Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut pelbagai keluhan terkait perumahan memiliki jenis yang beragam, di antaranya pada apartemen. Staf Pengaduan dan Hukum YLKI, Mustafa mengatakan berbagai keluhan itu ditemukan mulai dari proses penawaran, pembangunan, hingga pengelolaan.
Pengaduan soal pemasaran, kata Mustafa, terkait dengan janji-janji atau iklan di brosur yang tidak dipenuhi oleh pengembang. "Janji-janji yang enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dari sisi penawaran," kata Mustafa. Salah satu contohnya, kata Mustafa adalah kasus komika Acho yang dijanjikan oleh pengembang adanya ruang terbuka hijau. Namun, lanjutnya, bukan ruang terbuka hijau yang didapatkan tetapi justru ruang terbuka beton.
"Hal-hal seperti itu sudah terjadi banyak, wanprestasi kemudian janji-janji enggak ditepati, jual mimpi, itu poin penting dalam sisi penawaran". Diketahui, kasus konsumen kembali mencuat usai komika Acho dijerat pasal pencemaran nama baik melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal itu terkait dengan kritik yang disampaikanya melalui blog mengenai fasilitas di Apartemen Green Pramuka.
Terkait hal itu, YLKI juga menyatakan apa yang disampaikan oleh Acho tidak keliru. Lembaga itu justru mengecam kriminalisasi komika tersebut. Soal pembangunan, lanjut Mustafa, hal itu berkaitan dengan pembangunan yang tidak sesuai dengan waktu yang dijanjikan. Selain itu juga keterlambatan serah terima unit dari pengembang kepada konsumen.
Keterlambatan tersebut menurut Mustafa sangat merugikan konsumen. Hal ini karena pengembang tidak langsung memberikan kompensasi kepada konsumen. Kompensasi baru dibayarkan enam bulan dari tanggal keterlambatan. Aturan soal kompensasi tersebut, kata Mustafa sudah ada dalam perjanjian dan konsumen menjadi pihak yang dirugikan.
"Dalam perjanjian dibuat seperti itu, itu enggak seimbang, sangat enggak adil, enggak bisa dinego," ujarnya.
Data aduan YLKI menyebut setidaknya aduan tentang pembangunan ada 39,84 persen dari 123 aduan perumahan. Sementara itu, terkait dengan pengelolaan, Mustafa menyebut sering kali pengembang melalukan intervensi dalam pengelolaan, misalnya pengelolaan apartemen.
Data aduan YLKI menyebut ada 17,89 persen dari 123 aduan tentang pengelolaan yang diterima YLKI. Menurut Mustafa, dalam jangka waktu satu tahun setelah serah terima unit dan konsumen sudah mendapatkan bukti, misalnya sertifikat, harusnya dibentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3SRS).
Fungsinya, melakukan musyawarah dan perundingan untuk menentukan pihak yang akan mengelola apartemen. Pengembang, kata Mustafa, sering kali melakukan intervensi dalam pembentukan P3SRS dengan berbagai modus. Misalnya dengan menghalang-halangi pembentukan P3SRS dengan alasan seluruh unit belum terjual. Modus lainnya, dengan menempatkan orang dalam P3SRS.
No comments:
Post a Comment