Kenaikan harga saham berkapitalisasi besar (big capitalization/big caps) pada pekan terakhir tahun 2017 menjadikan beberapa harga sahamnya cukup tinggi. Untuk itu, rasanya sayang jika pelaku pasar kembali masuk ke saham-saham big caps jika berharap keuntungan yang lumayan di sepanjang pekan ini. Melihat kondisi tersebut, Analis Danpac Sekuritas Harry Wijaya menyarankan pelaku pasar untuk melirik beberapa saham lapis kedua (second liner) untuk investasi jangka pendek atau menengah.
"Daripada sembarangan beli saham big caps, sudah mahal. Jadi lebih baik cari saham yang memiliki peluang bagus dengan harga murah," ujar Harry. Salah satu saham yang dimaksud, yakni PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Harga saham perusahaan belum kembali ke level tertingginya seperti pada 10 Februari 2017 lalu di level Rp324 per saham.
Meski terlihat sudah mulai menanjak setelah terus mengalami penurunan, tetapi harganya masih berada di bawah Rp200 per saham atau tepatnya di level Rp198 per saham pada penutupan akhir tahun 2017. "Harga saham Trada Alam Minera belum naik lagi sudah lama, jadi menurut saya bisa mulai akumulasi beli," kata Harry.
Terlebih lagi, ada harapan baru bagi kinerja Trada Alam Minera sejalan dengan rencana perusahaan mengubah fokus bisnisnya ke sektor tambang dari sebelumnya yang 100 persen di bisnis pelayaran.
"Perubahan lini bisnis perusahaan karena perusahaan melakukan akuisisi perusahaan lain," sambung Harry. Belum lama ini, perusahaan yang sebelumnya bernama Trada Maritime ini mengakuisisi saham perusahaan tambang batu bara, yaitu PT Gunung Bara Utama (GBU). Selain itu, perusahaan juga berencana mengambilalih saham perusahaan jasa tambang berupa PT Ricobana Abadi.
Sementara itu, rugi bersih yang diderita perusahaan kian menipis pada kuartal III 2017 menjadi US$7,81 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yang mencapai US$12,83 juta. Tak hanya Trada Alam Minera, pelaku pasar juga bisa mengoleksi saham PT Elnusa Tbk (ELSA). Pasalnya, harga minyak dunia yang terus menguat hingga ke level sekitar US$60,42 per barel untuk WTI Crude Oil dan US$66,87 per barel untuk Brent Crude akan berdampak positif bagi Elnusa.
"Harga minyak sampai US$60 per barel, secara teknikal juga memiliki prediksi bagus jadi bisa ada pergerakan signifikan," terang Harry. Memang, harga minyak yang sedang melonjak tersebut belum diikuti oleh harga saham perusahaan. Terbukti, harga saham Elnusa masih berada di bawah Rp400 per saham atau belum menyentuh area seperti awal tahun 2017 yang berada di atas Rp400 per saham.
Pada penutupan perdagangan akhir tahun 2017, harga saham Elnusa ditutup di level Rp372 per saham. Pergerakan harga saham Elnusa terlihat fluktuatif pada pekan lalu, di mana sempat berada di level Rp376 per saham, kemudian turun ke level Rp348 per saham, lalu naik dan turun kembali sebelum akhirnya berakhir di level Rp372 per saham.
Saham lapis kedua lainnya yang dapat dinikmati pada pekan ini, yakni PT Air Asia Indonesia Tbk (CMPP) atau sebelumnya bernama PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk. "Perusahaan ini baru saja melakukan aksi korporasi, backdoor listing Air Asia," tutur Harry.
Menurutnya, Air Asia sendiri memiliki prospek bisnis yang cukup baik sebagai perusahaan maskapai penerbangan. Hal ini tentu akan berimbas positif pada kinerja perusahaan secara konsolidasi. "Hanya saja sekarang tinggal menunggu harga sahamnya bergerak ke atas," jelas Harry.
Berdasarkan pengamatan Harry, perusahaan akan berusaha keras agar harga sahamnya menanjak ke atas pasca proses backdoor listing dilakukan. Pada penutupan perdagangan akhir tahun 2017 kemarin, harga saham perusahaan turun 1,64 persen ke level Rp240 per saham. "Secara history, perusahaan yang baru melakukan backdoor listing tidak akan membiarkan harga sahamnya turun. Jadi tunggu saja saham naik," tegas Harry.
Rekomendasi Saham Big Caps
Di sisi lain, Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menilai saham big caps tetap memiliki panggung pada pekan pertama tahun 2018, khususnya untuk saham sektor konstruksi. Lebih detail, Aditya merekomendasikan saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) bagi pelaku pasar yang ingin melakukan transaksi beli pada pekan ini.
Ia berpendapat, saham Waskita Karya akan semakin melonjak seiring dengan rencana pemerintah untuk memperpendek pemberian pinjaman atau kredit menjadi hanya 40 hari. "Jadi perusahaan konstrusksi yang membutuhkan kredit tidak harus butuh waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan dananya," terang Aditya. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi perusahaan yang memiliki proyek jalan tol cukup banyak. Untuk itu, harga saham Waskita Karya ditargetkan dapat mencapai Rp2.550 per saham.
Bila dibandingkan dengan harga saham perusahaan pada akhir pekan lalu di level Rp2.210 per saham, maka saham Waskita Karya berpeluang tumbuh 15,38 persen pekan ini. Kemudian, saham Adhi Karya bakal terkena sentimen positif dari kepastian pembiayaan proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta Bogor Depok Bekasi (Jabedebek).
Seperti diketahui, investor proyek LRT, PT Kereta Api Indonesia (KAI) telah melakukan penandatanganan dengan 12 perbankan dan perusahaan pembiayaan infrastruktur terkait fasilitas pendanaan LRT Jabedebek sebesar Rp19,25 triliun pada Jumat (29/12). "Jadi sentimen positif ini datang setelah adanya kejelasan pembayaran proyek LRT," tegas Aditya.
Sebenarnya, harga saham perusahaan langsung melonjak 1,89 persen ke level Rp1.885 per saham pada akhir pekan lalu, atau setelah penandatanganan itu dilakukan. Namun, ia menyebut masih ada peluang saham ADHI meningkat lagi. "(Target price/TP) harga saham ADHI ke level Rp2.000 per saham," jelasnya.
Sementara itu, Aditya juga menyarankan pelaku pasar mencermati saham PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).Dalam hal ini, saham Adaro Energy akan ditopang oleh kenaikan harga batu bara. Sementara, prediksi pertumbuhan penjualan motor dan mobil akan mendorong harga saham Astra International.
Dengan demikian, ia menargetkan harga saham Astra International melaju ke level Rp8.550 per saham dan saham Adaro Energy di level Rp1.950 per saham
No comments:
Post a Comment