Monday, August 24, 2020

Ditangani Ahok ... Pertamina Langsung Rugi 11 Triliun Rupiah

Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ramai dibahas di Twitter. Hal itu menyusul kinerja Pertamina yang mencatat rugi US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,13 triliun (kurs Rp 14.500).

PT Pertamina (Persero) mencatatkan rugi US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,13 triliun (kurs Rp 14.500/US$) pada semester I-2020. Catatan tersebut terungkap dalam laporan keuangan yang diunggah di situs resmi perusahaan.

Bila ditarik dalam rentang satu tahun, catatan keuangan Pertamina ini berbanding terbalik dengan kinerja di periode yang sama di tahun 2019. Kala itu, produsen minyak pelat merah ini masih membukukan laba sebesar US$ 659,96 juta atau setara Rp 9,56 triliun.

Penurunan drastis pada laporan keuangan Pertamina ini tak lepas dari kinerja penjualan perusahaan pada semester I-2020 yang anjlok 19,84% menjadi US$ 20,48 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat US$ 25,55 miliar.

Padahal total beban pokok penjualan dan beban langsung Pertamina berhasil turun 14,15% menjadi US$ 18,87 miliar, sayang, itu belum bisa menutupi kerugian dari penurunn penjualan tadi.

PT Pertamina (Persero) melalui Marketing Operation Region III mencatatkan kenaikan konsumsi BBM hingga pertengahan Agustus 2020. Konsumsi BBM pada masa transisi tatanan baru tahap II di wilayah MOR III (DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat) mencapai 91% dari konsumsi pada masa normal atau periode bulan Januari-Februari 2020 sebelum pandemi.

Unit Manager Communication Relations & CSR MOR III Eko Kristiawan menyebut untuk wilayah MOR III hingga pertengahan Agustus 2020, konsumsi rata-rata harian masyarakat terhadap BBM jenis Gasoline (Premium, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo) mencapai 23.808 KL per hari.

Keyword Ahok sempat trending di jagat maya bersanding dengan narasi atau berita soal kerugian Pertamina tersebut. "Kondisi normal adalah konsumsi rata-rata harian pada periode Januari-Februari 2020, yakni kondisi sebelum pandemi COVID-19 diumumkan di Indonesia dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengharuskan masyarakat beraktivitas dari rumah," jelasnya.

Sedangkan, konsumsi BBM jenis Gasoil (Biosolar, Dexlite dan Pertamina Dex) telah mencapai 8.281 KL per hari atau telah mencapai 85% dari konsumsi harian rata-rata pada kondisi normal periode bulan Januari-Februari sekitar 9.811 Kl.

"Sejak Pemerintah memberlakukan masa transisi tatanan baru tahap I pada Juni 2020, terutama untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, konsumsi BBM baik gasoline maupun gasoil berangsur meningkat," ujar Eko.

Eko menjelaskan konsumsi BBM sudah mulai menggeliat di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) yang konsumsi rata-rata hariannya terhadap BBM jenis Gasoline pada bulan Agustus sudah mencapai 109% dari konsumsi normal.

"Yakni, konsumsi normal sekitar 1.700 KL, sementara pada Agustus sudah mencapai 1.900 KL. Sementara untuk BBM jenis Gasoil, kenaikan konsumsi di Ciayumajakuning sudah mencapai 93% dari konsumsi kondisi normal," tutur Eko.

Hal serupa terjadi untuk wilayah Sukabumi dan Cianjur. Eko mengatakan konsumsi BBM jenis Gasoline, yakni Premium dan Pertamax Series mencapai 1.200 KL atau sekitar 106% dari kondisi normal, sedangkan Gasoil hampir mencapai 300 KL atau 90% dari kondisi normal.

Sementara di wilayah Ibu Kota, Bogor, dan Depok, konsumsi BBM jenis Gasoline telah mencapai lebih dari 7 ribu KL atau sebesar 81% dari konsumsi normal. Sedangkan Gasoil mencapai 79% dari konsumsi sebelum pandemi atau masih berkisar 2.000 KL per hari.

"Dalam kondisi pandemi saat ini, kami mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan lingkungan. Salah satunya dengan menggunakan bahan bakar berkualitas yang memiliki kandungan oktan tinggi, sehingga memiliki kandungan zat buang lebih sedikit dan lebih bersih untuk lingkungan," jelas Eko.

Lebih lanjut Eko mengatakan pada momen libur panjang dan cuti bersama Tahun Baru Islam 1442 H, Pertamina memastikan kesiapan BBM dan LPG cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dari pantauan Senin (24/8/2020), kinerja Ahok pun disorot netizen. Sejumlah netizen menyindir, salah satunya akun @Prof_Blusukan. "Waktu Ahok masuk Pertamina dia bilang gini : "Saya digaji untuk menyelamatkan uang Pertamina" Setelah Ahok masuk, Pertamina justru 'KEHILANGAN UANGNYA' Teman Ahok Indonesia (TAI) mana suaranya?" cuit akun tersebut.

Lalu ada juga Agung nusanjaya dengan akun @AcgungN. Ia mengatakan, Ahok hanya biasa-biasa saja.

"Terbukti Ahok bkan siapa2 ( biasa2 aja )," katanya.

Selain itu ada juga aLy_Benzema dengan akun @BintangTimur27. Ia mempertanyakan kenapa Pertamina rugi.

"Padahal Rakyat Sudah Di Peras Kenapa Masih Rugi Koh @basuki_btp, Katanya Dengan Adanya Ente Di Pertamina Semua Mafia Bakal Di Babat Abis?" cuitnya. Namun, ada juga yang membela Ahok. Salah seorang netizen mengatakan, jika tidak ada Ahok rugi Pertamina semakin besar.

"Untung ada Ahok. Kalau tidak ada beliau, mungkin kerugian Pertamina bakal melonjak jadi 44 T," cuti akun @TofaTofa_id.

Hal senada juga diungkapkan akun @Ferysplace. Menurutnya, tanpa Ahok kerugian Pertamina semakin besar. "Klo bukan Ahok komisarisnya, ruginya bisa 110T," cuitnya. Dalam situs resmi perusahaan disebutkan, Pertamina rugi US$ 767,92 juta atau setara Rp 11,13 triliun. Bila ditarik dalam rentang satu tahun, catatan keuangan Pertamina ini berbanding terbalik dengan kinerja di periode yang sama di tahun 2019. Kala itu, produsen minyak pelat merah ini masih membukukan laba sebesar US$ 659,96 juta atau setara Rp 9,56 triliun.

Penurunan drastis pada laporan keuangan Pertamina ini tak lepas dari kinerja penjualan perusahaan pada semester I-2020 yang anjlok 19,84% menjadi US$ 20,48 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat US$ 25,55 miliar.

Padahal total beban pokok penjualan dan beban langsung Pertamina berhasil turun 14,15% menjadi US$ 18,87 miliar, sayang, itu belum bisa menutupi kerugian dari penurunan penjualan tadi.

No comments:

Post a Comment