Wednesday, April 21, 2021

Ekonomi Syariah Belum Mampu Layani Rakyat Indonesia

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Rosmaya Hadi mengatakan industri ekonomi syariah Indonesia belum mampu memenuhi permintaan domestik. Dengan demikian, beberapa produk harus dipenuhi dari luar negeri alias impor. "Ini sebuah tantangan. Hal tersebut bisa jadi ancaman karena ini dapat berimplikasi terhadap peningkatan defisit perdagangan," ungkap Rosmaya dalam Seminar Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, Rabu (21/4).

Jika dibiarkan, maka ini juga akan mengancam kemandirian dan ketahanan perekonomian nasional. Pasalnya, Indonesia akan terus bergantung dengan impor untuk memenuhi permintaan domestik. Makanya akselerasi pengembangan ekonomi syariah sangat penting untuk mengoptimalkan laju ekonomi nasional," jelas Rosmaya.

Selain itu, ia menyatakan pemanfaatan teknologi pada proses bisnis di sektor ekonomi syariah juga perlu mendapatkan perhatian. Pasalnya, penggunaan teknologi bisa mendorong efisiensi dalam proses produksi industri halal.

"Teknologi juga membuka akses pasar pendanaan besar bagi ekonomi syariah dan menggiatkan edukasi ekonomi syariah," jelas Rosmaya. Di sisi lain, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan aset keuangan syariah global terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan dari Refinitiv dan ICB, aset keuangan syariah global diperkirakan naik dari US$2,88 triliun pada 2019 menjadi RpUS$3,69 triliun pada 2024.

"Awal tahun ini, Bank of England luncurkan instrumen likuiditas khusus berbasis syariah jadi perbankan dan institusi keuangan syariah di Inggris bisa mendapatkan akses sesuai prinsip syariah dari bank sentral," ucap Destry. Sementara, ia mengklaim pasar keuangan syariah di Indonesia juga terus berkembang. Hal itu bukan hanya dari perbankan, tap juga pasar modal dan fintech syariah.

"Hal ini tak lepas dari tantangan yang dihadapi saat ini, mayoritas penduduk belum mendapatkan akses jasa perbankan secara optimal," terang Destry.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan total pengeluaran konsumen Muslim untuk makanan, minuman, farmasi, dan pariwisata halal pada 2019 sebesar US$2,02 triliun. Hal ini berdasarkan riset The State of Global Islamic Economy Report 2020-2021.

"Indonesia merupakan pasar produk halal terbesar di dunia. Sektor makanan, wisata , farmasi, dan kosmetik jadi salah satu tempat destinasi konsumen terbesar di dunia," ujar Sri Mulyani. Lalu, untuk sektor jasa keuangan syariah juga memiliki kinerja positif pada kuartal I 2020 lalu. Sektor tersebut mampu tumbuh meski pangsa keuangan syariah masih di bawah 10 persen.

"Ini belum termasuk kapitalisasi saham syariah yang total asetnya mencapai Rp1.802,8 triliun," imbuhnya. Ia menambahkan bahwa industri keuangan syariah harus menekankan pada elemen kejujuran dan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini demi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

"Jangan sampai justru saat katakan industri keuangan syariah masyarakat merasa tidak terlindungi atau bahkan jadi objek yang menghilangkan kesempatan dan manfaat ekonomi bagi mereka," pungkas Sri Mulyani.

No comments:

Post a Comment