Dinilai tidak mendukung demokrasi ekonomi kerakyatan, pengusaha mikro serta ekonomi yang kompetitif yang mengedepankan asas kekeluargaan maka Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dicabut Mahkamah Agung (MA). Majelis menilai peraturan itu bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
MA mencabut 14 pasal dalam Permenhub tersebut. Putusan itu diketok oleh hakim agung Supandi, hakim agung Is Sudaryono, dan hakim agung Hary Djatmiko. Berikut 4 pertimbangan majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Selasa (22/8/2017):
1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.
2. Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.
4. Dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, Mahkamah Agung menilai objek permohonan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, sebagai berikut:
a. bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
b. bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus.
"Menyatakan pasal:
1. Pasal 5 ayat (1) huruf e.
2. Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e.
3. Pasal 20.
4. Pasal 21.
5. Pasal 27 huruf a.
6. Pasal 30 huruf b.
7. Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3.
8. Pasal 36 ayat (4) (10) huruf a angka 3.
9.Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b.
10. Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2 dan ayat (11) huruf a angka 2.
11. Pasal 51 ayat (3), huruf c.
12. Pasal 37 ayat (4) huruf c.
13. Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2
14. Pasal 66 ayat (4)
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," putus majelis dalam sidang yang tidak dihadiri para pihak itu.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Kementerian Perhubungan akan mengkaji putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubunhan (Permenhub) Nomor 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dicabut.
Ia mengatakan, kementeriannya tidak bisa serta-merta mencabut pasal-pasal yang diperintahkan MA, karena langkah tersebut bisa mengganggu situasi kondusif saat ini. Kemenhub menerima putusan MA tersebut pada Agustus 2017 sehingga baru berlaku efektif pada 1 November 2017.
"Saya masih mempelajari keputusan MA, yang jelas sebagai kementerian apa yang diputuskan oleh MA tetap kami hormati. Namun demikian, karena ini berkaitan dengan masyarakat banyak, kami juga akan mencari jalan keluar agar tidak ada perusahaan yang dirugikan," ujarnya, Senin (21/6).
Ia mengimbau, masyarakat dan operator angkutan online untuk tidak terlalu resah karena efektif putusan MA itu masih tiga bulan. Ia menjelaskan, Kemenhub akan mengambil sikap terbaik yang dapat menjalankan keputusan MA, namun pelaksanaannya tidak menimbulkan gejolak di lapangan.
"Jadi, kami punya waktu untuk mencari jalan keluar," terang dia.
Kemenhub, sambungnya, akan melakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi, termasuk dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait dengan putusan MA tersebut. "Kami masih punya waktu sampai 1 November 2017 untuk mengambil sikap yang terbaik. Di satu sisi, kami melaksanakan apa yang menjadi putusan MA. Tapi, pelaksaan putusannya juga tidak menimbulkan gejolak di lapangan," katanya.
Sebelumnya, dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 37 P/HUM/2017 menyatakan bahwa pengemudi online menang di tingkat MA, di mana dalam ajuannya, angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online disebut sebagai konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan dan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu
No comments:
Post a Comment