Tuesday, January 2, 2018

Kisah Duka dan Remuk Redamnya Mantan Karyawan Sevel

Ernawati (44), masih ingat saat pertama kali bergabung menjadi pegawai PT Modern Internasional Tbk (MDRN), 26 tahun silam. Kala itu perusahaan masih bernama PT Modern Photo Film Company yang lekat dengan pemasaran rol film bermerek Fuji Film.  Pada 2010, perusahaan memutuskan untuk memutasi perempuan yang akrab dipanggil Erna ini, ke salah satu anak perusahaan yang mengelola gerai ritel 7-Eleven, PT Modern Sevel Indonesia (MSI).

Saat itu, pamor 7-Eleven mulai naik. Dengan menggabungkan konsep toko kelontong dan restoran siap saji, gerai asal Amerika Serikat itu lekas populer sebagai tempat nongkrong anak muda. Hampir tujuh tahun Erna mengabdi, hingga terakhir ia menjabat sebagai Senior Sales Associate di salah satu gerai 7-Eleven di Jakarta.

Sayangnya, kesetian dan loyalitasnya pada perusahaan berbuah nestapa. Tidak ada suara lagi (apalagi pertanggung jawaban) dari bagian HRD yang selalu membela kepentingan pemilik modal dan menuntut kepatuhan dan loyalitas tanpa batas pada karyawan.

Di bulan puasa tahun ini, ia mendapat kabar kalau perusahaannya bangkrut dan bakal menutup seluruh gerai 7-Eleven per 30 Juni 2017. Seiring dengan itu, kabar pemutusan hubungan kerja santer terdengar. "Perasaan saya remuk redam. Sudah tidak tahu lagi harus bagaimana," ujar Erna.

Erna pun pasrah menerima nasibnya. Tepat 30 Juni 2017, ia resmi menjadi pengangguran. Di usianya yang mendekati setengah abad, Erna berkecil hati untuk melamar pekerjaan di tempat lain.

Satu-satunya harapannya adalah membuka usaha dagang sendiri menggunakan uang pesangon dari perusahaan. Sayangnya, hingga kini, perusahaan tidak memberikan kejelasan mengenai pesangon itu. "Saya ingin buka usaha tetapi usaha kan perlu modal. Makanya saya benar-benar berharap dari pesangon," tuturnya.

Nasib Siti Haroh (42) tahun sedikit lebih beruntung. Bekerja sebagai staf keuangan di kantor Modern Sevel pusat membuatnya lebih cepat mengetahui nasib perusahaan tempatnya bekerja. Sama dengan Erna, Siti juga telah puluhan tahun bergabung di Modern Internasional, tepatnya sejak 1995. Beberapa kali ia dipindahkan ke anak usaha Modern Internasional hingga akhirnya ditempatkan di Modern Sevel.

Mengetahui perusahaan bakal melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, ia segera mencari pekerjaan pengganti. Berbekal bantuan kawan, akhirnya Siti kini telah bekerja di kantor baru. "Kalau orang yang biasa bekerja lalu tidak bekerja bagaimana ya? Akhirnya saya cari-cari peluang dan ada lalu saya jalani yang penting ada pemasukan," ujarnya.

Siti berharap, Modern Internasional segera melunasi kewajibannya. Meskipun ia kini telah bekerja di tempat baru, Siti merasa kesetiannya harus dihargai apalagi dia sekarang seorangsingle parent yang juga menjadi kepala keluarga.

"Saya ingat, dulu saya rela datang ke kantor meskipun waktu itu harus berbasah-basah melewati banjir," kenangnya. Di luar pesangon, ternyata perusahaan juga memiliki kewajiban lain kepada mantan pegawainya.  Florentina Siska (29), salah satu mantan pegawai kontrak di 7-Eleven, menuturkan hingga kini perusahaan masih berutang pembayaran sisa Tunjangan Hari Raya (THR), penggantian uang transportasi, dan premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tidak jadi dibayarkan padanya.

"Saya dulu pindah dari Alfamidi dan ingin cari pengalaman. Waktu itu, 7-Eleven lagi boomingsaya kira akan lebih baik," ujar wanita yang terakhir bekerja sebagai asisten manajer toko 7-Eleven Pusat Grosir Cililitan Jakarta ini.

Kini, ia hanya sibuk mengurus rumah dan menjalankan bisnis online kecil-kecilan.

"Saya hanya ingin perusahaan segera membayarkan hak saya dan ada kepastian. Sampai sekarang tidak ada kepastian. Saya ingin menanyakan juga tidak tahu harus bertanya ke siapa," ujarnya. Erna, Siti, dan Florentina merupakan tiga dari seribu lebih mantan karyawan yang di-PHK oleh manajemen Modern Sevel. Bertahun-tahun terus merugi, induk perusahaan akhirnya memutuskan untuk memotong seluruh bisnis ritel itu.

Ketua Serikat Pekerja Modern Putera Indonesia, Sumarsono mengungkapkan, total utang perusahaan kepada karyawan lebih dari Rp20 miliar. Namun, hingga kini, perusahaan tak juga memberikan kejelasan soal pembayaran pesangon dan kewajiban lainnya. Pada siang ini, sekitar 500-an karyawan memutuskan untuk menggelar demo di depan kantor pemegang lisensi 7-Eleven di Indonesia, Modern Internasional.  Dengan menggelar demo itu, Sumarsono berharap perusahaan segera melunasi kewajibannya kepada mantan pegawai.

No comments:

Post a Comment