Berbagai analis memproyeksikan perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini cenderung terbatas dan datar (sideways). Masa sideways sendiri kerap muncul saat pasar modal tengah sepi penopang. Kondisi tersebut menimbulkan keraguan di kalangan investor untuk bertransaksi.
Dalam masa seperti ini, Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyarankan untuk memantau sektor yang tergolong tangguh. Salah satunya, sektor perkebunan.
Sektor itu dinilainya mampu tumbuh meski sentimen negatif mendominasi pergerakan indeks. Pasalnya, sektor terkait memiliki daya ungkit yang kuat karena produk yang dipasarkan menyangkut kebutuhan dasar masyarakat.
"Sektor perkebunan menjadi pilihan karena mampu mengatasi sentimen negatif yang ada. Sebab, daya ungkit sektor berhubungan dengan salah satu prinsip ekonomi mendasar yaitu pangan," ucapnya, Senin (24/8).
Ketika berbagai kebutuhan sekunder dapat ditunda, Lucky menyebut kebutuhan pangan tak dapat dikompromikan. Ini tercermin dari kinerja kinclong saham-saham utama perkebunan seperti PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
AALI berhasil tumbuh 62,95 persen dalam 3 bulan terakhir. Pada perdagangan penutupan pekan lalu, Rabu (19/8), emiten mendarat di posisi Rp10.225 per saham atau menguat 0,49 persen sepanjang pekan.
Meski sempat bertengger di Rp4.140 yang merupakan level terendahnya akibat virus corona pada Maret lalu, emiten menunjukkan pertumbuhan yang konsisten hingga menembus level Rp10 ribu pada awal Agustus.
Pendiri LBP itu meramal emiten masih berpotensi menguat dan kembali ke posisinya pada awal 2020 yang di level Rp14 ribu. Kalau proyeksi benar menjadi kenyataan, potensi cuan investor bisa mencapai hingga 40 persen.
"Saham sektor perkebunan masih memperoleh apresiasi cukup baik dan memiliki potensi (tumbuh)," lanjut dia.
Melihat kinerja perusahaan pada kuartal I 2020, AALI mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 13,3 persen dari Rp4,23 triliun menjadi Rp4,8 triliun jika dibandingkan periode sama 2019.
Seiring, laba bersih AALI dilaporkan sebesar Rp371,06 miliar atau meroket ratusan kali lipat dibandingkan periode sama 2019 yakni Rp37,41 miliar.
Melonjaknya laba bersih AALI didorong oleh kenaikan harga jual rata-rata minyak sawit sebesar 45 persen menjadi Rp 9.037 per kilogram (Kg) dibandingkan harga sawit pada tahun sebelumnya.
Melesatnya kenaikan laba juga ditopang oleh turunnya beban pokok perusahaan dari Rp7,97 triliun menjadi Rp7,77 triliun atau 2,5 persen pada periode perbandingan sama. Efisiensi juga dilakukan untuk memangkas beban lainnya seperti beban penjualan dan beban pendanaan.
Dari sisi aset, AALI mencatatkan total aset mencapai Rp27,3 triliun yang terdiri dari aset lancar sebesar Rp5,6 triliun dan aset tidak lancar Rp21,7 triliun per akhir Maret 2020.
Sementara, total utang dilaporkan senilai Rp8,06 triliun dengan komposisi utang jangka pendek Rp1,52 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp6,54 triliun.
Lucky menambahkan penting bagi investor untuk melakukan pengecekan terhadap harga komoditas yang diperjualbelikan perusahaan. Sebab, kinerja saham sangat bergantung dengan harga pasaran komoditas terkait.
"Mayoritas harga komoditas melalui pasar berjangka saat ini menguat, mayoritas mengalami kenaikan dan ini menjadi salah satu indikator harga acuan komoditas dunia dan menjadi sinyal dari prospek investasi," terangnya.
Ia merekomendasikan beli AALI dengan harga target Rp10.940.
Sebagai pilihan lainnya, LSIP juga dapat dijadikan referensi beli. Mengutip RTI Infokom, emiten menguat 35,86 persen selama 3 bulan terakhir, mendarat ke level 985 pada penutupan pekan lalu.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya menuturkan jelang cairnya bantuan tunai langsung (BLT) pekerja di bawah Rp5 juta pada akhir Agustus mendatang, sektor konsumer juga bisa dilirik.
Dengan adanya stimulus transfer tunai ini, Hariyanto menilai target pemerintah menggenjot konsumsi bakal tercapai. Sebab, penerima adalah kalangan pekerja pas-pasan yang memang membutuhkan uang tambahan selama pandemi covid-19.
Diketahui, pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp37 triliun dalam program BLT pekerja formal yang terdaftar di BPJamsostek. Bantuan akan diberikan kepada 15,72 juta pekerja sebesar Rp600 ribu selama 4 bulan. Program diberikan kepada pekerja bergaji rendah demi merangsang konsumsi masyarakat.
Oleh karena itu, Hariyanto merekomendasikan saham-saham konsumer seperti PT Unilever Indonesia TBK (UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).
Namun, ia tak mematok harga target atas saham-saham pilihannya tersebut.
"Kami pikir saham-saham di sektor konsumsi pokok (consumer staples) dan rokok akan diuntungkan," ucap dia seperti dikutip dari risetnya.
No comments:
Post a Comment