Thursday, July 13, 2017

Analisa Matinya Glodok Kawasan Bisnis Terbesar Asia

Sejak tahun 1970-an, kawasan Glodok sudah kesohor sebagai pusat elektronik terbesar di Indonesia. Segala macam barang elektronik tersedia, dari yang keluaran teranyar sampai elektronik rekondisi alias bekas.  Namun demikian, kondisi saat ini cukup memperihatinkan. Banyak toko elektronik, terutama yang berada di Pasar Glodok, ditutup lantaran sepi pembeli.

Ken, salah seorang pedagang video game Pasar Glodok, mengatakan sepinya pengunjung terutama disebabkan karena menjamurnya pusat perbelanjaan dan jaringan gerai elektronik di banyak tempat, khususnya pinggiran kota. "Online berpengaruh, tapi kecil sekali. Karena barang elektronik itu kadang tetap harus lihat barangnya. Masalah sepi di sini karena banyak sekali mal-mal sama toko elektronik. Sudah terlalu kebanyakan," ucap Ken ditemui di tokonya.

Menurut dia, banyaknya toko elektronik yang tutup di Glodok bukan hal yang aneh. Pasalnya, semakin hari penjualan semakin turun lantaran tak banyak orang yang datang ke Glodok. "Jadi bukan karena online, tapi karena mal sudah banyak sekali di Jakarta. Anak saya sendiri kalau beli barang elektronik lebih suka ke Taman Anggrek, padahal lebih jauh, katanya karena lebih nyaman dan bisa cari hiburan," ujar Ken.

Sementara itu, Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan, menuturkan menjamurnya gerai elektronik dan juga pusat perbelanjaan membuat Glodok perlahan mulai ditinggalkan pemburu barang elektronik. "Zaman dulu kalau orang Bekasi, Jakarta, Tangerang kalau mau beli kulkas, televisi, atau elektronik lain kepikiran pertama pasti ke Glodok. Pokoknya beli elektronik ya ke Glodok, sekarang zaman sudah berubah," jelas Aswan.

Apalagi, lanjut dia, selain kenyamanan dan kedekatan dari tempat tinggal, banyak gerai elektronik menawarkan pembelian produk elektronik tanpa harus membayar cash alias tunai. "Di sini (Glodok) Anda datang jauh-jauh kemudian harus beli dengan uang kontan. Sementara kalau Anda beli di toko elektronik yang besar-besar bisa beli cicil kredit, bunga 0% atau flat. Satu bulan cuma nyicil 100.000-200.000. Itu kan menarik sekali bagi masyarakat," terang Aswan.

"Sata masih ingat waktu kecil, kalau orang tua dulu mau beli barang elektronik ya harus ke Glodok, sekarang beli di supermarket juga ada, hypermart atau mal yang ada pinggiran-pinggiran ada juga. Mereka modal besar, sementara pedagang elektronik di sini kan rata-rata pemain kecil," tambahnya.

Wilayah Glodok sendiri selama puluhan tahun dikenal sebagai pusat penjualan berbagai macam barang elektronik yang terbagi dalam beberapa kawasan Glodok Plaza, Pasar Glodok, Harco Glodok, dan Plaza Orion.  Di luar kawasan yang dibangun Pemda DKI Jakarta dan swasta tersebut, ratusan pedagang elektronik lainnya menjamur di sepanjang jalan di pinggiran Gl

Pernah jadi primadona pusat berbelanja elektronik di Jakarta, kini Glodok semakin hari semakin sepi ditinggal pembeli. Pusat kulakan elektronik yang berada di Jakarta Barat ini dulu dikenal sebagai grosir elektronik terbesar di Indonesia. Ken, salah seorang pedagang video game Pasar Glodok, mengungkapkan sepinya pembeli yang datang ke Glodok lantaran pertumbuhan pusat perbelanjaan yang tinggi di Jakarta.

"Kita ini pedagang kecil, tolong pembangunan mal baru jangan ditambah lagi. Kalau bisa dibatasi. Semakin banyak mal, habislah kita. Orang sekarang lebih suka beli elektronik di mal daripada ke sini. Seharian kebanyakan saya bengong," kata Ken. Dia menampik tren berbelanja online jadi penyebab utama merosotnya pengunjung Pasar Glodok dari tahun ke tahun. Menjamurnya gerai elektronik, termasuk di pusat perbelanjaan, membuat Glodok semakin meredup.

"Jadi bukan karena online, tapi karena mal sudah banyak sekali di Jakarta. Anak saya sendiri kalau beli barang elektronik lebih suka ke Taman Anggrek, padahal lebih jauh, katanya karena lebih nyaman dan bisa sambil cari hiburan," ungkap Ken.

Sementara itu, Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan, mengungkapkan di kawasan Glodok sendiri setidaknya saat ini sudah ada 5 pusat grosir sekaligus yakni Glodok Plaza, Pasar Glodok, Harco Glodok, Pinangsia Plaza, dan Plaza Orion. Lanjut dia, pusat belanja di Glodok tersebut belum menghitung ratusan toko-toko elektronik yang menjamur di sepanjang jalan Glodok sampai Mangga Dua ke Timur, dan Asemka ke Barat.

"Belum ini mau selesai lagi Harco Glodok yang lebih besar lagi di seberang. Itu dibangun di atas lahan Harco yang lama. Saya juga bingung di sini sudah ramai sekali tapi masih ada pusat elektronik yang baru," kata Aswan sembari menunjuk ke arah seberang Pasar Glodok. Aswan kemudian membuka tirai gorden di belakang meja kerjanya untuk menunjukan keberadaan parkir mobil di belakang kantor pengelola Pasar Glodok.

"Kalau Anda mau lihat pusat belanja itu sepi atau tidak. Lihat paling gampang dari tempat parkirnya, kalau melompong kayak begini artinya ini tempat sepi," pungkasnya. Jarum jam sudah menunjukan pukul 10.00 pagi, saat eskalator sudah mulai dinyalakan di Pasar Glodok, Jakarta Barat, sebagai tanda dimulainya aktivitas niaga. Namun, pintu-pintu geser kios toko elektronik masih tertutup rapat.

Sementara lorong-lorong di beberapa blok kios juga sepi dari lalu lalang. Jumlah pedagang yang masih beraktivitas di lantai 5 masih bisa dihitung dengan jari. Kondisi toko di lantai 4 dan 3 setali tiga uang, selain banyak yang tutup, banyak di antara kios-kios tutup tersebut sudah ditempeli kertas 'disewakan'.

Begitu pun area parkir kendaraan, terlihat gelap dan sepi. Hanya lantai dasar (ground), lantai 1, dan lantai 2 yang masih menunjukan denyut aktivitas perdagangan di pasar yang pernah menyandang sebagai pusat grosir elektronik terbesar di Indonesia tersebut. Itulah suasana saat Pasar Glodok saat ini. Glodok saat ini tak seramai dulu. Pusat elektronik Glodok merupakan pusat penjualan berbagai macam barang elektronik yang terbagi dalam beberapa kawasan yang meliputi Glodok Plaza, Pasar Glodok, Harco Glodok, dan Plaza Orion.

Di luar kawasan yang dibangun Pemda DKI Jakarta dan swasta tersebut, ratusan pedagang elektronik lainnya menjamur dengan ruko-ruko di sepanjang jalan di pinggiran Glodok hingga ke Pasar Asemka hingga Mangga Dua.  "Sekarang Glodok sudah tak seramai dulu, penjualannya lesu sejak tahun 2000-an. Tahun ini juga lebih sepi lagi, setiap tahun semakin sepi saja," kata Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan.

Padahal sebelumnya, menurut Aswan, Glodok sangat ramai didatangi pembeli baik eceran, maupun pembeli partai besar. Barang yang dijual pun beragam, mulai dari barang baru sampai rekondisi alias bekas dengan kualitas beragam. Glodok tak hanya jadi pusat belanjanya barang-barang elektronik warga Jakarta, namun juga kesohor sebagai kulakannya pemilik toko-toko elektronik di seantero Indonesia.

"Ini tahun ini terasa sepi, tapi sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Sebab pastinya karena apa, saya sendiri kurang tahu," jelas Aswan. Dia menuturkan, beberapa pemilik toko di Pasar Glodok terpaksa menutup tokonya. Sebagian lagi masih bertahan dengan membuka toko di tempat lainnya, atau berjualan secara online. Sementara banyak pula pedagang yang akhirnya memilih menyewakan tokonya.

"Kita enggak punya catatan pasti yang sudah menutup toko karena sudah enggak kuat. Tapi rata-rata mereka (pedagang) masih pegang terus tokonya, karena itu kan hak pakai, ada yang kemudian dialihkan ke saudaranya dan sebagainya," kata Aswan. Meski sepi pembeli, pedagang elektronik di Pasar Glodok, Jakarta Barat, masih memilih bertahan. Toko-toko yang terlihat sudah ditutup paling banyak ditemui di lantai atas mulai dari lantai 3 sampai lantai 5.

Andre, salah seorang pedagang PlayStation elektronik Pasar Glodok, mengatakan banyak pedagang yang masih memilih tetap membuka toko di pusat grosir tersebut lantaran toko tersebut juga berfungsi sebagai kantor. "Di sini kan banyak yang juga importir sama distributor. Ada yang punya toko elektronik di daerah lain, jadi di sini tetap buka sebagai kantor saja. Karena kalau buat jualan enggak mungkin, semakin hari semakin sepi begini," ucap Andre.

Dengan kondisi pengunjung yang sangat sedikit, lanjut dia, para pedagang menjadikan toko elektroniknya lebih sebagai tempat administrasi, juga kantor dan pusat pelayanan purna jual (after sales) dari penjualan yang dilakukan secara online. "Elektronik kan kadang barang enggak sesuai. Jadi kalau pun beli barang elektronik pakai online, saya sarankan yang punya toko offline juga. Untuk servis dan sebagainya," ungkap Andre.

Sementara itu, Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan, menuturkan banyak pemilik toko di Glodok memilih tetap membuka toko meski jarang ada pembeli, lantaran digunakan sebagai kantor saja. "Istilahnya jadi kantor saja. Karena pedagang-pedagang di sini kan ada yang distributor besar-besar, punya toko di daerah lain, banyak yang jadi grosir di luar daerah. Kalau yang toko tutup itu yang memang enggak kuat karena pembelinya semakin sepi. Kalau yang masih bertahan ya salah satunya buat kantornya mereka saja," jelas Aswan.

Wilayah Glodok sendiri selama puluhan tahun dikenal sebagai pusat penjualan berbagai macam barang elektronik yang terbagi dalam beberapa kawasan Glodok Plaza, Pasar Glodok, Harco Glodok, dan Plaza Prion.  Di luar kawasan yang dibangun Pemda DKI Jakarta dan swasta tersebut, ratusan pedagang elektronik lainnya menjamur di sepanjang jalan di pinggiran Glodok sampai ke Pasar Asemka hingga Mangga Dua.

Kondisi Pasar Glodok yang dulu sangat kesohor sebagai pusat elektronik di Jakarta saat ini cukup memperihatinkan. Lantaran semakin hari semakin sepi ditinggal pembeli, banyak pemilik toko yang kemudian memilih menutup kiosnya. Dari pantauan di lantai atas dari mulai lantai 2 hingga lantai 5, banyak pemilik toko elektronik yang lebih memilih tak berjualan. Di beberapa pintu, bahkan tak jarang ditemui kertas bertuliskan disewakan.

Sementara kios-kios kecil yang biasa menempati selasar blok pasar, malah sebagian besar sudah ditempeli stiker agen properti dengan label 'dijual'. "Sudah banyak sekali yang tutup. Ini kan dibiarkan saja tokonya, ada yang disewakan, karena sudah enggak kuat jualan. Saya kurang tahun sejak kapan, mungkin mulai 2 atau 3 tahun ini banyak mulai tutup," kata Frans, pedagang Pasar Glodok.

Frans mengungkapkan, beberapa tenant di Pasar Glodok sebelumnya merupakan pedagang yang direlokasi dari Pasar Harco Glodok yang gedungnya saat sudah dibongkar.  "Kalau saya sendiri mulai sepi sejak pindah dari Harco ke sini. Tapi sebelum saya ke sini juga sudah sepi, banyak yang sudah tutup. Ya karena yang beli sepi. Dulu sehari saya sehari bisa jual 10 PlayStation. sekarang sebiji sehari saja susah sekali," ungkap Frans.

Abeng, pedagang elektronik lainnya di Pasar Glodok mengungkapkan hal yang sama. Banyak sebab yang membuat pembeli semakin malas datang berbelanja ke Glodok.  "Kalau kayak saya kan jualan game PlayStation. Sekarang kan orang bisa main game dari handphone pakai aplikasi, kayak yang jualan DVD juga pada mulai sepi," ungkap Abeng.

Sementara itu, Asisten Manager Pasar Glodok PD Pasar Jaya, Aswan, menuturkan pihaknya belum mengetahui berapa banyak pedagang yang sudah memilih menutup tokonya. Namun demikian, lantaran kepemilkan di Glodok menggunakan skema hak pakai, banyak pedagang yang tetap mempertahankan tokonya meski tak beroperasi. "Kan ada juga yang dialihkan ke saudaranya. Pedagang di sini menggunakan hak pakai, kalau memang yang tidak bisa bertahan ya tutup. Tapi kita enggak punya data berapa yang sudah tutup," ungkap Aswan.

No comments:

Post a Comment