ISP lokal untuk membuat cache server melalui program Open Connect.

"Inilah kesempatan bisnis bagi ISP Indonesia sekaligus peluang bagi Kominfo untuk menegakkan tata kelola interkoneksi, peraturan bisnis konten, perlindungan konsumen, sensor pornografi, dan e-taxation," kata Bowo, panggilan akrab Satriyo Wibowo. Netflix, menurutnya, sudah mendukung IPv6 yang memang didesain untuk teknologi video streaming ini dengan dukungan akan kebutuhan IP Address publik yang semakin tinggi. "Adanya fitur jumbo frame yang mengurangi lag dan fragmentasi paket internet, fitur sekuriti enkripsi dan enkapsulasi yang sudah embedded, serta meniadakan fungsi NAT yang memperlambat trafik," pungkas Bowo. Proxy, VPN, dan sejenisnya biasa digunakan untuk mengakses konten Netflix yang diblokir di negara tertentu. Jika tadinya Netflix adem ayem terhadap para pengguna VPN, kini mereka melarang dengan tegas.

Netflix berkilah bahwa kini layanan mereka sudah tersedia di banyak negara, sehingga tak perlu lagi menggunakan proxy ataupun layanan sejenis. "Jika konten kami kini sudah tersedia secara global, maka tak ada lagi alasan untuk menggunakan proxy ataupun unblocker," ujar David Fullagar, VP content delivery architecture Netflix.Memang, kini Netflix sudah tersedia di banyak negara, lebih dari 130 negara, termasuk Indonesia salah satunya. Namun tak serta merta semua konten yang ada di Netflix bisa diakses di semua negara.

Contohnya konten yang ada di Netflix Indonesia tentu tak sama dengan konten yang ada di Netflix Amerika Serikat ataupun Inggris. Namun Netflix menjanjikan bahwa mereka berusaha untuk mengatasi hal tersebut. "Tujuan utamanya adalah untuk memberikan layanan yang hampir sama di seluruh dunia. Menggunakan VPN atau proxy untuk melewati batas itu secara virtual itu menyalahi aturan penggunaan Netflix karena adanya batasan lisensi serial TV dan Film," ujar juru bicara Netflix, dikutip dari Reuters, Jumat (15/1/2016).

Sebelum ini, layanan Netflix memang terbilang mudah 'dijebol'. Akses ke layanan asal Amerika Serikat ini bisa terbuka hanya dengan menggunakan VPN, proxy,dan sejenisnya.  Berbeda dengan layanan sejenis seperti Hulu yang sudah memblokir penggunaan VPN sejak tahun 2014. Saat itu Hulu memblokir penggunaan VPN bagi para pengaksesnya untuk menghindari adanya pembajakan dari luar Amerika Serikat, yang bisa mengakses video tanpa izin.Layanan video streaming berbayar, Netflix, telah diluncurkan di Indonesia meski belum dipayungi regulasi yang jelas. Kedatangan Netflix di sebuah negara biasanya memang memicu perdebatan, contohnya saja di Prancis.

Netflix masuk Prancis menjelang akhir tahun 2014. Waktu itu, otoritas dan pelaku bisnis di negara Eropa itu menginginkan Netflix mematuhi aturan main dengan memproduksi juga konten lokal. Memang di sana ada aturan kalau 40% konten di radio, televisi atau bioskop harus berasal dari Prancis. Namun ada celah di aturan ini di mana perusahaan yang wajib mematuhinya adalah mereka yang juga berbasis di Prancis. Sedangkan kantor Netflix di Eropa ada di Amsterdam sehingga mereka sebenarnya lolos dari aturan itu.

Meski demikian, Netflix tetap didesak mengikuti aturan tersebut. "Kami ingin mengucapkan selamat datang pada Netflix. Tapi kami ingin mereka menghormati aturan yang kami buat di sini untuk melindungi perfilman kami," kata Dante Desartge, co Chairman Guild of Authors, Directors and Producers Prancis. Waktu itu, pemerintah Perancis juga didesak mengawasi agar Netflix benar benar menampilkan konten asal Prancis atau Eropa dengan positioning yang baik. Nah saat ini, sudah sekitar setahun Netflix beroperasi di Perancis dan 80% konten rupanya masih berasal dari negaranya, Amerika Serikat.

Maka Netflix pun masih menuai protes di sana-sini. Para pelaku industri film dan pertelevisian terus mendesak agar Netflix lebih banyak berinvestasi membuat konten lokal. "Kami menyambut adanya kompetisi, tapi hanya jika mereka bermain dengan aturan yang sama, "kata Pascal Rogard, Direktur Society of Dramatic Authors and Composers.

Netflix sepertinya memahami keinginan itu dan mulai serius memproduksi konten lokal. Tahun ini, mereka berencana menayangkan drama dengan artis lokal terkenal yang berjudul 'Marseille'. Aturan main yang bakal diberlakukan pemerintah Indonesia terhadap Netflix ternyata belum final. Ada tiga opsi yang tengah digodok Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk penyedia layanan video streaming berbayar tersebut.

Dijelaskan Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Ismail Cawidu, opsi pertama adalah Netflix harus memiliki izin sebagai penyelenggara konten provider dengan syarat harus menjadi badan usaha tetap atau bekerjasama dengan operator.  Kedua, Netflix cukup mendapat izin menteri. Ketiga, Netflix harus mendaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dengan ketentuan konten yang dimuat harus sesuai dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Tapi ini (semua) baru kajian sementara atau belum final,” tegas Ismail saat dikonfirmasi media, Rabu (13/1/2016).

Kementerian Kominfo sendiri sudah membantah bakal melakukan pemblokiran terhadap Netflix meski film-film yang didistribusikannya belum melewati sensor. “Saya sudah komunikasi dengan Pak Yani Basuki (Ketua Lembaga Sensor Film/LSF) tapi infonya tidak minta Netflix diblokir,” ujar Ismail.

Yang pasti, Kominfo saat ini membahas masalah Netflix ini dari kacamata UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU Pornografi. “Semoga sudah ada kesimpulan besok (Kamis, 14 Januari 2015-red.),” lanjutnya. Lebih lanjut Ismail menjelaskan, Netflix lahir sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Dimana nantinya pasti bakal ada layanan sejenis yang bakal bermunculan lainnya dan mengekspansi Indonesia.

“Kita tidak mungkin resisten dengan kemajuan teknologi, justru harus adaptif sepanjang hal itu memberikan kemanfaatan bagi bangsa kita. Namun dalam menghadapi kemajuan tersebut kita tetap mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” pungkas Ismail. Hadirnya Netflix di Indonesia menjadi bagian dari ekspansi bisnis perusahaan yang berbasis di Los Gatos, California, Amerika Serikat itu. Selain Indonesia, ada 130 negara lain yang disambangi layanan ini. Kini total 190 negara yang telah disambangi oleh Netflix.

No comments:

Post a Comment