Maraknya penyelundupan produk elektronik, khususnya telepon genggam, dituding sebagai salah satu penyebab enggannya investor asing berinvestasi di Indonesia. "Di Indonesia lebih gampang menyelundupkan produk ketimbang investasi," kata Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia Eko Nilam di Jakarta, Selasa, 13 September 2011.
Menurut Eko, bukan hanya Research In Motion, produsen BlackBerry, yang memilih berinvestasi di luar Indonesia, sebelumnya, produsen Motorola yang semula mendirikan pabrik di Indonesia, malah merelokasi pabriknya ke Singapura dan Vietnam. "Semua pabrikan tak berminat," ujarnya.
Eko mengatakan sejak 4 tahun lalu, pihak Asosiasi telah mengusulkan agar pemerintah menata mekanisme impor dengan menggandeng importir atau asosiasi. "Jangan dilepas bebas supaya bisa menciptakan iklim investasi yang kondusif," katanya.
Karena jika dilepas begitu saja, Eko menuturkan, pemerintah tidak akan bisa berbuat banyak terhadap produsen. Akibatnya, dalam beberapa tahun terakhir, sektor telekomunikasi di Indonesia telah kehilangan banyak investasi asing.
Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan saat ini pemerintah sedang berupaya menarik produsen telepon seluler skala besar untuk berinvestasi di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah akan memberikan insentif pajak untuk industri tertentu dan wilayah tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008. "Untuk investasi yang masuk bisa mendapat insentif sesuai PP 62/2008,” ujar Budi.
Selain iming-iming insentif, pemerintah juga telah membahas kebijakan diinsentif, salah satu alternatifnya adalah dengan mengunakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) bagi produk impor. "Saat ini sedang dibahas regulasinya lintas kementerian," kata Budi.
Ia berharap regulasi itu segera kelar dalam waktu cepat agar Indonesia tidak hanya dijadikan pasar semata. Ihwal maraknya selundupan pada produk telepon genggam, Budi meminta kementerian terkait melakukan pengetatan pengawasan untuk mencegah terjadinya penyelundupan.
No comments:
Post a Comment