Menurutnya, pembentukan kerja sama dimaksudkan untuk merestrukturisasi AJB, sehingga AJBB tetap punya wewenang untuk mengontrol AJB. Sayangnya, pendekatan dari Evergreen justru lebih ke bisnis, sehingga dirasa tidak total dalam merestrukturisasi AJB. “Saya melihat ada perubahan persepsi dari investor yang semula kami libatkan sebagai partner restrukturisasi, sehingga persepsinya berubah menjadi partner bisnis,” ujar Adhi, Jumat (26/1).
Selain itu, kinerja yang tak sesuai juga menjadi alasan. Pasalnya, perjanjian awal mengatur bahwa profit net yang bisa didapat mencapai 40 persen berkat adanya kerja sama ini. Namun, profit ini mencapai 12 tahun dengan estimasi mencapai Rp16 triliun. Sayangnya, ketika dilakukan peninjauan kinerja pada Agustus 2017, ternyata kinerja justru kian melorot. Ia mencatat, pada 2016 pendapatan premi masih di angka Rp2,5 triliun.
“Ternyata pendapatan premi PT AJB kurang signifikan, yaitu hanya sekitar RP 700 miliar (pada 2017), sehingga net profit untuk Bumiputera menjadi sangat kecil,” katanya. Masalah lain adalah karena seretnya aliran modal dari Evergreen. Menurutnya, seharusnya AJB mendapat suntikan modal Rp2 triliun dari Evergreen, namun sampai akhir tahun kemarin baru sekitar Rp536 miliar.
Walhasil, kedua kubu membatalkan kerja sama dengan perjanjian susulan, yaitu pengembalian modal yang telah disuntikan sebesar Rp436 miliar. Hal ini karena Rp100 miliar digunakan untuk pembentukan PT baru, yang selanjutnya bisa tetap dimiliki Evergreen, namun PT AJB akan berubah menjadi PT Asuransi Jiwa Bhinneka setelah kerja sama ini batal.
Sedangkan dari pihak Evergreen akan mengembalikan penggunaan gedung milik AJBB. Untuk itu, upaya restrukturisasi akan dilakukan secara internal oleh AJBB sendiri dengan mencoba menggaet investor lain. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) menargetkan pembayaran klaim kepada pemegang polis kembali normal pada April 2018 mendatang. Hal ini karena sebelumnya pembayaran klaim sempat mundur sekitar dua bulan dari batas waktu yang telah diatur.
“Kemarin klaim memang dalam masa transisi, ada masalah agak terlambat sekitar dua bulan. Kami usahakan sampai April semua sudah berjalan normal,” ujar Pengelola Statuter Bidang Sumber Daya Manusia, Umum, dan Komunikasi AJBB Adhi M. Massardhi, Jumat (26/1). Adhi menjelaskan, masalah keterlambatan pembayaran klaim pada beberapa waktu lalu lantaran memang perusahaan telah berkomitmen dengan investor untuk tidak memasarkan produk lebih dulu.
“Akibatnya, tidak ada pendapatan premi. Jadi kami harus mencairkan aset-aset lebih dulu, termasuk reksa dana dan surat berharga. Ini memang tidak mudah,” jelasnya. Sayangnya, ia masih enggan menyebut total klaim yang harus dibayarkan AJB. Hanya saja, estimasinya perusahaan membutuhkan tambahan dana sekitar Rp300 miliar per bulan untuk membayar klaim.
“Sehingga dalam setahun kami butuh Rp2,5-Rp3 triliun untuk menanggulangi klaim,” katanya.
Sementara untuk klaim yang akan lebih dahulu dibayarkan ke pemegang polis merupakan klaim yang habis kontrak dan klaim dari pemegang polis atas kejadian meninggal dunia. “Tetapi kalau yang penebusan memang agak kami tunda, karena penebusan ini setelah diteliti lebih karena pengaruh isu soal Bumiputera yang tidak jelas. Ini mungkin ada sekitar 10 persen dari total klaim yang harus kami bayarkan,” pungkasnya.
Namun, dengan target pembayaran klaim pada April mendatang, Adhi memastikan bahwa hak pemegang polis tetap akan dijamin oleh AJB. Adapun jumlah pemegang polis sebanyak 6,5 juta, namun setelah disisir tersisa 5,5 juta. Sisanya sebanyak 1 juta sudah tak aktif lagi.
“Sehingga dalam setahun kami butuh Rp2,5-Rp3 triliun untuk menanggulangi klaim,” katanya.
Sementara untuk klaim yang akan lebih dahulu dibayarkan ke pemegang polis merupakan klaim yang habis kontrak dan klaim dari pemegang polis atas kejadian meninggal dunia. “Tetapi kalau yang penebusan memang agak kami tunda, karena penebusan ini setelah diteliti lebih karena pengaruh isu soal Bumiputera yang tidak jelas. Ini mungkin ada sekitar 10 persen dari total klaim yang harus kami bayarkan,” pungkasnya.
Namun, dengan target pembayaran klaim pada April mendatang, Adhi memastikan bahwa hak pemegang polis tetap akan dijamin oleh AJB. Adapun jumlah pemegang polis sebanyak 6,5 juta, namun setelah disisir tersisa 5,5 juta. Sisanya sebanyak 1 juta sudah tak aktif lagi.