Rencana PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk menutup delapan gerainya, esok hari, Senin (28/8) bukan tanpa alasan. Unit bisnis supermarket jaringan ritel pemilik merek Ramayana, Robinson, serta Cahaya, disebut-sebut merugi. Menilik laporan keuangan perseroan, perolehan laba bersihnya mencapai Rp368,77 miliar per Juni 2017. Realisasi ini tercatat tumbuh 45,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp254,05 miliar.
Kendati mendulang untung, pendapatan penjualan emiten dengan kode RALS ini cuma meningkat 9,79 persen. Yakni, dari Rp3,15 triliun pada semester I 2016 menjadi sebesar Rp3,46 triliun pada periode yang sama tahun ini. Yang patut menjadi perhatian, aset dan liabilitas perseroan tumbuh beriringan sebesar Rp5,82 triliun atau naik 25,3 persen. Utang pihak ketiga dan utang pajak paling membebani kewajiban perseroan.
Sumber menyebut, manajemen terpaksa menyetop operasional delapan gerai divisi supermarket karena merugi. Namun demikian, unit bisnis ini cuma bagian kecil dari kalau dibandingkan dengan unit department store. Rata-rata pekerja di gerai supermarket sekitar tiga orang hingga 21 orang, bergantung skala usaha masing-masing toko. Itu pun, manajemen tak terlalu khawatir, mengingat gerai supermarket yang ditutup akan dialihkan ke unit bisnis fesyen.
Sekretaris Perusahaan Ramayana Setiadi Surya mengatakan, seluruh gerai yang ditutup merupakan bisnis supermarket. "Namun, tidak sepenuhnya ditutup, karena beralih fungsi menjadi department store. Tokonya tetap ada," ujarnya. Sebelumnya, ia menyebutkan, penutupan tidak bersifat permanen. Perseroan berencana melakukan renovasi, sehingga perlu untuk menghentikan operasional dalam satu hingga dua bulan ke depan.
Dalam selebaran yang beredar, Ramayana disebutkan akan menutup delapan gerainya. Yakni, gerai di Banjarmasin, Bulukumba, Gresik, Bogor, Pontianak, sertta Sabang. Sementara, dua gerai lainnya di Surabaya sudah ditutup lebih dulu. "Mohon untuk barang-barang returan dan administrasi diselesaikan sebelum tanggal 27 Agustus 2017 (hari ini) dan semua PO di-cancel (dibatalkan) atau tidak dikirim ke toko tersebut," imbuh Subekti Rudianto, Chief MD M8A - Toiletris Ramayana, dalam selebaran yang beredar.
Masa Pemulihan Industri Ritel
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menuturkan, perlambatan pertumbuhan bisnis ritel sudah terjadi dua tahun terakhir. Omzet pelaku usaha ritel bahkan melorot. "Tetapi, tidak semata-mata karena daya beli. Kami menyadari, peritel butuh rekonsiliasi untuk memenangkan persaingan, misalnya dengan merelokasi toko, renovasi. Pintar-pintar inovasi," terang dia.
Justru, ia menilai, tahun ini merupakan tahun recovery (pemulihan) bagi industri ritel. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang relatif terjaga mendukung iklim usaha kondusif, termasuk stimulus fiskal dan moneter, seperti penurunan bunga acuan dari Bank Indonesia. "Kalau bunga acuan turun, 3-4 bulan ke depan bank akan menyesuaikan. Kredit usaha semakin murah, ini dorongan yang sangat kami butuhkan. Kami harapkan, ada dorongan-dorongannya menyusul," pungkasnya.
Industri ritel nasional agaknya ‘batuk-batuk’ di era pertumbuhan ekonomi moderat sekarang ini. Lihatlah sederet kasus peritel, seperti Hypermart yang sibuk berunding memohon kelonggaran bayar dengan pemasoknya, Ramayana yang menutup delapan gerainya, hingga yang paling parah, yaitu 7-Eleven menyetop seluruh operasionalnya.
Banyak ekonom kemudian menunjuk daya beli sebagai biang kerok. Memang, kalau ditelisik, tren daya beli masyarakat melemah dalam tiga tahun terakhir. Indikatornya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Data kuartalan Badan Pusat Statistik (BPS) melansir dari 5,59 persen pada kuartal kedua 2014 lalu, menjadi 4,95 persen periode yang sama tahun ini.
Harap maklum, Ekonom Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, ekonomi negara-negara di dunia juga melambat. Ambil contoh, riteler kelas kakap di Amerika Serikat, seperti Macy’s, Kohl’s, Walmart, dan Sears yang menutup ratusan toko mereka karena merugi tahun lalu.
Permasalahannya, apa daya beli jadi satu-satunya alasan riteler meradang?
Rhenald menampik hal itu. Kewajiban bayar Hypermat kepada pemasok yang tertunggak dan penutupan delapan gerai Ramayana, menurutnya, cuma sebagian kecil. “Toh, tidak ada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi kuartal kedua pun boleh dibilang masih bagus, yakni 5,01 persen. Lalu, inflasi relatif terjaga di kisaran 3,88 persen per Juli 2017. Nah, kemudian ‘batuk-batuk’ peritel ini, apa saja penyebabnya? Rhenald menilai, pergeseran penduduk dari kota-kota besar ke pinggiran, perubahan pola belanja masyarakat dari sebelumnya toko fisik (offline) ke toko online, perkembangan teknologi, termasuk peningkatan kelas ekonomi di masyarakat.
Di Jakarta, misalnya, penduduk yang bergeser ke pinggiran tidak lagi membanjiri pertokoan seperti Mangga Dua, Tanah Abang, atau Glodok. Melainkan berbelanja online. Selain karena alasan efisien, harga yang ditawarkan toko online pun lebih bersaing. Teknologi juga telah memudahkan kebutuhan hidup orang banyak. Jangankan untuk belanja grosir, platform transportasi daring bahkan memungkinkan orang untuk memanggil tukang pijat ke rumah, tukang bersih-bersih rumah, atau antar-jemput barang.
Hal ini juga dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey. Perlambatan pertumbuhan bisnis ritel diakuinya memang terjadi. Sehingga, banyak dari kalangan peritel yang mengalami penurunan omzet. “Tetapi, tidak semata-mata karena daya beli. Kami menyadari, peritel butuh rekonsiliasi untuk memenangkan persaingan, misalnya dengan merelokasi toko, renovasi, pintar-pintar inovasi lah,” terang dia.
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk sepertinya melihat peluang itu. Makanya, manajemen santai saja dengan rencana perseroan menutup delapan gerainya di beberapa kota pada 28 Agustus nanti. Setiadi Surya, Sekretaris Perusahaan Ramayana mengungkapkan, penutupan tidak bersifat permanen. Melainkan, untuk kebutuhan renovasi dalam satu-dua bulan ke depan. Lagipula, penutupan khusus divisi supermarket.
Ibarat kata, berbenah. Ya, perseroan tengah melakukan pembaruan sejumlah gerai, sekaligus berhitung untung-rugi dan luas gerai. Penutupan dilakukan terhadap gerai supermarket yang dianggap tidak terlalu menguntungkan. “Misalnya, untuk Ramayana di Lampung, luas gerai supermarketnya kami kecilkan. Sementara, Ramayana di Pondok Gede, hanya gerai supermarketnya kami tutup, tetapi toko fesyen tetap ada,” imbuh Setiadi.
Perputaran Roda Ekonomi
Rhenald menegaskan, fenomena riteler gulung tikar belum terjadi di Indonesia. Tidak dalam waktu dekat. Namun, yang patut diperhatikan, perubahan pola belanja masyarakat memang mengarah dari toko offline ke toko online.
Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa belanja online masyarakat mencapai Rp75 triliun di sepanjang tahun lalu. Jika dibagi secara rata-rata pengguna internet yang berbelanja online sebanyak 24,73 juta orang, maka setiap orang belanja uang mereka hanya sebesar Rp 8.200 per hari ke transaksi online dunia maya.
Alasan lain, bejibunnya jumlah wirausaha muda yang tersebar di platform marketplace, seperti Tokopedia, Bukalapak, OLX, Blibli dan Elevania. Wirausaha-wirausaha muda ini disebut-sebut baru muncul beberapa tahun belakangan. "Akhirnya, terjadinya peningkatan kelas ekonomi di masyarakat. Yang biasanya naik motor, mulai menyentuh mobil Low Cost Green Car yang harganya terjangkau. Mereka juga mulai liburan ke luar negeri. Roda ekonomi berputar, pengusaha tua mungkin tak merasakan ini, karena ini giliran wirausaha muda," tutur Rhenald.
Jangan heran, jika Tokopedia misalnya, mampu mencetak penjualan Rp1 triliun per bulan di tahun lalu. Atau Blibli yang sukses meraup pertumbuhan penjualan hingga 200 persen pada momentum ramadan dan lebaran Juni lalu, serta OLX yang kebanjiran hingga 580 ribu calon pembeli mobil bekas dan 550 ribu calon pembeli motor bekas di situsnya.
Supermarket Robinson di Plaza Jambu Dua, Bogor masih terlihat beroperasi meski tengah diterpa isu penutupan. Adapun, supermarket yang merupakan unit usaha dari PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk terlihat tengah direnovasi. Dari pantauan, supermarket itu mengalami perubahan tata letak menjadi lebih sempit dan padat. Renovasi pun dilakukan di tengah supermarket, di mana beberapa pekerja tengah mengelas beberapa benda.
Selain itu, di dekat eskalator, terdapat sebuah papan penanda yang menunjukkan bahwa sedang ada renovasi di gerai tersebut. Seorang penjaga toko yang enggan disebutkan namanya ini menyebut, renovasi telah dilakukan selama beberapa hari. Sayang, ia tak mengetahui kapan renovasi selesai dan apa tujuan renovasi tersebut.
Yang pasti, ia beserta rekan-rekannya masih akan tetap bekerja keesokan harinya dan belum ada informasi soal perumahan sementara akibat renovasi ini. "Masih tetap kerja seperti biasa. Sampai sejauh ini belum ada pengumuman apa-apa," ujarnya. Di samping itu, petugas toko lainnya yang juga tak mau disebut namanya menuturkan, sampai saat ini pihak pengelola toko juga belum memberitahu sampai kapan renovasi itu selesai.
Selain itu, ia pun masih belum tahu apakah ada indikasi penutupan gerai di pusat perbelanjaan tersebut. "Belum tahu (kalau ada info penutupan gerai), karena kami masih bekerja secara normal," paparnya. Sebagai informasi, gerai Supermarket Robinson di Bogor merupakan satu dari enam gerai yang rencananya akan ditutup pada tanggal 29 Agustus 2017 mendatang.
Dalam selebaran yang diterima, manajemen perusahaan menyebut bahwa lima gerai supermarket yang akan ditutup berada di Banjarmasin dengan kode toko R030, Bulukumba R115, Gresik R098, Pontianak R057, dan Sabang R008.
Sekretaris Perusahaan Ramayana Setiadi Surya mengatakan, penutupan dalam surat itu dilakukan untuk merenovasi atau pembaharuan gerai. Sehingga, perusahaan harus menutup gerai tersebut dalam waktu 1-2 bulan. Saat ini, dua gerai di Bogor telah memulai proses renovasi. Sementara enam lainnya menyusul pada akhir bulan Agustus. Sebelum proses renovasi dimulai, proses pengiriman barang dari supplier harus dihentikan terlebih dahulu.
"Ada yang diperbesar, diperkecil. Intinya dipersiapkan selama renovasi ditutup," ungkapnya.
Sunday, August 27, 2017
Wednesday, August 23, 2017
Antrean Panjang Diskon 90 Persen Nike Dengan Kartu Kredit ... Bukti Daya Beli Masih Kekar
Iming-iming potongan harga agaknya sukses menggugah minat belanja masyarakat. Tengok saja, antrean mengular di perhelatan Nike Bazaar di pusat perbelanjaan Grand Indonesia yang digelar sejak 21 Agustus hingga 27 Agustus 2017 mendatang. Antrean berjubel dan mengular ternyata tak menyurutkan minat pemburu diskon memadati bazaar Nike di Mall Grand Indonesia. Padahal pada hari pertama bazaar 21 Agustus, sempat terjadi kericuhan akibat berjubelnya pembeli yang merubuhkan rak produk Nike yang ditawarkan.
Seribuan orang ke sana tiap hari hendak membeli sepatu dan perlengkapan merk Nike, karena sedang ada bazar yang digelar dari sampai 27 Agustus 2017 yang menawarkan diskon sampai 90 persen. Namun sepadankah harga diskon yang sampai 200 ribuan dari harga awal 2 jutaan itu dengan usaha antre dan desak-desakan demi mendapatkan sepatu?
Untuk mecari tahu menyambangi langsung Grand Indonesia. Benar saja, di lantai 5 Grand Indonesia tepatnya di Exhibition Hall banyak orang yang mengantre untuk masuk. Lokasi itu dikelilingi tali-tali pembatas dan pintu masuknya dijaga petugas keamanan. Saat mencoba masuk, salah satu penjaga mengatakan bahwa setiap pengunjung harus terlebih dahulu ke lantai 3A area parkir untuk mendapatkan cap.
Sementara itu, Andike mengaku kaget saat mengetahui dirinya harus mengantre untuk mendapat cap. Sebenarnya ia kemarin sudah bertandang ke mal demi bazaar, tapi apa daya, antrean yang membludak membuat ia harus mengurungkan niat. "Penasaran, harga Rp2 juta-an jadi Rp800 ribu. Kapan lagi dapat sepatu murah. Diskonnya sampai 90 persen, tapi buat yang pakai kartu kredit," katanya.
Seribuan orang ke sana tiap hari hendak membeli sepatu dan perlengkapan merk Nike, karena sedang ada bazar yang digelar dari sampai 27 Agustus 2017 yang menawarkan diskon sampai 90 persen. Namun sepadankah harga diskon yang sampai 200 ribuan dari harga awal 2 jutaan itu dengan usaha antre dan desak-desakan demi mendapatkan sepatu?
Untuk mecari tahu menyambangi langsung Grand Indonesia. Benar saja, di lantai 5 Grand Indonesia tepatnya di Exhibition Hall banyak orang yang mengantre untuk masuk. Lokasi itu dikelilingi tali-tali pembatas dan pintu masuknya dijaga petugas keamanan. Saat mencoba masuk, salah satu penjaga mengatakan bahwa setiap pengunjung harus terlebih dahulu ke lantai 3A area parkir untuk mendapatkan cap.
Sementara itu, Andike mengaku kaget saat mengetahui dirinya harus mengantre untuk mendapat cap. Sebenarnya ia kemarin sudah bertandang ke mal demi bazaar, tapi apa daya, antrean yang membludak membuat ia harus mengurungkan niat. "Penasaran, harga Rp2 juta-an jadi Rp800 ribu. Kapan lagi dapat sepatu murah. Diskonnya sampai 90 persen, tapi buat yang pakai kartu kredit," katanya.
Bahkan, pihak penyelenggara, salah satu distributor Nike Air Indonesia mengaku, terperanjat kaget melihat antusiasme masyarakat yang rela antre berjam-jam demi mendapatkan produk sepatu asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Kondisi ini berlawanan dengan tren konsumen yang dianggap sedang 'puasa' belanja.
"Kami tidak menyangka pengunjung bakal seramai itu. Begitu kami melihat animo pengunjung seperti itu, sekarang kami atur (sistem kunjungannya)," tutur sumber yang enggan disebutkan namanya, Rabu (23/8). Selama acara berlangsung, penyelenggara menawarkan sekitar 27 ribu produk. Sebagian besar produk adalah sepatu olah raga. Kemudian, kaus, topi, serta perlengkapan olah raga lainnya.
Potongan harga tertinggi yang ditawarkan mencapai 90 persen dari harga normal. Pengunjung bisa mendapatkan diskon tambahan apabila berbelanja dengan kartu kredit besutan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. "Kisaran harga setelah diskon, paling murah Rp399 ribu dan paling mahal kami ada Rp1,9 juta," katanya.
Berdasarkan pantauan, pengunjung yang ingin masuk ke area bazaar harus mendapatkan stempel terlebih dahulu. Setelah masuk, pengunjung diberikan waktu selama kurang lebih setengah jam untuk memilih produk dan membayar. Bagi pengunjung yang sudah keluar dari area bazaar tidak diperkenankan masuk lagi.
Penyelenggara juga memberlakukan sistem buka tutup dalam memasukkan pengunjung ke area bazaar. Hal ini dilakukan agar kondisi tidak terlalu padat di dalam area bazaar. Yoyok Bagoes (28), salah satu pengunjung bazaar mengaku, tergiur dengan diskon yang ditawarkan. Informasi tersebut diperolehnya dari pesan viral melalui aplikasi Whatsapp. Karenanya, pria yang sehari-hari bekerja sebagai teknisi IT ini rela mengantre dari pukul 10 pagi, ketika mal dibuka, hingga pukul 15 WIB.
"Sebenarnya, saya ingin cari sepatu bola, tetapi tidak ada. Akhirnya, saya beli kaus, celana, dan kaus kaki. Memang murah sih," terang dia. Menurut Yoyok, acara diskon barang bermerek perlu lebih sering dilakukan untuk menarik minat belanja masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan acara juga perlu disebar di berbagai tempat.
"Kalau bisa disebar acaranya,tidak hanya di satu tempat. Kalau seperti ini, kasihan yang bawa anak-anak," imbuhnya. Cerita berbeda datang dari Mei (23). Ia lebih memilih untuk menitipkan uang kepada teman dibandingkan harus mengantre. Ia mengaku, tertarik dengan Nike Bazaar. Sebagai anak kuliah, ia merasa harus lebih pintar dalam mengatur keuangan. Salah satu cara, menyiasati uang jajan yang terbatas dengan mengejar diskon.
"Harga asli Nike Air kan lumayan mahal. Di acara ini, harganya lumayan turun," ucapnya.
Sebelumnya, Survei Nielsen melansir, Indonesia menjadi negara paling optimis ketiga di dunia, setelah Filipina dan India. Hal ini tercermin dari meningkatnya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) di Indonesia, yakni dari 120 poin persentase pada akhir tahun lalu menjadi 121 pada kuartal kedua tahun ini. Sayangnya, persepsi konsumen akan keinginan berbelanja melorot dari 59 ke 57 poin.
Menurut Nielsen, Tingkat Keyakinan Konsumen (TKK) global menunjukkan tren peningkatan, seiring dengan terus tumbuhnya optimisme di banyak negara. TKK ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni persepsi konsumen akan prospek lapangan kerja, kondisi keuangan pribadi, termasuk keinginan berbelanja. Semuanya dinilai dalam 12 bulan ke depan.
Ricuhnya bazaar Nike di Grand Indonesia, Jakarta memang sangat disayangkan. Karena tak sabar, para pemburu diskon pun akhirnya menjebol pintu toko. Kekacauan ini membuat pihak penyelenggara bazaar sepatu ini akhirnya melakukan serangkaian antisipasi soal antrean agar tak terjadi kericuhan. Demi ketertiban acara bazaar, pihak penyelenggara bazaar sepatu memberlakukan sistem buka-tutup antrean serta pemberian cap pada pengunjung bazaar.
Salah satu staf operasional bazaar, Chims mengatakan sistem cap ini mulai diberlakukan hari ini. "Hari pertama berjalan normal, kemudian hari kedua ada dorong-dorongan gitu. Baru hari ketiga ada sistem stempel," katanya, di area parkir mal Grand Indonesia, Rabu (23/8).
Selain itu mereka juga melakukan serangkaian antisipasi dengan memperpanjang dan melancarkan alur antrean. Berdasar pengamatan, ratusan orang rela mengantre di area parkir mobil lantai 5 di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat ini. Di area parkir ini, mereka mengantre demi mendapat stempel agar dapat mengakses bazaar Nike.
“Hari ini kita sudah berlakukan sistem antrean yang lebih kondusif, jadi (antrean) dimulai dari parkiran jadi orang tidak dorong-dorongan,” kata Dinia, Public Relation Grand Indonesia. Sebelumnya, antrean dimulai dari lantai lima mal tersebut.
Pada Rabu (23/8), Chims menambahkan, jam buka area bazaar kemungkinan hanya sampai pukul 21.00 walau operasional mal hingga pukul 22.00. "Ini untuk antisipasi sih, takutnya di dalam masih banyak pengunjung, makanya cuma sampai jam 21.00," ucapnya. Dari pengamatan, pengunjung harus mengantre untuk mendapat cap di area parkir mobil lantai 5. Tak tanggung-tanggung, antrean begitu panjang dan mengular di area parkir.
Sejumlah petugas keamanan mal disiagakan untuk menjaga ketertiban antrean.
Terkait pengamanan, public relation Grand Indonesia, Dinia mengungkapkan bahwa petugas keamanan di bazaar ini merupakan gabungan dari petugas keamanan pihak penyelenggara dan juga mal. Salah satu staf keamanan yang enggan disebutkan namanya menuturkan, antrean sudah ada sejak pukul 06.00 WIB.
Salah satu pengunjung bazaar, Christian Okta mengatakan, dirinya sudah antre sejak pukul 09.00 WIB. Ia rela mengantre demi mendapat sepatu berlabel prestisius dengan harga ‘merakyat’. "Lagi cari sepatu buat kuliah. Minat sih sama merek lain, tapi ini mumpung diskon sampai 90 persen. Ya mahasiswa, cari yang murah," ujar mahasiswa yang berdomisili di Cipete, Jakarta Selatan ini.
"Kami tidak menyangka pengunjung bakal seramai itu. Begitu kami melihat animo pengunjung seperti itu, sekarang kami atur (sistem kunjungannya)," tutur sumber yang enggan disebutkan namanya, Rabu (23/8). Selama acara berlangsung, penyelenggara menawarkan sekitar 27 ribu produk. Sebagian besar produk adalah sepatu olah raga. Kemudian, kaus, topi, serta perlengkapan olah raga lainnya.
Potongan harga tertinggi yang ditawarkan mencapai 90 persen dari harga normal. Pengunjung bisa mendapatkan diskon tambahan apabila berbelanja dengan kartu kredit besutan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. "Kisaran harga setelah diskon, paling murah Rp399 ribu dan paling mahal kami ada Rp1,9 juta," katanya.
Berdasarkan pantauan, pengunjung yang ingin masuk ke area bazaar harus mendapatkan stempel terlebih dahulu. Setelah masuk, pengunjung diberikan waktu selama kurang lebih setengah jam untuk memilih produk dan membayar. Bagi pengunjung yang sudah keluar dari area bazaar tidak diperkenankan masuk lagi.
Penyelenggara juga memberlakukan sistem buka tutup dalam memasukkan pengunjung ke area bazaar. Hal ini dilakukan agar kondisi tidak terlalu padat di dalam area bazaar. Yoyok Bagoes (28), salah satu pengunjung bazaar mengaku, tergiur dengan diskon yang ditawarkan. Informasi tersebut diperolehnya dari pesan viral melalui aplikasi Whatsapp. Karenanya, pria yang sehari-hari bekerja sebagai teknisi IT ini rela mengantre dari pukul 10 pagi, ketika mal dibuka, hingga pukul 15 WIB.
"Sebenarnya, saya ingin cari sepatu bola, tetapi tidak ada. Akhirnya, saya beli kaus, celana, dan kaus kaki. Memang murah sih," terang dia. Menurut Yoyok, acara diskon barang bermerek perlu lebih sering dilakukan untuk menarik minat belanja masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan acara juga perlu disebar di berbagai tempat.
"Kalau bisa disebar acaranya,tidak hanya di satu tempat. Kalau seperti ini, kasihan yang bawa anak-anak," imbuhnya. Cerita berbeda datang dari Mei (23). Ia lebih memilih untuk menitipkan uang kepada teman dibandingkan harus mengantre. Ia mengaku, tertarik dengan Nike Bazaar. Sebagai anak kuliah, ia merasa harus lebih pintar dalam mengatur keuangan. Salah satu cara, menyiasati uang jajan yang terbatas dengan mengejar diskon.
"Harga asli Nike Air kan lumayan mahal. Di acara ini, harganya lumayan turun," ucapnya.
Sebelumnya, Survei Nielsen melansir, Indonesia menjadi negara paling optimis ketiga di dunia, setelah Filipina dan India. Hal ini tercermin dari meningkatnya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) di Indonesia, yakni dari 120 poin persentase pada akhir tahun lalu menjadi 121 pada kuartal kedua tahun ini. Sayangnya, persepsi konsumen akan keinginan berbelanja melorot dari 59 ke 57 poin.
Menurut Nielsen, Tingkat Keyakinan Konsumen (TKK) global menunjukkan tren peningkatan, seiring dengan terus tumbuhnya optimisme di banyak negara. TKK ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni persepsi konsumen akan prospek lapangan kerja, kondisi keuangan pribadi, termasuk keinginan berbelanja. Semuanya dinilai dalam 12 bulan ke depan.
Ricuhnya bazaar Nike di Grand Indonesia, Jakarta memang sangat disayangkan. Karena tak sabar, para pemburu diskon pun akhirnya menjebol pintu toko. Kekacauan ini membuat pihak penyelenggara bazaar sepatu ini akhirnya melakukan serangkaian antisipasi soal antrean agar tak terjadi kericuhan. Demi ketertiban acara bazaar, pihak penyelenggara bazaar sepatu memberlakukan sistem buka-tutup antrean serta pemberian cap pada pengunjung bazaar.
Salah satu staf operasional bazaar, Chims mengatakan sistem cap ini mulai diberlakukan hari ini. "Hari pertama berjalan normal, kemudian hari kedua ada dorong-dorongan gitu. Baru hari ketiga ada sistem stempel," katanya, di area parkir mal Grand Indonesia, Rabu (23/8).
Selain itu mereka juga melakukan serangkaian antisipasi dengan memperpanjang dan melancarkan alur antrean. Berdasar pengamatan, ratusan orang rela mengantre di area parkir mobil lantai 5 di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat ini. Di area parkir ini, mereka mengantre demi mendapat stempel agar dapat mengakses bazaar Nike.
“Hari ini kita sudah berlakukan sistem antrean yang lebih kondusif, jadi (antrean) dimulai dari parkiran jadi orang tidak dorong-dorongan,” kata Dinia, Public Relation Grand Indonesia. Sebelumnya, antrean dimulai dari lantai lima mal tersebut.
Pada Rabu (23/8), Chims menambahkan, jam buka area bazaar kemungkinan hanya sampai pukul 21.00 walau operasional mal hingga pukul 22.00. "Ini untuk antisipasi sih, takutnya di dalam masih banyak pengunjung, makanya cuma sampai jam 21.00," ucapnya. Dari pengamatan, pengunjung harus mengantre untuk mendapat cap di area parkir mobil lantai 5. Tak tanggung-tanggung, antrean begitu panjang dan mengular di area parkir.
Sejumlah petugas keamanan mal disiagakan untuk menjaga ketertiban antrean.
Terkait pengamanan, public relation Grand Indonesia, Dinia mengungkapkan bahwa petugas keamanan di bazaar ini merupakan gabungan dari petugas keamanan pihak penyelenggara dan juga mal. Salah satu staf keamanan yang enggan disebutkan namanya menuturkan, antrean sudah ada sejak pukul 06.00 WIB.
Salah satu pengunjung bazaar, Christian Okta mengatakan, dirinya sudah antre sejak pukul 09.00 WIB. Ia rela mengantre demi mendapat sepatu berlabel prestisius dengan harga ‘merakyat’. "Lagi cari sepatu buat kuliah. Minat sih sama merek lain, tapi ini mumpung diskon sampai 90 persen. Ya mahasiswa, cari yang murah," ujar mahasiswa yang berdomisili di Cipete, Jakarta Selatan ini.
Monday, August 21, 2017
MA Cabut Aturan Pemerintah Tentang Transportasi Taksi Online
Dinilai tidak mendukung demokrasi ekonomi kerakyatan, pengusaha mikro serta ekonomi yang kompetitif yang mengedepankan asas kekeluargaan maka Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dicabut Mahkamah Agung (MA). Majelis menilai peraturan itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
MA mencabut 14 pasal dalam Permenhub tersebut. Putusan itu diketok oleh hakim agung Supandi, hakim agung Is Sudaryono, dan hakim agung Hary Djatmiko. Berikut 4 pertimbangan majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Selasa (22/8/2017):
1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.
2. Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.
4. Dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, Mahkamah Agung menilai objek permohonan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, sebagai berikut:
a. bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
b. bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus.
"Menyatakan pasal:
1. Pasal 5 ayat (1) huruf e.
2. Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e.
3. Pasal 20.
4. Pasal 21.
5. Pasal 27 huruf a.
6. Pasal 30 huruf b.
7. Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3.
8. Pasal 36 ayat (4) (10) huruf a angka 3.
9.Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b.
10. Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2 dan ayat (11) huruf a angka 2.
11. Pasal 51 ayat (3), huruf c.
12. Pasal 37 ayat (4) huruf c.
13. Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2
14. Pasal 66 ayat (4)
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," putus majelis dalam sidang yang tidak dihadiri para pihak itu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian Perhubungan akan mengkaji putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubunhan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dicabut.
Ia mengatakan, kementeriannya tidak bisa serta-merta mencabut pasal-pasal yang diperintahkan MA, karena langkah tersebut bisa mengganggu situasi kondusif saat ini. Kemenhub menerima putusan MA tersebut pada Agustus 2017 sehingga baru berlaku efektif pada 1 November 2017.
"Saya masih mempelajari keputusan MA, yang jelas sebagai kementerian apa yang diputuskan oleh MA tetap kami hormati. Namun demikian, karena ini berkaitan dengan masyarakat banyak, kami juga akan mencari jalan keluar agar tidak ada perusahaan yang dirugikan," ujarnya, Senin (21/6).
Ia mengimbau, masyarakat dan operator angkutan online untuk tidak terlalu resah karena efektif putusan MA itu masih tiga bulan. Ia menjelaskan, Kemenhub akan mengambil sikap terbaik yang dapat menjalankan keputusan MA, namun pelaksanaannya tidak menimbulkan gejolak di lapangan.
"Jadi, kami punya waktu untuk mencari jalan keluar," terang dia.
Kemenhub, sambungnya, akan melakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi, termasuk dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait dengan putusan MA tersebut. "Kami masih punya waktu sampai 1 November 2017 untuk mengambil sikap yang terbaik. Di satu sisi, kami melaksanakan apa yang menjadi putusan MA. Tapi, pelaksaan putusannya juga tidak menimbulkan gejolak di lapangan," katanya.
Sebelumnya, dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 37 P/HUM/2017 menyatakan bahwa pengemudi online menang di tingkat MA, di mana dalam ajuannya, angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online disebut sebagai konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan dan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu
Tuesday, August 8, 2017
YLKI Beberkan Modus Pengembang Apartemen
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut pelbagai keluhan terkait perumahan memiliki jenis yang beragam, di antaranya pada apartemen. Staf Pengaduan dan Hukum YLKI, Mustafa mengatakan berbagai keluhan itu ditemukan mulai dari proses penawaran, pembangunan, hingga pengelolaan.
Pengaduan soal pemasaran, kata Mustafa, terkait dengan janji-janji atau iklan di brosur yang tidak dipenuhi oleh pengembang. "Janji-janji yang enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dari sisi penawaran," kata Mustafa. Salah satu contohnya, kata Mustafa adalah kasus komika Acho yang dijanjikan oleh pengembang adanya ruang terbuka hijau. Namun, lanjutnya, bukan ruang terbuka hijau yang didapatkan tetapi justru ruang terbuka beton.
"Hal-hal seperti itu sudah terjadi banyak, wanprestasi kemudian janji-janji enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dalam sisi penawaran". Diketahui, kasus konsumen kembali mencuat usai komika Acho dijerat pasal pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu terkait dengan kritik yang disampaikanya melalui blog mengenai fasilitas di Apartemen Green Pramuka.
Terkait hal itu, YLKI juga menyatakan apa yang disampaikan oleh Acho tidak keliru. Lembaga itu justru mengecam kriminalisasi komika tersebut. Soal pembangunan, lanjut Mustafa, hal itu berkaitan dengan pembangunan yang tidak sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Selain itu juga keterlambatan serah terima unit dari pengembang kepada konsumen.
Keterlambatan tersebut menurut Mustafa sangat merugikan konsumen. Hal ini karena pengembang tidak langsung memberikan kompensasi kepada konsumen. Kompensasi baru dibayarkan enam bulan dari tanggal keterlambatan. Aturan soal kompensasi tersebut, kata Mustafa sudah ada dalam perjanjian dan konsumen menjadi pihak yang dirugikan.
"Dalam perjanjian dibuat seperti itu, itu enggak seimbang, sangat enggak adil, enggak bisa dinego," ujarnya.
Data aduan YLKI menyebut setidaknya aduan tentang pembangunan ada 39,84 persen dari 123 aduan perumahan. Sementara itu, terkait dengan pengelolaan, Mustafa menyebut sering kali pengembang melalukan intervensi dalam pengelolaan, misalnya pengelolaan apartemen.
Data aduan YLKI menyebut ada 17,89 persen dari 123 aduan tentang pengelolaan yang diterima YLKI. Menurut Mustafa, dalam jangka waktu satu tahun setelah serah terima unit dan konsumen sudah mendapatkan bukti, misalnya sertifikat, harusnya dibentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS).
Fungsinya, melakukan musyawarah dan perundingan untuk menentukan pihak yang akan mengelola apartemen. Pengembang, kata Mustafa, sering kali melakukan intervensi dalam pembentukan P3SRS dengan berbagai modus. Misalnya dengan menghalang-halangi pembentukan P3SRS dengan alasan seluruh unit belum terjual. Modus lainnya, dengan menempatkan orang dalam P3SRS.
Pengaduan soal pemasaran, kata Mustafa, terkait dengan janji-janji atau iklan di brosur yang tidak dipenuhi oleh pengembang. "Janji-janji yang enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dari sisi penawaran," kata Mustafa. Salah satu contohnya, kata Mustafa adalah kasus komika Acho yang dijanjikan oleh pengembang adanya ruang terbuka hijau. Namun, lanjutnya, bukan ruang terbuka hijau yang didapatkan tetapi justru ruang terbuka beton.
"Hal-hal seperti itu sudah terjadi banyak, wanprestasi kemudian janji-janji enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dalam sisi penawaran". Diketahui, kasus konsumen kembali mencuat usai komika Acho dijerat pasal pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu terkait dengan kritik yang disampaikanya melalui blog mengenai fasilitas di Apartemen Green Pramuka.
Terkait hal itu, YLKI juga menyatakan apa yang disampaikan oleh Acho tidak keliru. Lembaga itu justru mengecam kriminalisasi komika tersebut. Soal pembangunan, lanjut Mustafa, hal itu berkaitan dengan pembangunan yang tidak sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Selain itu juga keterlambatan serah terima unit dari pengembang kepada konsumen.
Keterlambatan tersebut menurut Mustafa sangat merugikan konsumen. Hal ini karena pengembang tidak langsung memberikan kompensasi kepada konsumen. Kompensasi baru dibayarkan enam bulan dari tanggal keterlambatan. Aturan soal kompensasi tersebut, kata Mustafa sudah ada dalam perjanjian dan konsumen menjadi pihak yang dirugikan.
"Dalam perjanjian dibuat seperti itu, itu enggak seimbang, sangat enggak adil, enggak bisa dinego," ujarnya.
Data aduan YLKI menyebut setidaknya aduan tentang pembangunan ada 39,84 persen dari 123 aduan perumahan. Sementara itu, terkait dengan pengelolaan, Mustafa menyebut sering kali pengembang melalukan intervensi dalam pengelolaan, misalnya pengelolaan apartemen.
Data aduan YLKI menyebut ada 17,89 persen dari 123 aduan tentang pengelolaan yang diterima YLKI. Menurut Mustafa, dalam jangka waktu satu tahun setelah serah terima unit dan konsumen sudah mendapatkan bukti, misalnya sertifikat, harusnya dibentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS).
Fungsinya, melakukan musyawarah dan perundingan untuk menentukan pihak yang akan mengelola apartemen. Pengembang, kata Mustafa, sering kali melakukan intervensi dalam pembentukan P3SRS dengan berbagai modus. Misalnya dengan menghalang-halangi pembentukan P3SRS dengan alasan seluruh unit belum terjual. Modus lainnya, dengan menempatkan orang dalam P3SRS.
Daya Beli Masyarakat Bawah Sudah Habis
Perekonomian Indonesia yang sebesar 5,01% pada kuartal II-2017 belum menunjukkan terjadinya penguatan daya beli masyarakat, meskipun konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh tipis dari 4,94% menjadi 4,95%. Momen Lebaran di Juni tahun ini harusnya menjadi ajang masyarakat belanja lebih besar dari hari biasanya. Namun konsumsi masyarakat saat Lebaran ternyata tak sesuai harapan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, tumbuh tipisnya konsumsi rumah tangga karena daya beli masyarakat kelas bawah sudah benar-benar tidak ada, ditambah lagi masyarakat kelas menengah ke atas yang cenderung menahan konsumsinya, dan memilih menabung. Dan ini terjadi akibat kecilnya kenaikan UMR (yang dibatasi sedikit diatas inflasi) sehingga tidak ada meningkatkan daya beli secara signifikan serta membuat masyarakat takut membelanjakan uangnya.
"Kelas menengah bawah itu enggak punya daya beli, sudah kering, jadi begini sebetulnya yang kelas menengah atas tentunya tidak masalah dengan daya beli, mereka karena masalah punya kepercayaan situasi seperti apa, itu yang membuat menjadi menahan belanja, sedangkan di bawah itu yang kemarin saya bilang sektor formalnya menyusut banget," kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani.
Penilaian Apindo soal pelemahan daya beli di kelas menengah ke bawah berdasarkan data laporan dari pelaku usaha ritel yang merupakan anggota Apindo. "Jadi saya bukan ingin berdebat, tapi saya ingin menyampaikan fakta saja, faktanya seperti ini, kalau saya lihat BPS ini mau menutup-nutupi padahal semua sudah tahu seperti ini, dan ini harus dicarikan solusi, tapi poinnya makin hari makin susah kita bisnis," jelas dia.
Lanjut Hariyadi, daya beli masyarakat yang lesu ini juga dampak dari langkah para pelaku usaha dalam menyesuaikan kondisi perekonomian nasional yang masih dibayang-bayangi ketidakpastian global, serta beberapa isu perpolitikan di dalam negeri yang dianggap memiliki risiko, bahkan penyesuaian dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Dengan kondisi yang seperti ini, kata Hariyadi, maka pelaku usaha enggan mengucurkan dananya atau investasinya untuk meningkatkan produksi, justru sebaliknya produksi dikurangi bersamaan dengan pemangkasan tenaga kerja, dengan begitu maka penghasilan masyarakat mengalami penyusutan yang membuat daya beli melemah.
"Kita ini bisnis, manakala ditekan otomatis perusahaan akan survive, akhirnya kita potong-potong biaya, dengan kebijakan yang semakin menyulitkan itu membuat orang kepercayaannya tidak ada, kepercayaannya enggak ada dan melakukan perampingan, tidak ada ekspansi, ya bubarlah ekonomi ini," tambah dia.
Dia juga menganggap, fenomena lesunya daya beli masyarakat tidak ditanggapi dengan cermat oleh beberapa jajaran menteri kebinet kerja yang notabene berasal dari kalangan pengusaha. Seharusnya, pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pengusaha dapat bekerja sama dengan baik dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan, Jepang, Taiwan, di mana pemerintah dan pengusahanya bersatu untuk memakmurkan negaranya.
Menteri-menteri ini banyak yang pengusaha, tapi entah bagaimana setelah jadi menteri kok kayak tutup mata, kami itu kadang-kadang puyeng juga sebenarnya bagaimana sih, kalau negara lain itukan antara si pemerintah dan pengusahanya kompak bener, kalau di sini itu enggak pengusaha, apalagi kaum pekerja sektor swasta dan informal itu dianggapnya sapi perah, ini yang terjadi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal pertumbuhan ekonomi 5,01% di kuartal II-2017 atau setara dengan kuartal sebelumnya. Menurut Sri Mulyani ada sisi baik sekaligus sisi yang perlu diperhatikan dengan sangat serius. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II ada hal yang positif dan ada hal yang perlu kami perhatikan serius," ungkap Sri Mulyani di Hotel Hyatt, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Dari sisi investasi yang tergambar dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh cukup bagus dengan capaian 5,35%. Kemudian ekspor sedikit melambat 3,36% dan impor 0,55%. Konsumsi pemerintah negatif 1,93% dan konsumsi rumah tangga hanya naik sedikit menjadi 4,95%. "Konsumsi rumah tangga 4,95% itu dekat sekali dengan 5%, kami di satu sisi harus lihat itu positif dan tetap hati-hati karena konsumsi rumah tangga itu berdampak paling besar dari sisi permintaan ke PDB," jelasnya.
Sri Mulyani menyadari adanya pengaruh inflasi yang lebih tingi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya terhadap konsumsi rumah tangga. Khususnya untuk masyarakat dengan pendapatan kelas menengah ke bawah. "Kami perlu perhatikan sesuai inflasi yang terjadi memang lebih tinggi dibanding tahun lalu, maka itu menekan kuartal II," imbuhnya.
Kesalahan yang sempat terjadi adalah keterlambatan penyaluran bantuan sosial seperti rastra kepada masyarakat kelas bawah, akibat perubahan mekanisme dari tunai menjadi non tunai. "Eksekusinya memang agak terlambat tapi itu bisa meningkatkan kapasitas masyarakat terutama untuk kelas bawah untuk bisa mendapatkan momentum untuk meningkatkan konsumsinya," terang Sri Mulyani.
Segala kekurangan yang terjadi pada kuartal II akan segera diperbaiki oleh pemerintah. Termasuk memberikan keyakinan kepada kelompok menengah ke atas agar tetap belanja seperti biasanya. Target pemerintah 2017 ekonomi tumbuh 5,2%. "Di (kelompok) menengah kami harap growth itu bisa memberikan confident yang bisa meningkatkan keinginan untuk berinvestasi dan konsumsi," pungkasnya.
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui adanya perlambatan daya beli masyarakat bila dibandingkan dengan kondisi dua tahun yang lalu. Sekarang, pada kuartal II-2017 daya beli yang tergambar dari konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95%. "Dibanding dua tahun lalu mungkin sedikit melambat," ungkap Darmin, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Alasannya, kata Darmin yaitu perlambatan ekonomi secara global yang kemudian berimbas kepada situasi nasional. Salah satunya harga komoditas yang anjlok, sehingga memukul ekspor Indonesia yang selama ini bergantung pada batu bara dan Crude Palm Oil (CPO).
"Dua tahun lalu ekspor impor sedang merosot," imbuhnya.
Banyak masyarakat yang kemudian mengalami penurunan penghasilan akibat penurunan ekspor. Maka dari itu daya beli juga tidak bisa setinggi dulu, sekitar 2009 hingga 2012. Kuartal I-2017 adalah titik terendah dari penurunan daya beli dengan realisasi pertumbuhan 4,94%. Periode sekarang kembali ada kenaikan meskipun tidak terlalu tinggi. Darmin tidak sepakat bila daya beli disebut melambat dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Sedikit, tapi naik. Jadi jangan bilang melambat," kata Darmin.
Darmin memaparkan, Lebaran memberikan efek positif terhadap ekonomi nasional. Akan tetapi aktivitas belanja lebih banyak dilakukan masyarakat pasca Lebaran. Sehingga dalam hitungan Badan Pusat Statistik (BPS), belanja masuk ke kuartal III-2017. "Pas orang siap-siap mau lebaran di tahun ini, datanya dikumpulkan. Dia mau pulang kampung, dia mau ngapain, maka dia simpan dulu duitnya. Masa dia belanjakan pas dia mau pulang. Dia kan mau gaya juga di kampung," terangnya.
Maka dari itu ada kenaikan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Analisa tersebut, kata Darmin, akan dijawab sempurna ketika penjualan ritel selama Juli 2017 diumumkan. "Jadi supaya persoalan itu clear, melambat atau tidak, sebagian sudah tergambar dari data PDB," tandasnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, tumbuh tipisnya konsumsi rumah tangga karena daya beli masyarakat kelas bawah sudah benar-benar tidak ada, ditambah lagi masyarakat kelas menengah ke atas yang cenderung menahan konsumsinya, dan memilih menabung. Dan ini terjadi akibat kecilnya kenaikan UMR (yang dibatasi sedikit diatas inflasi) sehingga tidak ada meningkatkan daya beli secara signifikan serta membuat masyarakat takut membelanjakan uangnya.
"Kelas menengah bawah itu enggak punya daya beli, sudah kering, jadi begini sebetulnya yang kelas menengah atas tentunya tidak masalah dengan daya beli, mereka karena masalah punya kepercayaan situasi seperti apa, itu yang membuat menjadi menahan belanja, sedangkan di bawah itu yang kemarin saya bilang sektor formalnya menyusut banget," kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani.
Penilaian Apindo soal pelemahan daya beli di kelas menengah ke bawah berdasarkan data laporan dari pelaku usaha ritel yang merupakan anggota Apindo. "Jadi saya bukan ingin berdebat, tapi saya ingin menyampaikan fakta saja, faktanya seperti ini, kalau saya lihat BPS ini mau menutup-nutupi padahal semua sudah tahu seperti ini, dan ini harus dicarikan solusi, tapi poinnya makin hari makin susah kita bisnis," jelas dia.
Lanjut Hariyadi, daya beli masyarakat yang lesu ini juga dampak dari langkah para pelaku usaha dalam menyesuaikan kondisi perekonomian nasional yang masih dibayang-bayangi ketidakpastian global, serta beberapa isu perpolitikan di dalam negeri yang dianggap memiliki risiko, bahkan penyesuaian dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan pemerintah.
Dengan kondisi yang seperti ini, kata Hariyadi, maka pelaku usaha enggan mengucurkan dananya atau investasinya untuk meningkatkan produksi, justru sebaliknya produksi dikurangi bersamaan dengan pemangkasan tenaga kerja, dengan begitu maka penghasilan masyarakat mengalami penyusutan yang membuat daya beli melemah.
"Kita ini bisnis, manakala ditekan otomatis perusahaan akan survive, akhirnya kita potong-potong biaya, dengan kebijakan yang semakin menyulitkan itu membuat orang kepercayaannya tidak ada, kepercayaannya enggak ada dan melakukan perampingan, tidak ada ekspansi, ya bubarlah ekonomi ini," tambah dia.
Dia juga menganggap, fenomena lesunya daya beli masyarakat tidak ditanggapi dengan cermat oleh beberapa jajaran menteri kebinet kerja yang notabene berasal dari kalangan pengusaha. Seharusnya, pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pengusaha dapat bekerja sama dengan baik dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan, Jepang, Taiwan, di mana pemerintah dan pengusahanya bersatu untuk memakmurkan negaranya.
Menteri-menteri ini banyak yang pengusaha, tapi entah bagaimana setelah jadi menteri kok kayak tutup mata, kami itu kadang-kadang puyeng juga sebenarnya bagaimana sih, kalau negara lain itukan antara si pemerintah dan pengusahanya kompak bener, kalau di sini itu enggak pengusaha, apalagi kaum pekerja sektor swasta dan informal itu dianggapnya sapi perah, ini yang terjadi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal pertumbuhan ekonomi 5,01% di kuartal II-2017 atau setara dengan kuartal sebelumnya. Menurut Sri Mulyani ada sisi baik sekaligus sisi yang perlu diperhatikan dengan sangat serius. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II ada hal yang positif dan ada hal yang perlu kami perhatikan serius," ungkap Sri Mulyani di Hotel Hyatt, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Dari sisi investasi yang tergambar dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh cukup bagus dengan capaian 5,35%. Kemudian ekspor sedikit melambat 3,36% dan impor 0,55%. Konsumsi pemerintah negatif 1,93% dan konsumsi rumah tangga hanya naik sedikit menjadi 4,95%. "Konsumsi rumah tangga 4,95% itu dekat sekali dengan 5%, kami di satu sisi harus lihat itu positif dan tetap hati-hati karena konsumsi rumah tangga itu berdampak paling besar dari sisi permintaan ke PDB," jelasnya.
Sri Mulyani menyadari adanya pengaruh inflasi yang lebih tingi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya terhadap konsumsi rumah tangga. Khususnya untuk masyarakat dengan pendapatan kelas menengah ke bawah. "Kami perlu perhatikan sesuai inflasi yang terjadi memang lebih tinggi dibanding tahun lalu, maka itu menekan kuartal II," imbuhnya.
Kesalahan yang sempat terjadi adalah keterlambatan penyaluran bantuan sosial seperti rastra kepada masyarakat kelas bawah, akibat perubahan mekanisme dari tunai menjadi non tunai. "Eksekusinya memang agak terlambat tapi itu bisa meningkatkan kapasitas masyarakat terutama untuk kelas bawah untuk bisa mendapatkan momentum untuk meningkatkan konsumsinya," terang Sri Mulyani.
Segala kekurangan yang terjadi pada kuartal II akan segera diperbaiki oleh pemerintah. Termasuk memberikan keyakinan kepada kelompok menengah ke atas agar tetap belanja seperti biasanya. Target pemerintah 2017 ekonomi tumbuh 5,2%. "Di (kelompok) menengah kami harap growth itu bisa memberikan confident yang bisa meningkatkan keinginan untuk berinvestasi dan konsumsi," pungkasnya.
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui adanya perlambatan daya beli masyarakat bila dibandingkan dengan kondisi dua tahun yang lalu. Sekarang, pada kuartal II-2017 daya beli yang tergambar dari konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,95%. "Dibanding dua tahun lalu mungkin sedikit melambat," ungkap Darmin, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/8/2017).
Alasannya, kata Darmin yaitu perlambatan ekonomi secara global yang kemudian berimbas kepada situasi nasional. Salah satunya harga komoditas yang anjlok, sehingga memukul ekspor Indonesia yang selama ini bergantung pada batu bara dan Crude Palm Oil (CPO).
"Dua tahun lalu ekspor impor sedang merosot," imbuhnya.
Banyak masyarakat yang kemudian mengalami penurunan penghasilan akibat penurunan ekspor. Maka dari itu daya beli juga tidak bisa setinggi dulu, sekitar 2009 hingga 2012. Kuartal I-2017 adalah titik terendah dari penurunan daya beli dengan realisasi pertumbuhan 4,94%. Periode sekarang kembali ada kenaikan meskipun tidak terlalu tinggi. Darmin tidak sepakat bila daya beli disebut melambat dibandingkan kuartal sebelumnya.
"Sedikit, tapi naik. Jadi jangan bilang melambat," kata Darmin.
Darmin memaparkan, Lebaran memberikan efek positif terhadap ekonomi nasional. Akan tetapi aktivitas belanja lebih banyak dilakukan masyarakat pasca Lebaran. Sehingga dalam hitungan Badan Pusat Statistik (BPS), belanja masuk ke kuartal III-2017. "Pas orang siap-siap mau lebaran di tahun ini, datanya dikumpulkan. Dia mau pulang kampung, dia mau ngapain, maka dia simpan dulu duitnya. Masa dia belanjakan pas dia mau pulang. Dia kan mau gaya juga di kampung," terangnya.
Maka dari itu ada kenaikan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Analisa tersebut, kata Darmin, akan dijawab sempurna ketika penjualan ritel selama Juli 2017 diumumkan. "Jadi supaya persoalan itu clear, melambat atau tidak, sebagian sudah tergambar dari data PDB," tandasnya.
Saturday, August 5, 2017
Bukalapak Bukukan Penjualan Rp 12 Triliun per Tahun
CEO Bukalapak, Achmad Zaky, mengatakan meski ramai pemberitaan belakangan ini terkait lesunya daya beli masyarakat, namun nyatanya transaksi penjualan di e-commerce malah naik.
"Kalau di Bukalapak sendiri naik tiga digit atau triple digit. Satu bulan transaksi di Bukalapak mencapai Rp 1 triliun, dengan transaksi per hari rata-rata 150.000. So far masih terus mengalami peningkatan terus sebagaimana jumlah pelapak yang saat ini sudah 1,7 juta," jelas Zaky.
Soal perbandingan dengan toko ritel yang malah menurun, menurut dia, fenomena tersebut harus dilihat secara lebih mendalam. Lantaran selain daya beli, faktor lainnya juga pergeseran tren berbelanja. "Itu harus dilihat secara holistik, misalnya yang sepi kan toko-toko saja, atau yang di mal dengan biaya sewa tinggi, dan sebagainya. Sementara di online modal kecil pun bisa," terang Zaky.
"Kemudian contoh mudahnya, orang di ujung Sabang bisa jualan kopi langsung ke pembeli yang berada di apartemen mewah di Jakarta. 5 Tahun lalu, tidak ada yang seperti itu. Jadi ada pergeseran perputaran ekonomi, karena di manapun orang sekarang bisa berjualan," imbuhnya.
Lanjut dia, produk yang paling banyak dicari di toko online pun sebenarnya merupakan produk yang bukan kebutuhan pokok. "Paling banyak dicari di Bukalapak itu produk fashion, pakaian contohnya. Baru kemudian kedua itu gadget. Intinya ada online menciptakan opportunity yang sama, pemain besar dan UKM," ujar Zaky.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Feriadi, menuturkan tren belanja online terus meningkat, yang bisa dilihat dari terus naiknya jasa pengiriman dari toko-toko online.
"Pertumbuhan jumlah pengiriman JNE mulai tahun 2010 sampai dengan akhir tahun lalu konsisten mencapai 30%, tahun ini pun diharapkan dapat tetap konsisten di angka tersebut. Saat ini jumlah pengiriman paket setiap bulannya rata-rata 16 juta paket. Sekitar 60%-70% pengiriman JNE adalah pengiriman e-commerce dari online marketplace," jelas Feriadi.
Lanjut dia, jumlah paket hanya berasal dari toko e-commerce, dan belum menghitung paket jual beli online yang dilakukan lewat media sosial. "Jumlah tersebut belum termasuk pengiriman paket dari para online seller yang berdagang tidak melalui online marketplace, tapi dari akun-akun social media pribadi sehingga tidak terdeteksi, karena tidak berbeda dengan pelanggan pada umumnya yang mengirimkan paket untuk keperluan pribadi," tutur Feriadi.
"Kalau di Bukalapak sendiri naik tiga digit atau triple digit. Satu bulan transaksi di Bukalapak mencapai Rp 1 triliun, dengan transaksi per hari rata-rata 150.000. So far masih terus mengalami peningkatan terus sebagaimana jumlah pelapak yang saat ini sudah 1,7 juta," jelas Zaky.
Soal perbandingan dengan toko ritel yang malah menurun, menurut dia, fenomena tersebut harus dilihat secara lebih mendalam. Lantaran selain daya beli, faktor lainnya juga pergeseran tren berbelanja. "Itu harus dilihat secara holistik, misalnya yang sepi kan toko-toko saja, atau yang di mal dengan biaya sewa tinggi, dan sebagainya. Sementara di online modal kecil pun bisa," terang Zaky.
"Kemudian contoh mudahnya, orang di ujung Sabang bisa jualan kopi langsung ke pembeli yang berada di apartemen mewah di Jakarta. 5 Tahun lalu, tidak ada yang seperti itu. Jadi ada pergeseran perputaran ekonomi, karena di manapun orang sekarang bisa berjualan," imbuhnya.
Lanjut dia, produk yang paling banyak dicari di toko online pun sebenarnya merupakan produk yang bukan kebutuhan pokok. "Paling banyak dicari di Bukalapak itu produk fashion, pakaian contohnya. Baru kemudian kedua itu gadget. Intinya ada online menciptakan opportunity yang sama, pemain besar dan UKM," ujar Zaky.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Feriadi, menuturkan tren belanja online terus meningkat, yang bisa dilihat dari terus naiknya jasa pengiriman dari toko-toko online.
"Pertumbuhan jumlah pengiriman JNE mulai tahun 2010 sampai dengan akhir tahun lalu konsisten mencapai 30%, tahun ini pun diharapkan dapat tetap konsisten di angka tersebut. Saat ini jumlah pengiriman paket setiap bulannya rata-rata 16 juta paket. Sekitar 60%-70% pengiriman JNE adalah pengiriman e-commerce dari online marketplace," jelas Feriadi.
Lanjut dia, jumlah paket hanya berasal dari toko e-commerce, dan belum menghitung paket jual beli online yang dilakukan lewat media sosial. "Jumlah tersebut belum termasuk pengiriman paket dari para online seller yang berdagang tidak melalui online marketplace, tapi dari akun-akun social media pribadi sehingga tidak terdeteksi, karena tidak berbeda dengan pelanggan pada umumnya yang mengirimkan paket untuk keperluan pribadi," tutur Feriadi.
Tidak Punya Data Transaksi Online ... Pemerintah Teliti Akar Penurunan Daya Beli
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengakui pemerintah belum berhasil menemukan akar penyebab lesunya daya beli masyarakat yang dikeluhkan oleh pelaku industri ritel di paruh pertama tahun ini.
Menurut Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memanggil seluruh menteri ekonomi di Kabinet Kerja untuk menganalisis kelesuan daya beli dari berbagai data ekonomi, baik secara makro maupun mikro. "Bahkan, presiden sudah panggil 18 menteri, untuk tanya kenapa daya beli ini turun," ujarnya di kantornya, Jumat (4/8).
Bambang menjelaskan, beberapa data telah ditelaah oleh pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi sampai kuartal I 2017 yang masih menunjukkan hasil positif di kisaran 5,01 persen, di mana capaian ini nyatanya masih lebih baik dibandingkan kuartal IV 2016 sebesar 4,93 persen.
Kedua, inflasi sepanjang Januari-Juli 2017 sebesar 2,6 persen. Capaian ini terbilang masih terjaga pada tingkat stabil rendah. Ketiga, pertumbuhan ekspor justru meningkat dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi, yakni tumbuh 8,04 persen di kuartal I lalu.
Keempat, data pertumbuhan industri manufaktur, seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), industri manufaktur besar dan sedang hanya tumbuh 4,0 persen di kuartal II 2017 dari sebelumnya tumbuh 5,01 persen di kuartal I 2017. Lalu, industri manufaktur kecil dan mikro hanya tumbuh 2,5 persen dari sebelumnya 6,36 persen di kuartal I 2017.
Kelima, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi semester I 2017 mencapai Rp336,7 triliun atau tumbuh 12,94 persen dari semester I 2016 yang hanya sebesar Rp298,1 triliun. Keenam, jumlah tabungan yang ada di perbankan. "Saya sudah baca koran dan sudah dikonfirmasi ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah tabungan naik tajam dan jumlah pemilik rekeningnya pun naik tajam," kata Bambang.
Berdasarkan data LPS, jumlah tabungan di perbankan meningkat 2,8 persen per Mei 2017 menjadi 212,68 juta, dari bulan sebelumnya sebanyak 206,88 juta. Sementara, jumlah nominal simpanan meningkat 0,8 persen menjadi Rp2.142 triliun, yakni dari sebelumnya Rp2.125 triliun di April 2017.
Adapun, kenaikan jumlah rekening tertinggi berasal dari simpanan dengan nilai saldo di bawah Rp2 miliar, dengan jumlah mencapai 206,64 juta atau tumbuh 2,8 persen. Sementara, simpanan dengan nilai saldo di atas Rp2 miliar tumbuh 0,86 persen menjadi 241,27 ribu. "Mungkin, mereka menghindari urusan (keterbukaan data nasabah perbankan). Jadi, dari Rp2 miliar mereka ke arah Rp1 miliar (buka rekeningnya). Ini tertinggi sepanjang sejarah kenaikannya," imbuh Bambang.
Ketujuh, pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang meningikat 13,5 persen di semester I 2017 dibandingkan semester I 2016. "PPN naik jauh dari tahun lalu, ini kan datangnya dari transaksi. Jadi, PPN ini pasti (mengindikasikan peningkatan) transaksi," jelas Bambang. Sayangnya, lanjut Bambang, masih banyak data-data ekonomi yang terukur dan belum mampu dijangkau pemerintah, sehingga analisis terhadap lesunya daya beli masyarakat belum ditemukan akarnya.
Data tersebut di antaranya data transaksi dan penjualan toko dalam jaringan (online) yang melakukan perdagangan secara elektronik (e-commerce). "Yang masih jadi misteri, berapa data transaksi online. Jujur, kami tidak berdaya atasi ini. Karena saya punya keyakinan, statistiknya belum menjangkau online secara penuh," terang dia.
"Contoh, Instagram, sekarang kan dipakai untuk promosi. Statistik saja tidak merekam kejadian itu. Lalu, berapa kenaikan omset perusahaan logistik, seperti JNE dan Tiki? Satu lagi, taksi online, Go-Car dan GrabCar itu harus dilihat," imbuhnya. Oleh karena itu, sambung dia, seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) masih memiliki pekerjaan rumah untuk menganalisa dan mendapatkan seluruh data tersebut
Sejumlah pelaku industri ritel mengeluhkan dampak pelemahan penjualan, baik industri makanan dan minuman maupun produk fesyen. Bahkan, momen ramadan dan lebaran yang digadang-gadang ampuh mendongkrak penjualan tak jua berhasil merangsang pertumbuhan industri ritel. Kondisi ini tak lazim, mengingat umumnya penjualan ritel pada ramadan dan lebaran mampu menembus 30 persen-50 persen dari penjualan pada bulan-bulan biasanya. Bahkan, tren penjualannya bisa mencapai 40 persen-45 persen dalam setahun penuh.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melansir industri ritel hanya mengantongi pertumbuhan di bawah lima persen sepanjang Januari-Juni 2017. Pencapaian ini turun jauh dibandingkan beberapa tahun terakhir. Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan, ada tiga faktor yang memengaruhi penurunan pertumbuhan ritel. Pertama, tingkat inflasi yang tinggi dalam enam bulan pertama di tahun ini. Inflasi yang tinggi tak terlepas akibat komponen tingkat harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) jebol akibat kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Kedua, perubahan perilaku belanja, yaitu dari yang sebelumnya giat berbelanja di toko ritel secara langsung (offline), kini bergulir ke pola belanja melalui aplikasi dalam jaringan (online store). Ketiga, masyarakat cenderung menahan diri untuk membelanjakan penghasilannya.
"Ada perubahan pola belanja, biasanya belanja dengan dana besar, tetapi sekarang secukupnya (melalui oflline store)," kata Roy beberapa waktu lalu. Alih-alih menyalahkan laju inflasi yang tinggi, faktanya komponen gejolak harga (volatile foods) cukup mampu menetralisir laju inflasi secara keseluruhan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju inflasi Januari-Juli 2017 hanya sebesar 2,6 persen secara tahun berjalan. Torehan inflasi ini terbilang cukup baik dan melanjutkan tren inflasi rendah, meski sedikit meningkat dalam tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun, inflasi Januari-Juli 2016 tercatat sebesar 1,76 persen, inflasi Januari-Juli 2015 sebesar 1,9 persen, dan inflasi Januari-Juli 2014 sebesar 2,4 persen. Sedangkan pada Januari-Juli 2013, inflasi masih bengkak di angka 6,75 persen.
Dengan melihat laju inflasi yang terjaga, BPS melihat daya beli masyarakat tak cukup suram karena ulah inflasi. Namun, indikatornya lebih kepada perubahan pola belanja masyarakat. Sebab, daya beli dinilai masih ada. "Memang, sekarang ini mulai marak yang online. Tapi kalau dilihat dari produksi, sama saja. Hanya cara beli saja yang berubah. Jadi, kalau dikaitkan dengan apakah daya beli turun? Tidak juga, hanya cara beli saja," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Yunita Rusanti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution emoh terburu-buru percaya diri bahwa inflasi yang cukup stabil berkat kerja keras pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mampu menjaga daya beli. Sebab, ia mengakui, memang ada indikasi lesunya daya beli. Hanya saja, masih perlu dilihat kembali apa penyebabnya. "Pada dasarnya, inflasi itu tidak bisa langsung dikenakan untuk mengukur daya beli karena pertumbuhan ekonomi sudah dikeluarkan inflasinya. Itu banyak hal masih harus kami cari dulu datanya, apa sih persisnya?" imbuhnya.
Kendati demikian, besar atau tidak dampaknya pada anomali daya beli saat ini, menurut Darmin, pemerintah dan BI akan terus mengupayakan inflasi terjaga di angka 4,0 persen sampai akhir tahun atau mentok di 4,3 persen sesuai asumsi makro dalam Anggaran Perubahan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017.
Asumsi lesunya daya beli masyarakat di sektor ritel tertuju pada perubahan pola perilaku masyarakat dari belanja offline ke online. Hal ini juga diungkap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro. "Konsumsi itu banyak dipengaruhi online. Tapi, transaksi tetap jalan," tutur dia.
Senada, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Suahasil Nazara melihat bahwa daya beli masyarakat bisa saja benar beralih dari ritel ke online. Namun, hal ini masih perlu dianalisa kembali. "Jangan-jangan ini perubahan perilaku dari belanja on site (di tempat), jadi lebih ke belanja online. Ini kami cari juga buktinya," ucap Suahasil. Pasalnya, di satu sisi, ia mengaku sangsi bila daya beli masyarakat dikatakan menurun. Sebab, dalam catatannya, sejumlah emiten di bursa saham dari berbagai sektor masih menorehkan pertumbuhan pendapatan.
Hal ini didukung pula dengan pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai 13,5 persen secara tahunan di Januari-Juni 2017 dibandingkan Januari-Juni 2016. "Artinya, transaksi naik. Tidak mungkin PPN muncul kalau tidak ada transaksi. PPN itu bukan hanya ritel saja, tapi keseluruhan sektor naik," jelas Suahasil.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto mengaku, berkaca dari fakta di lapangan, peralihan daya beli masyarakat tersebut belum bisa dibuktikan. Pasalnya, banyak pelaku e-commerce yang masih enggan berbagi hasil pertumbuhan penjualan dan transaksinya. Adapun hal itu juga didukung lantaran kebanyakan e-commerce bukan perusahaan terbuka di pasar modal.
"Mungkin, ada benarnya, karena rekan-rekan (pelaku e-commerce) mengakui ada pertumbuhan. Tapi kalau dibilang beralih, itu belum tentu juga. Datanya masih minim untuk membandingkan," kata Aulia. Senada dengan Aulia, Blibli.com yang berada di bawah bendera PT Global Digital Niaga menilai, lesunya daya beli masyarakat secara keseluruhan tak bisa diasumsikan karena bola telah bergulir ke e-commerce.
"Saya tidak yakin bahwa e-commerce menjadi alasan utama lesunya ritel. Ada faktor-faktor lain juga menurut saya. Karena e-commerce juga masih kecil persentase pertumbuhannya dibandingkan total pertumbuhan ritel," kata CEO Blibli.com Kusumo Martanto. Namun, Kusumo bilang, Blibli.com masih mampu memperoleh pertumbuhan pada paruh pertama tahun ini, baik dari sisi pengunjung dan transaksi yang dilakukan. Pertumbuhan bisnis juga mampir ke kantong pendapatan PT Bukalapak.com. "Semester I 2017 kami tumbuh," ucap CEO Bukalapak Achmad Zaky singkat.
Lalu, apa pelemahan daya beli masyarakat disebabkan sifat menahan belanja?
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai, mungkin saja alasan ini yang paling kuat. Pasalnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terkumpul di perbankan tetap mengalami pertumbuhan dalam enam bulan terakhir. Meski demikian, pertumbuhan DPK justru ditopang oleh simpanan jangka panjang, seperti deposito dan giro. Sementara, dana murah justru melambat. Ini juga bisa berarti bahwa masyarakat sengaja menahan konsumsi dan memilih mengendapkan dana mereka.
Berdasarkan data BI, jumlah DPK di perbankan di tahun ini per Juni 2017 mencapai Rp4.991 triliun atau tumbuh 10 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4.456,8 triliun. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tercatat menghimpun DPK sebesar Rp760,9 triliun pada kuartal II 2017 atau tumbuh 10,1 persen dari kuartal II 2016. Menurut Direktur Retail Banking Bank Mandiri Tardi, pertumbuhan DPK mengindikasikan perilaku masyarakat, terutama bisnis yang cenderung menahan ekspansi bisnis di tengah kelesuan ekonomi.
"Ini memang ada kecenderungan bukan melambatkan ekonomi, tetapi perilaku menahan sedikit untuk ekspansi bisnis," jelas Tardi. Sementara, DPK PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencapai Rp463,86 triliun atau tumbuh 18,5 persen pada semester I 2017 dari periode yang sama tahun lalu. Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) membukukan DPK sebesar 18,26 persen menjadi Rp159,12 triliun pada semester I 2017.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus juga meyakini. daya beli melemah lantaran masyarakat menahan diri untuk belanja. Hal ini terbukti pula dari lemahnya permintaan ke industri sebagai produsen barang dan jasa. "Memang, ada dugaan ini beralih ke toko online tapi yang perlu dilihat bukan hanya hilir tapi hulu. Nyatanya, produksi di hulu menurun," terang Heri.
Ini terlihat, sambung Heri, dari data pertumbuhan industri manufaktur kuartal II 2017 yang belum lama dirilis BPS. Tercatat bahwa pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil hanya sekitar 2,5 persen. Padahal di kuartal I 2017, pertumbuhannya masih sekitar 6,63 persen. Sementara, industri manufaktur besar dan sedang hanya mampu tumbuh 4,0 persen di kuartal II 2017 dari periode yang sama di tahun lalu yang tumbuh mencapai 5,01 persen. "Artinya, ada penurunan permintaan dari konsumen, dari masyarakat, mereka memang menahan," pungkas Heri.
Makanya, pemerintah diharapkan segera memberikan stimulus pada perekonomian agar daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri tak melambat secara berkepanjangan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat aliran belanja negara, menggenjot investasi, dan memberikan insentif.
Sementara itu, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menilai, terlalu dini menganggap daya beli masyarakat lemah otot karena perubahan pola konsumsi masyarakat. "Ada faktor data-data transaksi secara daring yang secara statistik tak tercover. Kami sedang kaji dengan BPS. Kalau lihat kegiatan melalui online itu memotong rantai perdagangan, karena beberapa tahapan di tengah rantai hilang," terang dia.
Menurut Dody, untuk menilai terjadinya anomali ekonomi atau tidak harus melalui kajian menyeluruh, termasuk kajian dengan merekam karakter kegiatan-kegiatan ekonomi saat ini. Anomali ekonomi merupakan tren ekonomi yang diduga beberapa kalangan sedang terjadi saat ini karena data ekonomi makro membaik, namun daya beli masyarakat dinilai menurun.
Dody menilai, jika ingin menilai kondisi daya beli saat ini sebaiknya mencermati dua hal. Pertama, pada Juni 2017, kegiatan ekonomi memang mereda karena momentum libur panjang lebaran. Tak cuma itu, kegiatan masyarakat untuk bekerja dan sekolah hanya dilakukan secara aktif selama sepekan. Tiga pekan lainnya pada Juni 2017, konsumsi terutama dari swasta tertahan karena libur panjang.
Kedua, kegiatan konsumsi dalam jaringan (daring) di internet seperti pembelian barang belum terekam secara statistik. Kegiatan ini juga menghilangkan beberapa peran rantai ekonomi, karena masyarakat dapat langsung membeli barang melalui penjual tanpa adanya perantara seperti toko konvensional. "Bagi konsumen memang harga jadi lebih efisien dengan elektronik, harga lebih murah. Yang dulu di tengah memberi nilai tambah bisa hilang. Misalnya, perantara 1,2,3 yang dalam statistik PDB akan memberi nilai tambah," katanya.
Kondisi ekonomi secara keseluruhan akan terlihat dari pengumuman pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto kuartal II 2017 yang akan diumumkan BPS pada pekan depan. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 akan lebih baik dibandingkan kuartal I 2017 yang sebesar 5,01 persen. Namun, tetap lebih rendah dibandingkan perkiraan BI sebelumnya di 5,1 persen.
Untuk keseluruhan tahun, BI masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 5 persen-5,4 persen
Persoalan daya beli turun yang mencerminkan ekonomi Indonesia sedang lesu jadi perbincangan hangat. Menurut Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, kondisi tersebut bisa dilihat dari penjualan di sektor ritel dan kendaraan bermotor. Didik menjelaskan, pada Juli tahun lalu penjualan ritel masih di kisaran double digit. Namun, pada April hingga Juni 2017 sektor ritel turun.
"Juli tahun lalu penjualan ritel tercatat masih di kisaran double digit yakni 16,43%. Namun pada April, Mei, Juni 2017 ini hanya 4%," kata Didik dalam diskusi bertema 'Daya Beli Menurun: Stagnasi atau Digitalisasi Ekonomi, di Jakarta, Sabtu (5/8/2017).
"Apakah ritel ini berpindah ke online? Saya kira sebagian saja beralih," lanjut Didik.
Menurut Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memanggil seluruh menteri ekonomi di Kabinet Kerja untuk menganalisis kelesuan daya beli dari berbagai data ekonomi, baik secara makro maupun mikro. "Bahkan, presiden sudah panggil 18 menteri, untuk tanya kenapa daya beli ini turun," ujarnya di kantornya, Jumat (4/8).
Bambang menjelaskan, beberapa data telah ditelaah oleh pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi sampai kuartal I 2017 yang masih menunjukkan hasil positif di kisaran 5,01 persen, di mana capaian ini nyatanya masih lebih baik dibandingkan kuartal IV 2016 sebesar 4,93 persen.
Kedua, inflasi sepanjang Januari-Juli 2017 sebesar 2,6 persen. Capaian ini terbilang masih terjaga pada tingkat stabil rendah. Ketiga, pertumbuhan ekspor justru meningkat dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi, yakni tumbuh 8,04 persen di kuartal I lalu.
Keempat, data pertumbuhan industri manufaktur, seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), industri manufaktur besar dan sedang hanya tumbuh 4,0 persen di kuartal II 2017 dari sebelumnya tumbuh 5,01 persen di kuartal I 2017. Lalu, industri manufaktur kecil dan mikro hanya tumbuh 2,5 persen dari sebelumnya 6,36 persen di kuartal I 2017.
Kelima, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi semester I 2017 mencapai Rp336,7 triliun atau tumbuh 12,94 persen dari semester I 2016 yang hanya sebesar Rp298,1 triliun. Keenam, jumlah tabungan yang ada di perbankan. "Saya sudah baca koran dan sudah dikonfirmasi ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah tabungan naik tajam dan jumlah pemilik rekeningnya pun naik tajam," kata Bambang.
Berdasarkan data LPS, jumlah tabungan di perbankan meningkat 2,8 persen per Mei 2017 menjadi 212,68 juta, dari bulan sebelumnya sebanyak 206,88 juta. Sementara, jumlah nominal simpanan meningkat 0,8 persen menjadi Rp2.142 triliun, yakni dari sebelumnya Rp2.125 triliun di April 2017.
Adapun, kenaikan jumlah rekening tertinggi berasal dari simpanan dengan nilai saldo di bawah Rp2 miliar, dengan jumlah mencapai 206,64 juta atau tumbuh 2,8 persen. Sementara, simpanan dengan nilai saldo di atas Rp2 miliar tumbuh 0,86 persen menjadi 241,27 ribu. "Mungkin, mereka menghindari urusan (keterbukaan data nasabah perbankan). Jadi, dari Rp2 miliar mereka ke arah Rp1 miliar (buka rekeningnya). Ini tertinggi sepanjang sejarah kenaikannya," imbuh Bambang.
Ketujuh, pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang meningikat 13,5 persen di semester I 2017 dibandingkan semester I 2016. "PPN naik jauh dari tahun lalu, ini kan datangnya dari transaksi. Jadi, PPN ini pasti (mengindikasikan peningkatan) transaksi," jelas Bambang. Sayangnya, lanjut Bambang, masih banyak data-data ekonomi yang terukur dan belum mampu dijangkau pemerintah, sehingga analisis terhadap lesunya daya beli masyarakat belum ditemukan akarnya.
Data tersebut di antaranya data transaksi dan penjualan toko dalam jaringan (online) yang melakukan perdagangan secara elektronik (e-commerce). "Yang masih jadi misteri, berapa data transaksi online. Jujur, kami tidak berdaya atasi ini. Karena saya punya keyakinan, statistiknya belum menjangkau online secara penuh," terang dia.
"Contoh, Instagram, sekarang kan dipakai untuk promosi. Statistik saja tidak merekam kejadian itu. Lalu, berapa kenaikan omset perusahaan logistik, seperti JNE dan Tiki? Satu lagi, taksi online, Go-Car dan GrabCar itu harus dilihat," imbuhnya. Oleh karena itu, sambung dia, seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) masih memiliki pekerjaan rumah untuk menganalisa dan mendapatkan seluruh data tersebut
Sejumlah pelaku industri ritel mengeluhkan dampak pelemahan penjualan, baik industri makanan dan minuman maupun produk fesyen. Bahkan, momen ramadan dan lebaran yang digadang-gadang ampuh mendongkrak penjualan tak jua berhasil merangsang pertumbuhan industri ritel. Kondisi ini tak lazim, mengingat umumnya penjualan ritel pada ramadan dan lebaran mampu menembus 30 persen-50 persen dari penjualan pada bulan-bulan biasanya. Bahkan, tren penjualannya bisa mencapai 40 persen-45 persen dalam setahun penuh.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melansir industri ritel hanya mengantongi pertumbuhan di bawah lima persen sepanjang Januari-Juni 2017. Pencapaian ini turun jauh dibandingkan beberapa tahun terakhir. Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengungkapkan, ada tiga faktor yang memengaruhi penurunan pertumbuhan ritel. Pertama, tingkat inflasi yang tinggi dalam enam bulan pertama di tahun ini. Inflasi yang tinggi tak terlepas akibat komponen tingkat harga yang diatur oleh pemerintah (administered price) jebol akibat kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Kedua, perubahan perilaku belanja, yaitu dari yang sebelumnya giat berbelanja di toko ritel secara langsung (offline), kini bergulir ke pola belanja melalui aplikasi dalam jaringan (online store). Ketiga, masyarakat cenderung menahan diri untuk membelanjakan penghasilannya.
"Ada perubahan pola belanja, biasanya belanja dengan dana besar, tetapi sekarang secukupnya (melalui oflline store)," kata Roy beberapa waktu lalu. Alih-alih menyalahkan laju inflasi yang tinggi, faktanya komponen gejolak harga (volatile foods) cukup mampu menetralisir laju inflasi secara keseluruhan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju inflasi Januari-Juli 2017 hanya sebesar 2,6 persen secara tahun berjalan. Torehan inflasi ini terbilang cukup baik dan melanjutkan tren inflasi rendah, meski sedikit meningkat dalam tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun, inflasi Januari-Juli 2016 tercatat sebesar 1,76 persen, inflasi Januari-Juli 2015 sebesar 1,9 persen, dan inflasi Januari-Juli 2014 sebesar 2,4 persen. Sedangkan pada Januari-Juli 2013, inflasi masih bengkak di angka 6,75 persen.
Dengan melihat laju inflasi yang terjaga, BPS melihat daya beli masyarakat tak cukup suram karena ulah inflasi. Namun, indikatornya lebih kepada perubahan pola belanja masyarakat. Sebab, daya beli dinilai masih ada. "Memang, sekarang ini mulai marak yang online. Tapi kalau dilihat dari produksi, sama saja. Hanya cara beli saja yang berubah. Jadi, kalau dikaitkan dengan apakah daya beli turun? Tidak juga, hanya cara beli saja," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Yunita Rusanti.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution emoh terburu-buru percaya diri bahwa inflasi yang cukup stabil berkat kerja keras pemerintah dan Bank Indonesia (BI) mampu menjaga daya beli. Sebab, ia mengakui, memang ada indikasi lesunya daya beli. Hanya saja, masih perlu dilihat kembali apa penyebabnya. "Pada dasarnya, inflasi itu tidak bisa langsung dikenakan untuk mengukur daya beli karena pertumbuhan ekonomi sudah dikeluarkan inflasinya. Itu banyak hal masih harus kami cari dulu datanya, apa sih persisnya?" imbuhnya.
Kendati demikian, besar atau tidak dampaknya pada anomali daya beli saat ini, menurut Darmin, pemerintah dan BI akan terus mengupayakan inflasi terjaga di angka 4,0 persen sampai akhir tahun atau mentok di 4,3 persen sesuai asumsi makro dalam Anggaran Perubahan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017.
Asumsi lesunya daya beli masyarakat di sektor ritel tertuju pada perubahan pola perilaku masyarakat dari belanja offline ke online. Hal ini juga diungkap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro. "Konsumsi itu banyak dipengaruhi online. Tapi, transaksi tetap jalan," tutur dia.
Senada, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Suahasil Nazara melihat bahwa daya beli masyarakat bisa saja benar beralih dari ritel ke online. Namun, hal ini masih perlu dianalisa kembali. "Jangan-jangan ini perubahan perilaku dari belanja on site (di tempat), jadi lebih ke belanja online. Ini kami cari juga buktinya," ucap Suahasil. Pasalnya, di satu sisi, ia mengaku sangsi bila daya beli masyarakat dikatakan menurun. Sebab, dalam catatannya, sejumlah emiten di bursa saham dari berbagai sektor masih menorehkan pertumbuhan pendapatan.
Hal ini didukung pula dengan pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai 13,5 persen secara tahunan di Januari-Juni 2017 dibandingkan Januari-Juni 2016. "Artinya, transaksi naik. Tidak mungkin PPN muncul kalau tidak ada transaksi. PPN itu bukan hanya ritel saja, tapi keseluruhan sektor naik," jelas Suahasil.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto mengaku, berkaca dari fakta di lapangan, peralihan daya beli masyarakat tersebut belum bisa dibuktikan. Pasalnya, banyak pelaku e-commerce yang masih enggan berbagi hasil pertumbuhan penjualan dan transaksinya. Adapun hal itu juga didukung lantaran kebanyakan e-commerce bukan perusahaan terbuka di pasar modal.
"Mungkin, ada benarnya, karena rekan-rekan (pelaku e-commerce) mengakui ada pertumbuhan. Tapi kalau dibilang beralih, itu belum tentu juga. Datanya masih minim untuk membandingkan," kata Aulia. Senada dengan Aulia, Blibli.com yang berada di bawah bendera PT Global Digital Niaga menilai, lesunya daya beli masyarakat secara keseluruhan tak bisa diasumsikan karena bola telah bergulir ke e-commerce.
"Saya tidak yakin bahwa e-commerce menjadi alasan utama lesunya ritel. Ada faktor-faktor lain juga menurut saya. Karena e-commerce juga masih kecil persentase pertumbuhannya dibandingkan total pertumbuhan ritel," kata CEO Blibli.com Kusumo Martanto. Namun, Kusumo bilang, Blibli.com masih mampu memperoleh pertumbuhan pada paruh pertama tahun ini, baik dari sisi pengunjung dan transaksi yang dilakukan. Pertumbuhan bisnis juga mampir ke kantong pendapatan PT Bukalapak.com. "Semester I 2017 kami tumbuh," ucap CEO Bukalapak Achmad Zaky singkat.
Lalu, apa pelemahan daya beli masyarakat disebabkan sifat menahan belanja?
Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai, mungkin saja alasan ini yang paling kuat. Pasalnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terkumpul di perbankan tetap mengalami pertumbuhan dalam enam bulan terakhir. Meski demikian, pertumbuhan DPK justru ditopang oleh simpanan jangka panjang, seperti deposito dan giro. Sementara, dana murah justru melambat. Ini juga bisa berarti bahwa masyarakat sengaja menahan konsumsi dan memilih mengendapkan dana mereka.
Berdasarkan data BI, jumlah DPK di perbankan di tahun ini per Juni 2017 mencapai Rp4.991 triliun atau tumbuh 10 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4.456,8 triliun. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tercatat menghimpun DPK sebesar Rp760,9 triliun pada kuartal II 2017 atau tumbuh 10,1 persen dari kuartal II 2016. Menurut Direktur Retail Banking Bank Mandiri Tardi, pertumbuhan DPK mengindikasikan perilaku masyarakat, terutama bisnis yang cenderung menahan ekspansi bisnis di tengah kelesuan ekonomi.
"Ini memang ada kecenderungan bukan melambatkan ekonomi, tetapi perilaku menahan sedikit untuk ekspansi bisnis," jelas Tardi. Sementara, DPK PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencapai Rp463,86 triliun atau tumbuh 18,5 persen pada semester I 2017 dari periode yang sama tahun lalu. Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) membukukan DPK sebesar 18,26 persen menjadi Rp159,12 triliun pada semester I 2017.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus juga meyakini. daya beli melemah lantaran masyarakat menahan diri untuk belanja. Hal ini terbukti pula dari lemahnya permintaan ke industri sebagai produsen barang dan jasa. "Memang, ada dugaan ini beralih ke toko online tapi yang perlu dilihat bukan hanya hilir tapi hulu. Nyatanya, produksi di hulu menurun," terang Heri.
Ini terlihat, sambung Heri, dari data pertumbuhan industri manufaktur kuartal II 2017 yang belum lama dirilis BPS. Tercatat bahwa pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil hanya sekitar 2,5 persen. Padahal di kuartal I 2017, pertumbuhannya masih sekitar 6,63 persen. Sementara, industri manufaktur besar dan sedang hanya mampu tumbuh 4,0 persen di kuartal II 2017 dari periode yang sama di tahun lalu yang tumbuh mencapai 5,01 persen. "Artinya, ada penurunan permintaan dari konsumen, dari masyarakat, mereka memang menahan," pungkas Heri.
Makanya, pemerintah diharapkan segera memberikan stimulus pada perekonomian agar daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri tak melambat secara berkepanjangan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat aliran belanja negara, menggenjot investasi, dan memberikan insentif.
Sementara itu, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menilai, terlalu dini menganggap daya beli masyarakat lemah otot karena perubahan pola konsumsi masyarakat. "Ada faktor data-data transaksi secara daring yang secara statistik tak tercover. Kami sedang kaji dengan BPS. Kalau lihat kegiatan melalui online itu memotong rantai perdagangan, karena beberapa tahapan di tengah rantai hilang," terang dia.
Menurut Dody, untuk menilai terjadinya anomali ekonomi atau tidak harus melalui kajian menyeluruh, termasuk kajian dengan merekam karakter kegiatan-kegiatan ekonomi saat ini. Anomali ekonomi merupakan tren ekonomi yang diduga beberapa kalangan sedang terjadi saat ini karena data ekonomi makro membaik, namun daya beli masyarakat dinilai menurun.
Dody menilai, jika ingin menilai kondisi daya beli saat ini sebaiknya mencermati dua hal. Pertama, pada Juni 2017, kegiatan ekonomi memang mereda karena momentum libur panjang lebaran. Tak cuma itu, kegiatan masyarakat untuk bekerja dan sekolah hanya dilakukan secara aktif selama sepekan. Tiga pekan lainnya pada Juni 2017, konsumsi terutama dari swasta tertahan karena libur panjang.
Kedua, kegiatan konsumsi dalam jaringan (daring) di internet seperti pembelian barang belum terekam secara statistik. Kegiatan ini juga menghilangkan beberapa peran rantai ekonomi, karena masyarakat dapat langsung membeli barang melalui penjual tanpa adanya perantara seperti toko konvensional. "Bagi konsumen memang harga jadi lebih efisien dengan elektronik, harga lebih murah. Yang dulu di tengah memberi nilai tambah bisa hilang. Misalnya, perantara 1,2,3 yang dalam statistik PDB akan memberi nilai tambah," katanya.
Kondisi ekonomi secara keseluruhan akan terlihat dari pengumuman pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto kuartal II 2017 yang akan diumumkan BPS pada pekan depan. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 akan lebih baik dibandingkan kuartal I 2017 yang sebesar 5,01 persen. Namun, tetap lebih rendah dibandingkan perkiraan BI sebelumnya di 5,1 persen.
Untuk keseluruhan tahun, BI masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 5 persen-5,4 persen
Persoalan daya beli turun yang mencerminkan ekonomi Indonesia sedang lesu jadi perbincangan hangat. Menurut Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, kondisi tersebut bisa dilihat dari penjualan di sektor ritel dan kendaraan bermotor. Didik menjelaskan, pada Juli tahun lalu penjualan ritel masih di kisaran double digit. Namun, pada April hingga Juni 2017 sektor ritel turun.
"Juli tahun lalu penjualan ritel tercatat masih di kisaran double digit yakni 16,43%. Namun pada April, Mei, Juni 2017 ini hanya 4%," kata Didik dalam diskusi bertema 'Daya Beli Menurun: Stagnasi atau Digitalisasi Ekonomi, di Jakarta, Sabtu (5/8/2017).
"Apakah ritel ini berpindah ke online? Saya kira sebagian saja beralih," lanjut Didik.
Selain itu, Didik menambahkan, perlambatan juga terjadi di penjualan kendaraan bermotor. "Nah bisa dilihat dari kendaraan mobil dan motor yang sangat merakyat kan ya, tidak tumbuh penjualan mereka, minus 13%. Apakah dengan data ini pertumbuhan ekonomi bisa dikatakan masih baik baik saja? Ini harus ada yang dicermati," jelas dia.
Dia menambahkan, biasanya Lebaran adalah momen yang menjadi motor penggerak untuk daya beli. Namun tak bisa memberikan banyak kontribusi. Konsumsi pada lebaran tahun lalu naik 12% sedangkan tahun ini hanya 3%. Didik menganjurkan untuk menjaga pertumbuhan ini maka harus dijaga kondisi ekonomi politik.
"Jika semuanya dibereskan dan terjaga maka pertumbuhan bisa lebih dari 5%, tapi akan ada kesenjangan. Makanya harus diratakan pembangunannya," tambah dia
Dia menambahkan, biasanya Lebaran adalah momen yang menjadi motor penggerak untuk daya beli. Namun tak bisa memberikan banyak kontribusi. Konsumsi pada lebaran tahun lalu naik 12% sedangkan tahun ini hanya 3%. Didik menganjurkan untuk menjaga pertumbuhan ini maka harus dijaga kondisi ekonomi politik.
"Jika semuanya dibereskan dan terjaga maka pertumbuhan bisa lebih dari 5%, tapi akan ada kesenjangan. Makanya harus diratakan pembangunannya," tambah dia
BI Akan Longgarkan Kebijakan Moneter Untuk Rangsang Daya Beli
Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal akan melakukan pelonggaran (easing) kebijakan moneter guna menggairahkan perekonomian di paruh kedua tahun ini. Pasalnya, pada paruh pertama, perekonomian dinilai tumbuh lamban di sektor riil, meski di sisi makro tetap terjaga.
"Tidak tertutup kemungkinan BI akan easing untuk merespon dan membantu ekonomi kita supaya pertumbuhan ekonomi dan investasi terjaga," tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Jumat (4/8). Sayangnya, Agus enggan merinci rencana pelonggaran kebijakan moneter apa yang tengah dikajinya. Namun, ia memastikan, hal tersebut akan dilakukan setelah BI mengkaji data-data yang diperoleh dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pertengahan Agustus nanti.
Kendati begitu, untuk saat ini, BI melihat memang pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sedikit melemah dan terlihat akan bergeser ke kuartal III dan IV tahun ini. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II ada sedikit lebih rendah bergeser ke kuartal III," kata Agus. Tetapi, ia meyakini, capaian pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun masih bisa mencapai target pemerintah di angka 5,2 persen atau berada di kisaran asumsi BI sebesar 5,0 persen sampai 5,4 persen.
Dari sisi inflasi, BI optimistis, tren inflasi rendah yang dicapai Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih akan berlanjut. Sehingga, target inflasi pemerintah sebesar 4,3 persen dan target inflasi BI sebesar 4,0 persen plus minus 1,0 persen dapat dicapai.
Lalu, indikator makro lainnya, seperti nilai tukar (kurs) rupiah juga terbilang stabil dan masih dalam asumsi yang diproyeksikan pemerintah dan bank sentral. "Jadi, kelihatan bahwa indikator ekonomi menunjukkan kondisi yang baik, tetapi konsolidasi korporasi dan perbankan masih berjalan, permintaan masyarakat agak lemah. Tetapi, kami harap, di semester II 2017 akan lebih baik," terang Agus.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sampai kuartal I 2017 sebesar 5,01 persen. Sementara, target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen, namun pada APBNP 2017 dinaikkan menjadi 5,2 persen.
"Tidak tertutup kemungkinan BI akan easing untuk merespon dan membantu ekonomi kita supaya pertumbuhan ekonomi dan investasi terjaga," tutur Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Jumat (4/8). Sayangnya, Agus enggan merinci rencana pelonggaran kebijakan moneter apa yang tengah dikajinya. Namun, ia memastikan, hal tersebut akan dilakukan setelah BI mengkaji data-data yang diperoleh dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pertengahan Agustus nanti.
Kendati begitu, untuk saat ini, BI melihat memang pertumbuhan ekonomi kuartal II 2017 sedikit melemah dan terlihat akan bergeser ke kuartal III dan IV tahun ini. "Pertumbuhan ekonomi kuartal II ada sedikit lebih rendah bergeser ke kuartal III," kata Agus. Tetapi, ia meyakini, capaian pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun masih bisa mencapai target pemerintah di angka 5,2 persen atau berada di kisaran asumsi BI sebesar 5,0 persen sampai 5,4 persen.
Dari sisi inflasi, BI optimistis, tren inflasi rendah yang dicapai Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih akan berlanjut. Sehingga, target inflasi pemerintah sebesar 4,3 persen dan target inflasi BI sebesar 4,0 persen plus minus 1,0 persen dapat dicapai.
Lalu, indikator makro lainnya, seperti nilai tukar (kurs) rupiah juga terbilang stabil dan masih dalam asumsi yang diproyeksikan pemerintah dan bank sentral. "Jadi, kelihatan bahwa indikator ekonomi menunjukkan kondisi yang baik, tetapi konsolidasi korporasi dan perbankan masih berjalan, permintaan masyarakat agak lemah. Tetapi, kami harap, di semester II 2017 akan lebih baik," terang Agus.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi sampai kuartal I 2017 sebesar 5,01 persen. Sementara, target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1 persen, namun pada APBNP 2017 dinaikkan menjadi 5,2 persen.
Nyonya Meneer Bangkrut Karena Tidak Mampu Beradaptasi Dengan Zaman
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro menilai, Nyonya Meneer, produsen jamu, pailit karena ketidakmampuan perusahaan dalam mengembangkan manajemen menghadapi perubahan era.
Menurutnya, saat ini, telah terjadi perubahan era permintaan konsumen, dari yang sebelumnya secara tradisional, kini lebih modern dan cepat. Selain itu, permintaan konsumen di era saat ini turut dipengaruhi oleh teknologi dan gaya hidup, sehingga produsen perlu mengikuti keinginan pasar tersebut.
Jika tak diamini, bukan tak mungkin produsen jatuh pada keterpurukan, seperti yang terjadi pada Nyonya Meneer. "Jadi, memang ada proses perubahan atau kemajuan zaman yang menuntut manajemen mengikuti derap dari bisnisnya," tutur Bambang di kantornya, Jumat (4/8).
Adapun, menurut Bambang, latar belakang ini cukup kuat, melihat beberapa kompetitor Nyonya Meneer di sektor yang sama, masih mampu bertahan, di mana produksi masih berjalan baik dan masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang sebenarnya masih besar pada jamu.
"Soal jamu, kami melihat mereka lain, yang tidak bisa saya sebut, bisa melakukan adjustment (penyesuaian) dengan baik, keuntungan, dan omset pun meningkat," imbuhnya. Bersamaan dengan latar belakang manajemen dan perubahan era permintaan konsumen ini, Bambang menampik ulah dari lesunya daya beli masyarakat yang kerap dikeluhkan oleh pelaku industri ritel.
Sebab, ia lebih melihat latar belakang dari sisi datang dan perginya suatu perusahaan dalam sebuah kompetisi persaingan. Hal ini disebutnya merupakan hal lumrah dalam dunia bisnis. "Dunia usaha itu datang dan pergi. Di Amerika Serikat (AS) pun begitu, toko buku sebesar Barnes & Nobel sudah hampir menghentikan usahanya," katanya.
Seperti diketahui, Nyonya Meneer dinyatakan pailit pada Kamis kemarin (3/8), sehingga Pengadilan Niaga (PN) Semarang mengabulkan gugatan kreditur konkuren asal Turisari Kelurahan Palur Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah, Hendrianto Bambang, untuk membatalkan perjanjian perdamaian yang telah dilakukan kedua pihak.
Adapun perjanjian perdamaian sebelumnya diinisiasi pada dua tahun lalu, sebagai tindak lanjut proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebesar Rp7 miliar yang menjadi beban produsen jamu legendaris itu. Pada Juni 2015, Nyonya Meneer dikabarkan akan membayar utang tersebut melalui cicilan dalam jangka waktu lima tahun. Namun, sampai tahun ini, produsen jamu asal Solo yang berdiri sejak 1919 tersebut tak kunjung membayar utangnya.
Walhasil, Nyonya Meneer digugat ke PN Semarang dan akhirnya dikabulkan pembatalan perjanjian perdamaian tersebut.
Menurutnya, saat ini, telah terjadi perubahan era permintaan konsumen, dari yang sebelumnya secara tradisional, kini lebih modern dan cepat. Selain itu, permintaan konsumen di era saat ini turut dipengaruhi oleh teknologi dan gaya hidup, sehingga produsen perlu mengikuti keinginan pasar tersebut.
Jika tak diamini, bukan tak mungkin produsen jatuh pada keterpurukan, seperti yang terjadi pada Nyonya Meneer. "Jadi, memang ada proses perubahan atau kemajuan zaman yang menuntut manajemen mengikuti derap dari bisnisnya," tutur Bambang di kantornya, Jumat (4/8).
Adapun, menurut Bambang, latar belakang ini cukup kuat, melihat beberapa kompetitor Nyonya Meneer di sektor yang sama, masih mampu bertahan, di mana produksi masih berjalan baik dan masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang sebenarnya masih besar pada jamu.
"Soal jamu, kami melihat mereka lain, yang tidak bisa saya sebut, bisa melakukan adjustment (penyesuaian) dengan baik, keuntungan, dan omset pun meningkat," imbuhnya. Bersamaan dengan latar belakang manajemen dan perubahan era permintaan konsumen ini, Bambang menampik ulah dari lesunya daya beli masyarakat yang kerap dikeluhkan oleh pelaku industri ritel.
Sebab, ia lebih melihat latar belakang dari sisi datang dan perginya suatu perusahaan dalam sebuah kompetisi persaingan. Hal ini disebutnya merupakan hal lumrah dalam dunia bisnis. "Dunia usaha itu datang dan pergi. Di Amerika Serikat (AS) pun begitu, toko buku sebesar Barnes & Nobel sudah hampir menghentikan usahanya," katanya.
Seperti diketahui, Nyonya Meneer dinyatakan pailit pada Kamis kemarin (3/8), sehingga Pengadilan Niaga (PN) Semarang mengabulkan gugatan kreditur konkuren asal Turisari Kelurahan Palur Kabupaten Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah, Hendrianto Bambang, untuk membatalkan perjanjian perdamaian yang telah dilakukan kedua pihak.
Adapun perjanjian perdamaian sebelumnya diinisiasi pada dua tahun lalu, sebagai tindak lanjut proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebesar Rp7 miliar yang menjadi beban produsen jamu legendaris itu. Pada Juni 2015, Nyonya Meneer dikabarkan akan membayar utang tersebut melalui cicilan dalam jangka waktu lima tahun. Namun, sampai tahun ini, produsen jamu asal Solo yang berdiri sejak 1919 tersebut tak kunjung membayar utangnya.
Walhasil, Nyonya Meneer digugat ke PN Semarang dan akhirnya dikabulkan pembatalan perjanjian perdamaian tersebut.
Friday, August 4, 2017
Jumlah Pengguna Kartu Kredit Turun 3,8 Persen
Bisnis kartu kredit agaknya masih tertambat daya beli masyarakat yang lesu. Tengoklah, alih-alih meningkat, jumlah kartu kredit beredar malah tercatat turun 3,8 persen, yakni dari 17,41 juta pada akhir tahun lalu menjadi hanya 16,77 juta kartu pada pertengahan tahun ini.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), dari sisi transaksi, pertumbuhannya hanya 4,3 persen secara tahunan, yaitu dari Rp139,7 triliun pada Juni 2016 lalu menjadi hanya Rp145,7 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Beruntung, volume transaksi kartu kredit tumbuh sedikit lebih kencang dengan capaian 162,35 juta transaksi atau naik 8,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tertahannya laju bisnis kartu kredit tak lepas dari masih lesunya daya beli konsumen yang salah satunya tercermin dari kinerja penjualan ritel.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melansir industri ritel hanya mengantongi pertumbuhan kurang dari lima persen sepanjang Januari-Juni 2017. Pencapaian ini turun jauh apabila dibandingkan beberapa tahun terakhir.
"Konsumen itu lebih banyak menahan belanjanya. Apakah itu belanja ekstra untuk baju atau makanan, kami melihat itu," ujar Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk Michellina Laksmi Triwardhany saat ditemui di Mal Kota Kasablanka, Jumat (4/8).
Wanita yang akrab disapa Dany ini mengungkapkan, nilai transaksi kartu kredit perusahaan tumbuh sekitar 7 persen selama semester I 2017. Hingga akhir tahun, transaksi kartu kredit diperkirakan hanya akan tumbuh satu digit, yakni di kisaran 8 persen hingga 9 persen.
Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan juga melihat masyarakat lebih hati-hati dalam berbelanja. Hal itu berdampak pada melambatnya pertumbuhan transaksi kartu kredit perusahaan, meskipun secara angka masih jauh di atas capaian industri.
Berdasarkan laporan keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk, transaksi kartu kredit pada semester I 2017 tercatat tumbuh 13,1 persen secara tahunan menjadi Rp8,12 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, transaksi kartu kredit perusahaan bisa tumbuh 25,5 persen menjadi Rp7,18 triliun.
"Sampai akhir tahun ini, kami masih optimistis bisa tumbuh 13 persen hingga 15 persen mengingat masih ada beberapa festive season selain juga pertumbuhan jumlah nasabah baru tetap positif," katanya.
Kondisi berbeda dialami PT Bank Central Asia Tbk. Laju transaksi kartu kredit bank swasta nomor wahid ini tumbuh makin kencang. Sepanjang Januari-Juni, nilai transaksi kartu kredit tumbuh 18 persen menjadi Rp11,13 triliun. Pada semester I 2016, nilai transaksi kartu kredit hanya sebesar Rp9,44 triliun atau tumbuh 5,5 persen.
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, kencangnya transaksi kartu kredit nasabah seiring dengan gelaran kegiatan promosi. Misalnya, menggelar pameran wisata dengan menggandeng maskapai tertentu.
Dalam kegiatan tersebut, nasabah yang membayar tiket pesawat dengan kartu kredit akan mendapatkan harga promosi yang lebih murah dibandingkan harga di luar acara. "Kami lebih sering mengadakan event-event yang menarik saja," pungkas Jahja
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), dari sisi transaksi, pertumbuhannya hanya 4,3 persen secara tahunan, yaitu dari Rp139,7 triliun pada Juni 2016 lalu menjadi hanya Rp145,7 triliun pada periode yang sama tahun ini.
Beruntung, volume transaksi kartu kredit tumbuh sedikit lebih kencang dengan capaian 162,35 juta transaksi atau naik 8,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tertahannya laju bisnis kartu kredit tak lepas dari masih lesunya daya beli konsumen yang salah satunya tercermin dari kinerja penjualan ritel.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) melansir industri ritel hanya mengantongi pertumbuhan kurang dari lima persen sepanjang Januari-Juni 2017. Pencapaian ini turun jauh apabila dibandingkan beberapa tahun terakhir.
"Konsumen itu lebih banyak menahan belanjanya. Apakah itu belanja ekstra untuk baju atau makanan, kami melihat itu," ujar Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk Michellina Laksmi Triwardhany saat ditemui di Mal Kota Kasablanka, Jumat (4/8).
Wanita yang akrab disapa Dany ini mengungkapkan, nilai transaksi kartu kredit perusahaan tumbuh sekitar 7 persen selama semester I 2017. Hingga akhir tahun, transaksi kartu kredit diperkirakan hanya akan tumbuh satu digit, yakni di kisaran 8 persen hingga 9 persen.
Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan juga melihat masyarakat lebih hati-hati dalam berbelanja. Hal itu berdampak pada melambatnya pertumbuhan transaksi kartu kredit perusahaan, meskipun secara angka masih jauh di atas capaian industri.
Berdasarkan laporan keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk, transaksi kartu kredit pada semester I 2017 tercatat tumbuh 13,1 persen secara tahunan menjadi Rp8,12 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, transaksi kartu kredit perusahaan bisa tumbuh 25,5 persen menjadi Rp7,18 triliun.
"Sampai akhir tahun ini, kami masih optimistis bisa tumbuh 13 persen hingga 15 persen mengingat masih ada beberapa festive season selain juga pertumbuhan jumlah nasabah baru tetap positif," katanya.
Kondisi berbeda dialami PT Bank Central Asia Tbk. Laju transaksi kartu kredit bank swasta nomor wahid ini tumbuh makin kencang. Sepanjang Januari-Juni, nilai transaksi kartu kredit tumbuh 18 persen menjadi Rp11,13 triliun. Pada semester I 2016, nilai transaksi kartu kredit hanya sebesar Rp9,44 triliun atau tumbuh 5,5 persen.
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, kencangnya transaksi kartu kredit nasabah seiring dengan gelaran kegiatan promosi. Misalnya, menggelar pameran wisata dengan menggandeng maskapai tertentu.
Dalam kegiatan tersebut, nasabah yang membayar tiket pesawat dengan kartu kredit akan mendapatkan harga promosi yang lebih murah dibandingkan harga di luar acara. "Kami lebih sering mengadakan event-event yang menarik saja," pungkas Jahja
Perusahaan Jamu Nyonya Meneer Bangkrut
Putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan pailit pada perusahaan jamu PT Nyonya Meneer membuat was-was ribuan buruh pekerja dan karyawan yang sudah satu tahun belakangan tak mendapatkan honor dan gaji.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah Nanang Setyono menyatakan, putusan pailit Nyonya Meneer akan berimplikasi langsung dengan nasib ribuan buruhnya. Selain kehilangan pekerjaan, perjuangan para buruh selama setahun ini dalam meminta haknya harus kandas. Pasalnya, dengan putusan pailit dari Pengadilan, perusahaan akan langsung lepas tanggungjawab dalam memberikan hak kepada buruhnya.
"Putusan pailit ini akan berimplikasi langsung dengan buruh. Perjuangan ribuan buruh untuk mendapatkan hak pesangon bahkan tunjangan hari raya (THR) juga akan kandas. Perusahaan dengan gampangnya akan lepas tanggungjawab. Padahal, para buruh juga kehilangan pekerjaan, bagaimana keluarganya anak istrinya," ungkap Nanang, Jumat (4/8).
Sebagai jalan tengah, Nanang berharap, agar Pemerintah Daerah Jawa Tengah dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah atau Walikota Semarang bisa membantu melakukan mediasi terhadap kedua pihak. "Kami berharap, pemda turun tangan hadir menengahi. Gubernur Jateng atau Walikota Semarang bisa melakukan mediasi agar ada solusi jalan tengah," imbuh Nanang.
Manajer Humas Nyonya Meneer Lily Siswanto yang dihubungi, enggan memberikan penjelasan terkait putusan pailit tersebut. "Putusan itu sendiri kami masih bingung, karena baru tahu juga dari orang lain. Ini Tim Legal kami lagi bergerak mencari informasi yang sebenarnya," terang Lily.
Sementara itu, pemilik Nyonya Meneer Charles Saerang tidak dapat dihubungi melalui telepon pribadinya. Perusahaan jamu terkemuka, Nyonya Meneer, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso.
Presiden Direktur PT Njonja Meneer, Charles Saerang, mengungkapkan dirinya kaget mendengar kabar putusan pailit pada perusahaan yang dirintis keluarganya tersebut sejak tahun 1919. "Pokoknya itu ada yang iseng saja itu. Kita mau tahu saja itu, perusahaan tak ada masalah kok. Saya juga kaget, saya juga terkejut, kok bisa begitu, apa yang terjadi. Saya lagi di luar kota ini. Tadi baru tahu ada berita-berita ini, ada apa ini sebenarnya. Saya mau cek," kata Charles.
Menurut dia, perusahaan saat ini dalam kondisi sehat, sehingga dirinya kaget begitu ada kabar pailit dari pengadilan. Permohonan pailit yang diketuk palu oleh pengadilan bisa jadi preseden buruk meski perusahaan dianggap masih sehat. "Lah itu orang namanya kalau ada kata-kata pailit itu bisa pailit di hukum kita. Jadi harus dijaga, jangan sampai perusahaan bagus tapi main dipailit. Kayak dulu ada perusahaan bagus sama anak kecil dipailitkan," ungkap Charles yang merupakan penerus generasi ketiga perusahaan jamu itu.
Lanjut dia, perusahaan bahkan saat ini sudah berinvestasi meluaskan usaha jamunya. Selain itu, Nyonya Meneer juga tengah memodernisasi alat-alat produksinya. "Sekarang so far ada beberapa investasi ke beberapa perusahaan lain. Kita sudah lama ke luar negeri (ekspor). Semua alat-alat modern, kita ke Badan Pom untuk mekanisasi ke alat yang lebih modern," pungkasnya.
Sebelumnya, Nyonya Meneer dinyatakan pailit dalam persidangan yang dipimpin hakim Nani Indrawati dalam amar putusan perkara permohonan pembatalan perdamaian antara perusahaan dan kreditur di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (3/8/2017) kemarin. Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso. Nyonya Meneer terbukti tidak sanggup membayar utang.
"Putusannya pembatalan perjanjian damai antara jamu Nyonya Meneer dengan para kreditur. Inti putusannya dinyatakan pailit," kata Humas PN Semarang M Saenal saat dikonfirmasi. Untuk diketahui, 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitor dan 35 kreditor dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang.
Keputusan pengadilan menyatakan perusahaan jamu legendaris PT Nyonya Meneer pailit. Banyak orang terkejut. Sejarahnya begitu panjang dan penuh kenangan di Indonesia. Nama jamu cap 'Nyonya Meneer' begitu melegenda. Setidaknya bagi generasi 1990-an hingga 2000. Tagline-nya sangat terkenal: Berdiri Sejak 1919. Pabrik jamu yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, itu sempat menjadi salah satu perusahaan yang terbesar di Indonesia.
Namun pada Kamis, 3 Agustus 2017, kemarin Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Pabrik jamu yang berdiri sejak 1919 itu pun goyah. Dikutip dari njonjameneer.com pada hari ini, Jumat (4/8/2017), awalnya PT Nyonya Meneer adalah sebuah perusahaan kecil dengan nama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Berdirinya pabrik jamu ini bermula dari keterbatasan Nyonya Meneer yang terlahir dengan nama Lauw Ping Nio. Pada awal 1900-an, suami Nyonya Meneer jatuh sakit.
Berbagai obat mahal telah diberikan, namun sang suami tak kunjung sembuh. Hingga akhirnya di tengah keterbatasan dan keprihatinan waktu itu, Nyonya Meneer meracik aneka tumbuhan dan rempah untuk diminum sang suami. Ternyata ramuan itu mujarab, padahal pengobatan tidak mampu memulihkan kondisi sang suami tercinta. Setelah suaminya sembuh, Nyonya Meneer kemudian sering membantu kerabat dan tetangga di sekitar tempat tinggalnya yang kebetulan tengah sakit. Misalnya sakit kepala, demam, masuk angin, dan penyakit ringan lainnya.
Dari situlah kemudian Nyonya Meneer merintis usaha pembuatan jamu. Perusahaan jamu tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun kepada anak-cucunya. PT Nyonya Meneer mengalami kemajuan pesat pada 1990-an. Produknya dijual hingga merambah dunia internasional, seperti Asia, Eropa, dan Amerika serta ke 12 negara, termasuk Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan China.
Produk-produknya yang terkenal di pasar antara lain Galian Putri, Jamu Sariawan, Amurat, Sakit Kencing, Sehat Wanita, Pria Sehat, Galian Rapet, Bibit (supaya dapat hamil), Mekar Sari, Galian, Jamu Habis Bersalin, Awet Ayu, Gadis Remaja, Susut Perut, Bikin Gemuk, Jamu Langsing, Wasir, dan Minyak Telon.
Pada 1984 sampai 2000-an, perusahaan ini sempat mengalami masalah internal. Mulai dari perebutan kekuasaan hingga tuntutan pemberian tunjangan hari raya dan pemogokan buruh. Puncaknya, pada Kamis kemarin, saat Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Produsen jamu itu digugat pailit oleh PT Nata Meridian Investara. Perusahaan tercatat memiliki kredit macet sebesar Rp 89 miliar.
PT Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perusahaan jamu sejak 1919 itu pun goyah. Keahlian Nyonya Meneer meracik jamu memang legendaris. Dihimpun dari berbagai sumber, PT Nyonya Meneer didirikan oleh Nyonya Meneer, yang terlahir dengan nama Lauw Ping Nio. Awalnya perusahaan ini bernama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Pada 1990-an, perusahaan mengalami perkembangan yang begitu pesat yang membawa nama Nyonya Meneer kian melambung di dunia peracikan jamu tradisional.
Sejak saat itu, berbicara tentang jamu, yang merupakan obat warisan Indonesia, tak bisa dilepaskan dari sosok perempuan inspiratif Nyonya Meneer. Perempuan yang lahir di Sidoarjo pada 1895 tersebut memang piawai meracik jamu. Pada masa pendudukan Belanda tahun 1900-an, kondisi hidup sangatlah berat dan keras. Di masa itu, suami Nyonya Meneer menderita sakit keras. Berbagai upaya pengobatan telah dilakukan, namun tetap sia-sia.
Kala itu Nyonya Meneer teringat kembali akan ramuan Jawa bernama jamu yang dahulu diajarkan oleh orang tuanya. Berbekal pengetahuan dari orang tuanya, Nyonya Meneer meracik jamu dan memberikannya kepada sang suami hingga akhirnya sembuh. Sejak saat itu, Nyonya Meneer mengabdikan keahliannya dalam meracik jamu untuk menolong keluarga, tetangga, kerabat, hingga masyarakat yang membutuhkan. Atas dorongan keluarga, pada 1919 berdiri Jamu Cap Potret Nyonya Meneer, yang menjadi cikal bakal industri jamu terbesar di Indonesia.
Keahliannya membuat jamu pada masa lampau membuat Ibu Tien Soeharto, yang kala itu sebagai Ibu Negara, membangun Museum Jamu Nyonya Meneer pada 18 Januari 1984. Museum jamu pertama Indonesia itu pun dibangun di Jalan Raya Kaligawe, Semarang.
Museum tersebut terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama berfungsi sebagai gedung serbaguna untuk menampung tamu rombongan, sekaligus penjelasan singkat tentang sejarah Nyonya Meneer. Sedangkan di lantai kedua terdapat pernak-pernik pembuatan jamu dan peninggalan Nyonya Meneer, hingga sejarah jamu dari masa ke masa.
Anda juga bisa bersantai di Taman Jamu seluas 2 hektare, yang memiliki sekitar 600 spesies tanaman jamu. Di Taman Jamu juga dapat disaksikan pembuatan langsung jamu oleh ahli peracik jamu. Namun, pada Kamis (3/8) kemarin, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Entah bagaimana nasib jamu-jamu legendarisnya nanti.
Siapa tidak kenal jamu Nyonya Meneer, produsen jamu yang terkenal dengan slogan berdiri sejak tahun 1919. Kini pabrik perusahaan jamu tersebut, yaitu PT Njonja Meneer dinyatakan pailit. Sang nyonya goyah setelah terus berdiri hampir seabad. Nyonya Meneer dinyatakan pailit dalam persidangan yang dipimpin hakim Nani Indrawati dalam amar putusan perkara permohonan pembatalan perdamaian antara perusahaan dan kreditur di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (3/8/2017) kemarin.
Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso. Nyonya Meneer terbukti tidak sanggup membayar hutang. "Putusannya pembatalan perjanjian damai antara jamu Nyonya Meneer dengan para kreditur. Inti putusannya dinyatakan pailit," kata Humas PN Semarang M Saenal.
Untuk diketahui, 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitor dan 35 kreditor dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang. Pada perkara ini, pihak Hendrianto menggugat pailit Nyonya Meneer karena tidak menyelesaikan hutang sesuai proposal perdamaian. Hendrianto hanya menerima Rp 118 juta dari total hutang Rp 7,04 miliar.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah Nanang Setyono menyatakan, putusan pailit Nyonya Meneer akan berimplikasi langsung dengan nasib ribuan buruhnya. Selain kehilangan pekerjaan, perjuangan para buruh selama setahun ini dalam meminta haknya harus kandas. Pasalnya, dengan putusan pailit dari Pengadilan, perusahaan akan langsung lepas tanggungjawab dalam memberikan hak kepada buruhnya.
"Putusan pailit ini akan berimplikasi langsung dengan buruh. Perjuangan ribuan buruh untuk mendapatkan hak pesangon bahkan tunjangan hari raya (THR) juga akan kandas. Perusahaan dengan gampangnya akan lepas tanggungjawab. Padahal, para buruh juga kehilangan pekerjaan, bagaimana keluarganya anak istrinya," ungkap Nanang, Jumat (4/8).
Sebagai jalan tengah, Nanang berharap, agar Pemerintah Daerah Jawa Tengah dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah atau Walikota Semarang bisa membantu melakukan mediasi terhadap kedua pihak. "Kami berharap, pemda turun tangan hadir menengahi. Gubernur Jateng atau Walikota Semarang bisa melakukan mediasi agar ada solusi jalan tengah," imbuh Nanang.
Manajer Humas Nyonya Meneer Lily Siswanto yang dihubungi, enggan memberikan penjelasan terkait putusan pailit tersebut. "Putusan itu sendiri kami masih bingung, karena baru tahu juga dari orang lain. Ini Tim Legal kami lagi bergerak mencari informasi yang sebenarnya," terang Lily.
Sementara itu, pemilik Nyonya Meneer Charles Saerang tidak dapat dihubungi melalui telepon pribadinya. Perusahaan jamu terkemuka, Nyonya Meneer, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso.
Presiden Direktur PT Njonja Meneer, Charles Saerang, mengungkapkan dirinya kaget mendengar kabar putusan pailit pada perusahaan yang dirintis keluarganya tersebut sejak tahun 1919. "Pokoknya itu ada yang iseng saja itu. Kita mau tahu saja itu, perusahaan tak ada masalah kok. Saya juga kaget, saya juga terkejut, kok bisa begitu, apa yang terjadi. Saya lagi di luar kota ini. Tadi baru tahu ada berita-berita ini, ada apa ini sebenarnya. Saya mau cek," kata Charles.
Menurut dia, perusahaan saat ini dalam kondisi sehat, sehingga dirinya kaget begitu ada kabar pailit dari pengadilan. Permohonan pailit yang diketuk palu oleh pengadilan bisa jadi preseden buruk meski perusahaan dianggap masih sehat. "Lah itu orang namanya kalau ada kata-kata pailit itu bisa pailit di hukum kita. Jadi harus dijaga, jangan sampai perusahaan bagus tapi main dipailit. Kayak dulu ada perusahaan bagus sama anak kecil dipailitkan," ungkap Charles yang merupakan penerus generasi ketiga perusahaan jamu itu.
Lanjut dia, perusahaan bahkan saat ini sudah berinvestasi meluaskan usaha jamunya. Selain itu, Nyonya Meneer juga tengah memodernisasi alat-alat produksinya. "Sekarang so far ada beberapa investasi ke beberapa perusahaan lain. Kita sudah lama ke luar negeri (ekspor). Semua alat-alat modern, kita ke Badan Pom untuk mekanisasi ke alat yang lebih modern," pungkasnya.
Sebelumnya, Nyonya Meneer dinyatakan pailit dalam persidangan yang dipimpin hakim Nani Indrawati dalam amar putusan perkara permohonan pembatalan perdamaian antara perusahaan dan kreditur di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (3/8/2017) kemarin. Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso. Nyonya Meneer terbukti tidak sanggup membayar utang.
"Putusannya pembatalan perjanjian damai antara jamu Nyonya Meneer dengan para kreditur. Inti putusannya dinyatakan pailit," kata Humas PN Semarang M Saenal saat dikonfirmasi. Untuk diketahui, 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitor dan 35 kreditor dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang.
Keputusan pengadilan menyatakan perusahaan jamu legendaris PT Nyonya Meneer pailit. Banyak orang terkejut. Sejarahnya begitu panjang dan penuh kenangan di Indonesia. Nama jamu cap 'Nyonya Meneer' begitu melegenda. Setidaknya bagi generasi 1990-an hingga 2000. Tagline-nya sangat terkenal: Berdiri Sejak 1919. Pabrik jamu yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, itu sempat menjadi salah satu perusahaan yang terbesar di Indonesia.
Namun pada Kamis, 3 Agustus 2017, kemarin Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Pabrik jamu yang berdiri sejak 1919 itu pun goyah. Dikutip dari njonjameneer.com pada hari ini, Jumat (4/8/2017), awalnya PT Nyonya Meneer adalah sebuah perusahaan kecil dengan nama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Berdirinya pabrik jamu ini bermula dari keterbatasan Nyonya Meneer yang terlahir dengan nama Lauw Ping Nio. Pada awal 1900-an, suami Nyonya Meneer jatuh sakit.
Berbagai obat mahal telah diberikan, namun sang suami tak kunjung sembuh. Hingga akhirnya di tengah keterbatasan dan keprihatinan waktu itu, Nyonya Meneer meracik aneka tumbuhan dan rempah untuk diminum sang suami. Ternyata ramuan itu mujarab, padahal pengobatan tidak mampu memulihkan kondisi sang suami tercinta. Setelah suaminya sembuh, Nyonya Meneer kemudian sering membantu kerabat dan tetangga di sekitar tempat tinggalnya yang kebetulan tengah sakit. Misalnya sakit kepala, demam, masuk angin, dan penyakit ringan lainnya.
Dari situlah kemudian Nyonya Meneer merintis usaha pembuatan jamu. Perusahaan jamu tersebut kemudian diwariskan secara turun-temurun kepada anak-cucunya. PT Nyonya Meneer mengalami kemajuan pesat pada 1990-an. Produknya dijual hingga merambah dunia internasional, seperti Asia, Eropa, dan Amerika serta ke 12 negara, termasuk Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan China.
Produk-produknya yang terkenal di pasar antara lain Galian Putri, Jamu Sariawan, Amurat, Sakit Kencing, Sehat Wanita, Pria Sehat, Galian Rapet, Bibit (supaya dapat hamil), Mekar Sari, Galian, Jamu Habis Bersalin, Awet Ayu, Gadis Remaja, Susut Perut, Bikin Gemuk, Jamu Langsing, Wasir, dan Minyak Telon.
Pada 1984 sampai 2000-an, perusahaan ini sempat mengalami masalah internal. Mulai dari perebutan kekuasaan hingga tuntutan pemberian tunjangan hari raya dan pemogokan buruh. Puncaknya, pada Kamis kemarin, saat Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Produsen jamu itu digugat pailit oleh PT Nata Meridian Investara. Perusahaan tercatat memiliki kredit macet sebesar Rp 89 miliar.
PT Nyonya Meneer dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perusahaan jamu sejak 1919 itu pun goyah. Keahlian Nyonya Meneer meracik jamu memang legendaris. Dihimpun dari berbagai sumber, PT Nyonya Meneer didirikan oleh Nyonya Meneer, yang terlahir dengan nama Lauw Ping Nio. Awalnya perusahaan ini bernama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Pada 1990-an, perusahaan mengalami perkembangan yang begitu pesat yang membawa nama Nyonya Meneer kian melambung di dunia peracikan jamu tradisional.
Sejak saat itu, berbicara tentang jamu, yang merupakan obat warisan Indonesia, tak bisa dilepaskan dari sosok perempuan inspiratif Nyonya Meneer. Perempuan yang lahir di Sidoarjo pada 1895 tersebut memang piawai meracik jamu. Pada masa pendudukan Belanda tahun 1900-an, kondisi hidup sangatlah berat dan keras. Di masa itu, suami Nyonya Meneer menderita sakit keras. Berbagai upaya pengobatan telah dilakukan, namun tetap sia-sia.
Kala itu Nyonya Meneer teringat kembali akan ramuan Jawa bernama jamu yang dahulu diajarkan oleh orang tuanya. Berbekal pengetahuan dari orang tuanya, Nyonya Meneer meracik jamu dan memberikannya kepada sang suami hingga akhirnya sembuh. Sejak saat itu, Nyonya Meneer mengabdikan keahliannya dalam meracik jamu untuk menolong keluarga, tetangga, kerabat, hingga masyarakat yang membutuhkan. Atas dorongan keluarga, pada 1919 berdiri Jamu Cap Potret Nyonya Meneer, yang menjadi cikal bakal industri jamu terbesar di Indonesia.
Keahliannya membuat jamu pada masa lampau membuat Ibu Tien Soeharto, yang kala itu sebagai Ibu Negara, membangun Museum Jamu Nyonya Meneer pada 18 Januari 1984. Museum jamu pertama Indonesia itu pun dibangun di Jalan Raya Kaligawe, Semarang.
Museum tersebut terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama berfungsi sebagai gedung serbaguna untuk menampung tamu rombongan, sekaligus penjelasan singkat tentang sejarah Nyonya Meneer. Sedangkan di lantai kedua terdapat pernak-pernik pembuatan jamu dan peninggalan Nyonya Meneer, hingga sejarah jamu dari masa ke masa.
Anda juga bisa bersantai di Taman Jamu seluas 2 hektare, yang memiliki sekitar 600 spesies tanaman jamu. Di Taman Jamu juga dapat disaksikan pembuatan langsung jamu oleh ahli peracik jamu. Namun, pada Kamis (3/8) kemarin, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan PT Nyonya Meneer pailit. Entah bagaimana nasib jamu-jamu legendarisnya nanti.
Siapa tidak kenal jamu Nyonya Meneer, produsen jamu yang terkenal dengan slogan berdiri sejak tahun 1919. Kini pabrik perusahaan jamu tersebut, yaitu PT Njonja Meneer dinyatakan pailit. Sang nyonya goyah setelah terus berdiri hampir seabad. Nyonya Meneer dinyatakan pailit dalam persidangan yang dipimpin hakim Nani Indrawati dalam amar putusan perkara permohonan pembatalan perdamaian antara perusahaan dan kreditur di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (3/8/2017) kemarin.
Perusahaan jamu legendaris itu dinyatakan pailit setelah digugat kreditur asal Sukoharjo, Hendrianto Bambang Santoso. Nyonya Meneer terbukti tidak sanggup membayar hutang. "Putusannya pembatalan perjanjian damai antara jamu Nyonya Meneer dengan para kreditur. Inti putusannya dinyatakan pailit," kata Humas PN Semarang M Saenal.
Untuk diketahui, 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitor dan 35 kreditor dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang. Pada perkara ini, pihak Hendrianto menggugat pailit Nyonya Meneer karena tidak menyelesaikan hutang sesuai proposal perdamaian. Hendrianto hanya menerima Rp 118 juta dari total hutang Rp 7,04 miliar.
Subscribe to:
Posts (Atom)