Wednesday, April 14, 2021

Pegawai KFC Indonesia Minta THR ... Yang Diberikan Malah Wajib Test SWAB PCR Mandiri

 Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) PT Fast Food Indonesia Tbk, pemegang waralaba KFC di Indonesia, menduga perusahaan melakukan aksi 'balasan' terhadap buruh yang melakukan aksi demonstrasi pada Senin (12/4) lalu. Koordinator SPBI Antony Matondang mengatakan pihak manajemen melayangkan surat yang mewajibkan buruh untuk melakukan tes PCR sebelum kembali masuk kerja, paling lambat Kamis (15/4).

Ia menganggap kebijakan itu sebagai balasan karena sebelumnya juga terjadi perkumpulan ratusan anggota Serikat Pekerja Fast Food Indonesia (SPFFI) pada Maret lalu. Namun mereka, lanjut Antony, tidak diwajibkan melaksanakan tes swab PCR.

"Ini perbandingan yang kami katakan tindakan balasan dari perusahaan," ujarnya . Ia juga mengatakan manajemen tidak memperbolehkan tes swab antigen yang lebih murah meski buruh tidak mengalami gejala covid-19. Kebijakan ini, kata dia, memberatkan kantong buruh yang sejak tahun lalu menerima pemangkasan gaji pokok sebesar 30 persen. Ia mengatakan gaji penuh baru akan dibayarkan mulai April 2021 setelah dilakukan aksi demonstrasi itu.

"Kalau preventif harusnya antigen dulu, lihat reaktif tidaknya, kalau reaktif baru abis itu naik ke tes PCR. Kalau tidak ada gejala tapi dipaksakan kan ada indikasi (balasan) ke situ," jelasnya. Ia menilai seharusnya kesehatan menjadi tanggung jawab perusahaan, termasuk tes kesehatan karyawan. Sayangnya, biaya dibebankan ke dompet masing-masing buruh.

"Apabila sampai dengan 15 April 2021pekerja bersangkutan tidak dapat menunjukkan hasil swab PCR negatif (asli), maka perusahaan akan memberlakukan ketentuan sebagaimana yang berlaku dan diatur dalam perjanjian kerja bersama," seperti dikutip dari memo yang diterima redaksi.

Di sisi lain, ia mengatakan bahwa perusahaan telah mengabulkan tuntutan jam kerja penuh dan gaji normal terhitung sejak bulan ini. Di luar itu, ia menyebut tuntutan yang belum jelas kepastiannya adalah soal THR pekerja. Tuntutannya, THR dibayarkan penuh tahun ini, tidak dicicil seperti tahun lalu.

Telah menghubungi Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk Justinus Dalimin Juwono untuk mengonfirmasi hal tersebut. Namun, hingga berita disiarkan, yang bersangkutan belum merespons. Kelompok buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) PT Fast Food Indonesia Tbk, pemegang waralaba KFC di Indonesia, menuntut kejelasan pembayaran tunjangan hari raya (THR) tahun ini.

Koordinator SPBI Antony Matondang mengatakan meski telah dilakukan aksi demonstrasi di kantor pusat KFC di MT Haryono, Jakarta, pada Senin (12/4) lalu, manajemen belum memberikan kepastian pembayaran hak mereka itu.

"Pembayaran THR yang belum jelas, belum ada kepastian. Kenaikan upah staf yang dua tahun juga belum ada kepastian, tunjangan-tunjangan juga belum," bebernya . Dia menyebut, tahun lalu, manajemen dan buruh menyetujui agar THR dicicil dengan ketentuan tidak dilakukan PHK di tengah pandemi. Namun, PHK masih dilakukan pada sebagian karyawan.

"Ternyata realita di lapangan banyak terjadi PHK juga, kawan-kawan yang habis masa kontraknya diputus, otomatis itu PHK karena putusnya kontrak," katanya. Selepas aksi dilakukan, Antony menyebut pihaknya menerima dua surat dari manajemen KFC. Pertama, surat berisi penjelasan terkait tuntutan jam kerja penuh akan dikabulkan mulai bulan ini. Kemudian, pemotongan gaji yang semula sebesar 30 persen akan dibayar penuh kepada karyawan.

Meski menyambut baik kebijakan itu, ia menyayangkan surat kedua yang mewajibkan buruh peserta aksi untuk melakukan tes PCR sebelum masuk kerja, paling lambat pada Kamis (15/4). Keputusan itu, menurut dia, adalah balasan dari manajemen terhadap sekitar 50-an buruh yang melakukan demonstrasi. Pasalnya, pada Maret lalu, manajemen tidak mewajibkan PCR pada perkumpulan ratusan serikat buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Fast Food Indonesia (SPFFI).

"Ini perbandingan yang kami katakan tindakan balasan dari perusahaan," ujarnya.

Ia menyampaikan keberatan karena perusahaan tidak mengizinkan tes swab antigen yang lebih murah. Seharusnya, ia menilai, buruh yang tidak menunjukkan gejala dapat melakukan tes antigen, bila reaktif baru dilakukan tes PCR. "Kalau tidak ada gejala tapi dipaksakan kan ada indikasi ke situ (balasan)," katanya.

Redaksi telah menghubungi Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk Justinus Dalimin Juwono untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Namun, hingga berita diturunkan, yang bersangkutan belum merespons.


No comments:

Post a Comment