Thursday, July 6, 2017

Aturan Bank Indonesia Tentang National Payment Gateway NPG

Bank Indonesia (BI) resmi menerbitkan peraturan mengenai Gerbang Pembayaran Nasional (National Payment Gateway/NPG), Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 pada 22 Juni 2017 lalu. Aturan ini menjadi pijakan dalam menciptakan integrasi sistem pembayaran nasional yang efisien.

Sebelumnya, NPG diselenggarakan oleh lembaga standar, lembaga switching dan lembaga services. Lembaga standar bertugas menetapkan spesifikasi teknis dan operasional yang dibakukan dalam NPG.  Kemudian, lembaga switching bertugas untuk memproses transaksi pembayaran. Sementara, lembaga services bertugas menjaga keamanan transaksi pembayaran nasabah; melakukan rekonsiliasi, kliring, dan setelmen, serta mengembangkan sistem untuk pencegahan manajemen risiko.

Onny Widjanarko, Kepala Pusat Program Transformasi BI, mengungkapkan dengan adanya NPG biaya transaksi non-tunai nasabah bisa ditekan, misalnya biaya transfer antar bank dan pembayaran ritel domestik.  Pasalnya, NPG menjadikan sistem pembayaran dijalankan dengan interkoneksi (saling terhubung) dan interoperabilitas (saling dapat dioperasikan).

"Kalau sudah interoperabilitas, tentunya biaya transfer lebih rendah," tutur Onny dalam konferensi pers di Gedung Thamrin, Kamis (6/7). NPG, lanjut Onny, menciptakan interkoneksi infrastruktur jaringan penghubung penerusan data transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM/ debit (switching) yang satu dengan jaringan switching yang lain di Indonesia.

"Pihak yang terhubung dengan NPG berupa bank umum dan bank umum syariah, untuk instrumen kartu ATM dan/atau kartu debit, wajib terhubung dengan paling sedikit dua lembaga switching paling lambat 30 Juni 2018," ujarnya.

Interkoneksi switching mewujudkan interoperabilitas dan interkoneksi antar kanal pembayaran. Artinya, jaringan kanal pembayaran yang satu dengan kanal pembayaran yang lain akan saling terhubung. Selain itu, infrastruktur instrumen pembayaran juga bisa digunakan secara bersama-sama oleh bank-bank penerbit kartu.

"Jadi jangan ada seperti di Mal Taman Anggrek ada 10 mesin ATM berjejer tetapi utilitas rendah. Lebih baik beberapa tetapi dipakai bareng dan yang lainnya bisa direlokasi di daerah," jelasnya. Penurunan biaya transaksi juga bisa terjadi mengingat proses transaksi pembayaran ritel menggunakan kartu di Indonesia harus melalui NPG, tidak lagi bergantung pada prinsipal asing seperti Mastercard dan Visa.

Jika prinsipal asing seperti MasterCard dan Visa ingin memproses transaksi pembayaran ritel di Indonesia, maka harus bekerja sama dengan lembaga switching domestik yang telah disetujui oleh BI. Saat ini setidaknya ada empat lembaga switching domestik antara lain PT Artajasa Pembayaran Elektronis pengelola jaringan ATM Bersama, PT Rintis Sejahtera (ATM Prima), PT Jalin Pembayaran Nasional (ATM Link), dan PT Daya Network Lestari (ATM Alto).

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean menambahkan, NPG bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa negara telah mengimplementasikan NPG seperti China dengan China Union Pay, Malaysia dengan MyCard, Jepang dengan JCB.

Jika biaya transaksi nasabah tetap tinggi setelah ada NPG, maka BI bakal menerbitkan aturan yang akan memangkas tarif tersebut.  Kendati demikian, pengaturan tarif tidak akan mematikan industri pembayaran karena mempertimbangkan biaya operasional dan margin yang wajar. Selain itu, penentuan tarif juga akan dilakukan setelah mengkaji dan berkomunikasi dengan penyelenggara NPG.

"Kalau biaya bisa turun 50 persen sudah bagus sekali,"ujarnya. Penurunan biaya transaksi perbankan bisa terlihat saat Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tergabung dalam jaringan Link keluaran perusahaan switching PT Jalin Pembayaran Nusantara (JPN). Biaya transfer antar bank pelat merah yang tadinya bisa mencapai Rp7 ribu bisa ditekan menjadi Rp4 ribu.

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan aturan National Payment Gateway (NPG). NPG atau gerbang pembayaran merupakan upaya bank sentral untuk membuat sistem pembayaran nasional berdaulat di tanah air. Jika sistem pembayaran sudah berdaulat, apa dampaknya langsungnya ke masyarakat?

Direktur Teknologi dan Digital PT Bank Mandiri Tbk Rico Usthavia Frans mengatakan dengan NPG dalam jangka panjang bisa lebih aman, efisien dan berdaulat. "Harusnya biaya-biaya bisa lebih murah, karena costpenyelenggara sistem pembayaran lebih rendah dan efektif," kata Rico.

Dia mengatakan, dengan NPG nantinya seluruh infrastruktur bisa terhubung dan menciptakan interoperabilitas. Infrastruktur yang dimaksud contohnya mesin electronic data capture (EDC) dan mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Sebagai contoh, saat ini penarikan tunai ATM Mandiri dengan bank lain menggunakan jaringan ATM bersama dikenakan biaya Rp 7.500, cek saldo Rp 4.000 kemudian biaya transfer online Rp 6.500.

Penurunan biaya bisa terjadi karena, nantinya seluruh infrastruktur dan sistem akan terkoneksi. Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk Hariyono Tjahjarijadi mengungkapkan negara besar seperti Indonesia memang sudah semestinya memiliki gerbang pembayaran nasional.

"Sistem pembayaran di Indonesia menangani banyak sekali transaksi, dengan NPG dipastikan transaksi bisa lebih murah," kata Hariyono. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean mengatakan dengan NPG yang terinterkoneksi maka penyelenggara bisa efisien dan biaya bisa lebih rendah. "Karena routing atau pemrosesan transaksi dilakukan di dalam negeri maka tidak perlu lagi ke luar dan ini bisa menekan ongkos transaksi jadi lebih murah," kata Eni.

Dari data statistik sistem pembayaran BI pada bagian alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) sampai Mei 2017 kartu ATM dan ATM debet tercatat 137,32 juta keping kartu. Dengan jumlah volume transaksi mencapai 2.2 miliar transaksi. Eni mengatakan per hari transaksi bisa 11-14 juta transaksi. "Ini merupakan pertumbuhan yang luar biasa, jika dibandingkan sebelum gaung gerakan nasional non tunai (GNNT).

Aturan National Payment Gateway (NPG) sudah diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI). Artinya, Indonesia akan memiliki gerbang pembayaran nasional dan memproses transaksi pembayaran di dalam negeri.  Apa manfaat NPG bagi masyarakat? Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Widjanarko mengatakan, NPG membuat sistem pembayaran lebih efisien. Sehingga biaya transaksi tarik tunai atau transfer antar bank bisa lebih murah dari yang sekarang.

Saat ini penarikan tunai ATM Mandiri dengan bank lain menggunakan jaringan ATM bersama dikenakan biaya Rp 7.500, cek saldo Rp 4.000 kemudian biaya transfer online Rp 6.500. Tapi, melalui NPG, seluruh infrastruktur dan sistem akan terkoneksi.

"Kalau sudah interoperabilitas dan terhubung harusnya biaya bisa lebih murah, karena penyelenggara NPG investasi bersama dan sharing infrastruktur," ujar Onny di Gedung BI, Kamis (6/7/2017). Selain saling terhubung, NPG juga menjadikan pemrosesan transaksi pembayaran terjadi di Indonesia. Selama ini, routing transaksi terjadi di luar negeri dan kemudian kembali ke Indonesia.

Hal ini dinilai tidak efisien, karena transaksi pembayaran sekitar 80% terjadi di dalam negeri dan sisanya 20% di luar negeri. Penggunaan jasa sistem pembayaran luar negeri dikenakan biaya dari setiap transaksinya. Karena itu, dengan NPG karena transaksi pembayaran seluruhnya dilakukan secara nasional maka tidak diperlukan lagi pembayaran fee atau biaya ke luar negeri.

Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan peraturan National Payment Gateway (NPG) atau Gerbang Pembayaran Nasional.  NPG adalah sistem yang mengatur instrumen dan pembayaran secara nasional. Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Widjanarko menjelaskan, dengan NPG ini pemrosesan transaksi pembayaran ritel di dalam negeri bisa dijalankan karena sudah saling terhubung.

Pasalnya, selama ini pemrosesan transaksi menggunakan kartu debit maupun kartu kredit harus ke luar negeri dan baru kembali ke Indonesia. Hal ini dinilai tidak efisien karena bank nasional harus membayar fee ketika bertransaksi. Onny mengatakan, aturan ini diharapkan bisa mendukung terwujudnya sistem pembayaran nasional yang lancar, aman, efisien dan andal.

"Sistem pembayaran juga harus sesuai dengan perkembangan informasi, komunikasi, teknologi dan inovasi," kata Onny di Gedung BI, Kamis (6/7/2017). Dia menjelaskan, NPG nantinya akan mencakup transaksi pembayaran secara domestik yang meliputi interkoneksi switching, yaitu keterhubungan antar jaringan.

Dalam transaksi, switching adalah infrastruktur yang bertugas sebagai pusat atau penghubung penerusan data transaksi dari pembayaran melalui jaringan pembayaran menggunakan kartu, uang elektronik atau transfer dana.  Sekedar informasi, di kartu debit pasti tercantum logo ATM Bersama, Link, ALTO dan Prima. Merekalah perusahaan switching nasional yang selama ini memroses data transaksi pembayaran menggunakan kartu debit.

Kemudian ada juga logo Cirrus, Maestro, Plus dan Meps. Logo-logo tersebut menandakan jika kartu ATM/Debit bisa digunakan di luar negeri. "Indonesia juga punya perusahaan switching baru namanya Jalin Pembayaran Nusantara (JPN)," tambah Onny. Setelah switching, NPG juga akan menghubungkan antar kanal pembayaran. Kemudian memungkinkan lebih efisiennya infrastruktur yang digunakan.

Peraturan terkait NPG ini diharapkan bisa menata dengan baik mekanisme sistem pembayaran mulai dari infrastruktur, kelembagaan dan instrumen. Aturan NPG ini antara lain mengatur syarat untuk penyelenggara seperti lembaga standar, lembaga switching dan lembaga service. "Pemberlakuan aturan ini diharapkan bisa menjadi landasan terbentuknya sistem pembayaran nasional, sehingga mendorong penggunaan transaksi non tunai oleh masyarakat Indonesia," imbuh Onny

Aturan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG) akhirnya terbit. Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas sistem pembayaran dalam penyelenggaraan NPG menunjuk tiga lembaga yang menjalankan. Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia Onny Widjanarko mengatakan, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) akan menjadi lembaga standar di NPG ini. Karena merupakan representasi dari industri sistem pembayaran nasional.

"Lembaga standar harus berbadan hukum dan memiliki kompetensi untuk menyusun, mengembangkan dan mengelola standar dalam rangka interkoneksi dan interoperabilitas berbagai instrumen dan kanal pembayaran," kata Onny di Gedung BI, Kamis (6/7/2017). Setelah lembaga standar ada juga lembaga switching yang harus memperoleh izin penyelenggara dari BI. Lembaga ini sudah melaksanakan pemrosesan pembayaran transaksi pembayaran secara domestik menggunakan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia.

"Kami juga mewajibkan kepemilikan saham di perusahaan switching harus dimiliki lokal 80% hal ini karena untuk alasan keamanan data nasabah agar tetap di dalam negeri," tambah Onny. Kemudian, perusahaan juga harus mampu memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi switching di NPG. Kemudian lembaga perusahaan memiliki modal disetor paling sedikit Rp 50 miliar.

Contoh perusahaan switching adalah ATM Bersama, Link, ALTO dan Prima. Merekalah perusahaan switching nasional yang selama ini memproses data transaksi pembayaran menggunakan kartu debit.  Terakhir adalah lembaga services yang berbentuk PT. Lembaga ini harus mampu dan memiliki kapasitas untuk melaksanakan fungsi services di NPG.

Untuk saham harus dimiliki oleh seluruh lembaga switching. Kemudian bank BUKU 4 yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh domestik. Kepemilikan saham oleh seluruh Bank Umum berdasarkan kegiatan usaha dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masing-masing bank.

Ada empat bank yang digandeng BI untuk pengembangan gerbang pembayaran nasional ini keempat bank ini mewakili 75% transaksi debit nasional, antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA).

Onny menambahkan, kewajiban pihak yang terhubung dengan NPG adalah mematuhi dan melaksanakan standar yang ditetapkan oleh BI dan dikelola oleh Lembaga Standar serta mematuhi ketentuan yang ditetapkan Lembaga Services.

"Penyelenggara pembayaran bisa terhubung dengan NPG dengan cara menjadi anggota paling sedikit dua lembaga switching, kecuali untuk instrumen yang saling berinteropabilitas tanpa lembaga switching," ujar dia. Kemudian pihak yang terhubung dengan NPG berupa bank umum dan bank umum syariah, untuk instrumen kartu ATM/debit wajib terhubung dengan dua lembaga switching paling lambat 30 Juni 2018.

No comments:

Post a Comment