Wednesday, July 5, 2017

Kenaikan Tarif Taksi Online Semata Untuk Tingkatkan Kesejahteraan Pengemudi dan Perusahaan Taksi

Menteri Perhubungan Budi Karya meminta pengguna jasa taksi online untuk dewasa menyikapi tarif baru batas atas dan bawah yang ditetapkan pemetintah. Perhitungan tarif tersebut telah mempertimbangan keberlangsungan hidup pengemudi dan seluruh industri taksi. "Kita memang konsepnya kesetaraan ya. Kita ingin tiga operator itu tetap hidup dan taksi-taksi yang sudah beroperasi juga begitu. Nah sementara, untuk para pengguna harus juga lebih dewasa. Kita jangan menikmati pertarungan ketiga operator itu yang akhirnya cuma satu yang hidup," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kemenhub, Jakarta, Senin (3/7).

Jika hanya satu perusahaan taksi yang hidup (dimana hal ini tidak pernah terjadi dalam dunia nyata kecuali perusahaan monopoli milik negara seperti PLN). Pemerintah akan semakin kesulitan mengontrol harga sebab tak adanya pesaing membuatnya bisa menetapkan harga tinggi. Ujung-ujungnya, masyarakat yang akan sangat dirugikan.

Tarif batas atas dan bawah yang diberlakukan mulai Sabtu (1/7) lalu itu sudah mempertimbangan komponen seperti biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya pulsa, biaya penyediaan aplikasi, biaya upah minimum per provinsi, biaya asuransi penumpang dan pengemudi, serta asuransi kendaraan. Dengan demikian, pengguna jasa maupun pengemudi sudah mendapatkan biaya asuransi untuk kedua belah pihak dan armada. Tidak perlu ada kekhawatiran jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Meskipun hitungan dari angka tersebut sampai saat ini belum dipublikasikan.

Kemenhub membagi tarif batas atas dan bawah berdasarkan wilayah. Di wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, tarif batas bawahnya sebesar Rp3.500 sedangkan tarif batas atasnya Rp6.000. Sementara itu, wilayah II yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua tarif batas bawahnya Rp3.700 dan tarif batas atasnya Rp6.500.

Hingga saat ini, baik Gojek, Uber dan Grab Indonesia telah menyatakan bahwa mereka akan menuruti permintaan pemerintah untuk memberlakukan harga tersebut. Meski demikian, tampaknya masih perlu beberapa waktu untuk mengimplementasikannya. Penetapan tarif batas atas dan bawah bagi taksi online oleh Kementerian Perhubungan yang dibagi dua wilayah, ternyata tak memuaskan mitra pengemudi. Sekedar diketahui tarif batas bawah Rp3.500 per kilometer (Km) dan batas atas Rp6.000 untuk wilayah I, yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Bali.

Menurut Nur Adim alias Aris Clowor yang selama ini menjadi mitra pengemudi GrabCar, tarif batas bawah relatif yang telah ditetapkan saat ini termasuk standar. Namun bagi dirinya yang mengemudi di jalanan Ibu Kota, rasa-rasanya harga Rp4.000-5.000 per km lebih pas.

"Sebenarnya kalau Rp3.500 itu termasuk standar. Tapi kalau menurut kawan-kawan di lapangan itu kurang tinggi. Paling kalau pantesnya itu ya Rp4.000-5.000 di di Jakarta karena macet. Jadi pengeluaran lebih besar," kata dia. Aris lebih lanjut membandingkan bahwa batas bawah yang selama ini diaplikasikan oleh perusahaan mitranya jauh lebih rendah. Apalagi, jika perjalanan yang diminta penumpang adalah GrabShare.

"Saat ini Grab memberlakukan kurang lebihnya Rp2.250 per Km jadi sangat rendah sekali. Bahkan ada yang disebut GrabShare. Layanan ini 50 persen [biayanya] dari perjalanan [GrabCar] karena GrabShare ini harus ada temannya. Tapi saat ini, kawan-kawan ini walaupun tidak ada temannya mereka harus menjalankan… kalau tidak menjalankan takut customer melapor," terang Aris.

Namun memang, ada bonus-bonus besar di hari raya Idul Fitri seperti pekan lalu.

"Bonus yang dijanjikan di hari Lebaran itu Rp 11 juta. Nanti dia menjalankan 10 trip: di H-2 itu Rp1 juta, H-1 itu Rp1 juta. Nah kalau pas hari H-nya itu Rp2 juta. H 1 itu Rp1,5 juta, H 2 Rp1juta dan seterusnya sampai H 5. Itu nanti sampai Rp10 juta plus plus ada tambahan-tambahan lain, kurang tahu," tambahnya. Untuk batas tertingginya, Aris mengaku kawan-kawan GrabCar yang juga tergabung dalam Front Driver Online Indonesia sudah memuaskan. Sebab, jarak di Jakarta sendiri tidak terlalu jauh dari satu titik ke titik lain.

"Kalau batas atasnya Rp6.000 sebenarnya cukup buat kawan-kawan ya. Karena di Jakarta ini jaraknya juga tidak terlalu jauh banget karena batasnya kan paling juga di dalam kota saja yang paling seandainya memberlakukan tarif roda empat ini Rp4.000, kawan-kawan ini berterima kasih. Tidak ada lagi yang namanya mengeluh tentang keuangan atau tarif-tarif karena sudah kecukupan,” ujar Aris.

Sayangnya, Aris menjelaskan bahwa tarif ini belum ditetapkan oleh pihak Grab. Namun, Grab Indonesia memastikan akan mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah. Ridzki Kramadibrata, Managing Director GrabBike Indonesia mengatakan bahwa perusahaan akan bekerja sama untuk mematuki peraturan tersebut.

"Kami siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk memastikan kepatuhan kami terhadap regulasi yang berlaku dan Grab berkomitmen untuk beroperasi dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku," kata Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata.

Sementara itu, pengemudi GrabCar saat ini tengah menghadapi perseteruan dengan Grab Indonesia karena akun mereka yang berisi saldo jutaan rupiah hasil lembur Lebaran dibekukan, uang mereka menghilang, dan mereka dituduh melakukan kecurangan dengan menggunakan Fake GPS.

Menteri Perhubungan Budi Karya menjelaskan empat pokok aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 saat konferensi pers di kantor Kemenhub, Senin (3/7). Empat poin itu seharusnya sudah berlaku sejak 1 Juli lalu, dan tiga pokok di antaranya adalah ketetapan baru. "Pada 1 Juli yang harus kita tetapkan ada tiga hal, yaitu berkaitan dengan kuota, tarif batas atas bawah dan STNK berbadan hukum," kata Budi menerangkan di depan awak media.

Yang pertama, Budi menuturkan, Kemenhub memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan kuota kendaraan taksi online sesuai kebutuhan masing-masing. Namun sebelum aturan soal kuota diberlakukan, Pemda harus berkonsultasi dengan pemerintah pusat dahulu. “Dari Pemda meminta kemudian disampaikan ke pemerintah pusat, dikonsultasikan. Kemudian kita [pemerintah] pusat merekomendasikan untuk menentukan kuota itu," terang Pudji Hartanto Iskandar, Dirjen Perhubungan Darat yang mendampingi Menhub di acara yang sama.

Pudji tidak menyebutkan angka tepat untuk kuota. Dia hanya mengatakan, “Ada beberapa catatan mengenai kuota karena hal ini memang suatu rekomendasi, sehingga sambil menunggu kuota itu nanti sambil berjalan.”

Permen Nomor 26 Tahun 2017 juga bicara soal tarif batas atas dan bawah yang ditentukan berdasarkan wilayah. Di wilayah I yang meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, tarif batas bawahnya sebesar Rp3.500 sedangkan tarif batas atasnya Rp6.000. Sementara itu, wilayah II yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua tarif batas bawahnya Rp3.700 sementara tarif batas atasnya Rp6.500.

Pudji menjelaskan, tarif tersebut ditentukan dengan menimbang beberapa komponen: biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya pulsa, biaya penyediaan aplikasi, biaya upah minimum per provinsi, biaya asuransi penumpang dan pengemudi, serta asuransi kendaraan. "Pastinya ada biaya yang awalnya dianggap murah, kemudian dianggap mahal. Di sinilah gunanya kesetaraan yang selama ini dikhawatirkan para pengguna jasa transportasi online itu. Bagaimana kalau terjadi kecelakaan online, kena asuransi atau tidak," lanjut Pudji.

Kalau pengguna jasa mempertanyakan asuransi, aturan berikutnya dalam Permen Nomor 26 Tahun 2017 soal STNK berbadan hukum membuat pengemudi khawatir. Pengemudi paruh waktu, kata Pudji, merasa tak adil bila mobil pribadinya dibalik nama atas nama perusahaan, koperasi atau badan hukum.

Sebagai jawabannya, Kemenhub akan memberikan waktu pada pengemudi sesuai batas waktu pergantian masa STNK. Cara ini disebut lebih tidak memberatkan, karena bagaimana pun mitra harus memperpanjang STNK. "Jadi kalau seandainya saya punya mobil baru dua tahun beli berarti tiga tahun kemudian dia habis masa STNK-nya. Di situlah dia balik nama atas nama badan hukum, dengan demikian tidak terlalu memberatkan," demikian Pudji memberikan contoh.

Selain itu, pengemudi juga mempertanyakan bagaimana jika mereka bermasalah dengan perusahaan, padahal kendaraannya sudah dibalilk nama. Menanggapi hal itu, Pudji menyarankan pengemudi melampirkan Perjanjian Kerjasama dengan menjadi anggota Koperasi.

Surat itu memungkinkan nama di STNK tetap pemilik mobil. “Kerjasama ini dalam formalnya bisa menyatakan bahwa yang bersangkutan betul usaha taksi online, sehingga di dalam perjanjian kerjasamanya itu adalah menjadi badan usaha. Tapi di STNK-nya tetap," tutur Pudji menerangkan. Poin terakhir adalah pajak, yang merupakan kewenangan dari Kementerian Keuangan sehingga Kemenhub tidak menjelaskan terlalu rinci. Namun pada intinya, ketiga perusahaan taksi online sudah memahami dan tidak mempermasalahkan masalah pajak.

"Ini adalah kewenangan dari kementerian keuangan bahwa setiap perorangan atau badan hukum yang melakukan aktivitas ekonomi pastinya harus membayar pajak. Ini sudah dipahami oleh tiga perusahaan taksi online untuk tidak mempermasalahkan hal itu," kata Pudji.

Budi menegaskan, Kemenhub akan memonitor, mengomunikasikan dan menyelidiki sejauh mana aturan ini dijalankan oleh para operator taksi online. Kendati demikian, Budi masih meminta kepada Pemda dan Polri untuk memberikan masa transisi kepada pengemudi. Pelugasan hukum baru akan dilaksanakan enam bulan setelah Juli. Jika masih ada operator yang membandel, Kemenhub akan memberikan evaluasi perusahaan tersebut kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk diberikan hukuman.

"Kita akan tetap melakukan koordinasi dengan Kominfo karena bagaimana pun penegakan hukum akhirnya adalah Kominfo, yang [bisa] melakukan mengeblok dan sebagainya. Ini sudah ada prosedurnya, baik di PM 26 maupun di UU ITE," ujar Pudji menutup keterangan.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui langkah menyesuaikan tarif angkutan online agar setara dengan angkutan yang sudah ada. Hal tersebut menjadi dasar pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 mulai 1 Juli 2017, kemarin. "Memang angkutan online merupakan suatu keniscayaan. Oleh karenanya, kita ingin angkutan online setara dengan angkutan lain yang sudah ada seperti taksi konvensional, angkot dan bus," kata Budi Karya, dikutip dari laman Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Minggu (2/7).

Menurut bekas bos PT Angkasa Pura II (Persero), sebagai regulator, Kemenhub ingin semua pihak baik angkutan online maupun angkutan yang sudah ada dapat bekerja sama dan saling menghargai untuk melayani kebutuhan transportasi masyarakat. "Pasti ada yang merasa menang dan kalah, ada yang merasa enak dan tidak enak, namun demikian kita tetap berlakukan PM 26 Tahun 2017 per 1 Juli kemarin dan akan ada evaluasi dalam kurun waktu 6 (enam) bulan ke depan," jelasnya.

Ia mengungkapkan apabila ada angkutan tertentu misalnya taksi online merasa tersaingi dengan taksi yang lain, dalam waktu enam bulan mereka harus bisa beradaptasi dan melakukan perubahan-perubahan terkait model bisnis yang diterapkan. Selain operator angkutan online, Budi Karya juga menegaskan akan mengedukasi masyarakat pengguna jasa angkutan tersebut.

"Masyarakat harus diberikan edukasi bahwa tidak boleh ada stagnansi, tidak boleh ada sesuatu yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, kita sudah sampaikan beberapa ketentuan terkait kuota, tarif batas atas dan bawah, serta kepemilikan kendaraan yang diatur atau diundangkan oleh negara," ujarnya.

PM 26 Tahun 2017 yang berlaku efektif mulai kemarin mengatur kuota, tarif batas atas dan batas bawah, serta kuota kepemilikan kendaraan. Terkait kuota, Kemenhub meminta Gubernur atau Kepala Badan yang berwenang berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ditjen Perhubungan Darat untuk mendapatkan rekomendasi.

Sedangkan terkait tarif batas atas dan batas bawah, Kemenhub membaginya menjadi 2 wilayah. Wilayah I untuk Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp3.500 per kilometer (km) dan batas atas Rp6 ribu per km.  Sedangkan wilayah II untuk Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua dengan tarif batas bawah sebesar Rp3.700 per km dan batas atas sebesar Rp6.500 per km.

Sementara itu terkait kepemilikan kendaraan atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3), Kemenhub menetapkan untuk Badan Hukum berbentuk Koperasi.  Di mana bagi anggota Koperasi yang memiliki STNK atas nama perorangan masih dapat menggunakan kendaraannya untuk melakukan kegiatan usaha Angkutan Sewa Khusus (ASK) sampai dengan berakhirnya masa berlaku STNK (melakukan balik nama), dengan melampirkan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara anggota Koperasi dengan pengurus Koperasi

No comments:

Post a Comment