CEO Bukalapak, Achmad Zaky, mengatakan meski ramai pemberitaan belakangan ini terkait lesunya daya beli masyarakat, namun nyatanya transaksi penjualan di e-commerce malah naik.
"Kalau di Bukalapak sendiri naik tiga digit atau triple digit. Satu bulan transaksi di Bukalapak mencapai Rp 1 triliun, dengan transaksi per hari rata-rata 150.000. So far masih terus mengalami peningkatan terus sebagaimana jumlah pelapak yang saat ini sudah 1,7 juta," jelas Zaky.
Soal perbandingan dengan toko ritel yang malah menurun, menurut dia, fenomena tersebut harus dilihat secara lebih mendalam. Lantaran selain daya beli, faktor lainnya juga pergeseran tren berbelanja. "Itu harus dilihat secara holistik, misalnya yang sepi kan toko-toko saja, atau yang di mal dengan biaya sewa tinggi, dan sebagainya. Sementara di online modal kecil pun bisa," terang Zaky.
"Kemudian contoh mudahnya, orang di ujung Sabang bisa jualan kopi langsung ke pembeli yang berada di apartemen mewah di Jakarta. 5 Tahun lalu, tidak ada yang seperti itu. Jadi ada pergeseran perputaran ekonomi, karena di manapun orang sekarang bisa berjualan," imbuhnya.
Lanjut dia, produk yang paling banyak dicari di toko online pun sebenarnya merupakan produk yang bukan kebutuhan pokok. "Paling banyak dicari di Bukalapak itu produk fashion, pakaian contohnya. Baru kemudian kedua itu gadget. Intinya ada online menciptakan opportunity yang sama, pemain besar dan UKM," ujar Zaky.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), Feriadi, menuturkan tren belanja online terus meningkat, yang bisa dilihat dari terus naiknya jasa pengiriman dari toko-toko online.
"Pertumbuhan jumlah pengiriman JNE mulai tahun 2010 sampai dengan akhir tahun lalu konsisten mencapai 30%, tahun ini pun diharapkan dapat tetap konsisten di angka tersebut. Saat ini jumlah pengiriman paket setiap bulannya rata-rata 16 juta paket. Sekitar 60%-70% pengiriman JNE adalah pengiriman e-commerce dari online marketplace," jelas Feriadi.
Lanjut dia, jumlah paket hanya berasal dari toko e-commerce, dan belum menghitung paket jual beli online yang dilakukan lewat media sosial. "Jumlah tersebut belum termasuk pengiriman paket dari para online seller yang berdagang tidak melalui online marketplace, tapi dari akun-akun social media pribadi sehingga tidak terdeteksi, karena tidak berbeda dengan pelanggan pada umumnya yang mengirimkan paket untuk keperluan pribadi," tutur Feriadi.
No comments:
Post a Comment