Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea ikut angkat bicara terkait wacana pemerintah mengeluarkan program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II. Dia meminta agar diumumkan segera terkait rencana itu. Hotman Paris mengatakan pemerintah Indonesia memerlukan dana untuk menangani dampak pandemi COVID-19 yang masih berlangsung ini. Dengan potensi tambahan penerimaan dari tax amnesty jilid II, bisa membantu keuangan negara.
"Segera umumkan tax amnesty jilid II agar negara dapat uang, negara perlu uang untuk mengatasi pandemi ini," kata Hotman Paris dikutip dari Instagram resminya, Minggu (11/7/2021). Hotman Paris heran mengapa wacana tax amnesty jilid II lama diputuskan. Dia berharap program itu dapat segera disetujui oleh DPR RI. "Kenapa begitu lama, padahal Bapak Presiden sudah mengirim surat ke DPR ini sudah hampir sebulan berlalu tapi belum ada kabar nih. Mohon segera tax amnesty jilid II segera di-goalkan," tuturnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo pernah mengatakan bahwa pemerintah tidak akan melakukan program tax amnesty seperti pada 2016. Saat ini yang sedang dirancang adalah program peningkatan kepatuhan sukarela.
"Terkait wacana tax amnesty, kami sampaikan sesungguhnya kali ini bukanlah tax amnesty sebagaimana tahun 2016. Yang kali ini dirancang adalah program peningkatan kepatuhan sukarela dengan tarif pajak normal, menghapuskan sanksi," ungkap Yustinus dalam webinar Narasi Institute, Jumat (11/6/2021).
Yustinus mengatakan tidak akan ada program tax amnesty berjilid-jilid yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Yustinus pun yakin hanya wajib pajak yang betul-betul jujur yang akan mengikuti program baru ini.
"Maka kami yakini hanya wajib pajak yang betul-betul patuh dan jujur yang mau ikut. Itu yang kita dorong. Jadi ini bukan jilid-jilidan," kata Yustinus. Meski begitu, diakui program ini dirancang untuk menuntaskan program tax amnesty sebelumnya. Dia menegaskan tidak akan ada tarif rendah macam tax amnesty lagi. "Ini adalah upaya menindaklanjuti apa yang belum tuntas supaya tuntas di program ini. Supaya nggak cederai, karena tarifnya tinggi nggak seperti tax amnesty waktu itu," papar Yustinus.
Wacana Tax Amnesty kembali mencuat ke permukaan tahun ini. Padahal, normalnya program pengampunan pajak ini dilakukan sekali dalam jangka waktu yang lama, di mana program ini terakhir kali dijalankan pada medio 2016-2017 lalu.
Ekonom Senior Indef Faisal Basri mengungkapkan ada 'orang kuat' di balik wacana ini. Beberapa pihak dinilainya mendorong Tax Amnesty jilid II dilangsungkan. Secara blak-blakan, Faisal Basri mengatakan, Menko Perekonomian dan pengusaha dari Kadin Indonesia jadi pihak yang ingin program pengampunan pajak ini digulirkan kembali.
Dia menyatakan, sejak Tax Amnesty pertama berjalan di medio 2016-2017 yang lalu ada beberapa 'orang kaya' yang cuek dan tidak ikut mendaftar. Setelah program itu selesai, orang-orang ini baru sadar bila di kemudian hari Dirjen Pajak Kementerian Keuangan bisa mengejar harta mereka lagi yang tidak dilaporkan.
"Kan Tax Amnesty 2016-2017 itu sudah selesai, nah si kaya ini ada yang cuek dengan Tax Amnesty, dia nggak ikut. Sekarang baru sadar bisa diburu buru sama Dirjen Pajak karena dendanya 300% kan, Bisa miskin mereka. Bisa tinggal 10% kekayaan mereka itu nyisa," ungkap Faisal Basri dalam diskusi Indef secara virtual, dikutip Minggu (10/7/2021).
Faisal mengatakan, orang-orang itu lah yang mendorong adanya Tax Amnesty jilid II. Secara pribadi, Faisal menolak wacana tersebut. Menurutnya, pemerintah harus lebih berani menerapkan hukum tanpa pandang bulu. Selama ini, kata dia, usulan Tax Amnesty jilid II tak pernah diusulkan dari kubu Kementerian Keuangan. Bahkan, sejauh pemantauannya, isu tersebut juga tak pernah masuk dalam RUU Reformasi Perpajakan.
Seperti diketahui, Airlangga Hartanto saat ini menduduki kursi Menko Perekonomian yang juga merangkap sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga disebut menjadi 'orang kuat' yang menggiring usulan Tax Amnesty masuk dalam RUU reformasi perpajakan. "Saya sih respect dalam konteks ini, kalau Tax Amnesty itu bukan dari Kemenkeu, tidak ada dari draf RUU KUP Kemenkeu. Tapi ini diminta dimasukkan oleh yang namanya Airlangga Hartarto. Dia yang merupakan Ketua Umum Golkar selain itu menjadi Menko Perekonomian," papar Faisal Basri.
Faisal mengatakan, Airlangga juga didukung para pengusaha dari Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia. "Rencana ini didorong juga oleh Kadin Indonesia. Jadi masih ada perusahaan dan pengusaha bandel yang merasa di-backup," katanya.
Mereka yang jadi 'orang kuat' di balik Tax Amnesty jilid II ini, menurut Faisal Basri sedang kejar tayang agar program itu dilakukan kembali. Karena bisa saja, bila kepemimpinan berganti setelah Pemilu 2024 perjuangan Tax Amnesty akan makin sulit. "Nanti kalau tidak ada lagi mereka dukung Jokowi, dan Jokowi habis masa jabatannya mereka diburu lagi nih. Makanya mereka perjuangkan Tax Amnesty jilid II," ungkap Faisal.
Lebih jauh Faisal juga menyebutkan, para pihak di balik Tax Amnesty jilid II juga kemungkinan disebut menjadi pencetus gagasan presiden tiga periode yang sedang hangat diperbincangkan. Hal itu dilakukan untuk mengamankan posisi pemerintah saat ini. "Atau bisa juga mereka memperjuangkan agar pak Jokowi jadi Presiden lagi, agar mereka aman lagi. Makanya muncul lagi lah gagasan 3 periode itu, semua oligarki itu semua, yang pajaknya nilep," ungkapnya.
Sejak wacana program Tax Amnesty kembali bergulir Mei lalu, tiba-tiba dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah, hal itu membuat Faisal curiga. Menurutnya, ada 'orang kuat' di balik rencana itu. "Ini karena pemerintah takut memburu pembayar pajak yang nakal. Jadi kan harusnya pemerintah menegakkan aturan, memburu pembayar pajak yang tidak benar dan tidak ikut tax amnesty, kenakan denda 100- 200%," ujarnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, dikutip Kamis (27/5/2021).
"Tapi sangat boleh jadi orang-orang itu orang-orang kuat. Nah oleh karena itu diberikan jalan," tegasnya.
Faisal menuding orang-orang tersebut berada dalam lingkaran terdekat Presiden Joko Widodo (Jokowi), bisa jadi politikus maupun pengusaha, sehingga sulit bagi petugas pajak untuk mengejar hak dari negara. "Orang kuat itu ada di dalam pusaran terdalam politik. mereka dekat dengan inti kekuasaan, dan mereka punya pengaruh politik yang besar," terang Faisal.
No comments:
Post a Comment