Saturday, January 13, 2018

Sanksi Bank Indonesia Bagi Pengguna Bitcoin

Euforia masyarakat tentang bitcoin semakin meningkat, termasuk di Indonesia. Namun Bank Indonesia baru saja mengeluarkan pengumuman bahwa alat tukar virtual termasuk bitcoin yang tengah jadi perbincangan dunia itu tidak diakui sebagai alat pembayaran sah di Indonesia.

“Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah,” demikian siaran pers BI.

Dalam siaran pers yang dirilis Sabtu (13/1) itu, BI menyatakan betapa alat tukar virtual seperti bitcoin berisiko tinggi terhadap pencucian uang maupun pendanaan terorisme. “Tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currencyserta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan,” Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman melalui keterangan pers resminya menerangkan.

Itu bisa berdampak terhadap kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. BI pun mengimbau masyarakat untuk tidak jual beli bitcoin dan alat tukar virtual lainnya. Bukan hanya itu, BI juga melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia untuk memproses transaksi pembayaran dengan alat tukar virtual seperti bitcoin. Artinya, bitcoin akan tak lagi bisa dipergunakan.

Penyelenggara sistem pembayaran yang disebut BI termasuk bank yang melakukan switching maupun kliring, bahkan penyelenggara dompet elektronik dan transfer dana. Mengutip siaran pers itu, BI menyebut bahwa itu sudah tertuang dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan PBI 19/12/PBI/2017รข€‹ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan bahwa aktivitas terkait bitcoin dan alat tukar virtual lainnya harus dilaporkan dan diawasi karena itu belum punya aturan main di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner PJK Wimboh Santoso pun berkata tengah mempelajarinya.

Demikian pula dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah bakal mengkaji agar menambahkan mata uang kripto bitcoin dalam daftar subjek kontrak berjangka di Indonesia.

Pihaknya akan melakukan pendataan untuk mengetahui secara detail porsi investasi bitcoin. Di sisi lain, PT Bitcoin Indonesia justru mendukung larangan BI untuk tidak menggunakan mata uang virtual sebagai alat pembayaran. CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan mengaku sepaham dengan BI yang melarang menggunakan mata uang virtual sebagai alat pembayaran.

Ia mengakui alat pembayaran sah di Indonesia hanya rupiah. Menurutnya, bitcoin hanya merupakan aset digital, bukan alat tukar atau alat pembayaran. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bakal melakukan kajian guna menambahkan mata uang kripto bitcoin dalam daftar subjek kontrak berjangka di Indonesia.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Dharmayugo Hermansyah menjelaskan, kajian ini ditargetkan rampung dalam waktu kurang dari enam bulan dan mulai dilakukan minggu depan. Artinya, kajian ini selesai sebelum bulan Juli. Hal ini perlu dilakukan untuk melihat secara rinci mengenai pangsa pasar (market share) di dalam negeri dan pengaruhnya terhadap portofolio atau instrumen investasi lain.

"Jadi, berapa yang investasi di bitcoin, nilainya berapa, pengaruhnya bagaimana terhadap portofolio investasi lainnya. Bisa berpengaruh ke ekonomi nasional atau tidak," ujar Dharmayugo. Ia menyadari jika euforia masyarakat Indonesia sudah terlalu tinggi terhadap investasi bitcoin. Makanya, pihaknya akan melakukan pendataan untuk mengetahui secara detil porsi investasi bitcoin.

Selain itu, kajian ini dilakukan untuk meminimalisir potensi penipuan (fraud) yang rentan terjadi dalam transaksi bitcoin di Indonesia. Apalagi, belum ada regulasi yang melindungi investor bitcoin di dalam negeri. "Sekarang, kami mau petakan juga tentang potensi pencucian uang pada bitcoin," imbuh dia.

Rencananya, Bappebti akan menjadikan Amerika Serikat (AS) dan Jepang sebagai bahan kajian terhadap investasi bitcoin. Seperti diketahui, kedua negara itu sudah memiliki regulasi resmi untuk memperdagangkan bitcoin."Tapi, apakah regulasi di kedua negara itu aturannya di bawah Kementerian keuangan, atau Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangannya di sana atau tidak itu akan kami pelajari," jelas Dharmayugo.

Sebelumnya, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan telah melarang tegas bitcoin dijadikan alat tukar pembayaran di Indonesia. Dharmayugo mengaku tidak akan bertentangan dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. "Ini murni hanya dijadikan trading saja nantinya, tapi lagi-lagi masih melihat hasil kajiannya," terang dia.

Kajian ini juga akan mengikutsertakan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Futures Exchange (JFX) dan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX). Keduanya merupakan bursa berjangka komoditi di Indonesia. "Kemudian, kami juga mengajak lembaga kliring berjangka, kami bersama-sama melihat potensi bitcoin," tutur Dharmayugo. Setelah kajian selesai dilakukan dan apabila hasilnya menunjukkan jika bitcoin perlu dimasukkan ke dalam subjek kontrak berjangka, Bappebti tetap belum bisa memastikan bitcoin bisa atau tidak diperdagangkan resmi di Indonesia.

“Bergantung bursa berjangkanya tertarik atau tidak, walaupun kami katakan bagus untuk kontrak berjangka tapi bursa berjangka tidak mau ya tetap tidak bisa," ungkap Dharmayugo. Masing-masing pihak bursa berjangka perlu mengirim proposal secara mandiri kepada Bappebti untuk meminta restu penerbitan kontrak berjangka bitcoin. Proposal tersebut berisi tentang analisis dampak terhadap ekonomi, spesifikasi produk, harga produk, satuan harga produk, dan jam perdagangan produk.

"Itu semua harus persetujuan Bappebti," tutup Dharmayugo

Bank Indonesia (BI) telah memberikan peringatan kepada semua pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency atau Bitcoin cs. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman mengatakan, ada sanksi yang harus ditanggung oleh masyarakat jika tetap menjual, membeli atau memperdagangkan uang virtual tersebut.

"Kita peringatkan, kalau gunakan itu melanggar UU mata uang sanksinya bisa sampai pidana. Kalau UU itu berat," kata Agusman. Menurut Agusman, virtual currency atau Bitcoin cs tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang sebagai alat pembayaran di Indonesia.

Larangan tersebut, kata Agusman jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan mata uang adalah yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

"Jadi kenapa kita ingatkan, karena BI itu ada di UU sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran," jelas dia. Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.

Bank Indonesia menegaskan bahwa sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

No comments:

Post a Comment